• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENAHAN BUANG AIR KECIL DAN JUMLAH MINUM HARIAN SEDIKIT DENGAN TERJADINYA RISIKO INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PERAWAT WANITA

Tandya Sholeha

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENAHAN BUANG AIR KECIL DAN JUMLAH MINUM HARIAN SEDIKIT DENGAN TERJADINYA RISIKO INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PERAWAT WANITA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENAHAN BUANG AIR KECIL DAN JUMLAH MINUM HARIAN SEDIKIT DENGAN

TERJADINYA RISIKO INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PERAWAT WANITA

DI RS M JAKARTA SELATAN

OLEH:

TANDYA SHOLEHA NIM: 221030122557

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2023

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENAHAN BUANG AIR KECIL DAN JUMLAH MINUM HARIAN SEDIKIT DENGAN

TERJADINYA RISIKO INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PERAWAT WANITA

DI RS M JAKARTA SELATAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Keperawatan

DISUSUN OLEH:

TANDYA SHOLEHA NIM: 221030122557

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2023

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Selain memiliki keuntungan yaitu besarnya sumber daya manusia, jumlah penduduk yang besar juga menimbulkan berbagai permasalahan termasuk masalah kesehatan. Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam mencapai produktifitas kerja, namun rendahnya kesadaran pekerja dalam menjaga kesehatan dapat menyebabkan masalah kesehatan terutama infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai adanya bakteri atau jamur atau virus dalam jumlah yang signifikan dalam saluran kemih. Infeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita, dan sistitis (infeksi kandung kemih) merupakan sebagian besar pada infeksi ini (Ardhilles, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi kedua tersering secara global yang terjadi setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun (Khabipova et al., 2022). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia penderita infeksi saluran kemih di Indonesia berjumlah 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 180.000 kasus per tahun. Insiden kasus infeksi saluran kemih di Indonesia terbilang masih cukup tinggi dikarenakan penderita infeksi saluran kemih di Indonesia diperkirakan mencapai 222 juta jiwa (Maugeri et al., 2022).

Berdasarkan angka kejadian Infeksi Saluran Kemih di RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2015 – 2020 capaian indikator mutu klinik terkait angka infeksi saluran kemih cenderung stabil dan walaupun pada tahun 2018 terjadi peningkatan dengan angka sebesar 2%, namun capaian ini telah sesuai standar yaitu < 4.7 %. Pada tahun 2019 terjadi penurunan yang signifikan yaitu mencapai 0,1 % dan pada tahun 2020 terjadi peningkatan angka kejadian

(4)

infeksi saluran kemih hingga mencapai 1,15 %. Berdasarkan laporan Medical Check Up (MCU) tahun 2022 di RS M Jakarta Selatan, diperoleh data jumlah karyawan perawat wanita yang melakukan MCU tahunan mengalami risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan data yang didapatkan hasil laboratorium urin berwarna kuning agak keruh, perawat mengeluh sakit saat buang air kecil, urin keluar hanya sedikit-sedikit, dan terdapat bakteri rata-rata lebih dari 130/uL,

Bakteri Escherichia coli adalah bakteri penyebab terjadinya infeksi saluran kemih. Infeksi ini akan berkelanjutan sampai ke ureter dan ginjal yang menyebabkan infeksi pada parenkim ginjal tepatnya di korteks dan medulla ginjal. Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (Irawan & Mulyono 2018). Meskipun sistem berkemih telah didesain untuk menghambat masuknya bakteri, terkadang mekanisme pertahanan tersebut gagal pada saat kondisi tubuh sedang tidak fit. Akibatnya, terjadi infeksi di dalam saluran kemih. Setelah itu dapat muncul keluhan seperti nyeri saat buang air kecil, sering buang air kecil, warna urin keruh, kemerahan, atau berbau, dan nyeri pada panggul (Clinic, 2021).

Menurut penelitian Sekar (2023) terdapat beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK) seperti jenis kelamin.

