• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR GEOLOGI DAN MEKANISME GERAKAN TANAH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR GEOLOGI DAN MEKANISME GERAKAN TANAH DI INDONESIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR GEOLOGI DAN MEKANISME GERAKAN TANAH

DI INDONESIA

GEOLOGICAL FACTORS AND LANDSLIDES MECHANISMS IN

INDONESIA

Yunara D. Triana1*, Iskandar1, M. Nizar Firmansyah1, Pamela1 1Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

*Penulis Korespondensi. Alamat email: yu10triana@gmail.com Sari

Gerakan tanah merupakan bencana geologi yang selalu terjadi dalam setiap tahunnya di Indonesia. Batuan penyusun dan tanah pelapukannya, kekuatan tanah dan batuan penyusun, kemiringan lereng, serta kandungan air di dalam tanah merupakan faktor pengontrol utama dalam mekanisme terjadinya gerakan tanah. Faktor pemicu gerakan tanah yang umum terjadi di Indonesia adalah hujan, gempabumi, dan aktivitas manusia.

Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor pengontrol gerakan tanah dan jenis gerakan tanah berdasarkan kondisi geologi. Metodologi penelitian menggunakan data lapangan sebagai data utama dan data pendukung. Data utama yang dipergunakan adalah data primer hasil pengamatan lapangan, survei geofisika, dan pemetaan dari udara. Data pendukung adalah hasil penelitian terdahulu dan tulisan yang berhubungan dengan penelitian.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Gerakan tanah di Kabupaten Lebak dan Brebes dikontrol oleh interaksi kondisi geologi berupa sifat batuan penyusun dan tanah pelapukan, bidang lemah berupa kontak antar batuan sebagai bidang gelincir, struktur patahan, dan bidang perlapisan batuan. Gerakan tanah pada jalur jalan antara Donggala-Parigi Moutong dikontrol oleh bidang lemah berupa kekar dan joint set yang terbentuk oleh aktivitas tektonik.

Kata Kunci: gerakan tanah, mekanisme, bidang gelincir, Donggala.

Abstract

Landslides is common geological hazard that occur every year in Indonesia. There are some main factors that controlled landslides mechanism, such as rock and soil properties, weathering, slopes, and water content. In Indonesia, landslides are generally triggered by rain, earthquakes, and human activities.

The objective of this research is to identify controlling factors and types of landslide based on geological conditions by using field data as main and supporting data. Data were obtained from field observations, geophysical surveys, and aerial mapping. This research took place at three sampling area, which are Lebak Regency - Banten Province, Brebes Regency - Central Java Province, and Donggala Regency - Central Sulawesi. This research concluded that landslides in Lebak and Brebes Regencies were controlled by the interaction of geological conditions, properties of rock and weathering soil, rock contact as a slip surface, faults, and rock bedding. While in Donggala, landslides were controlled by cracks and joint sets formed by tectonic activity.

(2)

Hal 36 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2020: 35-43 Pendahuluan

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan tataan geologi yang unik memiliki potensi kebencanaan geologi yang tinggi. Bencana geologi yang kerap melanda Indonesia di antaranya letusan gunung api, gempabumi, tsunami, dan gerakan tanah. Data di Badan Geologi menunjukkan bahwa diantara empat jenis bencana geologi tersebut, gerakan tanah merupakan fenomena geologi yang selalu terjadi dalam setiap tahunnya dan menimbulkan kerugian yang besar, baik korban jiwa maupun harta benda. Rotaru, dkk. (2007) menyatakan bahwa gerakan tanah merupakan masalah yang serius hampir di seluruh belahan dunia karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi atau sosial pada sarana dan prasarana umum.

Di dalam memahami gerakan tanah, faktor pengontrol dan pemicu gerakan tanah merupakan hal yang penting untuk dipelajari. Kondisi geologi, yang meliputi jenis batuan penyusun dan tanah pelapukannya, kekuatan tanah dan batuan penyusun, kemiringan lereng, serta kandungan air di dalam tanah merupakan faktor pengontrol utama dalam mekanisme terjadinya gerakan tanah.

