• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOLOGI DAN POTENSI GERAKAN TANAH DI DAERAHGUNUNGMANDALAWANGI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT

N/A
N/A
deni sugandi

Academic year: 2024

Membagikan "GEOLOGI DAN POTENSI GERAKAN TANAH DI DAERAHGUNUNGMANDALAWANGI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 5.Rasio perbandingan Nitrat dengan Klorida pada air tanah Sampel NO3/Cl Kondisi

S7 Terindikasi

tercemar

S8 9

Terindikasi tercemar

S18 Terindikasi

tercemar

S25 8

Terindikasi tercemar S31 07 Tidak tercemar

S34 Terindikasi

tercemar

S38 Terindikasi

tercemar

S49 3

Terindikasi tercemar

S44 8

Terindikasi tercemar

(2)

GEOLOGI DAN POTENSI GERAKAN TANAH DI DAERAH GUNUNG

MANDALAWANGI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Alvin Adam Arifin1*

Anisa Ayu Saputro2 Dr. Ir. Iyan Haryanto, MT.3

1Mahasiswa Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

2Mahasiswa Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

3Dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

*corresponding author: alvin14003@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK

Gerakan tanah merupakan perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar, atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah dapat terjadi kapan saja dan menimbulkan kerugian yang besar baik harta benda bahkan korban jiwa. Maka dari itu, menjadi sangat penting untuk mengetahui potensi gerakan tanah suatu daerah sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan. Seperti halnya penelitian ini yang bertujuan untuk memetakan daerah-daerah dengan kerawanan potensi gerakan tanah di sekitar G. Mandalawangi, Kabupaten Bandung. Data-data geologi, kemiringan lereng, curah hujan, dan penggunaan lahan daerah penelitian dianalisis menjadi sebuah peta kerentanan gerakan tanah yang menginformasikan sebaran potensi gerakan tanah di daerah penelitian. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian yang seluruhnya merupakan produk vulkanisme gunung api kuarter. Pemerian litologi secara megaskopis dan sayatan tipis dilakukan untuk mengetahui jenis litologi penyusun daerah penelitian. Hasil pemetaan geologi dan aspek vulkanostratigrafi daerah penelitian tersusun atas 5 satuan litologi, dengan urutan yang paling tua sampai paling muda, yaitu satuan aliran piroklastika 1 Salasih, satuan aliran piroklastika 1 Mandalawangi, satuan aliran piroklastika 1 Buleud, satuan aliran piroklastika 1 Pangradinan, dan satuan aliran lava 1 Pangradinan. Sementara itu, peta kerentanan gerakan tanah daerah penelitian menunjukkan bagian tenggara daerah penelitian berpotensi rawan gerakan tanah yang ditandai dengan warna merah sementara bagian barat laut relatif aman gerakan tanah yang ditandai dengan warna hijau.

Beberapa daerah yang rawan gerakan tanah terdapat di tengah daerah penelitian yaitu di sekitar G.

Pangradinan. Sementara itu bagian timur laut dan selatan daerah penelitian menujukkan tingkat menengah kerawanan gerakan tanah.

Kata Kunci :gerakan tanah, pemetaan, geohazard, g. mandalawangi 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Bencana gerakan tanah merupakan suatu bencana alam yang dapat mengakibatkan kerusakan yang serius. Penyebab gerakan tanah selain disebabkan oleh faktor kondisi alam sering kali juga disebabkan oleh faktor manusia yang menggunakan lahan tanpa memperhatikan tata guna lahan dan dampaknya terhadap lingkungan yang baik. Kondisi demikian terjadi di sekitar Gunung Mandalawangi, Kabupaten Bandung yang menjadi lokasi penelitian potensi gerakan tanah. Karena bencana gerakan tanah dapat mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya maka perlu dilakukan studi mengenai daerah-daerah yang berpotensi rawan gerakan sehingga dapat menekan angka kerugian jika bencana terjadi.

Kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana dapat berupa korban jiwa dan kerugian secara materi akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur. Lokasi penelitian terletak di sekitar Gunung Mandalawangi yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat dan secara geografis terletak di antara

(3)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

garis bujur 107o48’ 31,14” BT sampai 107o51’ 46,87” BT dan garis lintang 7o03’ 56,36” LS sampai 7o0’ 42,11” LS (Gambar 1).

