GERIATRIC OPINION 2018
EDITORS :
dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM
Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM
UDAYANA UNIVERSITY PRESS
i KATA PENGANTAR
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia akibat peningkatan usia harapan hidup saling berkaitan sehingga diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan terhadap warga lanjut usia khususnya peningkatan pelayanan kesehatan lanjut usia di rumah sakit yang berkualitas, merata dan terjangkau serta dilakukan secara terpadu melalui pendekatan interdisiplin oleh berbagai tenaga profesional yang bekerja dalam tim terpadu geriatri mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan SNARS ed 1. Rumah Sakit perlu melakukan persiapan-persiapan untuk meningkatan mutu pelayanan geriatri di Rumah Sakit dan mampu mencapai target standar akreditasi rumah sakit secara tepat dan benar.
Buku Geriatric Opinion adalah buku yang disusun oleh Perhimpunan Gerontologi Medik (PERGEMI) cabang Bali untuk dapat memberikan informasi tambahan kepada para pemberi pelayanan kesehatan yang tertarik dalam bidang geriatri agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien geriatri.
Buku ini berisikan tentang berbagai penatalaksanaan terhadap berbagai permasalahan penyakit, sindrom Geriatri, disabilitas dan handicap secara interdisiplin, komprehensif, holistik, dan terpadu. Buku ini akan terus diterbitkan setiap tahun dengan topik berbeda dan terbaru. Usulan topik berikutnya dapat disampaikan melalui email [email protected].
Semoga buku ini bermanfaat buat kita semua. Salam Sehat Lansia Indonesia...
Denpasar, 23 November 2018 Ketua Panitia
dr. IGP Suka Aryana SpPD-KGer, FINASIM
ii
DAFTAR KONTRIBUTOR
dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM Ketua Instalasi Geriatri Terpadu, Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM Ketua Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. IB Putu Putrawan, SpPD, FINASIM Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Ni Ketut Rai Purnami, SpPD Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Agustinus I Wayan Harimawan,MPH., SpGK KSM Gizi Klinik
RSUP Sanglah Denpasar
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
KONTRIBUTOR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
LAW AND DIGNITY IN ELDERLY Tuty Kuswardhani
1
AGING AND PHYSIOLOGICAL MIXIE CHANGE Tuty Kuswardhani
13
MANAGEMENT PROBLEM OF URINE INCONTINENCE IN ELDERLY
IB Putu Putrawan
24
ANTICOAGULANT ADMINISTRATION FOR PREVENT VTE IN ELDERLY
Ni Ketut Rai Purnami
40
CURRENT MANAGEMENT OUT PRESSURE ULCER IN ELDERLY
I Nyoman Astika
51
COMPREHENSIVE MANAGEMENT SARCOPENIA IN ELDERLY
Tuty Kuswardhani
59
PROTEIN DIET FOR SARCOPENIA IN ELDERLY Agustinus I Wayan Harimawan
71
iv
GLUTAMIN SUPPLEMENTATION FOR SARCOPENIA IN ELDERLY
IGP Suka Aryana
IMMUNOSENESCENCE AND RISK OF SEPTIC CONDITION IN ELDERLY
Ni Ketut Rai Purnami
75
83
ANTI MICROBIAL CONSIDERATION FOR ELDERLY IN SEPTIC CONDITION
IGP Suka Aryana
96
MANAGEMENT FALLS IN ELDERLY I Nyoman Astika
103
SYNCOPE AND CONSEQUENCE PROBLEM IN ELDERLY IB Putu Putrawan
113
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Antara Kandung Kemih pada Lansia dan Dewasa
26
Table 2. Penyebab Inkontinensia Urin Sementara (DIAPPERS).
