• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI

4.1 Konflik Batin yang Dialami Tokoh Gadis Pantai

Dalam pembahasan terhadap objek penelitian, yaitu novel Gadis Pantai ditemukan beberapa bentuk konflik dan pergolakan batin yang dihadapi tokoh Gadis Pantai dalam menjalani kehidupannya. Dalam bab ini akan dipaparkan identifikasi berbagai data yang menggambarkan konflik batin tokoh tersebut. Deskripsi konflik batin si Gadis Pantai akan dipaparkan dalam setiap pembabakan kehidupan Gadis Pantai. Mulai dari awal dinikahkan, memulai kehidupan di istana suami, menjalani kehidupan di istana, melihat orang tuanya yang berada di kampung hingga harus meninggalkan anak beserta suaminya karena harus kembali ke Kampung Nelayan.

Kurt Lewin ( dalam Alwisol, 2009: 305- 309) membagi Konflik atas tiga tipe, yaitu

1. Konflik Tipe 1

Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan yang mengenai individu. Ada tiga macam konflik tipe ini, antara lain

a. Konflik mendekat- mendekat, dua kekuatan yang mendorong ke arah

yang berlawanan, misalnya sesorang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama- sama disenanginya.

b. Konflik menjauh- menjauh, dua kekuatan yang mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya seseorang dihadapkan pada dua kekuatan yang sama- sama tidak disenanginya.

c. Konflik mendekat – menjauh, dua kekuatan mendorong dan

menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya seseorang yang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.

2. Konflik Tipe 2

Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan. Konflik yang kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku, atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga tidak dapat menentukan pilihan.

3. Konflik Tipe 3

Orang berusaha untuk mengatasi kekuatan- kekuatan yang menghambat sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan, agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik. Pertentangan antara kebutuhan pribadi dalam, konflik antarpengaruh, dan pertentangan antara kebutuhan dan pengaruh menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.

Selanjutnya dalam bab ini, akan digambarkan secara sistematika konflik- konflik batin yang dialami tokoh berdasarkan tipe konfliknya.

A. Konflik Tipe 1

Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai diawali dengan kutipan novel di bawah ini.

Bujang kali ini tanpa bayi dalam gendongan kini kembali masuk. Gadis Pantai berdiri dari kursi . Bujang itu membungkuk padanya, begitu rendah. Mengapa ia membungkuk? Sebentar tadi ia masih sesamanya. Mengapa ia begitu merendahkan dirinya sekarang? Gadis Pantai jadi bimbang , takut, curiga. Apakah semua ini? (halaman: 26)

Dalam mengawali kehidupannya di istana suami yang tidak dikenalinya, Gadis Pantai penuh dengan rasa kebingungan. Perubahan yang mencolok dari sekitarnya membuatnya hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya. Dia melihat perbedaan itu diawali oleh perubahan tingkah seorang bujang terhadap dirinya saat pertama bertemu dengan ketika dia sudah diterima di rumah suaminya.

Konflik tipe 1 ini muncul ketika si tokoh dihadapkan pada dua kekuatan, yaitu mendekat- menjauh. Satu kondisi yang mengakibatkan satu kekuatan yang lebih besar mengakibatkan si tokoh harus mengikuti pilihan yang tidak disukainya sehingga muncul rasa bingung di dalam hatinya.

Pergolakan batin juga dirasai dalam bentuk kebingungan lain. Kebingungan ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini

Matanya tak juga terpejam. Dan ia sudah lupa, apakah ia senang atau tidak. Malam kian larut. Dari ruang tengah mulai terdengar sekencang tenagaseorang mengaji. (halaman: 30-31)

Ketika pertama kali mendapat pelayanan dari para bujang yang

memanggilnya dengan sebutan Mas Nganten, Gadis Pantai semakin berkecambuk

Tokoh Gadis Pantai saat berada dalam babak ini dihadapkan pada dua kekuatan mendekat- menjauh, yaitu dia berhadapan pada kekuatan yang di satu sisi dia sudah mulai menyenangi kehidupan barunya. Sementara di sisi lain, dia masih memendam perasaan yang sangat takut karena tidak tahu sama sekali apa yang akan dihadapinya. Gadis Pantai sama sekali belum bertemu dengan suami yang dinikahinya karena dia hanya menikah dengan wali sang suami,

