• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Kerja Duduk, Masa Kerja, dan Durasi Bekerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Kerajinan Sarung Tenun Samarinda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Sikap Kerja Duduk, Masa Kerja, dan Durasi Bekerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Kerajinan Sarung Tenun Samarinda"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

22 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra tenun sarung Samarinda yang terletak di sebuah kampung Bugis bernama kampung masjid Baqa, di Kecamatan Samarinda Sebrang. Untuk penelitian ini, sebanyak 65 pekerja dari sentra kerajinan sarung tenun Samrinda diikutsertakan dalam sampel, dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 65 pekerja.

Pada penelitian ini, pengambilan data menggunakan lembar kuesioner sebagai alat ukur yang berisi tentanng karakteristik responden, kuesioner sikap kerja duduk, kuesioner masa kerja dan durasi bekerja, kuesioner sikap, dan kuesioner keluhan MSDS.

3.1.2 Analisis Univariat

Pada analisis univariat berisi distribusi frekuensi terkait karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sikap kerja duduk, masa kerja, dan durasi bekerja, keluahan MSDs.

a. Karakteristik responden dikategorikan berdasarkan

(2)

Usia,jenis kelamin, dan tingkat pendidikan

Tabel 3.1 Gambaran karakteristik responden kategori berdasarkan usia

Berdasarkan tabel kategori usia 3.1 usia responden di atas di peroleh data berupa jumlah individu terbanyak berada pada kategori usia dewasa (19-44 tahun) sebanyak 28 orang atau 43,1% dari total sampel.

Sedangkan jumlah individu terendah adalah pada kategori usia lanjut usia (≥60 tahun), yaitu sebanyak 10 orang yang mewakili 15,4% dari total sampel.

Tabel 3. 2 Gambaran karakteristik responden berdasarkan kategori jenis kelamin

Berdasarkan tabel kategori jenis kelamin 3.2 jenis kelamin responden di atas diperoleh 65 orang perempuan dengan presentase 100%.

Kategori Usia

Frekuensi (F) Presentase (%)

Dewasa (19-44 Tahun)

28 43,1

Pra Lansia (45-59)

27 41,5

Lansia

(≥ 60 Tahun) 10 15,4

Total 65 100

Jenis Kelamin Frekuensi (F) Presentase (%)

Laki-laki 0 0

Perempuan 65 100

Total 65 100

(3)

Tabel 3. 3 Gambaran karakteristik responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan

Berdasarkan tabel kategori tingkat pendidikan 3.3 tingkat pendidik responden di atas di peroleh data berupa tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA sebanyak 29 orang dengan presentase sebanyak (44,6%) dan terendah adalah SD sebanyak 13 orang dengan presentase (20,0%)

b. Independent sikap kerja duduk

Tabel 3. 4 Gambaran kategori tingkat sikap kerja duduk responden

Berdasarkan tabel kategori tingkat resiko sikap kerja duduk 3.4 tingkat resiko sikap kerja duduk responden di atas diperoleh data sikap kerja duduk responden dengan berjumlah 41 responden dengan presentase (63,1%) untuk responden yang mengalami tingkat resiko tinggi dan 24 responden dengan (36,9%) untuk responden yang

Tingkat Pendidikan Frekuensi (F) Presentase (%)

SD 13 20,0

SMP 23 35,4

SMA 29 44,6

Total 65 100

Sikap Kerja Duduk Frekuensi (F) Presentase (%)

Sedang 24 36,9

Tinggi 41 63,1

Total 65 100

(4)

mengalami tingkat resiko sedang.

c. Independent masa kerja

Tabel 3. 5 Gambaran kategori masa kerja

Berdasarkan table kategori masa kerja 3.5 kategori masa kerja responden di atas diperoleh data masa kerja untuk kategori masa kerja Lama responden dengan berjumlah 54 responden dengan presentase(83,1%) untuk kategori Baru responden dengan berjumlah 3 responden dengan presentase (4,6%), untuk kategori Sedang dengan berjumlah 8 responden dengan presentase (12,3).

d. Durasi bekerja

Tabel 3. 6 Gambaran kategori durasi bekerja

Berdasarkan tabel kategori durasi bekerja 3.6 kategori durasi bekerja di atas diperoleh data durasi bekerja untuk kategori jam kerja efektif responden