27
Tabel 3. Inkontinensia Urin berdasar penyebab dari traktus urinarius bawah dan neurologis
29
Tabel 4. Obat-Obatan yang Dapat Menyebabkan atau Berkontribusi Terhadap Inkontinensia Urin
36
Tabel 5. Faktor Resiko Luka Tekan 52
Tabel 6. Skala Norton 54
Tabel 7. Identifikasi Kondisi Malnutrisi 56
Tabel. 8. Kategori skrining sarkopenia menurut AWGS 2014 62
Table 9. Kuisioner SARC-F 63
Table 10. Kategori Sarkopenia Berdasarkan Penyebab 64
Table 11. Stadium Sarkopenia 64
Tabel 12. Karakteristik Obat Yang Paling Banyak Dipelajari Untuk Pengobatan Sarkopenia8
67
Tabel 13. SOFA 92
Tabel 14. qSOFA 93
Table 15. Perubahan fisiologi dan farmakokinetik yang berhubungan dengan penuaan5
99
Tabel 16. Beberapa efek samping antimicrobial yang sering terjadi lanjut usia
100
Tabel 17. Faktor-faktor Terkait Penuaan dalam Jatuh. 104 Tabel 18. Evaluasi Pada Pasien Lanjut Usia Yang Jatuh7 107 Tabel 19. Terapi Jatuh Pada Lanjut Usia di Komunitas 109-110 Table 20. Etiologi dan faktor-faktor presipitasi sinkop 116
Tabel 21. Historical Clues For Diagnosis 123
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Inkontinensia urin karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup sempurna disertai dengan kelemahan otot dasar pelvis9
1
Gambar 2. Ringkasan penatalaksanaan Inkontinensia Urin 31 Gambar 3. Target atau tempat kerja antikoagulan dalam
kaskade pembekuan darah
47
Gambar 4. Derajat Luka Tekan 55
Gambar 5. Algoritma Manajemen Luka Tekan 57
Gambar 6. Patogenesis Sarkopenia4 61
Gambar 7. Efek ACE-Inhibitor pada Muskuloskletal 69 Gambar 8. Mekanisme Sintesis Glutamin Terhadap Inflamasi 79 Gambar 9. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor
imunitas innate
85
Gambar 10. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor sistem imun adaptif
87
Gambar 11. Penuaan pada sel somatic dan sel efektor sistem imun, SAPS (senescence-associated secretory phenotype)
89
Gambar 12. Interaksi antara faktor risiko dan etiologi jatuh. 105 Gambar 13. Alur Upaya Pencegahan Jatuh Pada Lanjut Usia 111 Gambar 14. Interaksi antara ssinkop, umur, frailty, dan
komorbiditas
122
Gambar 15. Pengkajian Komprehensif Pasien Geriatri dengan Sinkop
126
Geriatric Opinion 2018
59 COMPREHENSIVE MANAGEMENT SARCOPENIA IN ELDERLY
RA Tuty Kuswardhani
Divisi Geriatri, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada setiap individu atau species.Proses penuaan akan mengakibatkan penurunan secara progresif dari seluruh organ tubuh manusia termasuk masa otot skeletal yang akan menurun kekuatan dan fungsi dari otot tersebut. Sarkopenia merupakan sindrom geriatri yang diakibatkan oleh multifaktor dan kejadiannya memungkinkan untuk dicegah.
Data di eropa menunjukan bahwa prevalensi Sarkopenia antara umur 60-70 tahun dilaporkan 5-13%. Angka ini meningkat tajam pada umur >80 tahun yaitu antara 11-50%. Populasi usia lanjut ≥ 60 tahun di dunia sekitar 600 juta pada tahun 2000 sehingga dapat diperkirakan bahwa sekitar 50 juta menderita Sarkopenia.1
Prevalensi Sarkopenia meningkat seiring bertambahnya usia, dengan prevalensi Sarkopenia pada usia 65 sampai 70 tahun antara 13% sampai 24%
dan lebih dari 50% pada usia lebih dari 80 tahun.1 Prevalensi Sarkopenia bedasarkan jenis kelamin pada usia 60 sampai dengan 69 tahun diketahui pada pria sebesar 10% pria dan pada wanita sebesar 8%, sedangkan pada usia diatas 80 tahun sebesar 40% pada pria dan 18% pada wanita.2
Prevalensi Sarkopenia berdasarkan tempat tinggal dan usia, 1-29% terjadi pada populasi masyarakat di panti, 14-33% dalam populasi perawatan jangka panjang dan 10% pada populasi perawatan akut di rumah sakit.3 Di Inggris, prevalensi Sarkopenia di panti Hertfordshire pada pria dan wanita yang lebih tua (usia rata-rata 67 tahun) adalah masing-masing 4,6% dan 7,9%.