Terdapat keterkaitan dari bencana geologi lainnya terhadap mekanisme terjadinya gerakan tanah. Hasil letusan gunung api akan menghasilkan endapan dengan kekhasan karakter batuan dan pelapukannya yang dapat berpengaruh terhadap gerakan tanah. Seperti halnya letusan gunungapi, gempabumi juga dapat berpengaruh terhadap kejadian gerakan tanah. Guncangan yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kekuatan batuan dan tanah akibat pembentukan zona lemah dan perubahan muka air tanah. Beberapa kejadian gempabumi telah memicu terjadinya gerakan tanah dengan dimensi besar dan tersebar, seperti di Sumatera Barat tahun 2009, Jawa Barat tahun 2009, dan

yang terakhir adalah gempabumi di Palu tahun 2018, serta rangkaian gempabumi di Pulau Lombok tahun 2018 (Gambar 1).

Gambar 1. Gerakan tanah dipicu gempabumi

Lombok 2018 (Foto: Badan Geologi dan TNGR).

Faktor lainnya sebagai pemicu gerakan tanah adalah hujan. Indonesia yang beriklim tropis basah memiliki curah hujan tahunan yang tinggi. Data di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi, Badan Geologi,

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah kejadian gerakan tanah dengan intensitas curah hujan. Kejadian gerakan tanah meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan (musim penghujan) (Gambar 2).

Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini dibahas hasil penyelidikan gerakan tanah pada beberapa lokasi di Indonesia. Permasalahan yang dibahas meliputi:

1. Faktor apa saja yang bisa mengontrol terjadinya gerakan tanah?

2. Apakah jenis batuan penyusun dan tanah pelapukannya berpengaruh terhadap mekanisme gerakan tanah?

3. Bagaimana pengaruh kondisi geologi terhadap tipe gerakan tanah?

(3)

Gambar 2. Kejadian Gerakan tanah di

Indonesia pada tahun 2017 – Juni 2020 (Sumber: Badan Geologi).

Tujuan Penelitian

Identifikasi pengaruh faktor geologi terhadap gerakan tanah ini bertujuan untuk:

• Mengidentifikasi faktor pengontrol.

• Mengidentifikasi tipe atau jenis gerakan tanah.

Lokasi

Kajian dilakukan pada beberapa lokasi pemeriksaan gerakan tanah dengan tipe gerakan tanah dan faktor pengontrol yang berbeda.

Lokasi kajian gerakan tanah di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah yang dikontrol oleh litologi, morfologi, dan struktur geologi. Lokasi berikutnya adalah gerakan tanah di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang dikontrol oleh bidang lemah akibat guncangan gempabumi.

Manfaat Penelitian

Tulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan dan dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang bergerak dalam penanganan gerakan tanah, diantaranya:

• Mengetahui faktor-faktor pengontrol kejadian gerakaan tanah di Indonesia pada kondisi geologi yang berbeda.

• Memahami mekanisme gerakan tanah melalui pendekatan identifikasi batuan penyusun dan tanah pelapukannya, kekuatan tanah dan batuan penyusun, serta pengaruh kegempaan terhadap kekuatan tanah dan batuan penyusun.

• Memahami keterkaitan antara batuan penyusun dan tanah pelapukan dengan jenis gerakan tanah yang terjadi.

• Menjadi pengaya dalam memberikan rekomendasi penanganan gerakan tanah di Indonesia.

Metodologi

Dalam penelitian ini metodologi yang dipergunakan meliputi pemerolehan data, pemrosesan dan evaluasi data, analisis data, dan penulisan hasil penelitian.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer (data utama) yang diperoleh dari pengamatan lapangan di lokasi gerakan tanah, survei dengan metode geofisika, dan pemetaan dari udara (aerial mapping) dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone). 1. Pengamatan lapangan

Pengamatan lapangan yang dilakukan meliputi pengamatan kondisi geologi daerah penelitian, kondisi air tanah dan air permukaan, kondisi dan situasi lokasi tanah longsor.

