• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARTA WARISAN YANG DI TOLAK OLEH AHLI WARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HARTA WARISAN YANG DI TOLAK OLEH AHLI WARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hal ini dilakukan karena menerima atau menolak suatu warisan mempunyai akibat hukum yang akan ditanggung oleh ahli waris. Ahli waris yang menolak warisan dalam pembagian warisan setelah masing-masing telah menguangkan bagiannya.” Kewenangan menolak warisan oleh ahli waris berdasarkan KUH Perdata dan Hukum Islam.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan intelektual berupa ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah batang tubuh ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum waris. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat lebih mengedukasi masyarakat, memahami akibat hukum bagi ahli waris yang kehilangan hak waris, mengkaji sisi positif dan negatif dari pencabutan hak waris. Bagi penulis, penulis berharap dapat meningkatkan ilmunya khususnya di bidang hukum waris, baik dari segi hukum Islam maupun hukum perdata, serta melengkapi syarat kelulusan untuk mengambil gelar Magister Kenotariatan di Universitas Muhamadiyah tahun ini. Sumatera Utara.

Keaslian Penelitian

Artikel Fajar Nugraha, Fisuda Alifa Mimiamanda Radinda, Ricky Auliaty Fathonah berjudul “Akibat Hukum Ahli Waris Menolak Warisan”, dimuat di Diversi: Jurnal Hukum, Vol. Pertama, mempertanyakan peranan pengadilan dalam menentukan status hukum ahli waris yang menolak warisan dan kedua, akibat hukum apa yang timbul dari warisan yang ditolak seluruhnya oleh ahli waris. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya ahli waris yang menolak suatu warisan berarti ia telah melepaskan tanggung jawabnya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian warisan itu serta menolaknya dengan tegas, dengan pernyataan yang dibuat di Kantor Pendaftaran Pengadilan Negeri.

Kerangka Teori Dan Konsepsi

  • Kerangka Teori
  • Kerangka Konsep

Menurut Subjek, Undang-undang Warisan KUHPerdata menerapkan asas, yaitu hanya hak dan. Tujuan hukum suksesi perdata Barat adalah bagaimana mengatur peralihan harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, serta akibat yang ditimbulkannya bagi ahli warisnya. Hukum waris perdata barat diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang mengatur tentang berbagai hal.

Metode Penelitian

  • Pendekatan Penelitian
  • Sifat Penelitian
  • Sumber Data Penelitian
  • Alat Pengumpulan Data
  • Analisis Penelitian

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur atau penelusuran kepustakaan terhadap bahan hukum tertulis yang relevan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yang dilakukan melalui studi kepustakaan atau penelusuran literatur di perpustakaan untuk bahan hukum tertulis yang relevan. Selain itu wawancara juga merupakan salah satu alat pengumpulan data yang berfungsi untuk memperoleh bahan hukum yang menunjang penelitian bila diperlukan.

STATUS YURIDIS HARTA WARISAN YANG

Harta Waris (Warisan) Berdasarkan Hukum Waris Islam

Satriyo Wicaksono, 2011, Hukum Waris (Cara Pembagian Warisan yang Sederhana dan Benar), Jakarta: Media Vision, hal.5. Hukum waris tidak hanya diatur berdasarkan ketentuan hukum Islam saja, tetapi juga mempunyai pengaturan tersendiri berdasarkan hukum Barat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) dan hukum adat. 72 Imamjauhari, 2020, Undang-Undang Warisan Perdata (Penerimaan dan Penolakan Warisan Ahli Waris dan Akibat), Cet.

Pembagian Harta Waris Berdasarkan Hukum Waris Islam

Penolakan ini merupakan salah satu sikap ahli waris terhadap harta warisan setelah meninggal dunia. Para ahli waris boleh bersepakat untuk berdamai dengan pembagian harta warisan setelah masing-masing orang merealisasikan bagiannya.” Setelah para ahli waris menunaikan kewajibannya dalam melakukan 4 (empat) hal di atas, barulah para ahli waris dapat memperoleh hak-haknya yaitu harta warisan (heritage). .

Status Yuridis Harta Waris Yang Di Tolak Para Ahli aris

ASPEK HUKUM PENOLAKAN HARTA WARISAN

Ahli Waris Berdasarkan Hukum Waris Islam dan Hukum

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta benda (hak milik) dari ahli waris kepada ahli waris. Dikecualikannya ahli waris dari hak mewaris tidak berarti ia termasuk (mutakaraj) dan termasuk ahli waris yang mahjub (terhalang).

Hak dan Kewajiban Ahli Waris Dalam Prespektif Hukum

Aspek Hukum Penolakan Harta Warisan oleh Para Ahli

140 Yatmi Wulan Sari, 2009, “Penolakan menjadi ahli waris menurut hukum Islam dan KUHPerdata”. 141 Fadhil Yazid, 2017, “Penolakan sebagian ahli waris untuk mewarisi harta menurut hukum Islam dan hukum perdata Barat”. Ada pula ahli waris yang mengundurkan diri dari seorang ahli waris dengan mengamankan prestasi yang diterima dari harta warisan itu sendiri.