Kategori Masa Kerja Frekuensi (F) Presentase (%)

Baru 3 4,6

Sedang 8 12,3

Lama 54 83,1

Total 65 100

Katagori Durasi Bekerja Frekuensi (F) Presentase (%) (≤40 jam/minggu): Jam kerja

efektif

32 49,2

(>40 jam/minggu): Jam kerja tidak efektif

33 50,8

Total 65 100

(5)

dengan berjumlah 32 responden dengan presentase (49,2%) untuk kategori jam kerja tidak efektif responden dengan berjumlah 33 responden dengan presentase (50,8%).

e. Keluhan MSDs

Tabel 3. 7 Gambaran kategori tingkat keluhan MSDs

Berdasarkan tabel kategori tingkat keluhan MSDs 3.7 kategori keluhan MSDs di atas diperoleh data keluhan MSDs dengan berjumlah total 65 peserta. Diantaranya, 16 peserta dengan persentase (24,6%) mengalami risiko tinggi mengalami keluhan MSDs, dan 49 peserta dengan persentase (75,4%) mengalami risiko sedang.

3.1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan signifikan antara variabel dependent dan variabel independent melalui uji chi-square.

a. Hubungan antara kategori resiko sikap kerja duduk dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja kerajinan sarung tanun samarinda.

Tingkat Keluhan MSDS Frekuensi (F) Presentase (%)

Sedang 49 75,4

Tinggi 16 24,6

Total 65 100

(6)

Tabel 3. 8 Hasil uji analisi chi-square kategori sikap kerja duduk dan keluhan MSDs

Sikap Kerja Duduk

Keluhan MSDs

Total P

Value Sedang Tinggi

N % N % N %

Sedang 14 58,3 10 47,1 24 100,0

0,032

Tinggi 35 85,4 6 14,6 41 100,0

Total 49 75,4 16 24,6 65 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diperoleh hasil uji Chi- Square dengan total responden sebanyak 65, Dari responden yang menunjukkan sikap kerja sedang dan mengalami keluhan MSDs pada tingkat risiko sedang, terdapat 14 peserta, yang merupakan (58,3%) dari total.

Selain itu, terdapat 10 responden dengan sikap kerja sedang yang mengalami keluhan MSDs pada tingkat risiko tinggi, yang merupakan (41,7%) dari sampel. Di sisi lain, 35 peserta dengan sikap kerja tinggi mengalami keluhan MSDs pada tingkat risiko sedang, terhitung (85,4%) responden. Terakhir, 6 orang dengan sikap kerja tinggi mengalami keluhan MSDs pada tingkat risiko tinggi, yang merupakan (14,6%) dari total peserta.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value (0,032) < 0,05. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja duduk dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pengrajin sarung tanun Samarinda.

b. Hubungan kategori masa kerja dengan keluhan

(7)

musculoskeletal disorders pada pekerja kerajinan sarung tanun samarinda.

Tabel 3. 9 Hasil uji chi-square kategori masa kerja dan MSDs Kategori

Masa Kerja

Keluhan MSDs

Total P Value Sedang Tinggi

N % N % N %

Baru 3 6,1 0 0,0 3 4,6

0,386

Sedang 7 14,3 1 6,3 8 12,3

Lama 39 79,6 15 93,8 54 83,1 Total 49 75,4 16 24,6 65 100,0

Pada tabel di atas diperoleh hasil uji Chi-Square dengan total responden sebanyak 65, Peserta yang masuk dalam kategori (Masa kerja baru) dan mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat resiko sedang) berjumlah 3 responden atau (6,1%) dari total keseluruhan. Tak satu pun responden dalam kategori (Masa kerja baru) melaporkan mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat risiko tinggi), yang merupakan (0,0%) dari sampel.

Dalam kategori (Masa kerja sedaang) 7 responden mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat resiko sedang), yang mewakili (14,3%) peserta. Hanya 1 Peserta dalam kategori (masa kerja sedang) yang mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat resiko tinggi), yang merupakan (6,3%) dari sampel.

Di antara peserta dengan (Masa kerja lama), 39 orang mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat resiko sendang), yang merupakan (79,6%) dari total responden.

(8)

Untuk kategori (Masa kerja lama), 15 peserta mengalami keluhan MSDs pada (Tingkat resiko tinggi), terhitung (93,8%) dari sampel.