2. Penyelidikan bawah permukaan

Survey bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan peralatan geolistrik multy channel tipe Syscal Pro dari IRIS. Konfigurasi yang dipilih adalah Wenner-Schlumberger menggunakan 46 elektroda dengan interval 4 meter.

3. Pemetaan dari udara di lokasi gerakan tanah dilakukan dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) DJI Mavic

(4)

Hal 38 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2020: 35-43

Pro dan DJI Phantom 4 pro dengan berbasis GIS.

Data sekunder yang digunakan untuk melengkapi analisis, meliputi peta geologi, peta topografi, hasil penelitian terdahulu dan publikasi yang berkaitan dengan penelitian. Hasil dan Pembahasan

Gerakan tanah merupakan fenomena alam yang dikontrol oleh beberapa faktor. Mekanisme gerakan tanah secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Faktor-faktor pengontrol dan

pemicu dalam mekanisme gerakan tanah. Gerakan tanah (landslide) didefinisikan secara sederhana sebagai pergerakan masa batuan, debris atau tanah menuju bagian bawah lereng (Cruden, 1991, dalam Cornforth, 2004). Gerakan tanah secara umum dikontrol oleh kondisi geologi yang meliputi hidrologi, litologi, morfologi, serta struktur dan tekstur tanah dan batuan. Faktor pengontrol lainnya dalah vegetasi, tataguna lahan.

Selain faktor-faktor pengontrol di atas, mekanisme gerakan tanah di Indonesia dipengaruhi juga oleh faktor pemicu yang meliputi hujan, aktivitas manusia, dan tektonisme dan vulkanisme. Interaksi antara kondisi batuan penyusun, keairan, kemiringan lereng, dan dipicu curah hujan dan guncangan gempabumi serta aktivitas manusia menjadi

faktor utama dalam mekanisme Gerakan tanah pada beberapa lokasi di Indonesia.

van Westen, 2000; van Westen, Castellanos dan Kuriakose, 2008 dalam Bartellety dkk., 2017 menyatakan bahwa kestabilan lereng dikontrol oleh parameter yang saling berhubungan; litologi, struktur dan tekstur tanah dan batuan, morfologi, kondisi hidrologi, vegetasi dan tataguna lahan.

Menurut Cruden dan Varnes (1996), terdapat beberapa faktor penyebab yang dapat mengakibatkan peningkatan tegangan geser yang berhubungan dengan kondisi geologis, morfologi, dan aktivitas manusia.

Gerakan tanah di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, 25 Januari 2019.

Gerakan tanah terjadi pada areal permukiman di kampung Jampang RT 02/RW 09 Desa Sudamanik yang secara geografis berada pada koordinat 106° 13' 47,4”; -6° 27' 30,7". Gerakan tanah yang terjadi adalah tipe rayapan (lambat) berupa retakan dan nendatan pada permukaan tanah. Retakan yang terjadi memiliki lebar antara 2 cm sampai mencapai 40 cm. Nendatan dijumpai di sekitar permukiman dan lembah dekat sungai dengan ketinggian antara 50 cm sampai lebih dari 1 meter. Arah umum retakan antara N310°E sampai N350°E.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang, Jawa (Rusmana drr., P3G, 1991), daerah bencana tersusun oleh tufa batuapung, batupasir tufaan, dan napal glaukonitan dari Formasi Cipacar (Tpc) (Gambar 4).

(5)

Gambar 4. Peta Geologi Daerah Sudamanik

dan sekitarnya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten.