Meningkatnya populasi lansia, jumlah populasi lansia dengan Sarkopenia juga meningkat di seluruh dunia, dan ini menjadi salah satu masalah penting mengenai kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lansia.2
PATOGENESIS SARKOPENIA
Otot skeletal terdiri dari dua jenis serat otot: miofiber tipe 1 memiliki waktu kontraksi yang lambat, menggunakan jalur oksidatif dan tidak mudah
Geriatric Opinion 2018
60
mengalami kelelahan. Sebaliknya, miofibre tipe 2 memiliki waktu kontraksi yang cepat, bergantung pada jalur glikolitik dan lebih mudah mengalami kelelahan.3
Penurunan masa otot skleletal karena proses penuaan, disebabkan penurunan ukuran dan jumlah miofiber, baik miofibre jenis lambat atau cepat.
Meski begitu, hilangnya miofibre cepat cenderung terjadi lebih dini, di usia 70 tahun. Banyak faktor mempengaruhi penurunan masa otot. 3
Kontributor paling signifikan adalah resistensi anabolik dari otot skeletal lansia terhadap protein. Hal ini terlihat pada orang yang imobilisasi. Bisa diatasi dengan latihan resistensi dan suplementasi. Masalah lain adalah hilangnya inervasi dan kerusakan oksidatif. Hilangnya inervasi miofibre, adalah karakteristik otot yang menua dengan perubahan terjadi pada berbagai tingkat, dari sistim saraf sentral dan periferal sampai pada sel jaringan otot skeletal. Ini meliputi hilangnya motoneuron, demielinasi akson dan penarikan ujung saraf dari neuromuscular junctions (NMJs). Banyak penelitian yang menjabarkan patogenesis otot skeletal menua pada hewan pengera, berbeda dengan otot manusia yang terbentuk terutama oleh miofibrel lambat, otot tikus sebagian besar adalah miofiber cepat. Perbedaan ini harus menjadi pertimbangan, ketika menggunakan hasil pengamatan pada binatang kepada manusia. 3
Pada manusia, sarkopenia memerlukan waktu lama untuk bermanifestasi.
Sarcopenia secara progresif bermanifestasi dalam 20-30 tahun. Sementara, pada tikus, durasinya lebih pendek >1 tahun (dari 18 bulan sampai 30 bulan), dengan rentang usia normal untuk tikus adalah 3 tahun. Inervasi miofiber untuk kontraksi otot skeletal, sangat dibutuhkan pada tikus dan manusia.
Pemeriksaan tikus berusia lanjut (sampai usia 29 bulan) menunjukkan denervasi NMJs otot anggota gerak bagian belakang, tanpa perubahan jumlah atau ukuran tubuh sel motorneuron di tulang belakang spinal, menunjukkan problem primer di tingkat otot.
Perubahan pada fungsi motorneuron terlihat pada pemeriksaan elektrofisiologis pada lansia, mendukung perubahan pada sistim saraf pusat, meski sulit untuk memastikan apakah perubahan ini akibat perubahan NJMS dini. Pada lansia, akumulasi reactive oxygen species (ROS) dapat menyebabkan kerusakan oksidatif biomolekul, menyebabkan hilangnya masa dan kekuatan otot. Dilaporkan bahwa peningkatan stress oksidatif dihubungkan dengan berbagai situasi yang menyebabkan muscle wasting.3
Oksidasi ROS menyebabkan oksidasi reversible dari protein thiols, untuk memodulasi fungsi berbagai protein (yang terlibat dalam sintesis dan degradasi protein, serta kontraksi otot). Karena antioksidan berbeda mentargetkan ROS
Geriatric Opinion 2018
61 tertentu, perlu mengetahui secara pasti ROS apa yang meningkat pada sarcopenia, untuk memilih terapi teraputik yang tepat.4.
Gambar 6. Patogenesis Sarkopenia4 Diagnosis dan Klasifikasi
Skrining sarkopenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu usia lanjut di tingkat komunitas dan populasi yang berkaitan dengan kelainan patologi.