Hasil uji Chi-Square Test menunjukkan nilai p-value (0,386) > 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja pengrajin sarung tanun Samarinda.

c. Hubungan antara kategori durasi bekerja dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja kerajinan sarung tanun samarinda.

Tabel 3. 10 Hasil uji chi-square kategori durasi bekerja dan MSDs

Kategori Durasi Bekerja

Keluhan MSDs

Total P

Value Sedang Tinggi

N % N % N %

(≤40 Jam/ Minggu) : Jam

Kerja Efektif 28 87,5 4 12,5 32 100,0

0,052 (>40 Jam/Minggu) : Jam

Kerja Tidak Efektif 21 63,6 12 36,4 33 100,0

Total 49 75,4 16 24,6 65 100,0

Pada tabel di atas diperoleh hasil uji Chi-Square dengan total responden sebanyak 65, responden dengan kategori durasi bekerja untuk (Jam Kerja Efektif) mengalami keluhan msds dengan (Tingkat Resiko Sedang) sebanyak 28 responden dengan presentase (87,5%), responden dengan kategori durasi bekerja untuk

(9)

(Jam Kerja Efektif) dan mengalami keluhan msds dengan (Tingkat Resiko Tinggi) sebanyak 4 responden dengan presentase (12,5%), responden dengan kategori durasi bekerja untuk (Jam Kerja Tidak Efektif) dan mengalami keluhan msds dengan (Tingkat Resiko Sedang) sebanyak 21 responden dengan presentase (63,6%), responden dengan kategori durasi bekerja untuk (Jam Kerja Tidak Efektif) dan mengalami keluhan msds dengan (Tingkat Resiko Tinggi) sebanyak 12 responden dengan presentase (36,4%).

Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value (0,052) < 0,05 dengan nilai Odd Ratio (OR) sebesar 4,000 yang artinya pekerja penenun sarung tenun samarinda berpeluang 4x mengalami keluhan MSDs.

Sehingga dapat di simpulkan bahwa terdapat korelasi penting antara durasi kerja dan kejadian gangguan muskuloskeletal pada pekerja pengrajin sarung tenun Samarinda.

(10)

3.2 Pembahasan

3.2.1 Analisis Univariat a. Data Umum

1) Usia

Pada penelitian ini diperoleh dari kategori usia, mayoritas pekerja dalam penelitian ini yaitu kelompok usia dewasa dari 19-44 tahun, dan kelompok minoritasi usia lansia ≥ 60 tahun. Seiring bertambahnya usia individu, kondisi fisik dan daya tahan tubuhnya cenderung menurun. Umumnya, orang yang berusia di atas 35 tahun dapat mengalami berbagai keluhan akibat proses alami ini.

Ini terutama karena, dengan bertambahnya usia, kekuatan dan daya tahan otot menurun, yang menyebabkan peningkatan risiko keluhan terkait otot. (Tarwaka, 2015).

Usia menunjukkan hubungan yang kuat dengan keluhan yang berkaitan dengan otot rangka, terutama pada otot bahu dan leher. Keluhan pertama dapat diarasakan saat memasuki usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan menigkat seiring dengan bertambahnya usia (B. A. Putri, 2019). Hal ini terjadi secara alamiah namun tidak menutupi kemungkinan

(11)

pekerja dengan usia muda mengalami keluhan MSDs. (Ramayanti & Koesyanto, 2021)

Pada penelitian (Aprianto et al., 2021) menyebutkan pada dasarnya keluhan sistem musculoskeletal dapat dirasakan pada usia kerja, yaitu rentang usia 25 hingga 65 tahun.

2) Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui semua responden berjenis kelamin perempuan. Dari hasil kelompok jenis kelamin yang di peroleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rika et al., 2022) yang dilakukan di Desa Ternate Kabupaten Alor berdasarkan data yang diperoleh, semua responden berjenis kelamin perempuan.

Berbagai studi penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa jenis kelamin secara signifikan memengaruhi tingkat risiko keluhan otot.