1.2. Tinjauan Pustaka

Gerakan massa ialah perpindahan massa tanah/batuan pada arah tegak, mendatar, atau miring dari kedudukan semula. Gerakan massa (mass movement) tanah atau seiring disebut longsor (landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan dengan iklim tropis basah (Zakaria, 2011).

Menurut Verhoef (1985; dalam Zakaria, 2011) longsor seringkali terjadi akibat adanya pergerakan tanah pada kondisi daerah lereng yang curam, serta tingkat kelembaban (moisture) tinggi, tumbuhan jarang (lahan terbuka) dan material kurang kompak.

Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Barat oleh Van Bemmelen (1949), daerah penelitian terletak pada barisan gunungapi Kuarter yang merupakan bagian dari Zona Bandung bagian selatan, pada kelompok Garut (Garut Section), dan merupakan bagian dari gunungapi pemisah Garut dan dataran tinggi Bandung.

Litologi penyusun daerah penelitian tersusun atas endapan volkanik yang berumur Kuarter. Secara Regional, tatanan stratigrafi daerah penelitian yang mengacu pada peta Geologi lembar Garut, Pameungpeuk, dan Jawa oleh Alzwar, dkk., tahun 1992 dengan urutan stratigrafi dari tua ke muda tersusun atas Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk), Batuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm, dan Endapan Danau (Qd).

Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk)

Rempah lepas dan lava bersusunan andesit dan andesit-basalan yang dihasilkan oleh kelompok gunungapi tua Guntur, Gandaputra dan Pangkalan, di bagian utara, dan kelompok gunungapi Kendang di bagian Selatan. Tubuh-tubuh gunungapi yang terbentuk di bagin timur-tengah Lembar merupakan sisa-sisa kaldera (G. Kendang dan G. Pangkalan) dan Soma (Guntur Tua). Sisa gunungapi Guntur Tua sebagian besar runtuh ke arah utara dan tenggara serta tertutup oleh lava atau kerucut-kerucut gunungapi muda. Lava umumnya bersusunan andesit piroksen dan andesit hornblende yang mengalami pelapukan kuat. Beberapa sumber erupsi menghasilkan lava andesit piroksen yang mengandung sedikit olivin dan andesit hornblenda.

Batuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm)

Tersusun atas tuf gelas mengandung batuapung, sebagian mengandung obsidian berukuran lapilli hingga bom. Lava bersusunan andesit piroksen hingga basal dan sedikit olivin; setempat berupa lava obsidian. Pada umumnya satuan ini membentuk aliran, kerucut, dan kubah. Satuan ini dihasilkan dari sumber-sumber G. Mandalawangi (1650 m), G.

Mandalagiri (1625 m), G. Pangradinan (1228 m) dan G. Selasi (494 m). Hasil gunungapi tua pada keompok ini tersingkap di bagian timurlaut Lembar.

Endapan Danau (Qd)

Tersusun atas lempung, lanau, pasir halus hingga kasar dan kerikil, umumnya bersifat tufan. Setempat batuannya membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi, mengandung sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan vertebrata.

2. Maetode Penelitian

(4)

Penentuan daerah potensi rawan gerakan tanah dilakukan berdasarkan beberapa aspek, diantaranya Peta Geologi, Peta DEM (Digital Elevation Model), Peta Tata Guna Lahan, dan data curah hujan. Peta-peta tersebut kemudian dilakukan scoring berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap potensi gerakan tanah untuk selanjutnya dilakukan overlay menggunakan perangkat lunak ArcGIS sehingga diperoleh peta zona-zona yang rentan mengalami gerakan tanah. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui persebaran litologi di daerah penelitian melalui pengamatan deskripsi secara megaskopis contoh setangan dan mikroskopis melalui analisis petrografi.

Dalam pembuatan peta kerentan gerakan tanah digunakan variabel-variabel yang dapat mengontrol gerakan tanah, yaitu kemiringan lereng, jenis batuan, penggunaan lahan, dan curah hujan. Dari keempat variabel tersebut akan diterapkan sistem skor pada setiap variabel yang dibagi menjadi lima skor, dengan skor tertinggi merupakan variabel yang paling rentan terhadap gerakan tanah.

3. Data

3.1.Geomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi daerah penelitian diklasifikan menggunakan klasifikasi Bentuk Muka Bumi (BMB) yang mengacu pada genetis suatu satuan geomorfogi berdasarkan pada proses- proses geologi baik yang sifatnya endogen ataupun eksogen (Brahmantyo, 2006).

Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 7 satuan geomorfologi dapat dilihat pada gambar (Gambar 2), yaitu:

(1). Satuan kerucut gunungapi dengan bentuk lahan kerucut gunung api memiliki elevasi pada 1650-1137,5 mdpl pada kerucut G. Mandalawangi; 1037.5-1187.5 mdpl pada kerucut G. Salasih; 1025-1225 mdpl pada kerucut G. Pangradinan berkemiringan lereng 16o-35o.

(2). Satuan punggungan aliran piroklastika dengan bentuk lahan punggungan lereng gunungapi memiliki elevasi pada 812.5-1025 mdpl berkemiringan lereng 7o-15o.

(3).Satuan punggungan jatuhan piroklastika dengan bentuk lahan punggungan lereng gunungapi memiliki elevasi pada 787.5-1137.5 mdpl berkemiringan lereng 8o-16o.

(4).Satuan punggungan aliran lava dengan bentuk lahan punggungan lereng gunungapi memiliki elevasi pada 812.5-1025 mdpl berkemiringan lereng 8o-16o.

(5).Satuan dataran aliran piroklastika dengan bentuk lahan dataran gunungapi memiliki elevasi pada 762.5-812.5 mdpl berkemiringan lereng 4o-16o.

(6).Satuan dataran jatuhan piroklastika dengan bentuk lahan dataran gunungapi memiliki elevasi pada 750-850 mdpl berkemiringan lereng 4o-8o.

(7).Satuan dataran kaki gunungapi bentuk lahan kaki gunungapi memiliki elevasi pada 675- 762.5 mdpl berkemiringan lereng 2o-4o.

3.2.Stratigrafi Daerah Penelitian

Dalam studi ini penulis melakukan pemetaan geologi pada area seluas 36 km2 yang seluruhnya tersusun atas batuan vulkanik. Sebelum pemetaan dilakukan pembagian tubuh gunung api melalui citra Digital Elevation Model (DEM) untuk mengetahui sumber dan sebaran material vulkanik yang dicirikan oleh morfologi kerucut dan pola kontur yang relatif rapat dan konsentris. Terdapat 4 buah tubuh gunungapi di daerah penelitian yaitu G.

Mandalawangi, G. Pangradinan, G. Buleud, dan G. Salasih. Melalui pengamatan tubuh gunungapi dapat diketahui juga hubungan stratigrafi dari masing-masing tubuh gunungapi berdasarkan konsep superposisi yang menjelaskan batuan yang berada di atas lebih muda dibandingkan batuan yang ada di bawahnya.

(5)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Berdasarkan hasil pemetaan geologi, penulis membagi daerah penelitian menjadi lima satuan litologi dapat dilihat pada gambar (Gambar 3), dengan urutan tua ke muda hasil pengamatan tubuh gunungapi sebagai berikut:

(1). Satuan Jatuhan Piroklastika G. Salasih tersebar dibagian barat daya daerah penelitian seluas 4.02% meliputi Puncak G. Salasih dan daerah Cilodong tersusun atas litologi tuf yang secara megaskopis berupa tuf kasar dengan warna segar coklat muda, warna lapuk coklat tua kemerahan, ukuran butir abu kasar, bentuk butir menyudut sampai menyudut tanggung, kemas tertutup, pemilahan baik – sedang, lunak-agak keras, mengandung gelas, fragmen litik, fragmen kristal dan secara petrografi tuf satuan ini memiliki komposisi fragmen 60% dan matriks 40% dengan fragmen tersusun atas gelas 5%, fragmen litik 15%, fragmen kristal 35%, dan mineral opak 5% termasuk dalam jenis Crystal Tuff (Schmidt, 1981) yang terendapkan sebagai mekanisme jatuhan piroklastik (Gambar 4a).