Hasil pengamatan lapangan, lokasi gerakan tanah disusun oleh tanah lapukan dari batupasir tufan berwarna coklat dengan ketebalan antara 1 – 3 meter. Batupasir tufan berwarna abu-abu tersingkap di sungai Cisimeut yang berada di lembah pada kaki lereng di mana permukiman yang mengalami gerakan tanah berada (Gambar 5). Di bawah batupasir tufan ini dijumpai lapisan lempung berwana abu-abu tua. Lapisan batuan ini tersingkap dengan arah pelamparan N280°E dan kemiringan 20°. Lahan permukiman yang mengalami gerakan tanah terletak pada bagian atas punggungan dengan kemiringan searah bidang perlapisan. Struktur geologi yang berkembang dan dekat dengan lokasi gerakan tanah adalah berupa sesar yang berarah tenggara-barat laut. Selain itu terdapat juga antiklin dengan jarak antara 500 sampai 600 meter di sebelah timur. Lokasi gerakan tanah berada pada zona yang terpengaruh oleh sesar yang berkembang di lokasi ini (Gambar 5).

Gambar 5. Batuan penyusun yang tersingkap

pada kaki lereng di lembah sungai Cisimeut yang mengindikasikan juga terpengaruh oleh struktur geologi (kiri atas). Singkapan pada lahan permukiman (kiri bawah). Susunan batuan ini memiliki arah bidang perlapisan ke

arah lembah sungai. Foto kanan

memperlihatkan lapisan lempung yang tersingkap pada dinding sungai yang berada di bawah lapisan pasir tufan.

Gerakan tanah di lokasi ini disebabkan oleh interaksi kondisi geologi, sistem drainase dan dipicu oleh curah hujan yang tinggi. Secara umum faktor penyebab gerakan tanah adalah: • Batuan penyusun dan tanah pelapukan yang

bersifat mudah meloloskan air di atas batuan yang bersifat kedap.

• Bidang lemah berupa kontak antara batuan bagian atas yang bersifat meloloskan air (pasir tufan) dan bagian bawahnya yang bersifat kedap (lempung/napal) yang berfungsi sebagai bidang gelincir.

• Struktur patahan barat laut – tenggara yang terdapat dekat dengan lokasi,

• Letak lahan permukiman yang searah dengan bidang perlapisan batuan penyusun yang mengarah ke lembah sungai Cisimeut. • Erosi secara dan pelunakan oleh aliran

sungai Cisimeut.

• Sistem pembuangan limbah rumah tangga dan air permukaan (drainase) yang tidak tertata dengan baik dan tidak kedap air.

(6)

Hal 40 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2020: 35-43

• Curah hujan yang tinggi sebagai pemicu gerakan tanah

Peningkatan volume air seiring dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan erosi oleh aliran sungai Cisimeut pada bagian kaki lereng semakin intensif sehingga kekuatan tanah berkurang. Terbentuknya akumulasi air pada kontak batuan dan penurunan gaya penahan akibat erosi pada kaki lereng, mengakibatkan tanah bergerak ke arah luar lereng dengan bidang gelincir pada kontak batuan tersebut. Kemiringan lereng yang landai mengakibatkan

tanah bergerak dengan lambat dan

menimbulkan retakan dan nendatan yang berkembang ke arah permukiman.

Gerakan tanah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 23 November 2019.

Gerakan tanah terjadi pada ruas jalan kabupaten yang menghubungkan wilayah Kaliloka dengan Plompong. Lokasi gerakan tanah secara administratif berlokasi di Kampung Karangdadap, Desa Kaliloka,

Kecamatan Sirampog pada koordinat

109°03'10" BT dan 7° 13' 14.2" LS.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa (Djuri dkk., 1996), secara regional lokasi gerakan tanah berada pada lokasi yang disusun oleh endapan lahar Gunung Slamet (Qls) berupa bongkahan batu gunungapi bersusunan andesit-basal dan batuan Gunungapi Slamet Tak Terurai (Qvs) yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, dan tuf pada bagian atas. Di bawah batuan gunungapi ini terendapkan batuan yang lebih tua dari Formasi Rambatan (Tmr) yang terdiri dari serpih, napal, dan batupasir gampingan. Napal berselang seling dengan batupasir gampingan berwarna kelabu muda. Banyak dijumpai lapisan tipis kalsit yang tegak lurus bidang

perlapisan dan banyak mengandung

foraminifera kecil (Gambar 6).