Waris yang meletak jawatan dianggap tidak wujud apabila membahagikan harta pusaka kepada waris yang menarik diri. Menolak harta pusaka bermakna jika ahli waris menolak harta pusaka, dia tidak berhak dan berkewajipan membayar hutang ahli waris. Kewajipan waris ialah membayar hutang waris sebelum membahagi-bahagikan harta pusaka mengikut ilmu Faraidh.

Bentuk tanggungjawab waris terhadap hutang waris bergantung kepada sikap mereka terhadap harta pusaka ketika itu. Dengan menerima harta pusaka, kewajipan membayar dengan hak istimewa dan melunaskan hutang ahli waris ditanggung sepenuhnya oleh ahli waris yang menerima harta pusaka. Menurut ahli waris BW, waris wajib membayar hutang yang terhutang oleh waris.

Penolakan terhadap suatu warisan biasanya bertujuan untuk melindungi ahli waris dari beban-beban yang ditinggalkan ahli waris, misalnya pada saat melunasi hutang.

TANGGUNG JAWAB AHLI WARIS UNTUK

Pembagian Harta Waris (Warisan) Jika Pewaris

Warisan yang ditinggalkan ahli waris bukan berarti seluruh kekayaan yang nantinya akan dibagikan kepada semua ahli waris. Hukum Islam mengatur bagian masing-masing ahli waris, namun ada beberapa penerapan bagian ini yang tidak bersifat mutlak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 183 KHI. Kata “faaraid” merupakan bentuk jamak dari al faridhah yang berarti al mufrudhah atau sesuatu yang wajib artinya pembagian harta pada tingkat yang telah ditentukan oleh masing-masing ahli waris.

Pembagian harta warisan atau harta warisan diawali dengan menentukan siapa yang berhak atas suatu bagian, kemudian ditentukan cara penyelesaian pembagian harta warisan itu, yang dilakukan dengan persetujuan para ahli waris yang berhak atas harta warisan itu. Pasal 833 dan 955 KUH Perdata mengatur pengertian segala harta benda, baik harta benda maupun pasif, pada saat ahli waris meninggal dunia bagi ahli waris. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ahli waris dari utang-piutang orang yang meninggal dunia dapat memutuskan apakah akan menerima atau menolak warisan itu atau sebaliknya menerimanya.

Namun jika ahli waris memutuskan untuk menerima warisan secara penuh, maka ahli waris harus membayar seluruh utang ahli waris. Setiap ahli waris harus membayar hutangnya sebesar bagian warisan yang diterimanya, misalnya jika ahli waris menerima ½ bagian dari warisan, maka ia harus membayar ½ bagian hutang tersebut kepada ahli waris. Sedangkan jika ahli waris mendapat keistimewaan untuk menghitung harta dan kewajiban warisan, maka ahli waris penerima hanya tinggal membayar utang ahli waris sebesar jumlah warisan yang diterimanya.

Kewajiban melunasi utang-utang ahli waris oleh ahli waris berdasarkan hukum waris Islam dan hukum waris perdata.

Kewajiban Pelunasan Hutang Pewaris Oleh Para Ahli

Artinya seluruh harta warisan orang yang meninggal tidak boleh dibagikan kepada ahli warisnya sebelum utang dan piutangnya terlebih dahulu dilunasi, hal ini berdasarkan HR. 165 Dedi Irawan, Orang meninggal yang mempunyai hutang wajib membayar ahli warisnya, http://www.jadipinter.com. Orang yang meninggal dunia yang - mempunyai hutang - wajib membayar hutangnya, diakses pada 1 April 2022 pukul 12.30 WIB. Jika orang yang meninggal mempunyai harta warisan, maka utang-utang itu harus dilunasi dari harta warisan itu sebelum harta itu dibagikan kepada ahli waris.

Jika si mati atau si mati tidak meninggalkan harta pusaka, maka waris tidak ada kewajipan kerana tidak wajib waris membayar hutang si mati semasa si mati masih hidup. Bayaran hutan bagaimanapun tidak boleh mendatangkan mudarat (kemungkinan) kepada waris, bermakna hutang si mati dibayar oleh waris asalkan harta pusaka itu mencukupi. 166 Hamdani, 2019, Perbandingan Tanggungjawab Waris Terhadap Hutang Waris Menurut Undang-undang Islam dan Undang-undang Sivil, vo.3(2) Jurnal Mei 2019, hlm.296.

Karena ahli waris adalah orang yang merawat dan membesarkan para ahli waris, maka ahli waris juga memenuhi kebutuhan ahli waris yang tersisa semasa hidupnya. Bila empat bulan telah lewat dan ahli waris belum juga menentukan sendiri, pengadilan negeri dapat memperpanjang waktu pertimbangan dan penetapan satu kali atau lebih atas permintaan ahli waris. Ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia, dengan tunduk pada Pasal 2 KUH Perdata yang menyatakan bahwa anak yang masih dalam kandungan ibunya dianggap lahir jika harta anak itu dilahirkan, jika harta anak itu dikehendaki, dan jika anak itu dilahirkan. lahir mati, diasumsikan tidak pernah ada.