(2). Satuan Jatuhan Piroklastika G. Mandalawangi tersebar dibagian selatan dan timur daerah penelitian seluas 35.82% meliputi Puncak G. Mandalawangi, Desa Mandalawangi, Desa Narawita, dan daerah Ciheuleut tersusun atas litologi tuf kasar dan tuf halus yang secara megaskopis tuf kasar memiliki warna segar putih kecoklatan, warna lapuk coklat kemerahan, ukuran butir abu kasar, bentuk butir menyudut sampai menyudut tanggung, kemas tertutup, pemilahan baik – sedang, agak keras, mengandung fragmen litik, gelas, dan fragmen kristal dan tuf halus memiliki warna segar coklat muda, warna lapuk coklat tua, ukuran butir abu halus, bentuk butir menyudut tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, lunak – agak keras, mengandung fragmen litik dan gelas.

Secara petrografi tuff G. Mandalawangi memiliki komposisi fragmen 40% dan matriks 60% dengan fragmen tersusun atas gelas 20%, fragmen litik 7%, fragmen kristal 8%, dan mineral opak 5%. Tuf ini termasuk dalam jenis Vitric Tuff (Schmidt, 1981) yang terendapkan sebagai mekanisme jatuhan piroklastik (Gambar 4b).

(3). Satuan Jatuhan Piroklastika G. Buleud tersebar dibagian tengah daerah penelitian seluas 4.14 % meliputi Puncak G. Buleud dan daerah Cipulus, Desa Mekarlaksana tersusun atas litologi tuf halus yang secara megaskopis memiliki warna segar coklat muda, warna lapuk coklat kemerahan, ukuran butir abu halus (< 1/16 mm), dapat diremas sampai getas, mengandung fragmen litik, gelas, dan fragmen kristal dan secara mikroskopis memiliki komposisi fragmen 50% dan matriks 50% dengan fragmen tersusun atas gelas 20%, fragmen litik 30%, fragmen kristal 50%. Termasuk dalam jenis Crystal Tuff (Schmidt, 1981) yang terendapkan sebagai mekanisme jatuhan piroklastik (Gambar 4c).

(4). Satuan Aliran Piroklastika G. Pangradinan yang tersebar dibagian tengah dan barat laut daerah penelitian seluas 37.08 % meliputi Desa Mandalasari, Desa Cihanyir, Desa Ciluluk, Desa Srirahayu, dan Desa Mekarlaksana tersusun atas litologi tuf sebagai ash flow yang secara megaskopis memiliki warna segar putih kecoklatan dan warna lapuk coklat tua dengan variasi ukuran butir abu halus (<1/16 mm) hingga abu kasar (1/16 mm - 2 mm), bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, pemilahan baik hingga buruk, dapat diremas hingga getas, mengandung fragmen litik, gelas, dan fragmen kristal. Setempat tersingkap breksi piroklastika sebagai block-ash flow berwarna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan, kemas terbuka, pemilahan buruk, fragmen monomik batuan beku andesitik bervariasi ukuran dari kerikil hingga bongkah dengan bentuk menyudut, tertanam di dalam matriks berupa tuf halus, berwarna segar coklat, warna lapuk coklat kehitaman, ukuran butir abu halus (<1/16 mm), getas. Secara mikroskopis memiliki komposisi fragmen 20% dan matriks 80% dengan fragmen tersusun atas gelas 10%, fragmen litik 5%, dan fragmen kristal 5%. Matriks tersusun atas gelas. Tuf ini termasuk dalam jenis Vitric Tuff (Schmidt, 1981) yang terendapkan dengan mekanisme aliran piroklastika (Gambar 4d).

(6)

(5).

Satuan Aliran Lava G. Pangradinan tersebar dibagian tengah daerah penelitian seluas 18.96 % meliputi Desa Cikancung dan daerah Gorowek, Desa Mekarlaksana yang tersusun atas litologi lava andesitik yang secara megaskopis memiliki warna segar abu- abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, porfiritik, hipokristalin, inequigranular, hipidiomorf, mesokratik, berstruktur kekar lembar (sheeting joint) dan kekar tiang (columnar joint), mengandung mineral berupa plagioklas, kuarsa, biotit, ampibol, dan alkali feldspar. Secara mikroskopis memiliki tekstur porfiritik, derajat kristalisasi hipokristalin, bentuk kristal hipidiomorf, kemas inequigranular, fenokris (60%) terdiri atas plagioklas, kuarsa, alkali feldspar, dan piroksen dengan massa dasar (37%) berupa gelas serta didapati mineral sekunder (3%) berupa mineral opak. Lava ini termasuk dalam jenis Andesit (Streckeisen, 1976) yang terendapkan dengan mekanisme sebagai aliran lava (Gambar 4e).