Semakin lama menjalani kehidupannya di istana suami, Gadis Pantai semakin tidak bisa menikmati kehidupannya di sana. Dia semakin sadar bahwa yang dia alami sekarang bukanlah kehidupan yang dia inginkan. Ada keinginan yang kuat dari dalam dirinya untuk pergi dari tempat itu. Namun, ada kekuatan yang sangat besar yang menahannya untuk melakukan keinginannya itu. Kekuatan Mendekat-menjauh ini semakin bentrok dalam batinnya mengakibatkan Gadis Pantai hanya bisa menangis dan merenung.

Gadis Pantai berhenti makan. Ia bangkit. Tanpa menengok masuk ke dalam kamar, langsung ke kasur kesayangannya dan mengucurkan air mata. Ia rasai bagaimana dirinya seperti seekor ayam yang direnggut dari rumpunnya. Harus hidup seorang diri, di tengah orang yang begitu banyak. Tak boleh punya sahabat, Cuma boleh menunggu perintah, Cuma boleh memrintahkan. Betapa sunyi! Betapa dingin. Dan iklim sedingin ini tak pernah dirasainya di pantai, betapapun cuaca pagi telah membekukan seluruh minyak kelapa di dalam botol. Ia puaskan tangisnya sampai tertidur.(halaman: 46).

Seiring berjalannya waktu Gadis Pantai menjalani kehidupannya di istana suaminya, Gadis Pantai semakin matang dalam pemikiran. Ini merupakan akibat yang positif dari konflik demi konflik batin yang dialaminya. Namun, rasa takut yang besar terhadap suaminya masih mengganggunya walaupun dia bingung kenapa dia harus takut kepada suaminya. Pemikiran yang mulai matang tersebut membuatnya bingung.

Kembali Gadis Pantai tertegun. Lambat-lambat dengan pikiran yang tertindas beban, ia mulai bingung: Di sini semua takut terkecuali Bendoro. Mengapa semua takut padanya. Juga diriku sendiri? Dia tidaklah nampak garang, tidak ganas, malahan halus dan sopan.(hlm 52).

Konflik batin yang dialami Gadis Pantai kebanyakan diakibatkan oleh kepolosan dalam hal pengetahuan dan ketakutan yang besar atas apa yang tidak diketahuinya. Gadis Pantai sebagai seorang gadis yang sangat belia harus menghadapi berbagai permasalahan kehidupan. Sewajarnya gadis seusia Gadis Pantai berada dalam proses belajar, tetapi Gadis Pantai tanpa melewati proses belajar harus berhadapan dengan permasalahan, yaitu menjadi seorang istri pembesar yang kehidupannya sangat bertolak belakang dengan apa yang diketahuinya.

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai juga dapat bertambah ketika pemikiran si Gadis Pantai semakin bertambah. Saat Gadis Pantai mengetahui sesuatu, Gadis Pantai mulai mampu membandingkan baik buruk berkenaan dengan kehidupan. Bahkan, dia mulai membandingkan pernikahan yang dia alami dengan pesta pernikahan yang dilihatnya ketika bupati setempat mengadakan pesta pernikahan. Perbandingan resepsi pernikahan memberikan pergolakan tersendiri di dalam batin tokoh Gadis Pantai. Sebagai seorang istri pembesar, dia merasa tidak berharga sama sekali.

Malam itu ia kembali ke ranjang dengan banyak pikiran. Perkawinannya tak dirayakan seperti itu. Bupati yang kawin jauh lebih tua dari Bendoro. Dan putri keraton itu jauh lebih tua dari dirinya. Tapi ia tidak disambut dengan perayaan. Dan jam tiga pagi ia terbangun. Bujang tak ada di bawah ranjangnya lagi. Tapi Bendoro telah tergolek disampingnya.(hlm 72).