Berdasarkan pengamatan lapangan, lokasi gerakan tanah disusun oleh tanah pelapukan

berupa lempung pasiran sampai pasir sangat halus berwarna coklat sampai coklat tua. Tanah pelapukan dengan ketebalan antara 2 hingga mencapai 5 meter, bersifat gembur dan mudah luruh ketika terkena air. Tanah penutup juga bersifat mudah retak ketika kering atau kemarau, hal ini terlihat pada lahan di bagian atas tubuh longsoran yang retak-retak. Pada bagian bawah dijumpai kontak antara lapisan tanah dengan batupasir yang lebih keras berwarna abu-abu muda dan muncul aliran ai (mata air).

Jenis gerakan tanah yang terjadi adalah longsoran melengkung (rotasional) yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan. Lebar mahkota longsoran 24,6 meter dan bertambah lebar ke arah tubuh longsoran dengan arah N 145° E. Ketinggian lereng yang bergerak 12 m dengan kemiringan antara 25° pada bagian atas sampai lebih dari 40° di sekitar tekuk lereng yang bergerak.

Gambar 6. Peta geologi Desa Kaliloka dan

sekitarnya Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Panjang landaan material longsoran dari mahkota sampai ujung landaan mencapai 128 meter hingga menutupi sebagian aliran sungai Kali Keruh. Pada saat pemeriksaan dijumpai retakan-retakan dengan lebar antara 2 – 10 cm yang berkembang pada lahan sawah yang kering di atas mahkota longsoran (Gambar 7). Gerakan tanah di lokasi ini menyebabkan

(7)

badan jalan Kabupaten Ruas Kaliloka – Plompong terputus sepanjang 30 meter, sehingga arus llalu lintas terganggu. Untuk normalisasi arus lalu lintas, telah dibuatkan jalan sementara dengan kelokan yang sangat tajam, licin, serta berada pada jarak yang sangat dekat dengan lereng sangat terjal akibat gerakan tanah.

Berdasarkan hasil pengamatan bawah permukaan dengan geolistrik terindikasi zona jenuh air pada lereng yang bergerak mulai kedalaman 9 sampai dengan 10 meter. Kontak antara lapisan jenuh air dengan batuan di bawahnya yang kedap dengan nilai resistivitas tinggi (107 – >220 ohm.m) memperlihatkan pola bidang gelincir yang terbentuk mulai kedalaman 9 sampai dengan 13 meter di bawah permukaan tanah (Gambar 8). Di lapangan, kondisi jenuh air ini ditunjukkan dengan kemunculan mata air pada kontak antara tanah penutup pada bagian atas dengan pasir gampingan di bawahnya yang kedap air.

Gambar 7. Peta situasi gerakan tanah di Desa

Kaliloka Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Gambar 8. Penampang Geolistrik pada lokasi

gerakan tanah di Desa Kaliloka Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Gerakan tanah di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

Beberapa kejadian gerakan tanah di Indonesia juga dikontrol oleh kekuatan batuan yang telah mengalami penurunan akibat guncangan gempabumi. Menurut Lee (2014), gerakan tanah merupakan proses sekunder yang dapat dipicu oleh gempa bumi.

Menurut Jibson (1993) tanah longsor yang dipicu oleh getaran yang kuat merupakan salah satu bencana yang terjadi pada gempabumi. Newmark dalam Jibson (1993) melakukan pendekatan akselerasi kritis dari potensi tanah longsor sebagai fungsi sederhana dari faktor keamanan statis dan geometri tanah longsor. Salah satu gerakan tanah yang dikontrol oleh kekuatan batuan yang lemah akibat tektonisme terjadi di Daerah Salua, pada jalur jalan antara Donggala-Parigi Moutong. Gerakan tanah yang terjadi adalah runtuhan batu yang terjadi pada lokasi yang tersusun oleh granit.

Lokasi penelitian dipengaruhi oleh struktur geologi yang kuat dan berasosiasi dengan Zona sesar aktif Palu-Koro. Gerakan tanah terjadi pada daerah yang dilewati oleh tiga jalur sesar mendatar mengiri yang merupakan bagian dari zona Sesar Palu-Koro.