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Variabel Pengontrol Gerakan Tanah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat empat variabel pengontrol gerakan tanah yang digunakan pada penelitian, yaitu kemiringan lereng, jenis batuan, penggunaan lahan, dan curah hujan.

Kemiringan Lereng

Terjadinya gerakan tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi kemiringan lereng. Semakin besar nilai kemiringan lereng suatu daerah maka akan semakin besar potensi untuk terjadi gerakan tanah. Informasi mengenai kemiringan lereng disajikan dalam bentuk peta kemiringan lereng dengan tujuan untuk mengetahui zona-zona nilai kemiringan lereng dari yang rendah sampai tinggi. Klasifikasi yang digunakan berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) dalam satuan derajat.

Pada lokasi penelitian didapatkan besar kemiringan lereng yang bervariasi pada nilai 0o- 55o (datar-terjal). Klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan adalah klasifikasi Van Zuidam (1985). Kemiringan lereng 0o-2o termasuk kelas kemiringan lereng datar sampai hamper datar, tidak terdapat erosi, dan simbol warna yang direkomendasikan adalah hijau.

Kemiringan lereng 2o-4otermasuk kelas kemiringan lereng landai dengan simbol warna hijau muda, erosi yang terjadi akan meninggalkan bekas yang cukup dalam, serta jika terjadi longsor pergerakan longsor dalam kecepatan rendah. Kelas kemiringan lereng 0o-4odiberikan skor 1. Kemiringan lereng 4o-8o termasuk kelas kemiringan lereng landai-curam dengan simbol warna kuning muda, kondisi lahan rawan terhadap erosi, dan bila terjadi longsor akan bergerak dengan kecepatan rendah, kelas kemiringan lereng ini diberi skor 2. Kemiringan lereng 8o-16o termasuk kelas kemiringan lereng curam, erosi yang terjadi berupa erosi permukaan dan erosi alur, serta rawan terhadap potensi longsor, skor untuk kelas kemiringan lereng ini adalah 3. Kemiringan lereng 16o-35o termasuk kelas kemiringan lereng curam sampai terjal dengan simbol warna kuning tua, erosi relatif tinggi sehingga dapat memicu pergerakan tanah, skor yang diberikan adalah 4.

Kemiringan lereng 35o-55o termasuk kelas kemiringan lereng terjal dengan simbol warna merah tua, erosi relatif tinggi dan rawan terhadap pergerakan massa tanah dan batuan, kelas kemiringan lereng ini diberi skor 5. Peta kemiringan lereng lokasi penelitian ditunjukkan pada gambar (Gambar 5).

Jenis Litologi

(7)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Litologi penyusun suatu daerah juga mempengaruhi potensi pergerakan tanah. Batuan yang sifatnya kompak relatif lebih resisten terhadap erosi dibanding batuan yang kurang kompak karena lebih peka terhadap erosi. Lokasi penelitian tersusun atas 3 jenis litologi, yaitu aliran lava, aliran piroklastika, dan jatuhan piroklastika. Satuan aliran lava tersusun atas batuan beku andesitik yang bersumber dari G. Pangradinan. Lava bersusunan andesitik berwarna abu-abu gelap, porfiritik, hipokristalin, hipidiomorf, euhedral, dan mengandung mineral kuarsa, plagioklas, biotit, dan ampibol, tubuh batuan relatif kompak. Satuan lava G.

Pangradinan diberikan skor 1. Satuan berikutnya adalah satuan aliran piroklastika yang bersumber juga dari G. Pangradinan. Satuan ini tersusun atas breksi vulkanik (block-ash flow) dengan susunan matriks berupa tuf dan komponen batuan beku andesitik berukutan kerakal sampai bongkah. Tingkat kompaksi satuan ini berada di bawah satuan aliran lava sehingga diberikan skor 2.

Satuan ketiga adalah satuan jatuhan piroklastika yang bersumber dari G. Buleud, G.

Mandalawangi, dan G. Salasih. Satuan ini tersusun atas litologi berupa tuf yang bervariasi dari tuf halus hingga tuf kasar. Kondisi singkapan yang dijumpai di lapangan dalam kondisi cukup lapuk sehingga kompaksi batuan pada satuan ini rendah. Skor yang diberikan untuk satuan jatuhan piroklastika sebesar 3. Peta litologi daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3.