Lifestyle
↑ Sedentary
↑ Fat Mass
Obesity
Smoking Hormonal Factors
HGH IGF-I
↓Testosterone
↓ Estrogens Insulin Resistance
Muscle Factors
↓ Mass and ↓ Strength Apoptosis
Nutritional Factors
↓ Protein Uptake
↓ Antioxidant Diet Anorexia Vitamin D Deficiency
SARCOPENIA
↓ Mass, ↓ Activity, ↓Strength Disability
Morbidity Mortality
Dependence
Nervous System Factors
↓ Alpha motor neurons ( Apoptosis, Neurotoxicity)
↓ Motor Unit
↓ Number of Fibres Genetic Factors Genetic Programming Humoral Factors Chronic state of inflammation
(↑IL-1, IL-6, TNF-) Oxidative stress
Geriatric Opinion 2018
62
Tabel. 8. Kategori skrining sarkopenia menurut AWGS 2014 Populasi Di Tingkat
Komunitas
Populasi Dengan Kelainan Patologi
Populasi usia ≥60 tahun atau ≥65 tahun
Terdapat penurunan fungsi atau gagal pulih
Terdapat penurunan berat badan yang tidak diinginkan sebanyak 5% selama 1 bulan terakhir
Terdapat gangguan depresi, mood atau gangguan kognitif
Jatuh berulang
Gizi kurang
Komorbid lainnya (gagal jantung konestif, penyakit paru-paru obstruktif kronik (PPOK), diabetes militus, penyakit ginjal kronik, conective tissue disease, tuberkolosis, dan lain-lain
Penapisan terhadap sarkopenia perlu dilakukan bila ditemukan faktor risiko sarkopenia tersebut. Pendekatan klinis yang bisa ditemukan untuk menentukan adanya sarkopenia adalah kelemahan otot, cepat lelah, endurance buru, gangguan fungsi, dan kecepatan berjalan, serta disabilitas. Tes penampisan yang bisa dilakukan adalah kecepatan berjalan < 0,8 m/s dan berdiri dari kursi 5 kali. Pemeriksaan massa otot dengan BIA atau DEXA dilakukan jika terjadi gangguan.4
Diagnosis Sarkopenia masih jarang dan relatif sulit dilakukan, sehingga dibuatlah kuisioner SARC-F yang dapat mendeteksi dini Sarkopenia dengan cepat dan memiliki spesifikasi yang baik dan dapat digunakan untuk diagnostik sarkopenia tanpa memerlukan alat pengukuran tertentu lainnya.
Kuisioner SARC-F terdiri dari lima pertanyaan yang meliputi kekuatan otot, kemampuan berjalan, kemampuan bangun dari kursi, kemampuan naik tangga, dan resiko jatuh. Seseorang dikategorikan menderita sarkopenia apabila skor SARCF >4.
Geriatric Opinion 2018
63 Table 9. Kuisioner SARC-F 5
No Komponen Pertanyaan Jawaban
1 S=Strength (Kekuatan)
Seberapa sulit penderita mengangkat atau membawa benda seberat 5 kg?
0= tidak ada kesulitan 1= sedikit sulit
2= sangat kesulitan atau tidak bisa
2 A= Assistance walking
(membutuhkan bantuan untuk berjalan)
Seberapa sulit penderita berjalan melintasi ruangan dan apakah membutuhkan bantuan?
0= tidak sulit 1= sedikit sulit
2= sangat sulit, membutuhkan bantuan atau tidak bisa tanpa bantuan
3 R= Rise from a chair (berdiri dari kursi)
Seberapa sulit penderita bangkit dan berpindah dari kursi atau tempat tidur?
0= tidak sulit 1=sedikit sulit
2= sangat sulit, membutuhkan bantuan atau tidak bisa tanpa bantuan
4 C= Climb stairs (menaiki tangga)
Seberapa sulit penderita menaiki 10 tangga?
0= tidak ada kesulitan 1= sedikit sulit
2= sangat kesulitan atau tidak bisa
5 F= Falls (jatuh) Seberapa kali penderita terjatuh dalam 1 tahun terakhir?
2= terjatuh 4 kali atau lebih dalam setahun terakhir
1= terjatuh 1-3 kali dalam setahun terakhir 0= tidak terjatuh dalam setahun terakhir
Etiologi sarkopenia dapat bersifat multifaktorial pada orang tua, sehingga sangatlah mungkin seseorang tergolong ke dalam sarkopenia primer dan sekunder.6 Sarkopenia berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu primer dan sekunder seperti terlihat pada tabel 3.