(8)

Hal 42 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2020: 35-43 Gambar 9. Sketsa mekanisme longsoran yang

dikontrol oleh kekar yang saling berhubungan (tanpa skala) (Triana, dkk, 2014).

Batuan terobosan (Tmpi) yang terdiri dari diorit, andesit, granit, dan granodiorit (Sukido dkk., 1993) yang setara dengan Granit Kambuno (Tpkg) yang terdiri dari granit dan granodiorit (Simandjuntak dkk., 1997) diendapkan di bawah Formasi Pakuli. Batuan paling tua adalah Kompleks Gumbasa (Trjgg) yang tersusun oleh granit gneis, diorit gneis, gneis, dan skis (Sukido dkk., 1993).

Diskontinuitas yang ada pada lereng ini adalah rekahan. Berdasarkan pola set diskontinuitas yang berupa rekahan dan kedudukan lereng yang diplot di stereonet, menunjukkan adanya model runtuhan planar, dimana set diskontinuitas yang terlibat adalah JS1. Set diskontinuitas tersebut bertindak sebagai bidang gelincir.

Lokasi lainnya adalah longsoran pada jalur jalan di Wentira. Longsoran dengan jenis jatuhan batuan yang dikontrol perlapisan dan kekar yang berkembang.

Gambar 10. Interpretasi set diskontinuitas di

lokasi Salua (Triana, dkk, 2014).

Batuan penyusun dengan komposisi sekis mika dari Kompleks Batuan Metamorfik berumur Pra Tersier (km) di dalam Peta Geologi Lembar Palu. Di lokasi ini terdapat tiga sistem kekar yang mengontrol terjadinya longsoran berupa jatuhan batu dengan mode keruntuhan planar. Berdasarkan pengukuran diperoleh lineasi perlapisan mengarah ke badan jalan dengan arah N 2770 E kemiringan lereng 570. Kekar 2

dan 3 berfungsi debagai tension untuk memotong kekar terhadap kekar foliasi, sehingga melepas material pada bidang foliasi (Gambar 11).

Gambar 11. Bidang gelincir pada longsoran

tebing badan jalan di Wentira dengan mode keruntuhan planar (Triana, dkk., 2014)

(9)

Kesimpulan

1. Gerakan tanah merupakan bencana geologi yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia. 2. Gerakan tanah secara umum dikontrol oleh hidrologi, litologi, morfologi, struktur-tekstur tanah dan batuan, vegetasi, dan tataguna lahan, sedangkan faktor pemicu meliputi hujan, aktivitas manusia, dan tektonisme dan vulkanisme.

3. Gerakan tanah dengan tipe rayapan di Kabupaten Lebak, Perovinsi Banten dikontrol oleh kondisi geologi yang meliputi jenis batuan dan tanah pelapukannya, kemiringan lereng, struktur geologi yang berkembang, dan bidang perlapisan sebagai bidang lemah.

4. Gerakan tanah tipe longsoran melengkung di Kabupaten Brebes dikontrol oleh kondisi geologi yang meliputi jenis batuan dan tanah pelapukannya, kemiringan lereng, dan bidang perlapisan sebagai bidang lemah. 5. Gerakan tanah dengan tipe runtuhan batu di

Kabupaten Donggala Sulawesi tengah, dikontrol oleh bidang lemah berupa kekar dan joint set yang terbentuk oleh aktivitas tektonik.

Daftar Pustaka

Bartellety, C., Giannecchini, R., Avanzi, G.A., Galanti, Y., and Mazzali, A. (2017): The Influence of Geological-morphological and Land Use Settings

on Shallow Landslide in The

Pogliaschina T. Basin (Northern Apennines, Italy, Journal Of Maps, Vol.13, No.2, 142-152.

Cornforth, D.H. (2004): Landslides in Practice: Investigations, Analysis, and Remedial/Preventive Options in Soils, John Wiley & Sons Inc., Hoboken, New Jersey.