Pengamatan ini dapat dikaitkan dengan faktor fisiologis, di mana wanita umumnya memiliki kemampuan otot yang lebih rendah dibandingkan pria. (Astrand & Rodahl (1977) dalam Tarwaka,

(12)

2015)

Telah dijelaskan Menurut penelitian oleh (Betti’e at al. (1989) dalam Tarwaka, 2015) ditemukan bahwa kekuatan otot wanita kurang lebih dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga pria memiliki daya tahan otot yang lebih besar daripada wanita. Data dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita adalah sekitar 60%

dari kekuatan otot pria. terutama untuk otot lengan, punggung, dan kaki. Akibatnya, ketika mengalokasikan beban kerja, penting untuk mempertimbangkan gender.

3) Tingkat Pendidikan

Dari hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat diketahui tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA dan terendah adalah SD.

Pada penelitian (Balaputra, 2020) diperoleh p value > 0,05 tingkat pendidikan dengan keluhan MSDs yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan seseorang terhadap kejadian MSDs. Akibatnya, sangat penting untuk memberikan intervensi yang ditargetkan untuk meningkatkan

(13)

pemahaman responden tentang konsep dan prinsip ergonomis, yang bertujuan untuk mencegah masalah kesehatan dan mengurangi faktor risiko yang ada.

Melalui pelatihan dan pendidikan, karyawan dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang lingkungan kerja mereka, memberdayakan mereka untuk melakukan penyesuaian dan modifikasi yang diperlukan, sehingga mengurangi kemungkinan penyakit akibat kerja.

Pengamatan ini sejalan dengan studi yang dilakukan pada ilmuwan laboratorium medis di Nigeria, yang menunjukkan bahwa kualifikasi pendidikan tidak secara signifikan mempengaruhi kesadaran ergonomi dan, secara keseluruhan, tidak mempengaruhi kejadian gangguan muskuloskeletal.

(MSDs) (Oladeindeet al.,2015 di dalam Balaputra, 2020)

b. Variabel Penelitian / Analisis Univariat 1) Sikap Kerja Duduk

Pada data responden di atas diperoleh data sikap kerja duduk pada pengrajin sarung tenun samarinda sebanyak 41 responden mengalami tingkat resiko tinggi, dan 24 responden mengalami

(14)

tingkat resiko sedang.

Hasil yang di peroleh dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Made Melvin Risma Putra et al., 2022) didapatkan hasil responden yang memiliki sikap kerja dalam kategori risiko tinggi yakni sebanyak 14 responden, dan 12 responden memiliki sikap kerja pada kategori risiko sedang.

2) Masa Kerja

Pada data responden di atas diperoleh data masa kerja terhadap 65 responden sebanyak 54 responden untuk kategori baru hingga sedang dan 11 responden dengan kategori lama.

Hasil yang di peroleh dalam studi ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Kahfi & Karmila, 2016) dalam penelitiannya, mereka meneliti 76 responden dan mengumpulkan data masa kerja, menemukan bahwa 2 orang termasuk dalam masa kerja baru, sedangkan 74 orang adalah bagian dari masa kerja lama.

Masa kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan lamanya seseorang bekerja.

Akibatnya, gangguan muskuloskeletal (MSDs)

(15)

adalah kondisi kronis yang membutuhkan waktu yang signifikan untuk berkembang dan bermanifestasi. Oleh karena itu, semakin lama seseorang bekerja, semakin tinggi risiko mereka mengalami MSDs. Faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya gangguan muskuloskeletal adalah masa kerja, terutama pada pekerjaan yang melibatkan kerja fisik yang cukup besar, seperti yang dikemukakan (Masita et al., 2016).

3) Durasi Bekerja

Pada data responden di atas diperoleh data durasi bekerja terhadap 65 responden pengrajin sarung tenun samarinda yang bekerja (≤40 jam/minggu): Jam kerja efektif berjumlah 32 responden untuk kategori (>40 jam/minggu): jam kerja tidak efektif berjumlah 33 responden.

Durasi bekerja merupakan faktor terjadinya keluhan MSDs. Risiko mengalami MSDs dapat dipengaruhi oleh lamanya masa kerja. Seiring bertambahnya durasi kerja, kemungkinan mengembangkan MSD juga meningkat. Durasi kerja dihubungkan dengan kondisi fisik tubuh pekerja.

Terlibat dalam tugas yang menuntut fisik dapat

(16)

berdampak pada berbagai aspek tubuh, termasuk otot, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, dan banyak lagi. Pekerjaan terus menerus yang berkepanjangan tanpa istirahat dapat menyebabkan penurunan kapasitas tubuh, berpotensi mengakibatkan nyeri tungkai. (Masita et al., 2016).

