• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN EXERCISE INDUCED ASTHMA (EIA) DENGAN DERAJAT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA UPTD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN EXERCISE INDUCED ASTHMA (EIA) DENGAN DERAJAT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA UPTD "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN EXERCISE INDUCED ASTHMA (EIA) DENGAN DERAJAT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA UPTD

PUSKESMAS BABAKAN SARI KOTA BANDUNG

Abstrak

Wisnu Setiawan1, Irma Nur Amalia2, Dicky Firman3 Program Studi Sarjana Keperawatan Stikes Dharma Husada Bandung

Email : Wisnukustiwan@gmail.com

Asma adalah suatu penyakit heterogen, yaitu berupa suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala berupa mengi, rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada faktor pencetus yang muncul. Menurut data (GINA) pada tahun 2021 asma masih menjadi penyakit pernapasan kronik yang umum dimana prevalensi asma mempengaruhi 1- 18% populasi dari berbagai negara. Sedangkan World Health Organization (WHO) menerangkan bahwa pada tahun 2019 terdapat 262 juta orang dengan asma dimana angka kematiannya mencapai 461.000 jiwa di tingkat global. Salah satu faktor pemicu serangan asma yang paling mungkin terjadi yaitu Aktivitas fisik . Serangan asma terjadi karena kegiatan jasmani (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi setelah olahraga atau aktifitas fisik. Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan Exercise Induced Asthma (EIA) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung. Metode penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling responden sebanyak 68 responden.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner Baecke Physical Activity Scale untuk meneliti aktivitas fisik dan Lembar observasi derajat asma untuk meneliti terkait derajat asma. Metode analisa data yang digunakan yaitu uji spearman rank. Hasil analisis didapatkan sebagian responden sebanyak 37 orang (54,4%) memiliki aktivitas fisik yang ringan dan sebagian besar responden sebanyak 36 orang (52,9%) mengalami tingkat drajat asma dengan kategori sedang. Hasil uji spearman rank didapatkan nilai r 0,448 dan nilai P-value 0.000 < 0.05 maka H1 diterima.

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung. Dari penelitian ini diharapkan responden dapat mengatur tingkat aktivitas fisik untuk mencegah terjadinya peningkatan drajat asma dengan cara merubah kebiasaan pola hidup.

Kata kunci:

Aktivitas Fisik, Exercise Induced Asthma, Derajat Asma

(2)

PENDAHULUAN

Global Initiative for asthma (GINA) 2021, menjelaskan bahwa asma adalah suatu penyakit heterogen, dan biasanya ditandai dengan adanya peradangan pada saluran napas kronis. Hal ini ditentukan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak nafas, dada sesak dan batuk yang sangat lama dan dalam intesitas, bersama dengan kondisi keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi. Asma dapat diartikan juga sebagai penyakit kronis yang tidak menular, berupa suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala berupa mengi, rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada faktor pencetus yang muncul (Kemenkes RI, 2018).Menurut data (GINA) pada tahun 2021 asma masih menjadi penyakit pernapasan kronik yang umum dimana prevalensi asma mempengaruhi 1-18% populasi dari berbagai negara. Sedangkan World Health Organization (WHO) menerangkan bahwa pada tahun 2019 terdapat 262 juta orang dengan asma dimana angka kematiannya mencapai 461.000 jiwa di tingkat global (Kemenkes RI, 2018).

Penyakit asma di Indonesia pada tahun 2018 berjumlah 1.017.290 orang, dimana asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Secara nasional, hal ini tergambar dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari berbag ai provinsi di Indonesia pada tahun 2018. Terdapat sembilan provinsi dengan prevalensi asma tertinggi, dengan Jawa Barat di urutan pertama, diikuti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdas, 2018).

Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Lampung 1,6%, diikuti Provinsi Riau dan Bengkulu 2%, dan Provinsi Jawa Tengah 4,3%

(Sutrisna & Rahmadani, 2022). Kemenkes RI (2018) melaporkan prevalensi asma di Jawa Barat pada tahun 2022 terdapat 186.809 kasus (2,8%), dengan prevelensi kasus penyakit asma di Kota Bandung pun terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jumlah penemuan kasus asma pada tahun 2018 terdapat sebanyak 6.953 kasus, tahun 2019 sebanyak 9.680 kasus, dan tahun 2020 kembali meningkat menjadi 10.711 kasus (Erlina et al., 2020).