Perempuan memiliki faktor resiko lebih tinggi dibandingkan laki laki untuk mengembangkan ISK. Kemudian kurangnya minum dapat menyebabkan infeksi saluran kemih karena bakteri yang ada dalam kandung kemih tidak bisa terdorong keluar dengan optimal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sari, 2018) terhadap karyawan wanita di Lampung terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian ISK dengan kurangnya asupan air putih dan kebiasaan menahan buang air kecil. Hasil penelitian Noly (2013) didapatkan data bahwa ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan cairan dengan risiko ISK. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2022) menyatakan

(5)

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah air minum harian dengan kejadian infeksi saluran kemih non komplikata pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017-2018.

Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit M Jakarta Selatan berdasarkan wawancara dengan 15 perawat wanita diketahui bahwa 10 orang mengatakan memiliki kebiasaan menahan air kecil karena aktivitas pekerjaan yang membuat perawat tidak bisa melakukan buang air kecil secepatnya sehingga harus menunggu beberapa saat hingga selesai pasien dan 5 orang mengatakan jumlah minum air putih sehari hanya 3-4 gelas karena tidak sempat untuk minum. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk membahas adakah hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) dan jumlah minum harian sedikit dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dimana pada wawancara awal terhadap 15 perawat wanita diketahui bahwa 10 orang mengatakan memiliki kebiasaan menahan air kecil karena aktivitas pekerjaan yang membuat perawat tidak bisa melakukan buang air kecil secepatnya sehingga harus menunggu beberapa saat hingga selesai pasien dan 5 orang mengatakan jumlah minum air putih sehari hanya 3-4 gelas karena tidak sempat untuk minum. Maka dapat dirumuskan masalah penelitian apakah ada hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) dan jumlah minum harian sedikit dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kebiasaan menahan buang air kecil pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan?

(6)

2. Bagaimana gambaran jumlah minum harian sedikit pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan?

3. Bagaimana gambaran kejadian risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan?

4. Apakah ada hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan?

5. Apakah ada hubungan jumlah minum harian sedikit dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) dan jumlah minum harian sedikit dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan tahun 2023.

b. Untuk mengidentifikasi jumlah minum harian sedikit pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan tahun 2023.

c. Untuk mengidentifikasi kejadian risiko infeksi saluran kemih pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan tahun 2023.

d. Untuk mengetahui adakah hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan tahun 2023.

e. Untuk mengetahui adakah hubungan antara jumlah minum harian sedikit dengan terjadinya risiko infeksi saluran kemih pada perawat wanita di Rumah Sakit M Jakarta Selatan tahun 2023.

(7)

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit

Melalui penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam meningkatkan kesehatan karyawan.

2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Widhya Dharma Husada

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk dapat menambah referensi perpustakaan dan sebagai bahan acuan yang akan datang.

3. Bagi Tenaga Medis

Hasil yang didapat dalam penelitian ini memberikan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan khususnya bagi perawat dalam bekerja untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit infeksi saluran kemih.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian lain sebagai referensi untuk menegakkan diagnosa dan membantu upaya pengobatan serta pencegahan tentang terjadinya Infeksi Saluran Kemih.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Infeksi Saluran Kemih

1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai adanya bakteri atau jamur atau virus dalam jumlah yang signifikan dalam saluran kemih.

Infeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita, dan sistitis (infeksi kandung kemih) merupakan sebagian besar pada infeksi ini (Ardhiles, 2019). Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri koliform misalnya Escherichia coli, Pseudomonas mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi biasanya berkembang secara asendens dan lebih sering terjadi pada Wanita yang uretranya pendek dan dengan demikian, kurang terlindung dari bakteri (Ulfa, 2019).

2. Etiologi

Bakteri penyebab ISK yang paling umum adalah organisme gram negatif yang ditemukan dalam usus seperti Escherichia coli menyebabkan 80%

ISK, Klebsiella menyebabkan sekitar 5% ISK, Enterobacter dan Proteus ditemukan pada 2% kasus ISK (Black & Hawks, 2014). Dalam literature review (Irawan & Mulyana, 8 2018) Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering di temukan pada ISK tanpa komplikasi. Bakteri gram positif penyebab ISK yaitu Staphylococcus saprophyticus menyebabkan 10-15% ISK. ISK terkait kateter sering kali melibatkan bakteri gram negatif lain seperti Proteus, Klebsiella, Serratia dan Pseudomonas (Lemone et al., 2017).

3. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih

Faktor resiko dari ISK adalah sebagai berikut menurut (Black & Hawks, 2014; Lemone et al., 2017):

a. Jenis kelamin

(9)

Perempuan lebih rentan terkena ISK dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dikarenakan uretra wanita yang lurus dan pendek sehingga menyebabkan mikroorganisme akan lebih mudah masuk ke dalam saluran kemih. selain itu uretra pada perempuan berdekatan dengan anus sehingga rentan untuk terkena kolonisasi bakteri basil gram negatif. Laki-laki memilki struktur uretra yang lebih panjang dan memilki kelenjar prostat yang sekretnya mampu melawan bakteri.

b. Kurang minum air putih

Kurang minum dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, bakteri yang ada dalam kandung kemih tidak bisa terdorong keluar dengan optimal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sari, 2016) terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian ISK dengan kurangnya asupan air putih. Dianjurkan minum 2500 ml air perhari sehingga tubuh menghasilkan 2000 ml air kemih yang cukup untuk mendorong bakteri keluar (Yusmagisterdela, 2017).

c. Obstruksi

Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu tumor, striktur, batu dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan hidronefrosis dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna sehingga meningkatkan risiko ISK.

d. Kebiasaan menahan Buang Air Kecil (BAK)

Proses berkemih merupakan proses pembilasan mikroorganisme yang ada di dalam kandung kemih. Urin yang tidak di keluarkan atau ditahan akan menyebabkan mikroorganisme yang ada di dalam kandung kemih dapat bertumbuh dan memperbanyak diri serta dapat menginvasi jaringan sekitar (Yusmagisterdela, 2017)

4. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) secara anatomis dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu ISK atas : pielonefritis, prostatitis, abses intrarenal, dan abses perinefrik sedangkan ISK bawah antara lain sistitis dan urethritis.

(10)

Berdasarkan gambaran klinis, ISK di klasifikasikan menjadi (Tanto et al., 2014):

a. Sistitis akut nonkomplikata pada perempuan

b. Sistitis akut rekurens pada perempuan, apabila terdapat tiga episode ISK pada 1 tahun terakhir atau dua episode pada 6 bulan terakhir.

c. Pielonefritis akut nonkomplikata pada perempuan.

d. Sistitis akut non komplikata pada dewasa. Dapat disertai kondisi yang mengindikasikan keterlibatan ginjal/prostat tanpa disertai bukti faktor komplikasi lain, antara lain : jenis kelamin laki-laki, usia lanjut, kehamilan, diabetes mellitus, instrumentasi pada traktus urinarius, ISK pada anak, gejala > 7 hari.

e. ISK komplikata. Infeksi saluran kemih pada pasien dengan kelainan struktural atau fungsional yang dapat menurunkan efikasi terapi antibiotik, antara lain : pemakaian kateter atau adanya stent pada saluran kemih, urin residu setelah berkemih > 100ml, uropati obstruktif (batu, tumor, atau neurogenic bladder), jejas kimia atau radiasi pada uroepitel, refluks vesikoureter atau abnormalitas fungsional lainnya, ISK perioperatif atau pasca operasi, insufisiensi dan transplantasi ginjal, diabetes mellitus, dan imunodefisiensi.

f. Bakteriuria asimtomatik, apabila : dua kultur urin berurutan ≥ 105CFU/ml pada perempuan tanpa gejala, satu kultur urin ≥ 105CFU/ml pada laki-laki atau kateter.

5. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Mikroorganisme infeksi yang paling sering adalah strain uropati dari E.Coli dan yang tersering kedua adalah staphylococcus saprophyticus.

Kontaminasi bakteri pada urin yang normalnya steril biasanya terjadi karena gerakan retrograde basil gram negatif ke dalam uretra dan kandung kemih, kemudian ke ureter dan ginjal (Huether and McCance, 2019). Patogen biasanya masuk ke saluran kemih dengan cara naik dari

(11)

membran mukosa daerah perineum menuju saluran kemih bagian bawah.

