1
DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN JARAK (Ricinus communis L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus
Jefriadi, Rina Widiana dan Vivi Fitriani.
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Indonesia is a country that is very rich in various kinds of plants, most of these plants have medicinal properties. The use of medicinal plants widely used as an alternative medicine community, because apart easily obtained, medicinal plants are minimal side effects as well as synthetic drugs. One of the plants that can be used as a drug is Ricinus communis L. Ricinus communis L. leaves contain various secondary metabolites such as saponins, flavonoids compounds, astragalin, reiniutrin, risinin and vitamin C. Flavonoids and saponins are compounds that act as antibacterial. Plant spacing is usually used for drug infectious diseases such as ulcers, sores, scabies, acne, itching, cough and bronchitis. One of the bacteria that can cause infections are Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus is a normal microbiota that can live in the human body and in certain circumstances may change the nature become a major pathogenic bacteria.
This study aims to determine the inhibition of leaf extracts Ricinus communis L. on the growth of Staphylococcus aureus. This study was conducted from January to March 2015 in the Laboratory Kopertis Region X, Padang. The research design used was a completely randomized design consisting of 6 treatments and 3 replications. Data were analyzed by Analysis Of Variance (ANOVA) and LSD at α level of 5%. The results showed that the leaf extract Ricinus communis L. has the ability to inhibit the growth of Staphylococcus aureus. It can be concluded that the leaf extract Ricinus communis L. can inhibit the growth of Staphylococcus aureus with the best treatment is the concentration of 10%.
Key word : Ricinus communis L., Staphylococcus aureus, antibacterial, inhibition zone,.
PENDAHULUAN
Penggunaan obat tradisional bagi masyarakat Indonesia sudah dikenal sejak zaman dahulu hingga sekarang dan telah banyak tanaman obat dilestarikan sebagai warisan budaya. Berbagai macam jenis ta- naman yang berkhasiat obat telah di guna- kan sebagai obat tradisional dari generasi ke generasi oleh berbagai suku di Indonesia.
Menurut Notoatmodjo (2007) obat tradisio- nal di Indonesia sangat besar perannya bagi kesehatan masyarakat dan sangat potensial untuk dikembangkan, karena Indonesia kaya dengan tanaman obat-obatan. Penggunaan tanaman obat sebagai pengobatan alternatif banyak digunakan masyarakat, disebabkan selain mudah didapatkan, tumbuhan obat tersebut hampir tidak memiliki efek samping seperti halnya obat sintetik. Penggunaan obat sintetik tidak hanya dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh
namun juga dapat menimbulkan resisten terhadap suatu penyakit, baik penyakit yang ditimbulkan oleh bakeri, jamur, protozoa, virus maupun oleh organisme lainya.
Salah satu tanaman yang bisa dima- nfaatkan sebagai obat adalah jarak (Ricinus communis L.). Jarak merupakan perdu berbatang tegak dengan batang bulat berongga, berbuku-buku dengan tanda tang- kai daun yang lepas, warna hijau bersem- burat merah tua, daun tunggal tumbuh ber- selang seling. Bagian tanaman jarak yang biasa digunakan sebagai obat tradisional adalah batang, akar, biji dan daunnya (Setiawati, 2008). Menurut Arisandi (2008) Tumbuhan jarak (Ricinus communis L.) da- pat mengobati kanker rahim, kanker kulit, sulit buang air besar, sulit melahirkan, TBC, bisul, koreng, scabies, infeksi jamur, jera- wat, lumpuh otot muka, gatal, batuk, hernia, bengkak, reumatik dan bronkhitis
2
Dilihat dari fungsi Tumbuhan ini dalam pengobatan, jarak (Ricinus communis L.) sering digunakan dalam pengobatan tra- disional karena memiliki kandungan senya- wa kimia yang secara umum berkhasiat dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroba. Menurut Sinaga (2001) daun jarak mengandung saponin, senyawa-senya- wa flavonoida antara lain kaempferol, ka- empferol-3-rutinosida, nikotiflorin, kuersetin ,isokuersetin dan rutin. Disamping itu juga mengandung astragalin, reiniutrin, risinin dan vitamin C. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Rumape (2013) terha- dap isolat daun jarak (Ricinus communis L.) ditemukan golongan senyawa triterpenoid aromatik. Robinson (1995) mengemukakan bahwa minyak atsiri, flavonoid dan saponin merupakan senyawa yang berperan sebagai antibakteri.
Banyak penyakit disebabkan oleh bakteri, salah satu bakteri yang dapat meny- ebabkan suatu penyakit adalah bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini meru- pakan salah satu mikroba yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Volk dan Wheler (1998) menjelaskan bahwa Stap- hylococcus aureus merupakan mikrobiota normal yang dapat hidup pada tubuh manusia dan dalam keadaan tertentu dapat berubah sifat menjadi bakteri patogen utama.