4) MSDs

Berdasarkan data responden yang telah disebutkan sebelumnya, informasi keluhan MSDs dikumpulkan dari pengrajin sarung tenun Samarinda.

Diantaranya, 16 responden melaporkan mengalami keluhan MSDS risiko tinggi, 33 responden melaporkan risiko sedang, dan 16 responden melaporkan keluhan MSDS risiko rendah.

Hasil dari data di atas keluhan MSDS pada pengrajin sarung tenun samarinda terbanyak diperoleh oleh tingkat resiko sedang, dari jumlah kasus tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hanif, 2020) yang dilakukan pada pekerja angkat angkut UD Maju Makmur Kota Surabaya berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan 13 responden dengan tingkat keluhan MSDS sedang dengan total 20 responden.

(17)

Menurut penelitian dari (Tatik Wildasari, 2023) pekerja yang mengalami keluhan MSDs dengan kategori umur ≥35 tahun berjumlah 27 orang dengan jumlah pekerja 42 orang.

3.2.2 Analisis Bivariat

a. Hubungan antara kategori sikap kerja duduk dengan keluhan MSDs

Diterimanya hipotesis alternatif (Ha) pada Uji Chi- Square menunjukkan bahwa ada korelasi/hubungan yang signifikan antara sikap kerja duduk dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pengrajin sarung tenun Samarinda.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya, menurut (Krismayani & Muliawan, 2021) Studi ini menemukan korelasi antara sikap kerja dan keluhan MSD, menyoroti bahwa sikap kerja responden terutama ditandai oleh gerakan statis atau dinamis yang berulang dan berkepanjangan selama kegiatan menenun.

Sejumlah besar responden menunjukkan sikap kerja yang tidak ergonomis, seperti membungkuk pada sudut ≥30o dan ≥20o saat melakukan tugas menganyam. Selama penelitian, diamati bahwa responden dengan risiko tinggi sikap kerja punggung non-ergonomis melaporkan insiden

(18)

keluhan MSDs yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berisiko rendah terhadap postur tersebut.

Posisi punggung tindakan yang salah, seperti membungkuk, menyebabkan pergeseran tulang belakang ke arah depan tubuh, yang mengakibatkan kontraksi otot punggung. Selain itu, otot-otot di perut dan bagian depan tubuh mengalami gerakan dan fleksi, menyebabkan rasa tidak nyaman di punggung dan sekitarnya. Selain itu, otot punggung mengerahkan upaya yang signifikan untuk menopang beban pada tungkai atas selama bekerja., menyebabkan beban kerja yang signifikan pada daerah pinggang dan meningkatkan kemungkinan nyeri otot di punggung bawah, yang selanjutnya dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya, menurut (Faisal et al., 2022) bahwa ada hubungan sikap kerja dengan keluhan MSDs, faktor yang dapat menyebabkan keluhan MSDs postur kerja yang salah dan seringnya melakukan aktivitas dengan gerakan berulang, seperti membungkuk, mengangkat, dan membawa beban, dapat menyebabkan gangguan otot rangka atau muskuloskeletal pada pekerja. Gangguan ini seringkali disebabkan oleh pengulangan tugas, postur

(19)

tubuh yang tidak wajar, atau peregangan otot yang berlebihan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Balaputra, 2020) Hubungan sikap kerja dengan MSDs diperoleh nilai OR sebesaar 4,95 yang berarti responden yang duduk Individu dengan sikap kerja yang tidak ergonomis menghadapi risiko empat kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan atau komplikasi MSDs.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Dyah Wulan Sumekar RW, 2010) Hubungan posisi duduk atau sikap kerja duduk dengan MSDs diperoleh nilai Exp(B) sebesaar 15,481 yang berarti responden yang duduk dengan sikap kerja yang tidak baik mempunyai resiko 15 kali lebih besar terjadinya nyeri punggung dibanding responden dengan responden yang duduk dengan sikap kerja baik.

b. Hubungan antara kategori masa kerja dengan keluhan MSDs

Diterimanya hipotesis nol (Ho) pada uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi/ hubungan yang signifikan/bermakna antara masa kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja pengrajin

