• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN DALAM PERSIDANGAN SECARA EL-EKTRONIK TERHADAP TERDAKWA YANG TERINFEKSI COVID-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HAMBATAN DALAM PERSIDANGAN SECARA EL-EKTRONIK TERHADAP TERDAKWA YANG TERINFEKSI COVID-19"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HAMBATAN DALAM PERSIDANGAN SECARA EL- EKTRONIK TERHADAP TERDAKWA YANG TERINFEKSI

COVID-19

Pandu Akbar Wijayanto,1) Eddy Asnawi,2) Bahrun Azmi,3) 1) Universitas Lancang Kuning

Email : panduaw9633@gmail.com 2) Universitas Lancang Kuning Email : eddyasnawi@yahoo.com

3) Universitas Lancang Kuning Email : azmilugan@gmail.com

Abstract: The development towards virtual in the trial when viewed sociologically is a necessity, either as a reaction to the Covid-19 pan- demic, or as a reaction to technological advances. Especially during the Pandemic, law enforcers are faced with a very concrete situation in the form of the choice of resolving cases that are handled virtually or delaying the trial with the consequence that the number of cases will accumulate in the future. Triggered by this situation, the law showed a moment of flexibility following the issuance of a number of regulations which, although not in the form of a law, were empirically implemented to ensure legal certainty. The purpose of the study was to identify ob- stacles in the electronic trial of defendants infected with COVID-19.

This research method is normative law or doctrinal law research. So- ciological legal research methods. The approach method used is a case approach which is directly related to the topic and the discussion in this case is an obstacle in the electronic trial of defendants infected with COVID-19. As a result, the limited IT staff has caused the preparation of virtual trials to be slow, there is no uniformity from the Court for teleconference hearings while still requesting the presence of the Public Prosecutor and Legal Counsel for the Defendant and witnesses at the trial, the internet network is not yet stable, resulting in frequent delays and network disconnections. at the time of the trial. The suggestion is to form a law that regulates online criminal trials for a certain period of time.

Keywords: Trial, Online, Covid-19 Defendant.

Abstrak: Perkembangan ke arah virtual dalam persidangan bila dilihat secara sosiologis merupakan sebuah keniscayaan, baik sebagai reaksi terhadap Pandemi Covid-19, ataupun sebagai reaksi terhadap kemajuan teknologi. Khusus di masa Pandemi, Para penegak hukum dihadapkan pada situasi sangat konkrit berupa pilihan penyelesaian perkara yang ditangani secara virtual atau menunda persidangan dengan konsekuensi menumpuknya jumlah perkara dikemudian hari. Dipicu oleh situasi ter- sebut, hukum menunjukkan momen kelenturannya menyusul dikeluar- kannya sejumlah peraturan yang meskipun bukan dalam bentuk Un- dang-Undang, namun secara empiris dilaksanakan guna menjamin

(2)

kepastian hukum. Tujuan penelitian mengidentifikasikan hambatan da- lam persidangan secara elektronik terhadap terdakwa yang terinfeksi covid-19. Metode penelitian ini hukum normatif atau penelitian hukum doktriner. Metode penelitian hukum

sosiologis

. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (case approach) yang berkai- tan langsung dengan topik dan pembahasan dalam hal ini adalah ham- batan dalam persidangan secara elektronik terhadap terdakwa yang ter- infeksi covid-19. Hasilnya tenaga IT yang terbatas menyebabkan per- siapan persidangan virtual menjadi lamban, belum ada keseragaman dari Pengadilan untuk sidang secara telekonferensi dengan tetap meminta kehadiran Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa serta saksi di persidangan, belum stabilnya jaringan internet, sehingga sering terjadi delay dan terputusnya jaringan pada saat persidangan.

Sarannya diharapkan dibentuk suatu peraturan undang-undang yang mengatur mengenai Persidangan pidana daring di masa tertentu.

Kata Kunci: Persidangan, Secara Online, Terdakwa Covid-19.

