HUBUNGAN ANTARA SELF HEALING DAN SELF ACCEPTANCE TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA GENERASI SANDWICH DI SURABAYA
Oleh
QUEEN KUWERA PRIMARY NIM 20181770125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2021
PETA KONSEP
Data statistik lansia,jumlah penduduk dan ju warga di surabaya yang masi tinggal serumah
menanggung orang tua dan anak fenomena generasi sandwich pada dewasa
latar belakang
Deskripsi psychologi well being pada generasi sandwich
coping stress metode self healing dalam psycholo being
fokus masalah generasi sandwich pada psychologi well being
teori pendukung self healing dan didukung oleh re sebelumnya
simpulan alasan penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk yang pesat pada suatu negara dapat mempengaruhi struktur sosial dan demografi dari negara tersebut. Dalam publikasi Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020, hanya sekitar tujuh dari 100 lansia yang sumber pembiayaan terbesar rumah tangganya berasal dari pensiunan (6,45 persen) atau investasi (0,58 persen).
Perubahan struktur penduduk dapat menjadikan suatu Negara memiliki penduduk dengan usia tua lebih banyak dari penduduk usia muda (Silalahi & Meinarno, 2010) sehingga dapat menyebabkan berbagai macam fenomena sosial seperti kebutuhan akan ketersediaan orang untuk membantu mereka memenuhi kehidupan sehari-hari dengan mengandalkan anggota dari keluarga. Berdasarkan survei penduduk antar sensus (2015) jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 di proyeksikan akan dapat mencapai 271,006 juta jiwa. Indonesia sedang menikmati masa bonus demografi karena memiliki penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia yang tidak produktif yaitu sebesar 68% dari total populasi (SUPAS, 2015).
Statistik,2020),Surabaya mengalami peningkatan kemiskinan dengan jumlah 145.670 jiwa.
Data lain dari BPS menunjukkan, empat dari 10 lansia Surabaya (39,10 persen) tinggal dalam
rumah tangga tiga generasi. Ketiga generasi tersebut mengacu pada orang tua, anak atau menantu perempuan, dan cucu dalam satu rumah tangga. Berbagai permasalahan kompleks Secara umum, jumlah penduduk dewasa awal di Indonesia (usia 20-39 tahun) pada tahun
2017 sebanyak 83.307.500 orang (Badan Pusat Statistik, 2019). Pada masa dewasa awal, individu dihadapkan dengan kenyataan dimana kini individu bukan lagi sebagai remaja, akan teteapi menjadi seorang dewasa yang sudah mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab.
Masa dewasa awal merupakan periode perkembangan manusia yang dimulai dari awal usia 20 sampai usia 30 tahun (Santrock, 2014). Periode ini memiliki arti bahwa ini saatnya individu untuk membangun kemandirian, baik pribadi mau-pun ekonomi, mengejar karier, membangun sebuah keluarga, dan mengasuh anak-anak (Santrock, 2014).
Menurut Santrock (2015), masa dewasa awal merupakan masa yang dimulai dari usia 20 tahun hingga 40 tahun dengan tugas perkembangan yang terdiri dari memilih pasangan, belajar untuk hidup dengan pasangan, memulai keluarga, memiliki anak, mengatur rumah tangga, mendapatkan pekerjaan, bertanggungjawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial. Menurut Hurlock (2002),dewasa awal memiliki tugas-tugas perkembangan yaitu harapan-harapan dari orang terdekat individu,Hal itu mencakup pekerjaan, memilih pasangan, kemandirian secara finansial, serta mampu bertanggung jawan atas dirinya sendiri.
Tingkat kemampuan melakukan tugas pada awal tahun usia dewasa awal akan berdampak pada tingkat keberhasilan pada waktu menginjak usia dewasa madya. Puncak tersebut di bidang Pendidikan, karir, relasi dengan orang lain, dan diakui secara sosial. Tingkat pengusaan ini juga akan menentukan kesejahteraan di kehidupan yang akan datang. Sehingga individu di usia dewasa awal merasa terbebani dan khawatir dengan banyaknya tugas-tugas perkembangan.