Geriatric Opinion 2018
64
Table 10. Kategori Sarkopenia Berdasarkan Penyebab 3
Katagori Penyebab
Sarkopenia primer
- Age-related sarcopenia Tidak ada penyebab lain kecuali penuaan
Sarkopenia sekunder
- Sarkopenia terkait aktivitas Dapat disebabkan oleh tirah baring, gaya hidup bermalas- malasan, deconditioning, zero- gravity condition
- Sarkopenia terkait penyakit Berhubungan dengan kegagalan organ berat (jantung, paru, liver, ginjal, otak), penyakit inflamasi, keganasan, dan penyakit endokrin
- Sarkopenia terkait nutrisi Akibat asupan diet energi dan/atau protein yang tidak adekuat, termasuk akibat malabsorbsi, penyakit gastrointestinal, atau konsumsi obat yang dapat menimbulkan anoreksia
Stadium sarkopenia dibagi menjadi 3 berdasarkan kondisi massa otot, kekuatan otot dan performa fisik. Pembagian stadium sarkopenia dapat dilihat pata tabel 4.
Table 11. Stadium Sarkopenia
Stadium Muscle mass Muscle strength
Performance
Presarcopenia Menurun - -
Sarcopenia Menurun Menurun atau Menurun Severe sarcopenia Menurun Menurun Menurun
Geriatric Opinion 2018
65 MANAJEMEN PENATALAKSANAAN SARKOPENIA
TERAPI NON FARMAKOLOGI 1. Exercise dan aktifitas fisik
Aktifitas fisik seperti berenang, berjalan atau berlari. Hal ini dapat meningkatkan masa otot dan kekuatan otot sangat diperlukan dalam penatalaksanaan sarkopenia. Otot yang tidak digunakan justru akan menjadi atropi begitu juga sebaliknya. Progresive Resistance Training (PRT) adalah latihan yang dilakukan secara bertahap dan konsisten sudah terbukti akan meningkatkan fungsi otot (physical performance) baik kemampuan berjalan, up and go test, maupun kemampuan naik tangganya. Program PRT juga aman dilakukan pada pasien lanjut usia dengan berbagai komorbid penyakit karena dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien.6
2. Nutrisi
Banyak pasien usia lanjut tidak dapat melakukan diet protein yang adekuat. Diet protein adalah kunci dari utama dari terjadinya Sarkopenia. Diet yang direkomendasikan untuk orang sehat adalah 0,8 gram/kgBB/hari (RDA=recommended diet alowence). Pada lansia umur
>70 tahun 40% diet proteinnya kurang dari RDA. Hal ini akan memudahnya terjadinya Sarkopenia. Pada pasien usia lanjut dengan Sarkopenia minimal diet yang dianjurkan adalah sesuai dengan RDA (0,8) dan akan ditingkatkan menjadi menjadi 1-1,5 g/kgBB/ hari sesuai dengan peningkatan aktifitas fisik dan comorbid yang ada.
Pembentukan otot disamping exercise sangat memerlukan asupan protein yang cukup. Diet protein yang cukup dan exercise adalah terapi utama dalam penatalaksanaan Sarkopenia.6
Disregulasi Leptin selama defisiensi Zn memiliki potensi untuk mempengaruhi fisiologi sentral dan perifer. Ghrelin adalah peptida Orexigenic diproduksi di perut. Aktivitas Orexigenik Ghrelin setelah pemberian perifer dihapuskan oleh vagotomi trunkal pada hewan pengerat, Ghrelin-induced Orexigenic aktif.
Pemberian Zinc direkomendasikan untuk mengobati Sarkopenia.
Berdasarkan hasil penelitian Zinc dapat diberikan secara oral atau intraperitoneal ke masing-masing tikus dengan 19 μmol / kg (3,0 mg / kg) berat badan Zinc Sulfate (ZnSO4) dalam Saline.
Geriatric Opinion 2018
66
Dari hasil penelitian didapatkan Sarkopenia terjadi karena faktor risiko terutama asupan Kalsium. Salah satu mineral utama sangat berkontribusi pada tulang yang terbuat dari Kalsium. Asupan Kalsium harian berdasarkan laporan dari lembaga obat, hanya diisi 25-30%
Kalsium / hari. Asupan rata-rata Kalsium 289 mg setiap hari
3. Vitamin D
Kadar vitamin D pada usia lanjut menurun sampai 4 kali lipat lebih rendah dibandingkan dengan usia dewasa. Vitamin D berperan dalam metabolism otot dan tulang. Vitamin D akan berikatan dengan reseptor Vitamin D di otot menyebabkan terjadinya sintesis protein dan peningkatan kalsium uptake melalui membrane sel. Rendahnya kadar vitamin D berhubungan dengan terjadinya atropi otot sehingga memudahkan terjadinya sarkopenia. Rendah kadar Vitammin D sering juga dihubungan dengan terjadi kelemahan otot dengan gejala general weakness pada usia lanjut. Tetapi terapi suplemen vitamin D untuk meningkatkan physical performance juga masih belum konsisten. Hal yang harus diwaspadai dalam terapi suplemen vitamin D adalah terjadinya nefrolitiasis dan hiperkalsemia.6,8
TERAPI FARMAKOLOGI
DHEA dan GH/ hormon pertumbuhan manusia cukup berefek. Hormon pertumbuhan meningkatkan sintesis protein otot dan meningkatkan masa otot tetapi tidak mengarah ke perolehan kekuatan dan fungsi.