Menurut Depkes RI (2020) kekambuhan asma merupakan suatu keadaan asma yang sifatnya hilang timbul dimana kadang tanpa gejala dan dengan gejala baik ringan bahkan berat yang dapat mengancam nyawa. Asma tidak dapat disembuhkan, walaupun sembuh hanya gejalanya saja yang dapat hilang. Akan tetapi, dengan penanganan yang tepat asma dapat terkontrol dengan baik. Sehingga, kualitas hidup pasien dapat terjaga. Untuk mengontrol gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa merawat penyakitnya, dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut (Atmaja dkk, 2021).

Asma diklasifikasikan menurut gambaran klinis umum. Keparahan asma ditentukan menurut kriteria GINA, diklasifikasikan menjadi asma ringan (asma episodik dan persisten ringan), asma sedang (asma persisten sedang) dan asma berat (asma persisten berat). Gejala asma dinilai berdasarkan jumlah batuk per hari, kesulitan tidur malam, aktivitas sehari- hari, frekuensi mengi, dan frekuensi penggunaan obat pereda nyeri (Kemenkes RI, 2018). Asma memiliki dampak yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Gejala asma dapat menimbulkan komplikasi yang menurunkan produktivitas kerja dan kualitas hidup (Irwanti, 2022), Asma berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat karena asma dapat menimbulkan masalah seperti tagihan berobat, berdampak pada keluarga dan lingkungan, mengurangi produktivitas karena absen dari pekerjaan atau sekolah, dan dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup, yang dapat membatasi kualitas hidup. Asma dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu dari faktor eksternal (environmental factor) dan internal (host factor).

faktor eksternal meliputi infeksi virus di saluran nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat- obatan, dan perubahan suhu terkait perubahan musim atau kondisi geografis lainya, sedangkan Faktor internal terdiri dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik, (Djamil et al., 2020). Faktor pencetus asma terdiri dari faktor pencetus alergenik dan non- alergenik. Faktor pencetus alergenik berupa tungau debu rumah dan makanan tertentu. Faktor pencetus non- alergenik berupa polusi udara (asap rokok), perubahan cuaca, latihan fisik (exercise), emosional, biasanya lebih banyak terdapat pada pasien dewasa. Penelitian C.H. Chiang et al di Asthmatic Clinic of the Pulmonary Division of Tri- service General Hospital Taipei mendapatkan faktor pencetus serangan asma berupa polusi udara (asap rokok) pada 52,7% pasien, perubahan cuaca pada 76,5% pasien, latihan fisik (exercise) pada 75,2%

(3)

pasien, faktor emosional pada 58,8% pasien, dan influenza pada 59,6% pasien. Hasil penelitian Sy.

D. Q et al di Dalat Vietnam didapatkan faktor pencetus asma berupa debu sebesar 15,8% pasien (Herdi, 2021). Aktivitas fisik merupakan salah satu pemicu serangan asma yang paling mungkin terjadi. Eksaserbasi asma yang dipicu oleh olahraga (exercise-induced asthma/EIA) terjadi setelah berolahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat, dan jarang terjadi dalam beberapa jam setelah berolahraga (Atmaja et al., 2021).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh NI KADEK (2020) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan derajat asma. Dilihat dari hasil penelitian tersebut maka dapat diartikan terdapat hubungan yang kuat antara aktivitas fisik dengan derajat serangan asma dan semakin berat aktivitas yang dilakukan maka semakin berat derajat serangan1 asma yang dialami. Adapun penelitian ini sejalan dengan penelitian Rio Wijayanto (2020) menunjukan hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kontrol asma (Rio Wijayanto, 2020). Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan/aktivitasyang menyebabkan peningkatan penggunaan energi atau kalori oleh tubuh.

Aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari dapat dikategorikan ke dalam pekerjaan, olahraga, kegiatan dalam rumah tangga ataupun kegiatan lainnya (Ariyanto et al., 2020), Kriteria aktivitas fisik terdiri dari aktif dan kurang aktif. Aktivitas fisik “aktif” adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat maupun sedang atau keduanya, sedangkan yang merupakan kriteria aktivitas fisik “kurang aktif” adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat. Adapun prilaku sedentari yaitu kegiatan duduk atau berbaring dalam sehari-hari misalnya di rumah (menonton TV, bermain game, dll) (Agustina, 2022).

Hasil studi pendahulan yang peneliti lakukan di UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung, diperoleh prevalensi data pasien dengan penyakit asma di bulan Februari 2023 berjumlah 217 kasus. Kemudian hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien asma bronkial, didapatkan data 16 pasien

mengalami serangan asma setelah melakukan

aktivitas fisik, dimana terdapat sepuluh orang diantaranya mengatakan bahwa serangan asma terjadi jika aktivitas yang dilakukan dalam waktu cukup lama sampai mengalami kelelahan, seperti berlari dan berjalan jauh. Ketiga jenis kegiatan aktivitas tersebut termasuk dalam kategori aktivitas berat. Sedangkan enam orang lainnya mengatakan bahwa asma muncul tiba-tiba meskipun sedang melakukan aktivitas sedang seperti belajar, menyapu, dan berjalan. Dari enam orang tersebut disebabkan oleh faktor pencetus lainnya yaitu allergen dan olahraga. Melihat hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan oleh peneliti, diperoleh fenomena adanya pasien Puskesmas 10 mengalami serangan asma yang disebabkan oleh aktivitas. Hal ini menjadi latar belakang bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.

METODE PENELITIAN

deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling responden sebanyak 68 orang.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner yaitu Baecke Physical Activity Scale untuk meneliti aktivitas fisik dan Lembar observasi derajat asma untuk meneliti terkait derajat asma. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara. Penelitian ini menggunakan analisa data secara univariat dan bivariat. Analisis univariat dalam penelitian ini akan menganalisis aktivitas fisik dan derajat asma pada pasien asma di Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung. Analisis Bivariat dalam penelitian ini data yang dihasilkan mempunyai skala ordinal, maka analisa data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah uji statistik Rank Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

Tabel 1. Analisis Karakteristik Responden

a.Jenis Kelamin

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin

Karakteristik F %

Jenis Kelamin

Laki-laki 30 44,1

Perempuan 38 55,9

Jumlah 68 100

(4)

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil frekuensi jenis kelamin responden didapatkan hasil frekuensi laki-laki sebanyak 30 orang (44,1%), dan perempuan sebanyak 38 orang (55,9%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur

Karakteristik F %

Usia

Remaja 10 14,7

Dewasa 20 29,4

Lansia 38 55,9

Jumlah 68 100

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil frekuemsi umur responden usia remaja sebanyak 10 orang (14,7%), usia dewasa sebanyak 20 orang (29,4%), dan usia lansia sebanyak 38 orang (55,9%).

Tabel 3

Aktivitas Fisik (Exercise Induced Asthma/EIA)

Aktivitas Fisik F %

Ringan 37 54,4

Sedang 22 32,4

Berat 9 13,2

Jumlah 68 100.0

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil distribusi frekuensi aktivitas fisik didapatkan hasil “Ringan” sebanyak 37 orang (54,4%), kategori “sedang” sebanyak 22 orang (32,4%), dan kategori “berat” sebanyak 9 orang (13,2%).

Tabel 4.4 Derajat Asma

Derajat Asma F %

Ringan 19 27,9

Sedang 36 52,9

Berat 13 19,1

Jumlah 68 100.0

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil distribusi frekuensi derajat asma dengan kategori “Ringan” sebanyak 19 orang (27,9%), kategori “Sedang” sebanyak 36 orang (52,9%), dan kategori berat sebanyak 13 orang (19,1%).