Berdasarkan survei badan pusat statistika kota surabaya(Badan Pusat
yang terjadi dalam hidup dewasa ini seperti permasalahan ekonomi, sosial, pendidikan, teknologi, dan moral membuat penilaian dan kepuasan indi-vidu akan hidupnya menjadi hal yang perlu ditelusuri. Manusia selalu menemui tantangan akan perubahan di setiap rentang perkembangan hidupnya. Selain tantangan yang datang dari lingkungan eksternal seperti ekspektasi atau harapan dari lingkungan, juga terdapat perubahan dari internal diri individu tersebut.Seorang psikolog, Jennyfer (2019) dalam sebuah artikel online hello SEHAT menyatakan bahwa individu yang memasuki usia dewasa awal rentan terhadap keraguan,
Riset American Psychology Association mengungkap bahwa 2 dari 5 laki-laki generasi sandwich merasakan stres berat. Dan 3 dari 5 perempuan generasi sandwich mengalami stres berat. Perempuan cenderung lebih rentan mengalami stress sebab perempuan lah sebagai
ujung tombak dalam menghadapi langsung dinamika pemenuhan kebutuhan aneka macam generasi di keluarganya. Banyak sekali beban dan tanggung jawab yang dimiliki individu
cemas, stres, bingung dan gelisah terhadap pilihan hidupnya. Kondisi ini terjadi juga pada individu usia dewasa awal yang khawatir akan masa mendatang serta kualitas hidup seperti pendidikan, percintaan, pekerjaan, relasi dengan orang lain bahkan keuangan.Fenomena pada dewasa awal yang sering terjadi tak terlepas dari tekanan finasial pressure dan mental pressure,hal ini dibuktikan dengan survey dan hasil wawancara pada responden sebanyak 10 orang dengan pertanyaan yang mengarah pada permasalahan di dewasa awal.Menurut hasil wawancara,6 dari 10 orang di Surabaya memiliki masalah pada finansial pressure dan mental pressure karena di usia mereka yang masih muda mereka harus menanggung beban secara finansial baik orang tua mereka maupun anak mereka.
Generasi Sandwich merupakan sebutan bagi mereka yang terjebak dalam berbagai tuntutan akan kebutuhan anak dan orang tua serta mengalami keterbatasan dalam ketersediaan waktu, uang dan tenaga. Kedudukan anak dalam keluarga besar tersebut adalah mereka yang rentan dalam fenomena generasi sándwich. Bukan masalah jika memiliki kapasitas keuangan mencukupi untuk menopang keluarga dan mendanai orang tua mereka.
Generasi sándwich dari keluarga kelas menengah ke bawah, bagaimanapun, akan menghadapi lebih banyak masalah. Mendukung tiga generasi sekaligus, membuat mereka lebih rentan terjepit di antara berbagai tanggung jawab yang mereka miliki.
Sementara itu, Evans dkk (2016) mengartikan sandwich generation menjadi sebutan bagi mereka yang terjebak pada berbagai tuntutan dan situasi dimana mereka yang sedang pada masa dewasa madya berada dalam kondisi harus dapat menghidupi orang tua yang sudah lanjut usia serta memiliki anak yang masih bergantung kepada dirinya.Hal itu dapat terjadi dikarenakan adanya banyak sekali kebutuhan dan tuntutan untuk memenuhi aspek dalam hidup diri seperti hubungan dengan keluarga, tanggung jawab pekerjaan, membuat rencana keuangan, membiayai anak sekolah,kegiatan sosial dan lainnya
sandwich generation secara otomatis akan membuat mereka memiliki mekanisme coping stres yang berbeda sesuai dengan jenis kelamin yang mereka miliki (Navaie, Aubrey, &
Feldman, 2002). Coping stress bagi mereka yang mengalami gangguan pada tingkatan yang
lebih ringan ini menggunakan definisiself-healing untuk mengatasi kondisi yang mereka
alami. self-healing didefinisikan menjadi sebuah perilaku yang mempunyai tujuan untuk menyembuhkanmaupunmemperbaikidirisendiri(DefinitionofSelf-Healing,t.t.).
Sedangkan darisegikeilmuan, self-healing lebihmengarahdiprosespemulihanatau penyembuhan yang biasanya diakibatkan oleh gangguan psikologis, dan sebagainya
dimana proses pemulihan ini dimotivasi serta didorong oleh klien atau pasien dan umumnya diatur oleh insting individu tersebut (Vignesh dkk., 2019).
Menurut Ivancheko(2020),Self healing memiliki berbagai macam manfaat yang sangat bagus seperti membantu dalam memperbaiki mood atau suasana hati serta well-being.Selain
mempengaruhi suasana hati, self-healing juga dapat memberikan efek positif bagi psikologis individu seperti mengurangi kecemasan dan kepanikan (Ankrom, 2021) bahkan membantu dalam mengatasi depresi (Bowden dkk., 2011).
Tidak hanya itu, self-healing juga terbukti memiliki manfaat terhadap kondisi fisik individu,
seperti mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kualitas tidur (Sungsing dkk., 2020). Temuan terbaru juga membuktikanbahwa self-healing juga bermanfaat untuk menguatkan
sistem imun yang sangat diperlukan dalam situasi pandemi seperti ini (Farmawati dkk., 2020).