Curah Hujan

Variabel ketiga adalah curah hujan. Secara umum Kecamatan Cikancung yang berada di Kabupaten Bandung sama seperti wilayah lain di Jawa Barat, merupakan daerah tropis basah yang dipengaruhi oleh angin muson dengan curah hujan yang cukup tinggi. Angin muson barat hujan yang cukup tinggi. Angin muson barat yang bertiup pada bulan Oktober sampai Maret membawa banyak uap air dan menyebabkan terjadinya musim hujan. Sedangkan pada bulan April sampai Agustus bertiup angin timur atau tenggara yang relatif kering, dan menimbulkan musim kering. Hujan tahunan berkisar 1700 mm sampai 3800mm, suhu udara sepanjang tahun dengan rata-rata 19C sampai 29C. Grafik curah hujan rata-rata per bulan dalam satu tahun dapat dilihat pada gambar (Gambar 6).

Dari data grafik curah hujan, diketahui bahwa curah hujan relatif tinggi terjadi pada bulan Agustus sampai bulan Mei, dengan curah hujan berada diatas 200 mm dan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu mencapai 350 mm dengan hari hujan sebanyak 25 hari.

Sedangkan curah hujan relatif rendah pada bulan Juni sampai buan September dengan curah hujan berada dibawah 200 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan 8 hari hujan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, menunjukan bahwa hujan rata-rata (2009-2014) sebesar 1281,625 mm, sedangkan jumlah hari hujan rata-rata (2009- 2014) 116 hari hujan. Dengan melihat tingginya curah hujan yang ada pada Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, yaitu 149,06 – 322,4 mm/tahun, maka skor yang diberikan untuk variabel curah hujan adalah 5.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan menjadi variabel keempat untuk mengidentifikasi potensi gerakan tanah. Pada lokasi penelitian, pengunaan lahannya terbagi menjadi 5, yaitu sawah dengan skor 1, hutan dengan skor 2, pemukiman dengan skor 3, perkebunan dengan skor 4, dan tanah lapang dengan skor 5. Peta penggunaan lahan lokasi penelitian ditunjukkan pada gambar (Gambar 7).

4.2 Peta Kerentanan Gerakan Tanah

(8)

Dengan melakukanoverlaykeempat peta di atas menggunakan perangkat lunak ArcGIS maka dapat diperoleh zonasi daerah yang rawan mengalami gerakan tanah. Fitur raster calculation digunakan untuk mendapatkan zonasi daerah rawan berdasarkan nilai skor yang telah ditentukan pada masing-masing komponen peta. Peta zonasi kerentanan gerakan tanah di lokasi penelitian dapat dikelompokkan menjadi 5 kelas, yaitu sangat rendah (warna hijau), rendah (hijau muda), menengah (warna kuning), tinggi (oranye), dan sangat tinggi (merah).

Peta zonasi potensi gerakan tanah dapat dilihat pada gambar (Gambar 8). Dari peta memperlihatkan daerah disekitar puncak G. Mandalawangi dan G. Salasih memiliki kerawan tinggi terhadap potensi gerakan tanah yang disebabkan oleh kondisi lereng yang terjal dengan litologi penyusun jatuhan piroklastika yang kurang kompak sehingga mudah tererosi dan lahan yang merupakan tanah lapang meningkatkan potensi gerakan tanah karena tidak terdapat vegetasi yang menahan gerakan massa tanah. Sebaliknya di bagian Baratlaut lokasi penelitian memperlihatkan daerah dengan tingkat potensi gerakan tanah yang rendah dikarenakan kondisi kemiringan lereng yang landai dan litologi penyusun berupa aliran piroklastika yang relatif lebih resisten terhadap erosi. Sementara itu, daerah yang dengan potensi gerakan tanah menengah perlu menjadi perhatian dikarenakan pada daerah tersebut banyak dijadikan lokasi pemukiman yang tersebar pada bagian timur laut dan selatan lokasi penelitian. Tindakan pencegahan seperti reboisasi atau penghijauan lahan dianggap perlu untuk dilakukan agar dapat mencegah terjadinya gerakan tanah.

Selain itu, daerah di sekitar G. Pangradinan menunjukkan zonasi potensi gerakan tanah tinggi dan digunakan untuk berkebun oleh warga sekitar. Sebagai upaya mengurangi potensi gerakan tanah maka disarankan menggunakan sistem terasering dalam pengembangan wilayah perkebunan.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pengolahan data yang telah dilakukan dapat diketahui zonasi daerah yang berpotensi gerakan tanah dari yang tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi.