Pendahuluan

Kemunculan Corona Virus Disease membawa dampak besar bagi dunia. Virus ini telah

memakan

banyak korban di sejumlah negara tak terkecuali Indonesia yang memiliki jumlah korban terinfeksi dan meninggal terbanyak di Asia Tenggara. Virus Covid-19 ini sendiri menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) ditularkan salah satunya melalui drop- let orang yang telah terinfeksi. Yang mana pastinya menimbulkan kendala disejumlah ak- tifitas yang bersifat tatap muka, salah satunya dalam hal penegakan hukum di Indonesia.

Di bidang hukum sendiri, penyebaran Covid-19 yang masif terjadi mempengaruhi berjalannya proses penegakan hukum. Salah satunya adalah aktivitas persidangan, yang tak luput dari timbulnya dilema akibat pandemi Covid- 19. Aktivitas persidangan yang paling terdampak permasalahannya akibat pandemi Covid-19, yaitu pada persidangan perkara pidana.

Selama ini proses persidangan pidana dilakukan di sidang pengadilan dimana para pihak hadir secara langsung sebagaimana ketentuan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP). Pada saat KUHAP diundangkan, KUHAP dinyatakan sebagai karya agung Bangsa Indonesia karena merupakan suatu unifikasi hukum yang diharapkan dapat memberikan suatu dimensi perlindungan hak asasi manusia dan keseimbangannya dengan kepentingan umum, mengingat KUHAP disusun berdasarkan falsafah negara kita yaitu Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai landasan konstitusional. Business proses pada Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya juga disesuaikan dengan protokol kesehatan yang diterbitkan Pemerintah. Kegiatan peradilan yang selama ini berjalan rutin harus dibatasi demi keselamatan pegawai pengadilan dan para pencari keadilan. Pengadilan juga harus melaksanakan persidangan secara online jarak jauh atau teleconference.

Perkembangan ke arah virtual dalam persidangan bila dilihat secara

sosiologis merupakan sebuah keniscayaan, baik sebagai reaksi terhadap Pandemi

Covid-19, atau pun sebagai reaksi terhadap kemajuan teknologi. Khusus di masa

Pandemi, Para penegak hukum dihadapkan pada situasi sangat konkrit berupa

pilihan penyelesaian perkara yang ditangani secara virtual atau menunda

(3)

persidangan dengan konsekuensi menumpuknya jumlah perkara dikemudian hari.

Dipicu oleh situasi tersebut, hukum menunjukkan momen kelenturannya menyusul dikeluarkannya sejumlah peraturan yang meskipun bukan dalam bentuk Undang- Undang, namun secara empiris dilaksanakan guna menjamin kepastian hukum.

Sidang Virtual adalah suatu terobosan untuk tetap dapat terselenggaranya persidangan dengan cepat dan berbiaya murah. Sidang virtual perlu untuk tetap di laksanakan tidak hanya dalam masa pandemi tetapi juga untuk kondisi-kondisi yang lain misalnya saksi yang tidak dapat hadir di persidangan Pandemi Virus Corona membuat kegiatan apapun serba terbatasi. Termasuk dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Ini karena pemerintah tengah menerapkan physicial distancing (jaga jarak) guna meminimalisasi penyebaran virus tersebut.

Pelaksanaan persidangan virtual melalui sarana teleconference dipandang seiring dengan kebijakan social distancing dan phisyical distancing, guna menekan laju perkembangan Pandemi Covid-19. Persidangan melalui Teleconference atau disebut dengan Persidangan secara elektronik adalah serangkaian proses memeriksa, mengadili, dan memutus perkara terdakwa oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, audio visual dan sarana elektronik lainnya.

Proses persidangan perkara pidana yang diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia dilakukan melalui tatap muka atau secara langsung Hakim, Jaksa, Terdakwa, dan Penasihat Hukum di dalam ruang sidang pengadilan. Kehadiran secara fisik terdakwa dan saksi di ruang sidang pengadilan diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP. Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyebutkan,

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”. Sedangkan Pasal 189 ayat 1 KUHAP menyebutkan, “Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”.