Dengan kondisi demikian, sebagai individu yang menjadi sandwich generation perlu melakukan adanya penyesuaian diri terhadap kondisi fisik dan psikologis yang dimiliki agar mampu selalu memenuhi berbagai tuntutan dan tanggung jawab. Acton (2000) menyatakan bahwa sandwich generation yang lebih aktif peduli dengan kondisi kesehatannya akan mempunyai tingkat stres yang lebih rendah serta dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan psikologis atau well being terhadap diri mereka. Namun, pada umumnya individu yang menjadi sandwich generation memiliki kendala dalam menyesuaikan diri dengan kondisi kesehatan atau ekonomi dikarenakan beragam faktor yang dimiliki seperti keterbatasan waktu bersama keluarga, mempunyai tanggung jawab pekerjaan di luar rumah, keterbatasan kondisi ekonomi dan kurangnya dukungan yang berasal dari pihak keluarga atau lingkungan individu tersebut
Maulana (2018) menyatakan bahwa salah satu karakteristik budaya Indonesia adalah sebagai masyarakat kolektif. Dengan pernyataan karakteristik budaya tersebut memungkinkan individu yang menjadi sandwich generation menempatkan keluarga pada prioritas utama sehingga membuat mereka tidak hanya harus mementingkan berbagai kebutuhan diri sendiri,
Menurut kamus American Psychological Association (APA), well-being merupakan keadaan pada individu yang digambarkan dengan adanya rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang
rendah, sehat secara fisik dan mental, serta kualitas hidup yang baik. Dengan kata lain, individu yang memiliki well-being tinggi dapat menjaga kesehatan secara fisik dan mental
agar mampu menyelesaikan tantangan, mencapai kebahagiaan sertakepuasan dalam kehidupan.
Salah satu dimensi psikologis dari psikological well being menurut Ryf (1989) adalah self
acceptance. Self-acceptance atau penerimaan diri dapat didefinisikan sebagai komponen namun juga anggota keluarga. Semakin banyak dukungan sosial yang diberikan keluarga serta lingkungan dapat membuat individu sandwich generation merasakan beban pengasuhan yang lebih rendah. (Fitri, 2018).Untuk mengatasi aneka ragam tantangan dalam coping stress di atas, seseorang perlu memastikan dirinya memiliki kesejahteraan psikologis (well being) pada diri mereka sesuai menggunakan pengalaman dan sesuai sudut pandang mereka dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab sebagai dewasa awal sandwich generation.
Well being atau Kesejahteraan Psikologis memiliki definisi sebagai suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan psikologis pada diri seseorang yang terdiri dari enam aspek yaitu penerimaan diri, korelasi yang positif dengan orang lain, memiliki tujuan hidup, menjadi pribadi yang mandiri, serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan serta tumbuh secara pribadi (Ryff, Psychological Well Being in Adult Life, 1995). Sementara itu, Veenhoven (1995) dalam Behavior & Abdel-khalek (2015) mendefinisikan kebahagiaan atau kepuasan hidup sebagai sejauh mana seseorang menilai kualitas hidupnya dengan baik.
penilaian afektif yang melibatkan pemahaman diri mengenai kekuatan dan kelemahan seseorang, nantinya akan menghasilkan perasaan berharga yang unik. Disisi lain, seseorang yang memiliki penerimaan diri akan memahami bahwa semua orang bisa melakukan kesalahan. Sehingga ia akan mudah mengerti ketika mendapat penolakan dari masyarakat (Barnes, Chavous, Hurd & Varner, 2013). Lerner & Steinberg (2004) menjelaskan bahwa self-acceptance sebagai keadaan seseorang yang mampu hidup nyaman dengan situasi yang dialami, akan tetapi ia tetap berusaha untuk mengembangkan kemampuan serta minatnya.
Individu yang memiliki penerimaan diri tinggi tidak akan merasa terbebani dengan kesalahan yang telah lalu ataupun berpura-pura menjadi orang lain dihadapan masyarakat sekitar.
Penerimaan diri menurut Berger dengan mengembangkan definisi milik Sheerer (Berger, 1952) yaitu seseorang yang meyakini kemampuannya serta berperilaku sesuai dengan standar miliknya sendiri, sehingga ia bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensinya.
Menurut Ryff(1989,1985)semakin individu dapat merima dirinya sendiri,maka akan semakin tinggi sikap positif individu tersebut terhadap diri sendiri,memahami,menerima semua spek dii termasuk kualitas diri yang buruk dan memandang masa lalu sebagai sesuatu yang baik.Sebaliknya,semakin rendah penerimaan individu terhadap diri sendiri maka individu tersebut akan semakin tidak puas dengan dirinya sendiri,akan kecewa dengan masa lalu dan kualitas diri sehingga menimbulkan perasaan menjadi orang lain.
