HUBUNGAN ASI EKSKLUSIF DENGAN RESIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-24 BULAN DI DESA SUKAMULYA WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KARANGTENGAH
KABUPATENCIANJUR
Nurwafa Hafitasari, Ida suryani, Liste Zulhijwati Wulan, Yeti Hernawati, Oktarina Sri Iriani
Sarjana Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung Nurwafa Hafitasari Email: [email protected]
Sarjana Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung Ida Suryani Email: [email protected]
Sarjana Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung :Liste Zuhijwati Wuan Email: [email protected]
Sarjana Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung Yeti hernawati Email: [email protected]
Sarjana Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung Oktarina Sri Iriani Email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the relationship between exclusive breastfeeding and the risk of stunting in toddlers aged 12-24 months in Sukamulya Village in 2023. Jenis penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yaitu 75 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan uji chi square. didapatkan balita usia 12-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 64 responden (85,3%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 11 responden (14,7%). In the description of stunting toddlers in children aged 12-24 months, 72 respondents (96%) were categorized as not stunted, while 3 respondents (4%) were in the stunting category. It was found that 0 respondents (0%) were stunted for toddlers who received exclusive breastfeeding and 64 respondents (85.3%) did not experience stunting, while 3 respondents (4%) who did not get exclusive breastfeeding experienced stunting and did not stunting as many as 8 respondents (10.7%). In this study, the p-value was 0.002. If the value <
α (0.05) means there is a significant relationship between exclusive breastfeeding and stunting.
Keywords : Exclusive breastfeeding, stunting.
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Hubungan Asi Eksklusif Dengan Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan di Desa Sukamulya tahun 2023. Jenis penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yaitu 75 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan uji chi square. didapatkan balita usia 12-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 64 responden (85,3%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 11 responden (14,7%). gambaran balita stunting pada anak usia 12-24 bulan didapatkan balita usia 12-24 bulan dengan kategori tidak stunting sebanyak 72 responden (96%) sedangkan balita yang kategori stunting sebanyak 3 responden (4%). didapatkan bahwa balita yang mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 0 responden (0%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 64 responden (85,3%), sedangkan balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 3 responden (4%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (10,7%).
Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,002. Bila value < α (0,05) berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
Kata kunci : ASI Eksklusif, Stunting.
I. PENDAHUL UAN
Pada saat ini Indonesia harus menghadapi masalah yaitu. Beban Ganda Masalah Gizi‟ (Double Burden of Malnutrition).
Berbagai indikator pembangunan gizi menunjukkan bahwa Indonesia mengalami masalah yang cukup serius dalam status gizi seperti stunting, wasting dan underweight pada balita, serta kegemukan atau obesitas. Namun, beragam upaya yang telah dilakukan belum mampu menurunkan permasalahan gizi ini secara signifikan
1.
Stunting atau kerdil adalah suatu kondisi yang mana anak lebih pendek. Pada kondisi ini anak mempunyai panjang atau tinggi badan yang kurang apabila dibandingkan dengan umur. Ukuran dari kondisi ini diukur menggunakan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median pertumbuhan anak dari World Health Organization2 kejadian stunting pada usia tersebut3. Masa dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis yang memerlukan asupan zat gizi yang seimbang dan masa ini berlangsung sangat singkat serta tidak dapat diulang lagi, sehingga masa baduta disebut sebagai “masa emas” atau window of opportunity 4.
Stunting merupakan masalah yang harus ditangani secara serius karena anak yang berusia di bawah dua tahun yang mengalami stunting memiliki tingkat kecerdasan yang tidak optimal dan anak lebih rentan mengalami penyakit infeksi di masa mendatang.
Dari data 2020 balita stunting di dunia yang tertinggi berasal Asia (53%) kemudian diikuti oleh Afrika (41%).
Proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan yaitu 30,7% kemudian di posisi kedua Asia Tenggara sebesar 27,4%,
sedangkan proporsi paling sedikit di Asia Timur yaitu 4,9%.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebanyak 30,8% balita yang mengalami stunting dengan persentase pendek sebanyak 11,5% dan sangat pendek sebanyak 19,3%. Pada baduta sebanyak 29,9% yang mengalami stunting dengan persentase pendek 17,1% dan persentase sangat pendek 12,8% 7.