Untuk memperkuat payung hukum persidangan perkara pidana secara elektronik, Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online). Perma ini mengatur tata cara pelaksanaan persidangan perkara pidana baik perkara pidana dalam lingkup peradilan umum, militer, maupun jinayat secara daring (online).

Berdasarkan Perma ini, persidangan perkara pidana dapat dilaksanakan secara online baik sejak awal persidangan maupun saat sidang sudah berjalan atas permintaan penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum dan ditetapkan hakim/majelis hakim. Perma ini juga tidak dimaksudkan persidangan harus dilaksanakan secara online, tetapi sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan dapat dilaksanakan secara online, dan bagaimana tata caranya.

Prinsipnya, hakim/majelis hakim, panitera pengganti, penuntut umum bersidang di

ruang sidang pengadilan. Atau hakim/majelis hakim, panitera pengganti bersidang

di ruang sidang pengadilan, sedangkan penuntut umum mengikuti sidang dari

Kantor penuntut umum, terdakwa dengan didampingi/tanpa didampingi penasihat

hukumnya mengikuti sidang dari Rutan tempat terdakwa ditahan. Mengenai

pemeriksaan saksi dan ahli, sesuai Pasal 10 Perma ini, setiap saksi dan ahli serta

penerjemah wajib mengucapkan sumpah/janji terlebih dahulu sesuai agama dan

(4)

kepercayaanya yang dipandu oleh hakim/majelis hakim. Dalam hal saksi dan ahli memberi keterangan dari kantor penuntut atau tempat lain, pengucapan sumpah dipandu oleh hakim/majelis hakim dengan dibantu oleh rohaniawan yang berada di kantor tempat saksi dan ahli memberi keterangan. Lafal sumpah/janji serta tata cara penyumpahan dilakukan sesuai hukum acara yang berlaku. Tata cara pemeriksaan saksi dan/atau ahli dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara. Pemeriksaan saksi dan/atau ahli dilakukan dalam ruang sidang meskipun persidangan dilakukan secara elektronik.

PERMA ini pada dasarnya juga mendukung bagi upaya pencegahan penyebaran COVID19 di lingkungan peradilan. Dimana pelaksanaan persidangan virtual memang masih banyak faktor penghambat. Tapi, MA dan badan peradilan di bawahnya serta pihak terkait pasti akan berusaha semaksimal mungkin.

Hakikatnya persidangan setiap terdakwa, saksi, ataupun ahli dihadapkan di persidangan dalam keadaan bebas. Penghadapan itu juga berlaku saat persidangan virtual. Karenanya saat persidangan virtual, kamera yang dipakai dapat menunjukkan keadaan sekitar para pihak.

METODE

Metode penelitian ini adalah penelitian hukum

jenis penelitian hukum sosiolo- gis

. Metode

pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan kasus (case approach) yang berkaitan langsung dengan topik dan pembahasan dalam hal ini adalah hambatan dalam persidangan secara elektronik terhadap terdakwa yang terinfeksi covid-19.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan persidangan virtual melalui sarana teleconference dipandang perlu seiring dengan kebijakan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang so- cial distancing dan phisyical distancing, guna menekan laju perkembangan Pandemi Covid- 19. Merujuk kepada ketentuan sistem peradilan pidana di Indonesia, persidangan online ini dapat dikategorikan menjadi suatu bentuk terobosan hukum (rules breaking). Peraturan Mahkamah Agung ini adalah peraturan untuk menciptakan kepastian hukum, keadilan ber- martabat bagi terdakwa, jaksa, advokat, dan hakim untuk menyelesaikan perkara pidana.

Hal ini ditujukan agar tidak ada terjadi penyebaran Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan, rumah tahanan dan juga untuk menekan angka penyebaran di Pengadilan.