Cruden D.M dan Varnes D. J. (1996): Landslide Types and Processes dalam Turner A.K. dan Schuster R.L., Eds,

Landslides: Investigation and

Mitigation, Transp Res Board, Spec Rep 247, pp 36–75.

Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., dan Gafoer, S. (1996): Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembagan Geologi.

Jibson, R.W. (1993): Predicting Earthquake-Induced Landslide Displacement Using Newmark’s Sliding Block Analysis, Transportation Research Record, 1411, 9-17, Washington, DC 20001 USA.

Kastowo (1975): Peta Geologi Lembar Majenang, Jawa, Pusat Survei Geologi, Bandung.

Lee, Chyi-Tyi (2014): Multi-stage Statistical Landslide Hazard Analysis Earthquake-Induced Landslides. Landslide Science for a Safer Geoenvironment, Vol 3, DOI

10.1007/978-3-319-04996-0_32, ©

Springer International Publishing Switzerland.

Rotaru, Ancuta, Oajdea, D., and Raileanu, P., (2007): Analysis of the Landslide Movement. International Journal of Geology. Issue 3, Volume 1.

Rusmana, E., Suwitodirdjo, K., dan Suharsono, (1991): Peta Geologi Lembar Serang, Jawa. Puslibang Geologi, Bandung. Simandjuntak, T.O., Surono, dan Supandjono,

J.B. (1997): Peta Geologi Lembar Poso, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Sukido, Sukarna D., dan Sutisna, K. (1993) Peta Geologi Lembar Pasangkayu, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Triana, Y.D., Iskandar, Sadisun, I.A. (2014): Penelitian Gerakan Tanah Di Wilayah Palu dan Sekitarnya, Provinsi Sulawesi Tengah, Laporan, Badan Geologi, Kementerian ESDM.

Gambar

Gambar 1. Gerakan tanah dipicu gempabumi  Lombok  2018  (Foto:  Badan  Geologi  dan  TNGR)
Gambar  2.  Kejadian  Gerakan  tanah  di  Indonesia  pada  tahun  2017  –  Juni  2020  (Sumber: Badan Geologi)
Gambar  3.  Faktor-faktor  pengontrol  dan  pemicu dalam mekanisme gerakan tanah.
Gambar  4.  Peta  Geologi  Daerah  Sudamanik  dan  sekitarnya,  Kecamatan  Cimarga,  Kabupaten Lebak, Banten
+4

Referensi

Dokumen terkait

oleh peserta Askeskin tersebut dengan jenis pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh pemberi pelayanan kesehatan (PPK) yang bersangkutan, dalam hal ini adalah

Kitab-kitab Allah swt. yang diturunkan sebelum Al-Qur’an kita yakini adanya dan kita percayai kebenaran isinya, karena semua itu datangnya dari Allah swt. Semua kitab Allah

muda yang diinduksi dengan zat pengatur tumbuh baik pada media aquatic maupun media humus hutan. Perbanyakan dengan sistim cangkok membutuhkan waktu yang lama dan tidak bisa

Manajemen berdasarkan aktivitas (Activity-Based Management) merupakan suatu konsep yang mengarahkan perhatian pada konsumsi sumber  daya terhadap aktivitas yang dilakukan oleh

Beliau mulai menghafal Al-Quran pada usia dini hingga diselesaikan hingga diselesaikan dengan baik dan sempurna pada usia dua belas tahun, kemudian dengan baik dan sempurna pada

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah Kabupaten Malang melalui Badan Ketahanan Pangan Pelaksana dan Penyuluhan (BKP3) telah

Anggota-anggota ini juga diikat loyalitasnya pada Kanindo Syariah juga dikarenakan saat awal pengajuan merasa begitu dimudahkan dengan tidak dibebankan berbagai macam persyaratan

Work Value yang telah ditemukan dalam Serat Wedhatama beserta implikasinya tersebut dapat digunakan sebagai pembentukan karakter konseli untuk memiliki budaya kerja