PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk membentuk suatu sistem kekuasaan negara yang berdaulat oleh rakyat dan melalui permusyawaratan perwakilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, lembaga yang berwenang menyelenggarakan pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan Umum, disingkat KPU. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan hangat karena undang-undang ini mengatur sistem pemilihan umum serentak di Indonesia.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul : “Implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Dalam Penyelenggaraan Pemilu Serentak”. Upaya mengidentifikasi dan menganalisis pelanggaran penyelenggaraan pemilu serentak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Berbasis Hak Asasi Manusia.
Manfaat Penelitian
Orisinalitas
PKPU Nomor 32 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan PKPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilihan Umum Tahun 2019. Upaya mengatasi hambatan penyelenggaraan pemilu serentak, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Berbasis Hak Asasi Manusia. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Sistematika Penelitian
LANDASAN TEORI
Pengertian Implementasi
PKPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Tahapan, Program Dan Jadwal Pemilihan Umum Tahun 2019. Anggota Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Daerah. PKPU Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
PKPU no. 30 Tahun 2018 sehubungan dengan perubahan ketiga atas Peraturan KPU No. 14 Tahun 2018 tentang Penetapan Peserta Perseorangan Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sehubungan dengan kondisi tersebut, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan no. 14/PUU-XI/2013 tentang Pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2013), yang mengakibatkan adanya pemilihan umum serentak pada Pemilu 2019.
Pengertian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu 15
Pertarungan Kekuasaan Dalam Formulasi Kebijakan 33
Di sisi lain, pembuat kebijakan di parlemen adalah anggota partai politik yang tunduk pada arahan elit partai, sehingga dalam hal ini fraksi merupakan manifestasi dari partai politik di DPR. Selanjutnya, secara formal dalam pembentukan peraturan pemilu di DPR, institusionalisme akan menitikberatkan pada proses pembuatan kebijakan yang dapat digunakan untuk membantu menjelaskan fenomena politik yang dikenal dengan “kotak hitam” dalam sistem politik. Untuk menjelaskan bagaimana partai politik dapat menyalurkan kepentingannya dalam proses pembuatan kebijakan, maka perlu diperhatikan partai politik sebagai organisasi yang berbentuk lembaga formal.
Partai dapat mewakili satu arena dari proses kebijakan, merumuskan sebuah "pendekatan arena" untuk mempelajari proses pembuatan kebijakan, dan sebagai partai politik dianggap sebagai salah satu arena lainnya, seperti publik, parlemen, kabinet, birokrasi, dan kelompok penekan. . Selain itu, partai politik adalah organisasi modern yang kompleks, sehingga perspektif organisasi memungkinkan kita untuk melihat partai politik baik sebagai aktor kolektif maupun sebagai unit dan arena proses kebijakan yang menghubungkan masyarakat dan negara, atau sebagai organisasi khusus yang dibangun serupa seperti pemerintah. Konsep “wajah” tiga partai menekankan hubungan antara fraksi-fraksi di DPR sebagai institusi dan partai politik yang menjadi latar belakang para pelaku kebijakan, dimana keputusan di dalam partai-partai tersebut sangat ditentukan oleh elit.
Partai politik di sini adalah organisasi berdasarkan keanggotaan sukarela (anggota partai, aktivis dan juru kampanye), sebagai pemimpin partai dan birokrasi serta sebagai aktor pemerintah di berbagai tingkatan yang memiliki kekuatan politik. Pergeseran partai politik dari masyarakat sipil ke negara dan dominasi mereka di institusi publik menunjukkan semakin pentingnya partai politik dalam pembuatan kebijakan. Fakta ini tidak lain karena partai politik merupakan elemen yang jauh lebih kuat dari proses pembuatan kebijakan dari yang seharusnya.
Perlindungan hak asasi manusia merupakan landasan sistem politik demokrasi, yaitu menjamin hak dan kebebasan warga negara.
Teori Hukum Pembangunan
Yurisprudensi memperoleh fokus dan kedalaman ketika secara sadar mempertimbangkan implikasinya terhadap tindakan atau perencanaan kelembagaan. Menurut Nonet dan Zelnik, agar ilmu hukum lebih relevan dan hidup, harus ada reintegrasi antara teori hukum, teori politik dan teori sosial. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat diperlukan kepastian dalam hubungan antar manusia dalam masyarakat.
Kedua, bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak berarti bahwa hubungan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum, tetapi juga ditentukan oleh agama, asas kesusilaan, kesusilaan, adat istiadat, dan norma sosial lainnya. Ketiga, bahwa hukum dan kekuasaan memiliki hubungan timbal balik, dimana hukum membutuhkan kekuasaan untuk pelaksanaannya, karena tanpa kekuasaan, hukum merupakan aturan sosial yang hanya berisi proposisi. Secara populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah despotisme.
Keempat, bahwa hukum sebagai aturan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, bahkan bisa dikatakan demikian. Jadi bisa dikatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan yang hidup (The Living Law) dalam masyarakat, yang tentunya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Kelima, hukum sebagai alat pembaharuan sosial berarti bahwa hukum adalah alat untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat.
Penggunaan hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial harus sangat hati-hati agar tidak merugikan masyarakat, sehingga harus memperhatikan aspek antropologis sosiologis dan budaya masyarakat.
METODE PENELITIAN
- Pendekatan Penelitian
- Spesifikasi Penelitian
- Sumber Data Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Teknik Analisis Data
Dalam ketentuan pendelegasian yang diatur dalam redaksi Pasal 3 ayat (5), diberikan petunjuk yang mengatur bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD. dan DPRD. PKPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menentukan bahwa untuk penyelenggaraan Pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, KPU menetapkan Peraturan KPU dan Keputusan KPU. PKPU Nomor 29 Tahun 2018 terkait Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 24 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu.
PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan PKPU Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilu. PKPU Nomor 34 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan PKPU Nomor 24 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu. Laporan Akhir Riset Hibah Kompetitif Tahun Pertama: Merancang Pemilu Nasional Serentak Perspektif Hukum dan Politik.
Laporan Akhir Tahun Pertama Riset Hibah Kompetitif: Membingkai Pilkada Serentak dalam Perspektif Hukum dan Kebijakan. Ketiga, hak warga negara untuk memilih secara efektif dalam pemilihan umum serentak dikaitkan dengan pengeluaran waktu, tenaga, dan biaya. Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 16 Tahun 2009 tentang Petunjuk Tata Cara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengangkatan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
- Tentang Pemilihan Umum
- Peluang Dan Tantangan
Dalam bidang teori, konsep pemilu serentak merupakan kebijakan politik untuk menggabungkan penyelenggaraan pemilu legislatif dan eksekutif dalam satu hari pemungutan suara. Dalam konteks komparatif perkembangan sistem politik, konsep pemilu serentak hanya dikenal di negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun dalam praktiknya, menimbulkan perdebatan tajam terkait dengan pelaksanaan pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2019 dan pemilu-pemilu berikutnya sebagaimana tertuang dalam keputusan No. 14/PUU-XI/2013. 60 Hal ini menjadi kontraproduktif ketika hakim Mahkamah Konstitusi menilai bahwa pemilu serentak memiliki konstitusi yang sah.
Peluang terbesar untuk menyelenggarakan pemilu dengan menyelenggarakan pemilu serentak adalah efisiensi anggaran pemilu, karena pemilu tidak lagi diadakan berkali-kali. Sementara itu, tantangannya adalah mengubah sistem pemilu dari pemilu bergilir menjadi pemilu serentak membawa konsekuensi teknis yang signifikan bagi penyelenggaraan pemilu. Meski pilkada serentak, namun waktu penyelenggaraan pilkada lebih singkat dan penggunaan anggaran lebih efisien.
Pilkada serentak juga membutuhkan surat suara yang lebih banyak, serta waktu yang dibutuhkan pemilih untuk berada di bilik suara. Beberapa tantangan lain dalam penyelenggaraan pemilu serentak terkait penyederhanaan penyelenggaraan pemilu adalah perubahan sistem pemilu berdasarkan pemilu partai (sistem proporsional daftar tertutup) dan penyederhanaan sistem kepartaian. Segala kebijakan yang mendukung penyelenggaraan pemilu serentak akan terwujud jika penyelenggara pemilu menjalin kerja sama yang baik dengan DPR dan pemerintah.
Untuk meminimalisir kendala dalam pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2019, beberapa hal (upaya) yang dapat ditempuh adalah adanya undang-undang Pilkada serentak yang mengatur tentang garis-garis besar penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Pembahasan
- Implementasi UU Nomot 7 Tahun 2017
Masalah lain dengan format ini adalah bahwa pemilihan umum legislatif selalu mendahului pemilihan presiden, meskipun pada saat yang sama kita sepakat untuk memperkuat sistem presidensial. Pemilihan legislatif mendahului pemilihan presiden dalam skema presidensial jelas merupakan anomali, mengingat dalam sistem presidensial kekuasaan eksekutif dipisahkan dari legislatif. Terkait dengan Pemilihan Umum Anggota Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden), politik transaksional dapat terjadi 4 sampai 5 kali, yaitu: a) pada saat pencalonan calon anggota legislatif; b) pada saat mengusulkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden karena ketentuan Presidential Threshold;
Hal ini juga diperkuat dengan Pernyataan Tokoh Lintas Agama pada September 2012 yang menyebutkan dan mengkaitkan korupsi politik sebagai akibat dari sistem pemilihan umum saat ini. Untuk mengatasi berbagai hambatan dan pelanggaran tersebut, diperlukan solusi politik yang signifikan berupa formula atau format penyusunan rancangan pemilihan umum dengan hasil yang mampu menjamin efektifitas dan optimalisasi sistem presidensial dan peserta yang akuntabel. Namun, menurut pandangan sebagian kalangan, pemilihan umum serentak Mahkamah Konstitusi belum menjanjikan hasil pemilu yang dapat menjamin terciptanya pemerintahan yang stabil dan efisien, terutama dalam upaya penguatan sistem presidensial.
Pemilihan dalam konstitusi selanjutnya akan mengacu pada aspek penyelenggaraan pemilihan umum bersama dan/atau serentak. Konsekuensi dari pembatalan tersebut, mulai tahun 2019 dan tahun-tahun berikutnya, pemilihan umum nasional atau pemilihan anggota badan perwakilan dan pemilihan presiden dilaksanakan secara bersamaan. Kedua, hak warga negara untuk memilih secara cerdas dalam pemilihan umum serentak ini terkait dengan konsep political efficacy, di mana warga negara dapat menggunakan keyakinannya sendiri untuk memetakan check and balance pemerintahan presidensial.
Keempat, pemilu serentak akan mendorong partai politik untuk lebih berhati-hati dalam menentukan arah kaderisasinya, apakah menjadi legislator di level mana, atau presiden dan wakil presiden, dan calon kepala daerah yang akan datang. Pemilihan umum yang diselenggarakan pada waktu yang sama juga sering dibarengi dengan kesempatan untuk mengajukan alternatif pemimpin eksekutif. Kewenangan Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran pemilu harus diperkuat melalui.