Dalam pergolakan batin tokoh Gadis Pantai yang digambarkan di kutipan di atas. Tokoh Gadis Pantai hanya mampu memendam kemelut di dalam batinnya

tanpa harus tahu berbagi dengan siapa. Gadis Pantai hanya bisa merenungkan konflik batin yang dialaminya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Semakin lama Gadis Pantai semakin terbiasa dengan kehidupan yang dialaminya sekarang. Dia mulai beradaptasi dengan kehidupan di dalam istana sebagai istri seorang pembesar. Lama- kelamaan di dalam perasaan si Gadis Pantai mulai tumbuh rasa cinta kepada suaminya. Dia mulai menginginkan untuk selalu bersama dengan suaminya. Namun, suaminya yang lebih sering berada di luar rumah membuat si Gadis Pantai merasa kesepian dan inilah yang kembali memicu pergolakan batin tokoh Gadis Pantai.

Kini Gadis Pantai merasa sunyi bila semalam saja Bendoro tak datang berkunjung ke kamarnya. Bujang itu tak perlu membantunya lebih banyak lagi. Di luar dugaan ia telah dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Namun wanita tua itu tetap menjadi sahabat dan tempat bertanya yang bijaksana.(halaman: 75)

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai berlanjut ketika dia mulai merasa kesepian dan tak bisa berbuat apa-apa ketika sering ditinggal sang suami berhari-hari lamanya. Keadaan ini terus berlanjut hingga dia merasa dirinya sebagai seekor keledai walaupun hatinya berusaha menolaknya. Namun, ketika dia kembali mengingat keadaannya yang sering ditinggal suami dia kembali merasa sebagai seekor keledai. Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam hal ini diakibatkan kecemburuan terhadap suami yang jarang tinggal bersamanya.

Gadis Pantai sangat menginginkan kehidupan yang normal bersama sang suaminya. Bahkan, dia berusaha untuk mengungkapkannya kepada suaminya ketika suatu saat suaminya pulang. Namun, hal itu hanya sekadar rencana karena sang suami tetap harus pergi lagi. Pergolakan batin tokoh Gadis Pantai dalam hal ini

diakibatkan oleh rasa rindu terhadap suami serta kecemburuan dan rasa takut akan bagaimana kehidupan suaminya saat di luar rumah.

Ditutupnya kembali pintu. Satu-satunya pelindungnya yang setia selama ini adalah kasur dan bantal ranjang. Kalau saja pelayan wanita itu begitu menyenangkan seperti itu! Tapi bertambah meningkat pengetahuan dan kecerdasannya, pelayan itu makin kurang kemampuan dalam menghibur batinya. (halaman: 89)

Dari kutipan dia atas, digambarkan bagaimana tokoh Gadis Pantai sudah sangat merindukan kehadiran sang suami. Dia mulai merasa pembantu yang selama ini bisa menghiburnya dari rasa sepi sudah tidak bisa lagi menghiburnya. Walaupun sebenarnya pembantu itu lebih semakin pintar dan semakin menyenangkan, tetapi itu tidak cukup untuk menghilangkan rasa rindu kepada suaminya.

Dalam proses melahirkan, juga muncul pergolakan batin di dalam batin tokoh Gadis Pantai yang disebabkan oleh rasa cinta kepada anak dan rasa takut kehilangan anak.

Suatu serangan ketakutan menyebabkan jantung Gadis Pantai berdebaran. Ia ingin bangkit dan meniupkan hidup ke dalam dada bayinya.(halaman: 250) Sesaat setelah sang bayi Gadis Pantai lahir, Anak itu seperti tidak lahir dengan sempurna, yaitu tidak ada tangis dari bayinya. Hal ini membuat Gadis Pantai sangat takut. Dia takut akan terjadi suatu hal yang tidak diinginkan terhadap si bayi.