Dalam pelaksanaan persidangan pidana daring pada masa pandemi Covid -19 di- pengaruhi oleh beberapa faktor pendukung maupun faktor penghambat. Penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan kreatifitas. Sebagai upaya berfungsinya norma- norma hukum secara nyata dan pedoman dalam hubungan-hubungan hukum di kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Juga merupakan usaha untuk mewujudkan ide dana konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.

Terdapat sejumlah hambatan dalam pelaksanaan sidang secara virtual. Keluhan pertama adalah kualitas Internet yang kurang baik sehingga menyebabkan proses sidang berjalan tidak sebagaimana mestinya. Di samping itu kurang memadainya peralatan pen- dukung untuk pelaksanaan sidang secara virtual. Layar monitor, mikrofon, proyektor, ka- mera, dan pengeras suaranya belum tersedia di semua ruang sidang. Kemudian hanya satu layar yang tersedia dalam ruang sidang sehingga penasihat hukum dan jaksa kadang tidak dapat melihat pihak lain dengan jelas. Lalu penasihat hukum harus duduk bersebelahan dengan jaksa dan saksi agar dapat bergiliran menggunakan mikrofon dan terekam kamera.

Masalah lainnya adalah keterbatasan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi.

Tidak semua pengadilan negeri, kejaksaan negeri, dan lembaga pemasyarakatan atau rumah

(5)

tahanan memiliki staf teknologi informasi. Sehingga bila terjadi kendala teknis di tengah persidangan, maka kemudian yang terjadi adalah kesulitan untuk mengatasi, sementara proses persidangan berjalan terus. Yang berikutnya adalah keterbatasan penguasaan teknologi oleh sebagian hakim.

Persoalan lain adalah beberapa pengadilan negeri hanya berkoordinasi dengan ke- jaksaan tanpa melibatkan penasihat hukum dan pihak lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan. Alhasil, penasihat hukum tidak mendapatkan informasi mengenai proses per- sidangan yang akan dilakukan. Dalam sidang secara virtual, penasihat hukum tidak bisa berada di dekat terdakwa karena terdakwa harus tetap berada di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan. Sehingga mengurangi kualitas pendampingan terhadap terdakwa.

Hambatan lainnya adalah proses sidang di daerah kerap terputus karena menggunakan aplikasi Zoom yang gratis dan waktunya memang dibatasi selama 40 menit.

Para penasihat hukum tidak dapat memastikan saksi maupun terdakwa tidak dalam posisi tekanan atau berdusta ketika memberikan keterangan pada saat persidangan. Karena per- sidangan secara virtual ini membuat para pihak bebas berada di mana pun, tidak di dalam satu ruangan sidang. Sehingga para penasihat hukum meragukan kebebasan saksi ketika memberikan keterangan.

Kelemahan dari sistem peradilan pidana yang ada saat ini adalah mengenai korban dan masyarakat yang belum mendapatkan posisi sehingga kepentingan keduanya menjadi terabaikan. Selain beberapa hal yang telah dijelaskan di atas ada beberapa kendala yang ditemui dalam pelaksanaan persidangan pidana daring yaitu: 1. Banyaknya kasus pidana yang terdakwa ditahan, pengadilan memiliki kewenangan terbatas dalam melakukan penahahan; 2. Penundaan sidang/sidang berlarut-larut.

Hambatan yang dihadapi juga terkait dengan aturan yaitu yang diatur dalam per- sidangan adalah aturan kerja hakim atau aparat penegak hukum lainnya tetapi tidak menga- tur bagaimana hukum acaranya dalam peradilan tesebut, dikarenakan ini SEMA jadi tidak bisa mengatur hukum acara itu. Dari fakta unfair trial dalam persidangan dengan menggunakan media online adalah Hakim tidak dapat memeriksa alat bukti dengan optimal dikarenakan jaringan internet yang bermasalah, dan tidak ada hukum acara yang mengatur proses persidangan secara online sehingga tidak dapat ketidakseragaman pelaksanaanya, yaitu dengan mengabaikan hak terdakwa untuk dapat memberikan keterangan dengan bebas. Kendala yang paling penting adalah asas kehadiran terdakwa dalam pemeriksaan secara langsung atau lisan dan hal ini berdampak pada proses pencari kebenaran materil karena tidak dapat terlaksana. Tetapi, jika tidak dilakukan dengan hukum acara yang jelas maka persidangan yang UNFAIR melanggar prinsp fair trial dan dapat mengakibatkan Mis- carriage Of Justice.