Menurut hasil EPPGBM pada bulan Mei 2023 Data Stunting yang ada di Puskesmas Karangtengah usia 0-59 bulan sebanyak 82 orang dengan persentase 1.46 % dari jumlah balita keseuruhan diwilayah kerja UPTD Puskesmas Karangtengah, sedangkan jumlah balita yang Stunting di Desa sukamulya 0-59 bulan sebanyak 6 orang dengan Persentase 1.41 %
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Asi Eksklusif Dengan Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan di Desa Sukamulya Wilayah
Kerja Uptd Puskesmas
KarangtengahKabupaten Cianjur”
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana Hubungan Asi Eksklusif Dengan Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan?
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Asi Eksklusif Dengan Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan di Desa Sukamulya tahun 2023
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Stunting
Stunting merupakan suatu keadaan di mana tinggi badan seseorang menjadi lebih pendek di bandingkan
dengan tinggi badan individu lain yang seusianya 11.
Stunting terjadi pada anak yang mengalami gagal tumbuh yang diakibatkan karena kekurangan gizi kronik sehingga memberikan dampak pendek untuk anak yang seusianya. Kekurangan gizi kronik ini disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang dalam jangka waktu cukup lama sehingga menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak 14
Menurut World Health Organization (2014) dalam Global Nutrition Targets 2025, stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan. Anak-anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar di bawah median standar pertumbuhan anak WHO. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) (2020), stunting adalah anak balita yang hasil pengukuran panjang badan atau tinggi badan menurut umur didapatkan hasil nilai z-skornya adalah - 3 SD s.d. <- 2 SD maka dikategorikan pendek (stunted) kemudian bila hasilnya adalah <-3 SD maka dikategorikan sangat pendek (severely stunted).
1. Proses Terjadinya Stunting
Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang mengalami kurang gizi dan anemia. Ibu yang hamil selama masa remajanya juga meningkatkan resiko terjadinya stunting karena ibu yang masih dalam masa pertumbuhan.
Kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra
Uterine Growth Retardation) dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Bayi yang lahir dengan kondisi BBLR disertai inisiasi menyusu dini (IMD) yang rendah dapat memicu rendahnya pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
23. IMD memberikan kesempatan kepada bayi untuk mencari dan mengisap puting susu pada satu jam pertama pasca bayi lahir.
Saat bayi mengisap puting susu, ujung saraf sensorik akan terstimulasi sehingga timbul potensial aksi yang diteruskan ke hipotalamus.
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi karena mengandung semua nutrien dalam perbandingan ideal dan mengandung daya kekebalan tubuh. ASI juga mengandung banyak hormon yang berperan untuk metabolisme dan pertumbuhan, salah satunya adalah insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Komponen tersebut akan ditransfer pada bayi ketika menyusu 25. Definisi ASI Eksklusif
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam suatu protein, laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu. Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang bergizi dan berkalori tinggi yang mudah untuk dicerna. ASI memiliki kandungan yang membantu penyerapan nutrisi, membantu perkembangan dan pertumbuhan juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi, anti peradangan dan melindungi bayi dari berbagai penyakit37.
ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan atau 180 hari setelah dilahirkan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain disebut ASI eksklusif. Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia mengubah rekomendasinya dari 4 bulan menjadi 6 bulan karena United Nation
Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak diberi ASI minimal 6 bulan dan selanjutnya diberi makanan pendamping setelah anak berusia 6 bulan. Pemberian ASI kemudian dilanjutkan hingga anak
berumur dua tahun 38.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI dari ibu terhadap bayinya yang diberikan tanpa minuman atau makanan tambahan lainnya termasuk air putih atau vitamin lainnya (Widuri, 2013). Pemberian ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi SI saja selama 6 bulan tanpa makanan tambahan baik itu berupa cairan seperti madu, susu formula, air teh dan air putih, maupun makanan padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, bubur nasi, tim, biskuit, dan lain sebagainya21.
III. METODOOGI PENEITIAN Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud
52.
Hipotesis
Hipotesis penelian adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari pernyataan penellitian yaitu Hubungan Asi Eksklusif Dengan Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan Di Desa Sukamulya tahun 2023
Rancangan Penelitian jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif menggunakan
rancangan penelitian observasional analitik korelatif dengan desain penelitian case control. Besar sampel yaitu 75 orang
1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamulya Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.
Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita 12-24 bulan sebanyak 75 sasaran yang berada pada lokasi penelitian yaitu di Desa Sukamulya Kecamatan Karangtengah kabupaten Cianjur.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau sebagain dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi. Pada penelitian ini dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan semua sampel yang ada atau jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian yaitu 75 ibu yang memiliki balita Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh data, maka metode pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang paling penting dalam suatu penelitian. Peneliti yang melakukan penelitian tidak akan mendapatkan data yang diinginkan jika tidak mengetahui metode dalam pengumpulan data18.
IV. HASIL DAN PEBAHASAN
Table 4.1 Distribusi frekuensi Gambaran riwayat Pemberian asi Esklusif pada anak usia
12-24 bulan
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan balita usia 12-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 64 responden (85,3%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 11 responden (14,7%).
Table 4.2 Distribusi frekuensi gambaran balita stuntng pada anak usia 12-24 bulan
PB/U N %
Tidak Stunting
72 96
Stunting 3 4
Total 75 100
Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan balita usia 12-24 bulan dengan kategori tidak stunting sebanyak 72 responden (96%) sedangkan balita yang kategori stunting sebanyak 3 responden (4%).
Table 4.3 Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-24 bulan di Desa Sukamulya Kecamatan Karangtengah.
Berdasarkan tabulasi tabel 4.3 didapatkan bahwa balita yang mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 0 responden (0%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 64 responden (85,3%), sedangkan balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 3 responden (4%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (10,7%).
Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,002. Bila value < α (0,05) berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
PEBAHASAN A. Pembahasan
1. Distribusi frekuensi gambaran riwayat pemberian asi esklusif pada anak usia 12- 24 bulan di Desa Sukamulya Kecamatan Karangtengah
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan balita usia 12-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 64 responden (85,3%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 11 responden (14,7%).
2. Distribusi frekuensi gambaran balita stunting pada anak usia 12-24 bulan di Desa Sukamulya Wilayah kerja UPTD Puskesmas Karangtengah Kabupaten Cianjur
Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan balita usia 12-24 bulan dengan kategori tidak stunting sebanyak 72 responden (96%) sedangkan balita yang kategori stunting sebanyak 3 responden (4%).
3. Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-24 bulan di Desa Sukamulya Wilayah kerja UPTD Puskesmas Karangtengah Cianjur ASI
Eksklusif
F %
Sesuai 64 85,
3 Tidak Sesuai 11 14, 7
Total 75 10
0
Parameter (Asi Eklusif)
Stunting
Total p-
value
Ya Tidak
n % n % n %
0,002 Sesuai - - 64 85,3 64 85,3
Tidak Sesuai
3 4 8 10,7 11 14,7
Total 3 4 72 96 75 100
Berdasarkan tabulasi tabel 4.3 didapatkan bahwa balita yang mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 0 responden (0%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 64 responden (85,3%), sedangkan balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 3 responden (4%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (10,7%).
Pada penelitian ini didapatkan p- value 0,002. Bila value < α (0,05) berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Balita usia 12-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 64 responden (85,3%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 11 responden (14,7%). ASI sebagian besar terdiri atas air (87,5%), Dapat disimpulkan bahwa ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dalam pertumbuhan bayi dan ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,virus, parasit dan jamur, serta ASI meningkatkan kecerdasan dalam proses perkembangan otak
2. Balita usia 12-24 bulan dengan kategori tidak stunting sebanyak 72 responden (96%) sedangkan balita yang kategori stunting sebanyak 3 responden (4%).
Dapat dilihat bahwa masih ada balita usia 12- 24 bulan mengalami stunting atau gagal tumbuh yang diakibatkan karena kekurangan gizi kronik, sehingga memberikan dampak pendek untuk anak yang seusianya.
Kekurangan gizi kronik ini disebabkan oleh
asupan nutrisi yang kurang dalam jangka waktu cukup lama sehingga menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan, yaitu dengan hasil balita yang mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 0 responden (0%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 64 responden (85,3%), sedangkan balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 3 responden (4%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (10,7%). Pada penelitian ini didapatkan p-value
(0,05) berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan agar tenaga kesehatan dapat melakukan kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan intervensi gizi spesifik yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita.
Serta tenaga kesehatan selalu memberikan edukasi kepada ibu yang memiliki bayi untuk selalu memberikan ASI eksklusif, supaya ibu mengetahui pentingnya ASI eksklusif.