Daerah dengan tingkat potensi gerakan tanah tinggi berada di sekitar puncak G.

Mandalawangi dan G. Salasih. Untuk tingkat potensi gerakan tanah tinggi berada di sekitar puncak G. Pangradina. Dan untuk daerah yang relatif aman dari potensi gerakan tanah berada di bagian Baratlaut penelitian. Sementara itu pada daerah yang berwarna kuning memiliki potensi gerakan tanah menengah. Dengan dibuatnya peta ini, pihak pemerintah serta masyarakat yang tinggal disekitar lokasi penelitian dapat lebih memahami tentang potensi bencana gerakan tanah di sekitar mereka. Dengan demikian tujuan pembuatan paper ini telah tercapai.

Acknowledgements

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iyan Haryanto, MT. yang telah mendanai dan membimbing penulis dalam penelitian ALG di wilayah Garut sehingga penulisan artikel ilmiah ini dapat terselesaikan.

Daftar Pustaka

Alzwar, dkk. (1992). Peta Geologi Lembar Pameungpeuk Garut, Jawa Barat, Skala 1:100000.Bandung: Direktorat Geologi

(9)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Badan Standardisasi Indonesia. (1988).Penyusunan Peta Geologi Gunungapi. SNI 13-4728- 1998 ICS 07.060.

Bronto, Sutikno. (2013).Geologi Gunung Api Purba.Bandung: Badan Geologi Van Bemmelen, R. W. (1949).The Geology of Indonesia. Netherlands : The Hague.

Van Zuidam, R.A. (1983).Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping.Belanda: ITC.

Zakaria, Z. (2011). Analisis Kesetabilan Leren Tanah. Tersedia pada http://blogs.unpad.ac.id/zufialdizakaria/ (diakses pada Juli 2018)

(10)

Gambar 1.Peta Lokasi Penelitian.

Gambar 2.Peta Geomorfologi Daerah Penelitian.

(11)

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3.Peta Geologi Daerah Penelitian.

Gambar 4.Analisis Petrografi Daerah Penelitian.(a)Sayatan Batuan Satuan Jatuhan Piroklastika G. Salasih,(b)Sayatan Batuan Satuan Jatuhan Piroklastika G. Mandalawangi,(c)

Sayatan Batuan Satuan Jatuhan Piroklastika G. Buleud,(d)Sayatan Batuan Satuan Aliran Piroklastika G. Pangradinan,(e)Sayatan Batuan Satuan Aliran Lava G. Pangradinan

(12)

Gambar 5.Peta Kemiringan Lereng.

Gambar 6.Grafik Curah Hujan.

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan peta zona kerentanan gerakan tanah ini dilakukan dengan menggunakan empat parameter yaitu peta geologi, peta kemiringan lereng, peta tata guna lahan dan

menengahkan pada lereng yang lebih landai (di bawah 40%) pembebanan dapat berperan menambah gaya penahan gerakan pada lereng. 2) Sebagai tindakan preventif, beban

Gambar 6.8 Kenampakan gerakan massa jenis rock fall pada lokasi pengamatan gerakan massa 1 terlihat pada litologi breksi dengan arah pergerakan N 278 0 E

Gerakan massa dengan litologi tertentu ;(A) Lereng dengan litologi lava andesit; (B) Lereng dengan litologi endapan jatuhan piroklastik; (C) Lereng dengan litologi endapan

Bentuk lahan lembah vulkanik (V4) dengan jumlah lokasi gerakan massa terbanyak .... Potensi longsor pada lereng Lereng 1, Hulu

rumput berdasarkan kelas kemiringan lereng, yaitu kelas kemiringan lereng agak landai, kelas kemiringan lereng bergelombang dan kelas kemiringan lereng agak

Tata air tanah pada kelas kemiringan lereng agak landai, kapasitas lapang vegetasi rumput 63,4 % lebih rendah dari kapasitas lapang vegetasi hutan sebesar 150 %, titik layu

Analisis secara tidak langsung dilakukan dengan cara tumpang tindih antara peta distribusi gerakan tanah yang pernah terjadi dan peta-peta parameter (geologi, kemiringan lereng dan