Geriatric Opinion 2018
67 Tabel 12. Karakteristik Obat Yang Paling Banyak Dipelajari Untuk
Pengobatan Sarkopenia8
Terapi Hormon Terapi Testosteron
Testosterone yang diproduksi oleh sel leydig pada laki dan ovarian thecal pada wanita akan menurun akibat proses penuaan. Testosteron sangat berperan dalam pembentukan masa otot dan sintesis protein di otot
Konsentrasi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) yang mengikat Testoateron dalam darah meningkat seiring dengan umur sehingga kadar Testosteron bebas menjadi lebih kecil. Terapi Testosteron dalam beberapa studi terbukti dapat memperbaiki sarkopenia tetapi hasilnya masih bervariasi.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam terapi Testosteron adalah risiko terjadinya kanker prostat dan efek samping lain seperti retensi cairan, ginekomasti, polisitemia, dan sleep apne.8
Testosteron atau Steroid anabolik memiliki efek positif sederhana pada kekuatan otot dan masa otot tetapi penggunaan terbatas karena efek samping, seperti peningkatan risiko kanker prostat pada pria, virilisasi pada wanita, dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular secara keseluruhan.9,10
Karena tingkat hormon seks yang berkurang dikaitkan dengan Sarkopenia, pemberian Testosteron pada pria lansia telah diteliti sebagai terapi farmakologis untuk mempertahankan masa otot dan meminimalisasi hilangnya kekuatan ototS Testosteron adalah hormon Steroid yang mendorong pengembangan dari karakteristik seksual sekunder pada pria termasuk pertumbuhan otot. Pemberian Testosteron sampai pada tingkat Testosteron
Geriatric Opinion 2018
68
yang beredar yang terlihat pada pria muda meningkatkan massa otot tetapi tidak berakibat pada perolehan kekuatan fungsional. Studi baru-baru ini menyarankan pemberian dosis suprafisiologis dari Testosteron pada pria lansia bisa secara signifikan meningkatkan kekuatan anggota tubuh bagian bawah selain masa otot tanpa lemak.
Meskipun ada peningkatan yang signifikan pada kekuatan diantara pria lansia ketika diberikan dosis Testosteron yang tinggi, potensi resiko bisa lebih besar dari manfaatnya. Resiko yang dikaitkan dengan terapi Testosteron pada pria lansia termasuk perilaku agresif, komplikasi trombotik, apnea (kesulitan bernafas) saat tidur, edema periferal, gynecomastia dan resiko yang meningkat akan kanker prostat.
Terapi Estrogen
Disaat tingkat serum GH(Growth Hormon/ hormon pertumbuhan) menurun seiring dengan usia. Peranan GH dalam banyak proses pada tubuh juga mempunyai dampak.. Suplementasi hormon pertumbuhan untuk anti penuaan telah menjadi komoditi di beberapa negara penghasil.. Vance mengemukakan bahwa sepertiga dari resep GH di Amerika Serikat adalah ada yang indikasinya tidak disetujui oleh FDA, termasuk untuk anti penuaan dan untuk peningkatan stamina atlit.
Hormon Estrogen yang menurun juga berperan besar pada kejadian Sarkopenia. Hormone Replacement Therapy (HRT) pada wanita untuk Sarkopenia masih kontroversi. HRT dengan Estrogen pada Sarkopenia dapat meningkatkan masa otot tetapi belum optimal hasilnya untuk meningkatkan fungsi otot (physical performance).