Tabel 4 hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung

Berdasarkan tabelmenunjukan hasil uji spearman rank diketahui P-value 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung, serta didapatkan nilai koefisien korelasi (r hitung) sebesar 0.448 yang artinya tingkat korelasi hubungannya kuat dengan nilai kepercayaan 95%

dan arah variabel nya positif.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden a) Usia

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil frekuemsi umur responden terbanyak yaitu usia lansia sebanyak 38 orang (55,9%) dan usia paling sedikit yaitu usia usia remaja sebanyak 10 orang (14,7%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (lange p et al, 2018) yang menyatakan bahwa penyakit asma bronkial lebih sering terjadi pada lansia yaitu 55,8%. dikarenakan adanya perkembangan dan perubahan yang sangat cepat yang dapat mempengaruhi hipotalamus dan mengakibatkan produksi kortisol menurun yang berhubungan dengan adanya kelainan inflamasi yang dapat menimbulkan penyempitan bronkus menimbulkan serangan asma bronkial (Putra et al., 2018).

Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Enggar Municha saecari dewi dalam jurnal (Selvia dkk, 2022) mengatakan adanya hubungan antara usia dengan derajat asma, bahwa aktivitas sehari-hari lansia memiliki hubungan tehadap terjadinya derajat serangan asma yang dialami oleh lansia sehingga lansia harus mengetahui kemampuan dirinya dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-harinya agar tidak menyebabkan derajat asma yang berat.

b) Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jenis kelamin menunjukan jumlah responden dengan

Tabel 4.5 hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat

asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.

Aktivitas Fisik

Derajat Asma Jumlah

R CI 95%

P- Value Ringan Sedang Berat

F % F % F % F %

Ringan 16 23,5 16 23,5 5 7,4 2 54,4

0,448 0,000 Sedang 3 4,4 19 27,9 0 0 30 32,4

Berat 0 0 1 1,5 8 11,8 1 13,2

Jumlah 19 27,9 36 52,9 13 19,1 33 100

(5)

jenis kelamin terbanyak yaitu jenis kelamin sebanyak perempuan sebanyak 38 orang (55,9%) sedangkan jumlah terkecil yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (44,1%). Menurut Khadir dkk (2019) jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor risiko dimana pada kriteria laki- laki usia muda lebih rentan terkena penyakit asma dibandingkan pada kelompok perempuan, tetapi pada kelompok usia dewasa risiko terkena asma sama besar antara laki-laki dan perempuan, sedangkan pada usia 40 tahun asma pada perempuan lebih tinggi. Asma pada usia lanjut sering kali lebih parah, hal ini disebabkan karena terjadinya penyempitan pada saluran napas, sehingga dapat menyebabkan asma semakin parah (Khaidir dkk, 2019)

Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Kurnia dkk (2019), Pada perempuan rentan mengalami stress dan perubahan kadar hormon.

Fluktuasi hormon pada perempuan seperti hormone estrogen dan progesteron berpengaruh pada sel yang memicu terjadinya proses inflamasi dan kemudian terjadi peningkatan kadar mediator inflamasi sehingga terjadi reaksi inflamasi pada mukosa hidung dan saluran pernapasan bawah.

Perubahan hormon juga dipicu oleh keadaan stress. Keadaan stress menimbulkan kecemasan dan depresi yang dapat berpengaruh terhadap kadar hormon dalam tubuh. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan sistem imun sehingga tubuh mengalami peningkatan respon terhadap alergen yang ada di lingkungan yang dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi pada saluran napas (Kurnia dkk, 2019)

2. Aktivitas Fisik Pada Pasien Asma Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil distribusi frekuensi aktivitas fisik terbanyak dengan kategori “Ringan” sebanyak 37 orang (54,4%), dan yang paling sedikit yaitu kategori berat sebanyak 9 orang (13,2%). Dalam kegiatan aktivitas fisik yang paling banyak dilakukan oleh responden yaitu aktivitas fisik waktu senggang dengan jumlah 395,46 dan yang paling terendah yaitu aktivitas fisik pekerjaan dengan jumlah 314,2. Hal ini sejalan dengan penilitian Marlin Sutrisna dkk (2020) Aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan berupa usaha, pekerjaan, kekuatan dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan. Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas atau olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah

selesai aktivitas tersebut. Selain olahraga dan latihan, kegiatan pekerjaan dapat mencetuskan serangan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marlin Sutrisna dkk. Diperoleh Hasil sebagian besar dari responden 59,1% mengalami derajat asma persisten ringan, hampir sebagian dari responden 47,7% memiliki aktivitas, sebagian dari responden 47,7% memiliki aktivitas sedang. Ada hubungan antara aktivitas (p value=0,000) dengan derajat asma (Marlin Sutrisna dkk, 2022) 3. Derajat Asma Pada Pasien Asma Di

Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi didapatkan hasil distribusi frekuensi derajat asma terbanyak yaitu kategori “Sedang”

sebanyak 36 orang (52,9%), dan kategori berat sebanyak 13 orang (19,1%). Asma adalah penyakit kronis dengan angka kejadian yang terus meningkat dari tahun ke tahun. asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. Derajat asma terdiri dari, persisten ringan, persistem sedang dan persisten berat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Selvia dkk. Diperoleh Hasil sebagian besar dari responden 59,1% mengalami derajat asma persisten ringan, hampir sebagian dari responden 47,7% memiliki aktivitas, sebagian dari responden 47,7% memiliki aktivitas sedang. Ada hubungan antara aktivitas (p value=0,000) dengan derajat asma (Selvia & Wahyuni, 2022).

4. Hubungan Exercise Induced Asthma (Eia) Dengan Derajat Asma Bronkial Pada Pasien Asma Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung Berdasarkan hasil analisa bivariat yang telah dilakukan menunjukan hasil uji spearman rank diketahui P-value 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung, serta didapatkan nilai koefisien korelasi (r hitung) sebesar 0.448 yang artinya tingkat korelasi hubungannya kuat dengan nilai kepercayaan 95%

dan arah variabel nya positif.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh (sutrisna, 2020) menunjukan bahwa Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai (p value=0,000) lebih kecil dari nilai probalitas yang ditetapkan (p value

<0,05) pada alfa 5% maka hipotesis nol (Ho)

(6)

ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian terdapat hubungan antara aktifitas dengan derajat asma di Rumah sakit Rafflesia Kota Bengkulu

Kemudian, penelitian Enggar Municha Saecari Dewi (2014) hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas sehari-hari dengan derajat serangan asma pada lansia di Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember. Hasil analisis data dalam penelitian ini didapatkan hasil nilai pvalue 0,006 maka dapat disimpulkan bahwa nilai p value 0,006< α=0,05.

Hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa aktivitas sehari-hari pada lansia memiliki hubungan terhadap terjadinya derajat serangan asma yang dialami oleh lansia sehingga lansia harus mengetahui kemampuan dirinya dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-harinya agar tidak mengakibatkan derajat serangan asma yang lebih berat yang dapat dialami oleh lansia.

Nilai Odd Ratio (OR) sebesar 18,000 maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas sehari-hari akan dapat memiliki peluang 18 kali terjadinya serangan asma pada lansia.

Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu C (2013) menunjukkan bahwa uji Spearman Rho didapatkan nilai p value 0,000 yang menunjukkan hubungan faktor aktivitas fisik dengan derajat serangan asma, dimana nilai 0,000 lebih kecil dari 0,005. Faktor-faktor pencetus derajat serangan asma menentukan tingkat serangan asma pada penderita asma itu sendiri.

Dengan seringnya penderita terpapar dengan pencetus-pencetus tersebut maka serangan asma penderita akan sering terjadi berulang, dari hasil penelitian faktor yang lebih dominan adalah faktor aktivitas fisik.

Beberapa hasil penelitian diatas membuktikan teori yang mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga. Asma dapat disebabkan dieksaserbasi/diperburuk selama latihan fisik yang disebut exercise-induced asthma (EIA). Tipe EIA ini terjadi setelah melakukan latihan tetapi tidak selama melakukan latihan, seperti jogging, aerobik, berjalan cepat dan menaiki tangga (Lewis, et al. 2007).

KESIMPULAN

Berdasarkan kesimpulan mengenai hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung hasil uji spearman rank diketahui P-value 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan exercise induced asthma (eia) dengan derajat asma bronkial pada pasien asma di wilayah kerja UPTD Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung, serta didapatkan nilai koefisien korelasi (r hitung) sebesar 0.448 yang artinya tingkat korelasi hubungannya kuat dengan nilai kepercayaan 95% dan arah variabel nya positif.