Berdasarkan tipe konflik 1, Gadis Pantai mengalami konflik batin di mana dia dihadapkan pada dua kekuatan yang kuat sehingga dia hanya bisa berdiam diri untuk memenuhi keinginan kekuatan yang kuat tersebut. Keinginan kuat tersebut terhadap dirinya berakibat pada si Gadis Pantai hanya berkutat pada ketakutannya serta kebingungan sebagai awal menghadapi kehidupan yang benar- benar baru.

Freud (dalam Kusumawati, 2003: 33) Menyatakan bahwa faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin, antara lain: 1) teori agresi, 2) teori kehilangan, 3) teori kepribadian, 4) teori kognitif, 5) teori ketidakberdayaan, dan 6) teori perilaku. Dalam konflik tipe 1 ini ada beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya konflik dalam batin tokoh.

1. Teori Kehilangan

Pada awalnya, Gadis Pantai sudah menikmati masa remajanya di kampung halamannya. Hingga pada suatu ketika dia harus meninggalkan rasa nyamannya itu dan masuk ke dalam bentuk kehidupan baru hingga menimbulkan rasa takut dari dalam dirinya. Rasa predisposisi juga muncul, yaitu rasa untuk menolak atau menerima kehidupan yang akan dijalaninya.

Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi faktor pencetus terjadinya stress.Freud (dalam Kusumawati 2003 : 33)

2. Teori Kepribadian

Konflik batin juga dipengaruhi oleh kepribadian tokoh Gadis Pantai. Sebagaimana diungkapkan oleh freud bahwa Teori kepribadian merupakan konsep diri yang negatif dan harga diri rendah memengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor. Pandangan ini memfokuskan pada varibel utama dari psikososial yaitu harga diri rendah. Gadis Pantai memandang diri sebagai orang kampung yang setara dengan obudak sehingga dia hanya bisa menerima kepentingan yang sama sekali tidak diingankannya.

3. Teori Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan tokoh Gadis Pantai untuk mencegah pergolakan yang dialaminya mengharuskan tokoh Gadis Pantai untuk menjalani kehidupannya yang baru. Hal ini mengakibatkan tokoh Gadis Pantai menjadi seorang yang adaptif sehingga mampu menambah pengetahuannya. Hal ini didukung oleh pendapat Freud dalam Kusumawati(2003:33) mengunkapkan bahwa

Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu, ia mengulang respon yang adaptif.

4. Teori Perilaku

Perilaku Gadis Pantai yang masih dipengaruhi oleh keluguan dan kebutaan akan pengetahuan meyebabkan konflik tersendiri di dalam batin si tokoh. Perilaku tokoh yang tidak berdaya hanya bisa menerima segala pergolakannya.

Teori perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku individu dengan lingkungan Freud (dalam Kusumawati 2003:33)

B. Konflik Tipe 2

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai yang berjenis tipe 2 merupakan tipe konflik batin yang paling banyak dialami oleh Gadis Pantai. Konflik yang dapat membuat Gadis Pantai hanya bisa berdiam diri dapat digambarkan dalam beberapa kutipan di bawah ini, antara lain

Kemarin malam ia telah dinikahkan. Dinikahkan dengan sebuah keris. Detik ia tahu: kini ia bukan anak bapakya lagi. Ia bukan anak emaknya lagi. Kini ia istri dari sebilah keris, wakil seseorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.(halaman: 12)

Dari kutipan novel di atas dapat dilihat gambaran bagaimana hancurnya hati seorang gadis yang lugu dan tak tahu apa- apa. Seorang gadis yang dinikahkan dengan seseorang yang tidak sama sekali dikenalnya bahkan seseorang itu memberikan sebilah keris sebagai wakilnya untuk dinikahkan dengannya. Mungkin Pada umumnya seorang gadis memiliki impian untuk menikah dengan pria pujaannya bukan dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

Pergolakan batin tokoh dalam novel juga diperlihatkan dalam kutipan di bawah ini:

“sst jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau menjadi istri pembesar.” Ia tak tahu apa yang ada di hadapannya. Ia hanya tahu: Ia kehilangan seluruh hidupnya. Kadanga dalam ketakutannya ia bertanya: mengapa ia tidak boleh tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang yang tersayang dan tercinta, di bumi dengan pantai dan ombanknya yang amis (hlm 12) Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh terkurung dalam keluguannya. Gadis Pantai benar- benar buta terhadap segala pengetahuan sehingga dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Dia hanya menyadari bahwa dia dihadapkan pada satu pilihan dan harus memilih pilihan itu padahal yang dia inginkan hanya tinggal bersama orang yang dia cintai. Kutipan di atas juga menggambarkan si Gadis Pantai sedang mengalami ketakutan yang sangat besar karena dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya. Dia tidak merasa apa yang dipahami orang banyak bahwa menikah dengan orang pembesar merupakan suatu kebanggaan di antara orang kampung. Dalam keluguannya Gadis Pantai hanya menetap pada apa yang dia ketahui dan tidak mengetahui kebanggaan itu. Gadis

Pantai hanya mengetahui tempat terindah yang dia ingin tinggal adalah kampungnya sekarang.

Empat belas tahun umurnya. Dan tak pernah ia merasa keberatan buang air din pantai, terkecuali di waktu bulan purnama -ia takut ular (halaman: 13) Gadis Pantai adalah seorang gadis yang tumbuh berkembang di kampung miskin yang kurang terbuka dengan dunia luar. Bahkan kebanyakan di antara warga kampung tidak tahu membaca. Oleh karena itu, Gadis Pantai sebagai gadis yang baru tumbuh sangat buta akan dunia luar sehingga ketika dia dihadapkan pada dunia luar dia sangat ketakutan.

Ketika akan berangkat menuju kota, Gadis Pantai yang masih dalam ketakutan berusaha untuk menolak mempertahankan dirinya untuk tinggal dan tidak berangkat. Namun, kenginan hatinya ditentang oleh ayahnya yang diketahuinya sebagai seorang bapak yang suka memukul. Seakan tanpa daya Gadis Pantai hanya bisa meratapi diri yang tidak mampu berbuat apa- apa. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Tubuh yang kecil itu meriut seperti keong, ketakutan, Ia tahu bapaknya pelaut, kasar berotot perkasa. Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya. Tapi sekarang buat apakah penderitaan ini? Disembunyikannya muka di balim pangkuan emaknya. (halaman: 13).

Ketakutan tokoh Gadis Pantai semakin bertambah saat pertama kali bertemu dengan sang suami yang dipanggil dengan sebutan Bendoro.

Dan tangan yang lunak itu sedikit demi sedikit mencabarkan kepengapan, ketakutan, dan kengerian. Setiap rabaan dirasainya seperti usapan pada hatinya sendiri. Betapa halus tangan itu: tangan seorang ahli buku! Hanya buku yang dipegangnya, dan bilah bambu tipis panjang penunjuk baris. Tidak seperti tangan bapak dan emak, yang selalu melayang ke udara dan mendarat di salah satu bagian tubuhnya pada setiap kekeliruan yang dilakukannya.(halaman: 33)

Itu adalah pengalaman pertama yang dialami oleh Gadis Pantai bertemu dengan sang suami. Gadis Pantai hanya berdiam diri dan berkecambuk pada pikirannya sendiri tanpa tahu harus berbuat apa. Dia hanya membayangkan ketakutan dalam setiap belaian sang suami. Bayangan ketakutan inilah yang menambah rasa takut dalam diri Gadis Pantai sehingga dia benar-benar takut kepada suaminya melebihi apa pun.

Ia takut berjalan seorang diri menuju kamar mandi. Tapi Bendoro lebih menakutkan lagi. Ia turuni jenjang ruang belakang berjalan menuju ke arah dapur( halaman 34).

