• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN - UNDARIS Repository

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "HASIL PENELITIAN - UNDARIS Repository"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

Pasal yang membatasi usia perkawinan ini dinilai melanggar hak asasi manusia, khususnya bagi perempuan. Dalam perkembangannya, penetapan usia perkawinan memiliki kelebihan dan kekurangan karena adanya perbedaan cara pandang hukum terhadap masalah-masalah sosial pada semua lapisan masyarakat. Di sini pentingnya usia perkawinan diundangkan untuk melindungi kepentingan masyarakat secara komprehensif sebagai langkah tepat menuju permasalahan sosial.

Latar Belakang

Hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia menunjukkan bahwa tolok ukur kedewasaan adalah ketika seseorang dianggap mampu untuk menikah/kawin dengan alasan bahwa perkawinan adalah wadah bagi orang yang memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab. Jelas dari isi Pasal 50(1) UU Perkawinan bahwa usia perkawinan belum merupakan cerminan kedewasaan seseorang. Atas dasar itu, sudah saatnya kajian kritis terhadap penafsiran isi undang-undang, termasuk penentuan usia perkawinan berdasarkan hak asasi manusia dan hukum Islam.

Rumusan Masalah

Dengan demikian, akan terjadi reinterpretasi makna kedewasaan, sehingga dapat dirumuskan konstruksi konseptual yang ideal mengenai usia perkawinan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan hukum perkawinan Indonesia.

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Orisinalitas Penelitian

Kajian hukum Islam mengenai sanksi pidana bagi pelaku perkawinan anak menjadi topik utama tesis yang ditulis Sunendi. Tesis ini mengkaji praktik perkawinan di bawah umur dari sudut pandang hukum pidana di Indonesia tanpa memasukkan hak asasi manusia sebagai salah satu alat pembentukan hukum. Perkawinan anak adalah praktik perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang salah satu atau keduanya masih muda.

Abdi Koro, Perlindungan Anak Dibawah Umur Dalam Kawin Muda dan Nikah Siri, Bandung : P. Jika dikaitkan dengan masalah perkawinan di bawah umur dengan keluarga lain yang mengawinkannya, maka anak tersebut masih di bawah umur. Dengan ketentuan itu, undang-undang ini memberikan dispensasi bagi anak-anak untuk menikah di bawah umur.

UU Perkawinan disalahkan karena dituduh terlalu lunak terhadap perkawinan anak di bawah umur. Perkawinan di bawah umur dikhawatirkan akan membelenggu hak anak dan menghentikan harapan anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berprestasi. Sistem perwalian juga turut andil dalam terjadinya perkawinan di bawah umur terkait dengan rukun yang harus dipenuhi oleh calon mempelai.

Larangan perkahwinan kanak-kanak di bawah umur ini adalah hasil usaha memastikan perlindungan sebagai lanjutan daripada istilah al-maqasidal-shari'ah untuk pembangunan dan hak asasi manusia. Untuk mengelakkan kesan negatif, keputusan untuk berkahwin dengan kanak-kanak bawah umur mungkin wajar. Merujuk kepada undang-undang asal, perkahwinan di bawah umur adalah dibenarkan di sisi undang-undang Islam.

Perkawinan anak tidak akan menjadi halangan bagi seseorang untuk berkreasi, melanjutkan studi, bersosialisasi bahkan mengejar karir yang lebih tinggi. Sunendi, Sanksi Pidana Praktek Perkawinan Anak (Studi Hukum Islam dan Hukum Positif), Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Sistematika Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Perkawinan

Yang memerlukan persetujuan orang tua adalah laki-laki yang telah mencapai usia 19 tahun dan perempuan yang telah mencapai usia 16 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No. Perkawinan di bawah umur juga dapat dipaksakan, karena Undang-Undang Perkawinan masih memberikan kemungkinan terjadinya penyimpangan, yaitu pada alinea kedua Pasal 7 UU Perkawinan dengan pengecualian pengadilan bagi orang yang belum mencapai usia minimum. Artinya, jika perkawinan anak akan merugikan perlindungan dan kesejahteraan anak, maka perkawinan tersebut dapat dicegah atau dibatalkan.