Kewajiban ahli waris yang menolak warisan (warisan) untuk membayar hutang ahli waris berdasarkan hukum waris Islam dan.

Tanggung Jawab Ahli Waris Yang Menolak Harta

Anak waris boleh bersama dengan ibu bapa waris secara serentak sebagai waris. Suami isteri saling mewarisi, pihak yang hidup lebih lama akan menjadi pewaris pihak yang satu lagi. Dapat dipastikan bahawa ahli waris tidak berkewajipan untuk menutup kekurangan, jika harta yang tinggal tidak mencukupi.

173 Hamdani, 2019, Perbandingan tanggung jawab ahli waris atas hutang-hutang ahli waris menurut hukum Islam dan hukum perdata, v. Majalah 3 (2) Mei 2019, hal. 296. Artinya, ahli waris yang muncul karena wasiat terakhir dari pewaris, yang kemudian dicatat dalam wasiat. Ahli waris yang menerima warisan secara penuh, baik diam-diam maupun tegas, bertanggung jawab penuh atas segala kewajiban yang melekat pada warisan tersebut.

Bagi yang menolak warisan, maka ahli warisnya sama sekali tidak dapat dikenakan pajak secara sah, karena tidak lagi dianggap sebagai ahli waris. Artinya, ahli waris yang menerima sikap tersebut wajib mengurus dan menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan harta warisan itu secepat-cepatnya dan juga bertanggung jawab terhadap para kreditor dan ahli waris. Keterangan di atas membuktikan bahwa putusan tersebut merupakan putusan deklaratif, yaitu pemohon Tan Shot Yen adalah ahli waris yang sah dari yang meninggal, namun menolak menerima warisan yang ditinggalkan oleh ahli waris tersebut.

Putusan ini menyatakan bahwa pemohon adalah ahli waris yang sah, namun menolak menerima warisan dan membayar perkaranya.

Putusan

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Seseorang yang menolak harta pusaka yang patut baginya hendaklah dengan tegas menolaknya dengan pernyataan yang dibuat di Mahkamah Daerah. Harta pusaka yang tidak diurus akan diambil alih oleh Pejabat Harta Pusaka bagi menyempurnakan kewajipan waris harta yang ditinggalkan. Status harta yang ditolak dalam KUH Perdata akan mengakibatkan harta pusaka terbuka atau kosong, memberikan kepastian hukum yang jelas kepada ahli waris dan diserahkan ke Pengadilan Negeri tempat warisan dibuka dan wajib menyatakan keadaan penolakan dalam buku daftar.

Sedangkan dalam hukum Islam tidak boleh menolak warisan, namun ada istilah lain yang membolehkannya, yaitu sistem Takharuj (pengunduran diri) dengan cara ikhlas dan ikhlas menyerahkan bagiannya kepada ahli waris lainnya. Hukum Islam menekankan bahwa ahli waris tidak berhak menolak warisan. Kumpulan Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa ahli waris wajib mengurus urusan ahli waris, termasuk tanggung jawab pelunasan utang, sehingga warisan tidak dapat ditolak.

SARAN

A Sukris Samadi, 2013, Hukum Waris Islam di Indonesia (Perbandingan Seluk-beluk Hukum Islam dan Fiqih Sunni), Sleman: Aswaja Presindo. Achmad Ali, 2009, Penemuan Teori Hukum dan Perawatan Peradilan, Jakarta: Kencana Prenada. Benyamin Asri & Thabrani Asri, 2000, Dasar-Dasar Hukum Waris Barat (Pembebanan Teoritis dan Praktis), Bandung: Tasrito.

Moh.Muhibbin dan Abdul Wahid, 2011, Hukum Waris Islam Sebagai Reformasi Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Graphic N.

Referensi

Dokumen terkait

secara jelas dalam pasal 173 tentang terhalangnya untuk menjadi ahli waris adalah perbedaan agama bukan berarti ahli waris beda agama mendapat bagian dari harta pewaris

”KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG BEDA AGAMA DENGAN PEWARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM. ISLAM” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali

Dengan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, maka orang tersebut tidak berhak atas harta warisan.Seseorang yang menolak warisan, dapat diminta untuk menerima warisan atas

Universitas Indonesia terdekat.” Akan tetapi, meskipun Al-Qur’an telah menetapkan dengan jelas bagian masing-masing ahli waris atas harta warisan pewaris, namun tidak menutup

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Alasan terjadinya penundaan pembagian harta warisan: (a) secara tradisi atas saran orang tua, (b) karena hasil musyawarah ahli waris,

Dengan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, maka orang tersebut tidak berhak atas harta warisan.Seseorang yang menolak warisan, dapat diminta untuk menerima warisan atas

secara jelas dalam pasal 173 tentang terhalangnya untuk menjadi ahli waris adalah perbedaan agama bukan berarti ahli waris beda agama mendapat bagian dari harta pewaris

Istilah-istilah dimaksud tentu saja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris itu sendiri yaitu, Waris, Warisan, Pewaris, Ahli waris, Mewarisi,7 Berdasarkan