(20)

sarung tanun Samarinda.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya, menurut (K. E. Putri & Ardi, 2020) Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi/hubungan yang bermakna antara MSDs dan masa kerja. Ketiadaan hubungan ini dapat dikaitkan dengan efek positif dari adaptasi kerja, yang menyebabkan berkurangnya ketegangan dan peningkatan aktivitas atau prestasi kerja. Responden dalam penelitian ini beradaptasi dengan pekerjaannya dan tidak mengungkapkan keluhan yang berarti tentang ketidaknyamanan yang biasa mereka alami. Mereka terbiasa bekerja sebagai penjahit, membuat mereka percaya bahwa keluhan apapun pada akhirnya akan mereda dengan sendirinya. Meski mengalami beberapa keluhan, responden tetap menikmati pekerjaannya.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Husna & Utami, 2023) menjelaskan bahwa Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan MSDs pada responden dikarenakan proses adaptasi dalam bekerja responden yang berpengaruh positif yaitu dapat menurunkan ketegangan dan dapat meningkatkan aktivitas dan kinerja kerja, dan

(21)

masa kerja yang lama membuat responden beradaptasi dengan lingkungan kerjanya serta mengetahui bahaya dan resiko dari pekerjaannya.

Penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (SETYANTI, 2022) pada tahun 2022. Temuan penelitian Setyanti juga menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi/hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan MSDs. Kemiripan kedua penelitian tersebut terletak pada jumlah sampel yang terbatas pada penelitian Setyanti, dimana masa kerja responden paling lama lebih dari 37 bulan yaitu sebanyak 44 orang. Selain itu, 19 responden memiliki masa kerja antara 13 hingga 36 bulan, sementara 7 responden telah bekerja selama 0 hingga 12 bulan. Selain itu, jenis pekerjaan yang dilakukan responden pada kedua penelitian tersebut tidak melibatkan aktivitas fisik tingkat tinggi, dan beban kerja selama bekerja tidak melebihi 5 kg.

c. Hubungan antara kategori durasi bekerja dengan keluhan MSDs

Diterimanya hipotesis alternatif (Ha) pada uji Chi- Square menunjukkan adanya korelasi/hubungan yang bermakna antara durasi bekerja dengan keluhan

(22)

musculoskeletal disorders pada pekerja pengrajin sarung tanun Samarinda.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dimana menurut (Badriyyah et al., 2021) Temuan penelitian ini mengungkapkan korelasi yang signifikan antara durasi kerja dan MSDs. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa risiko meningkat seiring dengan bertambahnya durasi pekerjaan seseorang. yang dihadapinya, antara lain kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit, dan masa pemulihan yang lebih lama. Untuk mengurangi risiko Musculoskeletal Disorders pada penenun songket Pandai Sikek, maka penting untuk menjaga keseimbangan antara waktu kerja dan waktu istirahat.

Selanjutnya, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh(Dyah Wulan Sumekar RW, 2010). Penelitian mereka menemukan nilai Exp(B) sebesar 18,497, yang menunjukkan bahwa duduk dalam waktu lama dikaitkan dengan risiko sakit punggung 18 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang duduk dalam waktu yang lebih singkat. Hasil penelitian Dyah Wulan Sumekar RW juga mendukung anggapan bahwa Posisi kerja seseorang berdampak pada hubungan

(23)

antara durasi kerja dan MSDs melibatkan duduk lama saat bekerja, dan masing-masing akan berpengaruh terhadap nyeri punggung dan merupakan faktor resiko. Gabungan keduanya meningkatkan pengaruh dan resiko terhadap nyeri punggung.

Peneliti menyadari keterbatasan penelitian dan kekurangan, antara lain, terkendala atas konsentrasi responden saat menjawab pertanyaan pada kuesioner yang dipengaruhi oleh aktivitas menenun dan untuk mengurangi keterbatasan ini penelitian dilakukan pada saat pekerja sudah beristirahat atau telah menyelesaikan pekerjaanya. Penelitian ini juga membutuhkan waktu yang lama dikarenakan ada sebagian responden yang tidak sedang berada di lokasi, sehingga harus menunggu untuk proses penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Kepribadian Ekstraversi Dan Kesepian Dengan Kecenderungan Nomophobia Pada Remaja.. Jurnal