Dalam prioritas penuntutan untuk mengatas pandemi yaitu dengan cara filter perkara dan prioritas kasus berat danserta pengetatan kunjungan ke penjara. Pemerintah juga harus memberi perhatian untuk kasus penyebaran covid ini agar tidak ada melakukan pelanggaran lagi selama sidang perkara online. Didalam politik legislasi dimasa pandemi tidak ada usaha revisi KUHAP dan penguatan UndangUndang kekarantinaan kesehatan.

SIMPULAN

Pelaksanaan peradilan pidana di masa Pandemi COVID-19 dilaksanakan secara Virtual berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2020, hampir di seluruh Pengadilan dengan beberapa situasi tergantung situasi dan kondisi jaringan internet. Hambatan pelaksanaan peradilan pidana virtual di masa Pandemi COVID-19 meliputi Tenaga IT yang terbatas menyebabkan persiapan persidangan virtual menjadi lamban, terlebih jika terdapat kendala teknis di tengah persidangan. Belum ada keseragaman dari Pengadilan untuk sidang secara telekonferensi dengan tetap meminta kehadiran Penuntut Umum dan Penasihat Hukum

(6)

Terdakwa serta saksi di persidangan. Isu keamanan terkait penggunaan aplikasi telekonfer- ensi. Keberatan dari PH untuk sidang secara telekonferensi. Belum stabilnya jaringan in- ternet, sehingga sering terjadi delay dan terputusnya jaringan pada saat persidangan.

Sarannya diharapkan dibentuk suatu peraturan undang-undang yang mengatur mengenai Persidangan pidana daring di masa tertentu. Agar pelaksanaan persidangan perkara pidana secara elektronik berjalan dengan lancar, taat asas sesuai dengan system hukum yang ber- laku di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

RR. Dewi Anggraeni, Wabah Pandemi Covid-19, Urgensi Pelaksanaan Sidang Secara El- ektronik, ADALAH: Buletin Hukum dan Keadilan, Volome 4, Nomor 1, 2020, hlm.

7.

Nur Akmal Razaq, “Legalitas Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik Di Masa Pan- demi Covid – 19 Dalam Pespektif Hukum Pidana,” Jurnal Inovasi Penelitian Vol 1 No. 3: 1227-1230, 2020, hlm. 1228.

Nur Akmal Razaq, “Legalitas Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik Di Masa Pan- demi Covid – 19 Dalam Pespektif Hukum Pidana,” Jurnal Inovasi Penelitian Vol 1 No. 3: 1227-1230, 2020, hlm. 1228.

Ruth Marina Damayanti Siregar, ‘Legalitas Keterangan Saksi Melalui Teleconference Se- bagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana’, Jurnal Jurisprudence, Vol 5, No 1, 2015, hlm. 26.

Apri Listiyanto, Pembaharuan Sistem Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 1.

Rizky P. Karo, Peradilan Tindak Pidana Melalui Media Elektronik (Sidang Pidana Online) Saat Pandemi Covid-19 Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Tantangan Dan Rekomendasi, Jurnal Spektrum Hukum, Volume 17, Nomor 2, 2020, hlm. 45.

Referensi

Dokumen terkait

To satisfy the Poynting Theorem and thus effect radiation, an antenna or radiating source must develop E and H fields in proper physical relationship the H field must encircle the E

Tetapi, hasil dari Visum Et Repertum dapat digunakan dalam pembuktian, karena hasil Visum Et Repertum ialah berbentuk surat keterangan dan dibuat oleh keterangan ahli.5 Dalam pasal 184