2. Bagi lokasi penelitian
Diharapkan agar rutin dalam memperbaharui data jumlah balita di setiap bulannya.
Memberikan pembelajaran bagi kader posyandu dalam mengukur tinggi badan dengan baik dan benar karena pada beberapa balita ditemukan tinggi badan balita yang berbeda dengan data dan saat dilakukan pengukuran langsung. Setelah melakukan pengukuran, sebaiknya kader posyandu atau tim Puskesmas yang turun langsung ke rumah balita menentukan status gizi balita tersebut sehingga perlu memberikan edukasi
kepada kader posyandu mengenai cara menghitung status gizi balita dan menentukan balita yang stunting. Setelah mengetahui status gizi balita, apabila ditemukan balita yang status gizinya kurang atau mengalami stunting maka dilakukan intervensi seperti memberikan edukasi kepada ibu terkait praktik pemberian makanan yang baik dan benar serta pemberian suplemen makanan agar gizi balita dapat terpenuhi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih baik, diharapkan peneliti selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian tentang ASI eksklusif dengan kejadian stunting Pada balita usia 12-24 bulan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Nurul Aisyah Sudirman. (2022).
Hubungan Asi Eksklusif Dan Mp-Asi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-24 Bulan.
2. Cahniago, S. R. R. (2020) Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dan MP- ASI Dini dengan Kejadian Stunting pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara. Universitas Sumatera Utara.
3. Azmy, U. and Mundiastuti, L. (2018) „ Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stuntingdan Non- Stunting di Kabupaten Bangkalan‟, Amerta Nutrition, 2(3), pp.292–
298.doi:10.20473/amnt.v2.i3.2018.292- 298.
4. Damayanti,R.A, Muniroh,L,F. (2016)„
Perbedaan Tingkat Kecukupan Zat Gizi 81 Dan Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Pada Balita Stunting Dan Non Stunting‟, Media Gizi Indonesia, 11(1),pp.61–69.
5. Anisa, P. (2015). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan Kalibiru Depok. Jakarta:
Universitas Indonesia.
6. Sitti Utami Endang Azhar, nurfadillah (2019) Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
7. Indonesia, M. K. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Standar Antropometri Anak. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
8. Agung, P. (2016, July 30). UNICEF Ungkap Peran ASI Sebagai Antibodi Pertama Bagi Bayi. Retrieved from UNICEF Ungkap Peran ASI Sebagai Antibodi Pertama Bagi Bayi:
https://tirto.id/unicef-ungkap-peran-asi- sebagai-antibodi-pertama-bagi-bayi- bwse
9. Ayu, I. (2017). Inisiasi Menyusui Dini
& ASI Eksklusif. Yogyakarta: Darul Hikmah.
10. Dwi, S. (2016). Komposisi ASI Eksklusif. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
11. Fitria, I. S. (2018). A To Z ASI Dan Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda.
12. Nasar, S. S. (2019). Makanan Pendamping ASI . Jakarta: Detik.com.
13. RI, K. K. (2018). Pemberian Makan Bayi dan Anak . Jakarta: Direktorat Bina Gizi
14. Sri, W. (2019). Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mpasi) Dini Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Usia 24-36 Bulan Terhadap Kejadian Stunting Di Puskesmas Ikur Koto Kota Padang. Diploma Thesis.
Padang: Universitas Andalas.
15. Hanum, N. H. (2019) „Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Riwayat Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan‟,
AmertaNutrition,3(2), pp. 78–84.
doi:10.2473/amnt.v3i2.2019.78-84 16. Nurkomala, S. (2017) Praktik
Pemberian MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 6-24 Bulan. Universitas Diponegoro
17. Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta.
18. Sugiyono, 2017 Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung.
ALFABETA.
19. Notoatmodjo. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rinela Cipta. Jakarta.
20. Kementerian Kesehatan RI.
Pemantauan Status Gizi Tahun 2017.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Jakarta : 2018.
21. Damayanti, R. A., Muniroh, L., &
Farapti. (2016). Perbedaan Tingkat Kecukupan Gizi dan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Pada Balita Stunting dan Non Stunting. Media Gizi Indonesia, 11(1), 61–69
22. Prihutama, N. Y., Rahmadi, F. A., &
Hardaningsih, G. (2018). Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 1419–1430.