Undang-undang Perkawinan mewajibkan perempuan berusia 16 tahun ke atas untuk menikah, sehingga kemungkinan perkawinan di bawah umur terbuka lebar dan berpotensi merugikan kesehatan perempuan. Agar pernikahan dapat berlangsung secara sah, maka harus memenuhi syarat-syarat pernikahan yang ditegaskan dalam Pasal 6 UU Perkawinan dan ditindaklanjuti dengan hukum Islam. Undang-undang ini juga tidak secara tegas menyebutkan batas minimal usia anak untuk melangsungkan perkawinan.

Syarat Perkawinan

Batasan Usia Anak

Anak adalah seseorang yang dalam hal anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Konvensi Hak-Hak Anak, yang disetujui oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1999, mendefinisikan anak sebagai setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali undang-undang yang berlaku terhadap anak telah mencapai kedewasaan. lebih cepat.20 Konvensi ini secara tegas menyebutkan batasan usia dalam kategori anak-anak, yaitu di bawah delapan belas tahun.

Hak Anak

Artinya, semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diterapkan pada setiap anak tanpa diskriminasi. 23 Tahun 2002, legalisasi hak anak diambil dari Konvensi Hak Anak dan norma hukum nasional. Hak atas perawatan kesehatan untuk anak-anak dalam hal apapun disebutkan dalam Pasal 24 dan 25 Konvensi Hak-Hak Anak.

Perkawinan Di bawah Umur

Ada hubungan antara jumlah keluarga besar dengan perkawinan di bawah umur Dengan beberapa kejadian perkawinan di bawah umur, rata-rata mereka yang anaknya menikah di bawah umur memiliki jumlah kerabat yang banyak. Faktor yang mendorong orang tua menikahkan anaknya di bawah umur atau di usia muda, karena tingkat pendidikan orang tua yang sangat rendah. Orang tua tidak menyadari bahwa perkawinan di bawah umur atau di usia muda sangat rentan untuk mempertahankan tujuan perkawinan karena belum dewasa sehingga perkawinan tersebut akan berakhir dengan perceraian, bahkan dalam aspek penduduk perempuan yang masih di bawah umur atau sudah menikah.

Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat hidup secara layak sebagai manusia. dalam kehidupan masyarakat 40 Hak Asasi Manusia bersifat umum (universal), karena diyakini bahwa berbagai hak dimiliki tanpa membedakan bangsa. , ras, agama atau jenis kelamin Dasar dari hak asasi manusia adalah bahwa setiap orang harus mempunyai kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada keberadaan suatu negara atau undang-undang, atau kekuasaan pemerintahan, bahkan mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki oleh manusia, bukan karena kemurahan hati atau pemberian dari pemerintah bukan, tapi karena datang. dari sumber yang lebih tinggi.. Pemikiran HAM Boedi Oetomo di wilayah hak kebebasan berserikat dan berekspresi Perhimpunan Indonesia lebih menekankan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. Sarekat Islam menekankan upaya untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial.

Indische Partij Pemikiran hak asasi manusia yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan mendapat perlakuan yang sama serta hak atas kebebasan. Pemikiran HAM pada masa awal kemerdekaan masih bertumpu pada hak kemerdekaan, hak kebebasan berserikat melalui organisasi politik yang didirikan dan hak kebebasan berekspresi, khususnya di parlemen Pemikiran HAM mendapatkan legitimasi. Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai jawaban atas penolakan Sukarno terhadap sistem demokrasi parlementer.Dalam sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasaan terpusat dan berada di tangan presiden. Infrastruktur Politik Mengenai hak asasi manusia terjadi perampasan hak asasi manusia, yaitu hak sipil dan hak politik.