Fenomena dewasa awal yang menjadi sandwich generation semakin populer pada kalangan masyarakat Indonesia khususnya di Surabaya, Hal ini banyak ditemukan pada pria dan wanita dewasa yang wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, orang tua dan anak yang dimiliki. Dalam pandangan masyarakat Indonesia terdapat tiga aspek berkaitan dengan kesejahteraan psikologis (Well Being) pada seseorang yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan sosial dan pandangan positif secara global (Maulana, Obst, & Khawaja, 2018).
Sebagaimana yang telah dijelaskan fenomena dan dikemukakan diatas sangatlah menarik, dikarenakan peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi psychology well being pada generasi sandwich yang ada di Surabaya karena sebagai pusat perkonomian terbesar kedua di Indonesia dan memiliki penduduk terbesar di Indonesia, dengan hal ini peniliti tertarik untuk dapat mengetahui hubungan antara self healing dengan psychology well being. . Selain itu, akses peneliti untuk melakukan pengambilan data cukup mendukung, dengan menggunakan metode kuantitatif. Melihat latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk karya tulis dengan judul “ Hubungan Antara Self Healing dan Self Acceptance terhadap Psycological Well Being Pada Dewasa Awal di Surabaya”
B. Rumusan Masalah Penelitian
Apakah ada hubungan antara self healing dan self acceptance terhadap psychological well being pada generasi sandwich di Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan self healing dan self acceptance terhadap psychological well being pada generasi sandwich di Surabaya.
D.Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua manfaat penelitian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan informasi dan kontribusi bagi pengembangan keilmuan, khususnya dalam kajian ilmu psikologi sosial yang berkaitan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi psychology well being generasi sandwich
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitandengan penelitian mengenai well being pada generasi sandwich di Surabaya.
b. Untuk deasa awal sandwich generation, khususnya yang bekerja diSurabaya, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna dalam mencermati kehidupannya sebagai generasi sandwich sehingga dapat meningkatkann well being pada diri mereka
b. bagi akademis
Sebagai bahan studi perbandingan serta menjadi referensi bagi mahasiswa yang lain yang mengkaji mengenai topik “Hubungan Antara Self Healing dan Psyhologi Well Being pada Generasi Sandwich”
c. bagi peneliti
Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi peneliti dalam mengkaji tentang pengetahuaan dan teori teori yang telah diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dewasa Awal Sandwich Generation 1. Pengertian Dewasa awal
...
2. Dewasa Awal Sandwich Generation ...
B. Psychlogy Well Being 1. Psychology Well being
2. Aspek Aspek Psychology Well being
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Psychology Well being
C. Self-Healing
1. Pengertian Self Healing 2. Aspek Aspek Self Healing
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Self Healing D. Self Acceptance
1. Pengertian Self Acceptance 2. Aspek Aspek Self Acceptance
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Self Acceptance
E. Hubungan Self-Healing Dengan Psychlogy Well Being F. Hubungan Self Acceptance Dengan Psychlogy Well Being G. Kerangka Konseptual
H. Hipotesis
DAFTAR PUSTAKA
Behavior, S., & Abdel-khalek, A. M. (2015). Measuring Happiness with a Single-Item Scale.
September. https://doi.org/10.2224/sbp.2006.34.2.139
Ankrom, S. (2021, Maret 20). Deep Breathing Exercises to Reduce Anxiety. Verywell Mind.
https://www.verywellmind.com/abdominal-breathing-2584115
Bowden, D., Goddard, L., & Gruzelier, J. (2011). A Randomised Controlled Single-Blind Trial of the Efficacy of Reiki at Benefitting Mood and Well-Being. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2011, 1–8. https://doi.org/10.1155/2011/381862 Definition of Self-Healing. (t.t.). Diambil 12 September 2021, dari https://www.merriam- webster.com/dictionary/self-healing
Farmawati, C., Ula, M., & Qomariyah. (2020). Prevention of COVID-19 by Strengthening Body’s Immune System through Self-Healing. Populasi, 28, 70–81.
Ivanchenko, A. (2020). Positive impact of recreational techniques for the self-healing of the body. Estudos de Psicologia (Campinas), 37. https://doi.org/10.1590/1982- 0275202037e190082
Mayo Clinic Staff. (2020, Januari 21). Positive Thinking: Stop negative self-talk to reduce stress. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/stress-management/in- depth/positive-thinking/art-20043950
Murray, B. (2002, Juni). Writing to heal. American Psychological Association.
https://www.apa.org/monitor/jun02/writing
Sharma, H. (2015). Meditation: Process and effects. Ayu, 36(3), 233–237.
https://doi.org/10.4103/0974-8520.182756
https://momikologi.wordpress.com/2019/05/08/sandwich-generations-permasalahan-dan- https://momikologi.wordpress.com/2019/05/08/sandwich-generations-permasalahan-dan- tips-tips-
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/07/jumlah-penduduk-kota-surabaya-287- juta-jiwa-pada-2020
mengatasinya/