Setiap pergolakan batin yang dialami tokoh Gadis Pantai akan sedikt banyak mengubah pola pemikiran si tokoh. Gadis Pantai mulai berani melakukan pemberotakan yang berhubungan dengan kepentingan yang menentang keinginnanya. Pada awalnya si Gadis Pantai hanya bisa menangis ketika dipaksa untuk pergi ke tempat suaminya kini dia mulai berani mengungkapkan isi hatinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan yang menggambarkan tokoh Gadis Pantai mengungkapkan keinginannya untuk pergi dari istana suaminya kepada pelayannya.

“Oh, Mak...Bapak,” panggilnya berbisik “Mas Nganten, Mas Nganten,”

“Bawa aku pada emak. Aku mau pulang, pulang ke kampung,”(halaman 38) Gadis Pantai sudah mulai belajar untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam isi hatinya. Namun, ketika berhadapan dengan sang suami keberanian yang dimilikinya dalam mengungkapkan isi hatinya masih dikalahkan oleh rasa takut yang sangat besar terhadap suaminya.

Kembali Gadis Pantai jadi bisu ketakutan. Ia rasai nafasnya tersumbat. Mengapa bicara saja tak berani, sedang ia suka memekik-mekik memanggil si kuntring, ayamnya? panggil kawan-kawan bermainnya? Panggil-panggil Pak Karto tetangganya yang selalu dimintai tolong bila ia mengangangkat barang-barang berat? (halaman 41)

Gadis Pantai ingin mengutarakan isi hatinya yang ingin pulang ke kampung nelayan, tetapi ketika berhadapan dengan sang suami Gadis Pantai tidak mampu untuk mengutarakannya. Ketakutan masih melekat dalam hatinya.Segala pergolakan batin tetap dia hadapi sendiri hingga terkadang dia merasa sangat menderita.

Entah berapa kali ia yakinkan diri bukan keledai. Tapi hatinya begitu keruh. Ia tak mengerti sampai waktu itu, bahwa ia merasa sangat, sangat cemburu.(halaman 77)

Dalam kutipan di atas digambarkan bagaimana perasaan tokoh Gadis Pantai yang memiliki rasa cemburu karena pekerjaan sang suami mengharuskan dirinya tinggal hanya beberapa waktu saja bersama istrinya. Kecemburuan ini mengakibatkan Gadis Pantai menjadi penasaran berkenaan dengan yang dilakukan suaminya ketika bepergian ke luar.

Gadis Pantai mulai menduga-duga apa yang dilakukan suaminya di luar karena untuk bertanya secara langsung dia tidak memiliki keberanian yang cukup. Kembali tokoh Gadis Pantai dihadapkan pada rasa takut terhadap sang suami berkaitan dengan kegiatan sang suami.

Sebenarnya Gadis Pantai ingin mengetahui pasti, kemana saja Bendoro pergi bila meninggalkan rumah berhari-hari lamanya. Siapa-siapa yang ditemuinya. Apa yang dibicarakannya. Bagaimana pendapat Bendoro tentang dirinya. (halaman 87)

Gadis Pantai sebagai seorang istri hanya bisa menduga-duga jawaban atas pertanyaan yang ada di dalam hatinya. Cara berpikir tokoh Gadis Pantai bertambah matang. Dia sudah mengetahui bagaimana kehidupan suami istri pada umumnya. Hal inilah yang menambah pergolakan batin tokoh Gadis Pantai, yaitu ketika dia sadar bahwa kehidupannya bersama suaminya sebagai sepasang suami istri sangat

Konflik Batin tokoh Gadis Pantai berlanjut saat tokoh utama berencana melihat orang tuanya di desa nelayan. Segala perubahan yang terjadi mengakibatkan pergolakan tersendiri bagi tokoh. Dia merasa seperti orang lain di mata para penduduk. Bahkan sejak awal sampai di desa nelayan dia sudah merasakan hal itu. Perubahan yang sangat besar dibandingkan ketika dia pertama kali meninggalkan desanya untuk tinggal bersama tokoh suami. Sambutan yang sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya membuat kerisauan di dalam hati tokoh utama. Dia merasa risih dengan apa yang dilakukan oleh para penduduk

Dokumen terkait