Sifat patogen ini bisa terjadi pada tubuh yang mengalami luka atau bekas operasi pada seseorang yang memiliki daya tahan tubuh rendah sehingga bakteri dapat meng- invasi daerah tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kopertis Wilayah X, Padang. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Rancangan penelitian yang di gunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 kali ulang an.
Peralatan yang digunakan pada pene- litian ini adalah rotary evaporator, blender, timbangan analitik, gelas ukur, erlemenyer 500 ml dan 1000 ml, labu ukur 10 ml, beac-
ker glass 100 ml, mikropipet, pipet tetes, tabung reaksi, autoklaf, batang pengaduk, inkubator, lampu bunsen, cawan petri, pin- set, jangka sorong, jarum ose.
Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun jarak (Ricinus comunis L.), biakan mu- rni bakteri Staphylococcus aureus, aquades, alumunium foil, NaCl 0,9%, DMSO (Dime- tilsulfooxside), amoxicilin sebagai kontrol positif, Nutrien Agar (NA) etanol 96% dan alkohol 70%, kertas saring, kertas cakram, kertas label dan kertas koran.
Prosedur kerja sebagai berikut perta- ma alat dan bahan di sterilisasi, kemudian pembuatan medium nutrien agar, perema- jaan bakteri, pembuatan suspensi bakteri dan penyiapan kertas cakram, lalu dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak daun jarak yang di mulai dari persiapan sampel daun jarak, mengekstraksi daun jarak dan pembuatan konsentrasi.
Penelitian ini dilakukan dengan me- tode difusi agar yaitu menggunakan kertas cakram yang sudah direndam dalam kosen- trasi ekstrak daun jarak kemudian diletakan kertas cakram ke medium nutrien agar yang sudah diinokulasi bakteri Staphylococcus aureus, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 48 jam dengan posisi ca- wan petri terbalik. Setelah diinkubasi maka dilihat ada atau tidaknya zona bening yang terbentuk pada permukaan agar. Pengukuran zona bening tersebut dengan menggunakan jangka sorong melalui tiga daerah peng- ukuran, yaitu: daerah terpanjang, terpendek dan menengah kemudian mencari rata-rata nya untuk mendapatkan diameter zona bebas bakteri. Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variance), kemudian dilanjut kan dengan uji BNT pada taraf α 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengukuran terha- dap zona bening yang terbentuk dari ekstrak daun jarak (Ricinus communis L.) dengan perlakuan pada kosentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan kontrol positif (Amoxicillin) 5% terhadap bakteri Staphylococcus aureus diperoleh hasil yang dapat dilihat pada gam- bar 3 berikut ini:
3
Gambar 3. Histogram rata-rata diameter zona bening bakteri Staphylococcus aureus pada masing- masing perlakuan. A= Kontrol (Amoxicilin), B= ekstrak daun jarak 5%, C= ekstrak daun jarak 10%, D= ekstrak daun jarak 15%, E= ekstrak daun jarak 20%, F= ekstrak jarak 25%. Angka yang diikuti oleh huruf kecil sama, tidak berbeda nyata pada taraf α 5%.
Dari Gambar diatas terlihat bahwa semakin besar kosentrasi yang diberikan maka semakin besar pula luas zona hambat yang terbentuk, dari ke 6 perlakuan yang di- berikan, zona hambat terluas yang terbentuk, yaitu sebesar 18.9 mm terjadi pada kosen- trasi 25%. Dari gambar diatas dapat dilihat rata-rata zona bening pada perlakuan B ber- beda nyata dengan perlakuan C, D, E dan F.
Perlakuan C berbeda nyata dengan perla- kuan B, E dan F. Perlakuan E berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C.
Berdasarkan Hasil pengukuran dia- meter zona bening yang terbentuk menunju- kkan bahwa ekstrak daun jarak (Ricinus communis L.) memiliki sifat antibakteri ter- hadap Staphylococcus aureus, Besar zona bening dari masing-masing perlakuan mem- perlihatkan semakin besar kosentrasi yang di berikan maka semakin besar pula luas zona bening yang terbentuk, hal ini berarti peni- ngkatan luas zona bening sebanding dengan peningkatan kosentrasi yang diberikan pada perlakuan.
Dari hasil analisis statistik diperoleh Fhitung > Ftabel, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun jarak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang berarti ekstrak dari daun jarak (Ricinus communis L.) mampu menghambat pertum- buhan bakteri Staphylococcus aureus. Daya hambat yang ditimbulkan oleh ekstrak daun
jarak disebabkan oleh adanya senyawa kimia yang terkandung dalam daun jarak yang mempunyai efek sebagai anti bakteri. Sinaga (2001) menjelaskan dalam daun jarak (Rici nus communis L.) terdapat senyawa flavo- noid dan saponin. Senyawa flavonoid dan saponin bersifat sebagai anti bakteri (Robin- son, 1995).
Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphy- lococcus aureus dengan cara mengganggu permeabilitas dinding sel bakteri. Tergang- gunya dinding sel bakteri menyebabkan se- nyawa lain seperti saponin dapat menembus dinding sel sehingga akan menyebabkan lisis pada sel (Erzard, 2014). Menurut Ganiswara (1995 dalam Permatasari, 2013) flavonoid menyebabkan menurunnya permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri sedang saponin me- ngganggu permeabilitas membran sel mik- roba sehingga mengakibatkan kerusakan me- mbran sel dan menyebabkan keluarnya ber- bagai komponen penting dari dalam sel bak- teri.
Dari Gambar 3 dapat dilihat diameter zona hambat yang dibentuk oleh perlakuan C (16.1 mm), D (17.6 mm), E (18.4 mm) dan F (18.9 mm) sudah melebihi diameter zona hambat kontrol (A=14.3 mm). Hal ini menunjukkan bahwa kosentrasi ekstrak jarak 0
5 10 15 20
A B C D E F
Diameter zona bening (mm)
Perlakuan
Diameter zona bening tiap perlakuan
bc 14.3
c 14.1
b 16.1
ab 17.6
a 18.4
a 18.9
4
10%, 15%, 20% dan 25% dapat dianggap se- bagai perlakuan yang baik dan dimung- kinkan dapat digunakan untuk menggantikan Amoxicilin. Perlakuan B (14.1 mm) diame- ter zona hambat masih rendah dari amoxi- cilin (14.3 mm) sehingga kosentrasi ekstrak daun jarak 5% belum efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Perlakuan yang terbaik digunakan sebagai antibakteri adalah perlakuan C, karena kose- ntrasi yang diberikan sedikit namun daya hambat sudah dapat melebihi kerja Amoxi- cilin sebagai obat sintetik. Untuk itu peng- gunaan ekstrak daun jarak kosentrasi 10%
dimungkinkan dapat digunakan untuk me- nggantikan pemakaian Amoxicilin. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan terendah yang digunakan (ekstrak daun jarak 5%) zona bening yang terbentuk sudah ham- pir menyamai kontrol. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun jarak (Ricinus com- munis L.) efektif dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Namun meskipun begitu, bagaimana betul senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam daun jarak mempengaruhi sel bakteri Staphylococus aureus belum diketahui, serta apakah semua senyawa-senyawa aktif tersebut bersifat si- nergis atau antagonis dalam menghambat pertum buhan bakteri belum juga diketahui.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat di- simpulkan bahwa ekstrak daun jarak (Rici- nus communis L.) dapat menghambat per- tumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.- Kosentrasi yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan dimungkinkan dapat menggantikan Amoxicilin mulai dari kosentrasi 10% sam- pai dengan kosentrasi 25% dan kosentrasi terbaik untuk menghambat bakteri Staphy lococcus aureus adalah dengan kosentrasi 10%.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, Y dan Yovita, A. 2006. Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengoba- tan. Jakarta: Eska Media.
Erzard, W, A. 2014. Pengaruh Antibakteri Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Yang Diekstraksi Dengan Ber- bagai Pelarut terhadap bakteri Stap- hylococcus aureus Penyebab Mastitis Sub klinis Pada Sapi Perah. Jurnal
Fakultas Peternakan Universitas Br- awijaya. Hlm: 1-15
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyara- kat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Permatasari, G, A, A. 2013. Daya Hambat Perasan Daun Sirsak Terhadap Per- tumbuhan Bakteri Escherichia coli.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus.
Fakultas Kedokteran Hewan. Uni- versitas Undayana. Vol: 2 (2). Hlm:
162-169
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tu- mbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
Rumape, O. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Antifidan Dari Daun Kastor Kepyar (Ricinus communis L) Ter- hadap Kumbang Epilachna varivestis mulsant . Jurnal Prosiding Seminar Nasional Sains dan Matematika II.
Gorontalo. Jurusan Pendidikan MIPA FKIP UNTAD. Hlm: 350-355 Setiawati, W, Rini, M, Neni G dan Tati, R.
2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati Dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pe- ngganggu Tumbuhan (Opt). http://M- 48 (Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya. Pdf.
Diakses 29 November 2014.
Sinaga E. 2001. Ricinus communis Linn.
Jarak. Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Tumbuhan Obat UNAS/
P3TO UNAS. (Online). Tersedia:http ://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman _obat/unas/jarak.Pdf (Diakses 20 jan- uari 2015).
Volk, W, A dan Wheler, M, F. 1990. Mikro- biologi Dasar. Edisi ke-5. Jakarta:
Erlangga.