Risiko terpenting yang ditakuti pada penggunaan HRT Estrogen adalah kanker payudara sehingga sampai saat ini terapi ini direkomendasikan.jika memang ada defisiensi terhadap hormon tersebut.8
Terapi Growth Hormone
Growth hormone (GH) berperan menjaga masa otot dan masa tulang. Peran GH adalah merangsang sekresi IGF1 sebagai anabolik hormon dari hati yang merangsang produksi sel satelit otot dan kontraktil protein otot. Terapi suplemen GH ini pada lanjut usia masih diperdebatkan. Efek yang diharapkan belum optimal. Efek samping yang terjadi juga masih tinggi seperti retensi cairan, ginekomasti, hipotensi ortostatik dan tunel carpal syndrome.8
Geriatric Opinion 2018
69 Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-inhibitor)
Terapi menggunakan ACE inhibitor sudah lama diketahui dapat sebagai prevensi primer maupun sekunder kejadian kardiovaskular maupu stroke.
Terapi ACE-inhibitor saat ini terjadi bermanfaat juga untuk muskuloskletaal.
Mekanisme efek menguntungkan dari ACE- inhibitor pada muskuloskletal melalui beberapa mekanisme seperti efek anti inflamasi, efek perbaikan fungsi endotel dan angiogenesis sehingga memperbaiki sirkulasi otot (gambar 2.) 8
Gambar 7. Efek ACE-Inhibitor pada Muskuloskletal8
KESIMPULAN
Sarkopenia merupakan sindrom geriatri yang diakibatkan oleh multifaktor dan kejadiannya memungkinkan untuk dicegah. Prevalensi sarkopenia meningkat seiring bertambahnya usia, dengan prevalensi sarkopenia pada usia 65 sampai 70 tahun antara 13% sampai 24% dan lebih dari 50% pada usia lebih dari 80 tahun. Diet protein yang cukup dan exercise adalah terapi utama dalam penatalaksanaan sarcopenia. Selain itu terapi suplemen vitamin D untuk
Geriatric Opinion 2018
70
meningkatkan physical performance, namun harus diwaspadai dalam terapi supplement vitamin D adalah terjadinya nefrolitiasis dan hiperkalsemia.
Terapi lainnya yang dapat diberikan pada pasien dengan sarkopenia yaitu terapi hormone testosterone, estrogen dan growth hormone. Terapi ACE- inhibitor saat ini juga bermanfaat untuk muskuloskletaal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kim, T. N. and Choi, K. M. (2013) ‗Sarcopenia : Definition , Epidemiology , and Pathophysiology‘, Journal Bone Metabolism, 20, pp.
1–10.
2. Melton, L. J., Khosla, S. and Riggs, B. L. (2000) ‗Epidemiology of sarcopenia.‘, Mayo Clinic proceedings. Mayo Clinic, 75 Suppl(1), pp.
S10-NaN-S13. doi: 10.1016/j.cger.2011.03.004
3. Etcadm.2018. Patogenesis Sarkopenia. Online . http://www.ethicaldigest.com/laporan-utama/patogenesis-sarkopenia 4. Jentoft, A. J. C. et al. (2010) ‗Sarcopenia : European consensus on
definition and diagnosis‘, Age and Ageing, 39(4), pp. 412–423. doi:
10.1093/ageing/afq034.
5. Malmstrom, TK; Miller, DK, Simonsick, EM; Ferrucci,L, Morley, JE.
2016. SARC-F: a symptom score to predict persons with sarcopenia at risk for poor functional outcomes. J Cachexia Sarcopenia Muscle.
7(1):28-36
6. Cruz-Jentoft AJ, et al Prevalence of and interventions for sarcopenia in ageing adults: a systematic review. Report of the International Sarcopenia Initiative (EWGSOP and IWGS). Age Ageing 2014; 43(6):
748–59
7. Burton LA, Sumukadas D (2010) Optimal Management of Sarcopenia 5. Clinical Interventions in Aging 5 217-228.
8. Malafarina, Vincenzo; U riz-Otano, Fransisco; Iniesta, Raquel; Gil- Guerreroc, Lucia. 2012. Sarcopenia in the elderly: Diagnosis, physiopathology and treatment. Maturitas. 71, pp. 109-114
9. Parkington J, Fielding RA, Kandarian SC, Koncarevic A, Theilhaber J, 7. et al. 2005 Identification of a molecular signature of sarcopenia .Physiol Genomics 21: 253-263.
10. Sakuma K, Yamaguchi A. Sarcopenia and age-related endocrine function. International journal of endocrinology. 2012;2012:127362
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)