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M., Alawiyah, T., Apriansyah, G., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2022). Survey Design: Cross Sectional dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains Dan Komputer, 3(01), 31–39.

https://doi.org/10.47709/jpsk.v3i01.1955 Aderibigbe. (2018). hubungan aktivitas fisik.

Energies, 6(1), 1–8.

http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/11 20700020921110%0Ahttps://doi.org/10.101 6/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/1 0.1016/j.arth.2018.03.044%0Ahttps://reader .elsevier.com/reader/sd/pii/S106345842030 0078?token=C039B8B13922A2079230DC 9AF11A333E295FCD8

Agustina, N. (2022). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. In Kementerian

Kesehatan RI.

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/37 2/bahaya-perokok-pasif

ANNET, N., & Naranjo, J. (2014). faktor aktivitas fisik. Applied Microbiology and Biotechnology, 85(1), 2071–2079.

Ariyanto, A., Puspitasari, N., & Utami, D. N.

(2020). AKTIVITAS FISIK TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA LANSIA Physical Activity To Quality Of Life In The Elderly. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, XIII(2), 145–151.

Atmaja, P. M. Y. R., Budaya Astra, I. K., &

Suwiwa, I. G. (2021). Aktivitas Fisik Serta Pola Hidup Sehat Masyarakat Sebagai Upaya Menjaga Kesehatan pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Keolahragaan Undiksha, 9(2), 128.

https://doi.org/10.23887/jiku.v9i2.31409 Cahayani, M. D., Rahayu, U., Adistie, F., &

Nurhidayah, I. (2016). Faktor Resiko Osteoporosis Pada Remaja Di Sma Negeri Jatinangor. Jurnal Keperawatan, 3(1), 19–

35.

(7)

Chasana, N. (2019). ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN

DEWASA ASMA BRONKIAL DENGAN

MASALAH KEPERAWATAN

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN

JALAN NAFAS Di Ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 5–

24.

Dharmayanti, I., Hapsari, D., & Azhar, K. (2015).

Asma pada anak Indonesia: Penyebab dan Pencetus. Kesmas: National Public Health

Journal, 9(4), 320.

https://doi.org/10.21109/kesmas.v9i4.738 Djamil, A., Hermawan, N. S. A., Febriani, F., &

Arisandi, W. (2020). Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Asma pada Pasien Dewasa. Wellness And Healthy

Magazine, 2(1), 29–40.

https://doi.org/10.30604/well.48212020 Erlina, L., Wibisono, D. S., Diah, S., Dwidasmara,

K., & Tursini, Y. (2020). PASIEN ASMA BRONCHIAL Relationship of Anxiety to Asthma Control in Bronchial Asthma Patients. Jurnal Riset Kesehatan, 12(2), 388–394.

https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v12i2.

1777

Fauziah, F., & Karhab, R. S. (2019). Pelatihan Pengolahan Data Menggunakan Aplikasi SPSS Pada Mahasiswa. Jurnal Pengabdian Untuk Kesejahteraan Umat, 1(2), 129–136.

HARDINA, S., . S., & WULANDARI, D. (2019).

Pengaruh Konsumsi Air Hangat Terhadap Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019. Journal of Nursing and Public

Health, 7(2), 77–86.

https://doi.org/10.37676/jnph.v7i2.901 Irwanti, Y. (2022). Karya tulis ilmiah asuhan

keperawatan pada pasien dengan asma bronkial di ruang rawat inap raflesia rsud curup tahun 2022.

Kemenkes RI. (2018).

Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentan g_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf (p.

34).

Litanto, A., & Kartini, K. (2020). Kekambuhan asma pada perempuan dan berbagai faktor yang memengaruhinya. Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 4(2), 79–86.

https://doi.org/10.18051/jbiomedkes.2021.v 4.79-86

Manese, M., Bidjuni, H., & Rompas, S. (2021).

(Dosen PSIK FK Unsrat, Indonesia). Jurnal Keperawatan, 9(2), 33–39.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan Notoatmodjo S, editor. In Jakarta: PT. Rineka Cipta (pp. 139–142).

Nurhadi, J., & Fatahillah. (2020). Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Tingkat Aktivitas Fisik Pada Masyarakat Komplek Pratama, Kelurahan Medan Tembung.