44 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengelolaan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Bandung: Yayasan Hak Asasi Manusia, 2001, hal. MPRS XIV/MPRS 1966 melalui Komisi Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak serta Kewajiban Warga Negara. Mengenai masalah perkawinan, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 memberikan konsep sederhana tentang keluarga Pasal 16 ayat (3) UDHR menyatakan bahwa keluarga adalah satu kesatuan.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia, Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menjamin warga negara untuk berkeluarga dan meneruskan keturunannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1) Setiap orang berhak untuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Hukum Islam

  • Sumber Hukum Islam
  • Maqasid al-Syariah

Pada umumnya sumber hukum Islam yang utama adalah Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dari sumber utama tersebut. Padahal, meski secara umum, ayat-ayat Alquran bukannya tanpa hukum, ada beberapa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hal ini membawa konsekuensi logis bahwa al-Qur'an memuat hukum-hukum tertentu yang mengatur hidup dan kehidupan manusia.

Dalam ghalibnya, al-Quran tidak terlepas daripada hukum-hukum yang mengandungi adab dan ahlak yang terpuji. Kebijaksanaan al-Quran dalam menetapkan undang-undang menggunakan prinsip (a) memberi keselesaan dan tidak menyusahkan, (b) mengurangkan keperluan, (c) beransur-ansur dalam penerapan undang-undang, (d) mengikut kehendak manusia. kebajikan. b) Sunnah. Masih banyak lagi nas-nas lain, baik ayat-ayat Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi, yang serupa dengan yang dikemukakan di atas.

Dan Kami turunkan Al-Qur'an kepadamu agar kamu menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." Misalnya, puasa Ramadhan diawali dengan terbitnya fajar shadiq, baik Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jelaskan juga hal ini, misalnya Mujmalnya Al-Qur'an tentang perintah shalat, sunnahlah yang menjelaskan tata cara shalat.

Secara definisi, maqasid Syariah ialah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan syariat Islam.Tujuan ini dapat dikesan dalam ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai alasan.

METODE PENELITIAN

  • Pendekatan Penelitian
  • Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Analisis Data

Dalam UU Perkawinan juga terdapat pengabaian ketentuan batas usia perkawinan yang dapat dimintakan kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua/wali. Pasal tersebut di atas tidak secara tegas melarang perkawinan anak di bawah umur dengan pengecualian dengan persetujuan hakim atau pejabat yang berwenang. Pasal ini jelas bertentangan dengan Pasal 1(1) Undang-Undang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak berusia di bawah 18 tahun.

Dengan adanya batasan usia tersebut, UU Perkawinan bermaksud untuk memanipulasi atau membatasi jumlah perkawinan yang akan berdampak pada pertumbuhan penduduk. Meskipun perkawinan di bawah usia sah semula diperbolehkan oleh hukum Islam, namun tidak berarti bahwa perkawinan itu boleh secara mutlak bagi semua wanita dalam segala keadaan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Perkawinan, maka ketentuan usia perkawinan dalam KUHPerdata tidak berlaku lagi.

Memang ada perbedaan jangka waktu yang panjang antara penyusunan dan pengesahan UU Perkawinan dengan UU Perlindungan Anak. Dalam hal ini perbedaan waktu yang lama antara pembuatan dan pengesahan UU Perkawinan dengan UU Perlindungan Anak dapat dijadikan analisis disesuaikan dengan perkembangan terkini, terutama dalam pasal-pasal yang dapat menjadi celah hukum bagi anak di bawah umur. pernikahan. Perkawinan di bawah umur yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian ibu harus diatur dengan memperhatikan usia perkawinan (PUP) bagi remaja di perkotaan dan pedesaan.

Penentuan umur perkahwinan seperti yang termaktub dalam Undang-undang Perkahwinan sebenarnya berdasarkan kaedah meslahatul-murselah iaitu meslahah yang secara terang-terangan tidak mempunyai satu dalil pun untuk menerima atau menolaknya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ketentuan Usia Perkawinan dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Implementasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam Dalam

Referensi

Dokumen terkait