Jurnal Health Sains, 1(5), 294–298.

https://doi.org/10.46799/jhs.v1i5.52

Pendukung, J. (2020). Jurnal Pendukung. In Kaos GL Dergisi (Vol. 8, Issue 75, pp. 147–154).

https://doi.org/10.1016/j.jnc.2020.125798%

0Ahttps://doi.org/10.1016/j.smr.2020.02.00 2%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed /810049%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/a nie.197505391%0Ahttp://www.sciencedirec t.com/science/article/pii/B97808570904095 00205%0Ahttp:

Purnama, H., & Suhada, T. (2019). Tingkat Aktivitas Fisik Pada Lansia Di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Jurnal Keperawatan Komprehensif (Comprehensive Nursing Journal), 5(2), 102–106.

https://doi.org/10.33755/jkk.v5i2.145 Purwanto, N. (2019). Variabel Dalam Penelitian

Pendidikan. Jurnal Teknodik, 6115, 196–

215.

https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i0.554 Putra, Y. A., Udiyono, A., & Yuliawati, S. (2018).

OVERVIEW OF THE LEVEL OF ANXIETY AND THE DEGREE OF

ASTHMA ATTACKS IN ADULT

PATIENTS WITH BRONCHIAL

ASTHMA (Study in the Work Area of the Gunungpati Health Center, Semarang City, 2016). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e- Journal), 6(1), 357–364.

Rio Wijayanto. (2020). HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT

KONTROL ASMA.

File:///C:/Users/VERA/Downloads/ASKEP_

AGREGAT_ANAK_and_REMAJA_PRINT.

Docx, 21(1), 1–9.

Rosidin, U., Sumarni, N., & Suhendar, I. (2019).

Penyuluhan tentang Aktifitas Fisik dalam

(8)

Peningkatan Status Kesehatan. Media Karya Kesehatan, 2(2), 108–118.

https://doi.org/10.24198/mkk.v2i2.22574 Selvia, D., & Wahyuni, A. (2022). Jurnal

Kesehatan Saintika Meditory Jurnal Kesehatan Saintika Meditory. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 4(4657), 78–

84.

Student, M. T., Kumar, R. R., Omments, R. E. C., Prajapati, A., Blockchain, T.-A., Ml, A. I., Randive, P. S. N., Chaudhari, S., Barde, S., Devices, E., Mittal, S., Schmidt, M. W. M., Id, S. N. A., PREISER, W. F. E., OSTROFF, E., Choudhary, R., Bit-cell, M., In, S. S., Fullfillment, P., … Fellowship, W. (2021).

pengumpulan data. Frontiers in Neuroscience, 14(1), 1–13.

Suparyanto dan Rosad (2015. (2020). Asuhan Keperawatan Asam Bronkial. Suparyanto Dan Rosad (2015, 5(3), 248–253.

Sutrisna, M., & Rahmadani, E. (2022). Hubungan Self Efficacy Dengan Kontrol Asma Bronkial. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(3), 1999–2004.

Syamsuryadin, S., & Wahyuniati, C. F. S. (2017).

Tingkat Pengetahuan Pelatih Bola Voli Tentang Program Latihan Mental Di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jorpres (Jurnal Olahraga Prestasi), 13(1), 53–59.

https://doi.org/10.21831/jorpres.v13i1.1288 4

Wijaya, A., & Toyib, R. (2018). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma Dengan Menggunakan Algoritme Genetik (Studi Kasus RSUD Kabupaten Kepahiang).

Pseudocode, 5(2), 1–11.

https://doi.org/10.33369/pseudocode.5.2.1- 11

Yam, J. H., & Taufik, R. (2021). Hipotesis Penelitian Kuantitatif. Perspektif : Jurnal Ilmu Administrasi, 3(2), 96–102.

https://doi.org/10.33592/perspektif.v3i2.154 0

Referensi

Dokumen terkait

Keaslian Penelitian Tabel 1.5 Keaslian Penelitian Nama Judul variabel Metode Hasil Perbedaan Tahun Adi Surya Hubungan Independen : Penelitian Adanya Hasil Penelitian Ini