Bakteri yang telah berkolonisasi di jaringan uretra, vagina atau perineum biasanya merupakan sumber infeksi. Dari kandung kemih, bakteri terus dapat naik ke saluran kemih dan pada akhirnya menginfeksi parenkim ginjal (jaringan fungsional). Penyebaran infeksi hematogen ke saluran kemih jarang terjadi. Infeksi yang masuk dengan cara ini biasanya disebabkan oleh kerusakan sebelumnya atau jaringan parut pada saluran kemih. Bakteri yang masuk ke dalam saluran kemih dapat menyebabkan bakteriuria asimtomatik atau respon inflamatori disertai manifestasi infeksi saluran kemih. Bakteriuria asimtomatik leboh sering ditemukan pada wanita hamil, lansia, dan pasien diabetes mellitus atau pada pasien yang terpasang kateter urine menetap (LeMone, Burke and Bauldoff, 2017). Mekanisme yang paling umum dari infeksi saluran kemih adalah melalui bakteri yang naik dan menginvasi. Organisme memicu respon inflamasi pada dinding saluran kemih. Iritasi ini menyebabkan nyeri, sering buang air kecil, dan manifestasi klinislain (Black and Hawks, 2014).

6. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih

Gejala klasik infeksi saluran kemih (ISK) pada orang dewasa terutama adalah disuria dengan disertai urgensi dan peningkaan frekuensi kemih.

Sensasi terasa penuh pada kandung kemih atau ketidaknyamanan perut bagian bawah sering muncul. Dysuria adalah keluhan utama paling sering pada pria dengan ISK. Kombinasi disuria, peningkatan frekuensi kemih, dan urgensi kemih sekitar 75% menjadi prediktor ISK pada pria.

Mulai ISK ringan dapat disertai dengan nyeri panggul dan nyeri pada sudut costovertebral. Hematuria terjadi pada 40 10% kasus ISK pada wanita; kondisi ini menjadi petunjuk sistitis hemoragik. Demam, kedinginan, dan malaise dapat muncul pada pasien dengan sistitis, meskipun temuan ini lebih sering dikaitkan dengan ISK atas yaitu, pielonefritis. Riwayat keputihan menunjukkan bahwa vaginitis, servisitis,

(12)

atau penyakit radang panggul bertanggung jawab atas gejala disuria;

Oleh karena itu, pemeriksaan panggul harus dilakukan. Kehadiran demam, menggigil, mual, dan muntah menunjukkan pielonefritis daripada sistitis. Kebanyakan wanita dewasa dengan ISK bagian bawah yang sederhana memiliki suprapubic lunak. Pemeriksaan pelvis harus dilakukan untuk mengecualikan vaginitis, servisitis, atau nyeri tekan panggul misalnya, nyeri tekan serviks, yang menunjukkan penyakit radang panggul (Ardhiles, 2019).

7. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi ascending dapat berpindah dari kandung kemih ke ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis. Pielonefriris berulang dapat berisiko parut pada ginjal dan gagal ginjal kronis jika kerusakan cukup parah (Black and Hawks, 2014).

8. Pemeriksaan Penunjang Infeksi Saluran Kemih

Menurut Ardhiles (2019) studi laboratorium rutin meliputi urinalisis, pewarnaan gram, dan kultur urin. Ambang batas untuk membentuk ISK yaitu ditemukan 2-5 atau lebih sel darah putih (WBC) atau 15 bakteri per lapang pandang dalam sedimen urin yang disentrifugasi. Pada pasien dengan tanda-tanda sistemik seperti demam yang signifikan, menggigil, dan / atau sakit punggung, biakan darah harus diambil. Kultur darah juga harus dilakukan untuk mencari s-aureus pada ISK, karena kuman ini dapat menyebabkan bakteremia endokarditis berkelanjutan.

Pengumpulan spesimen urin dapat diperoleh dengan pengambilan urin porsi tengah (midstream), aspirasi suprapubik, atau kateterisasi.

Pengambilan urin midstream merupakan pengambilan urin yang akurat seperti pada pengambilan urin dengan kateterisasi jika teknik yang dilakukan tepat. Bersihkan area kelamin pasien, buang sedikit urine ke toilet; selanjutnya keluarkan urin ke dalam wadah spesimen. Tes nitrit

(13)

positif tidak sensitive, tetapi sangat spesifik untuk ISK. Proteinuria umumnya diamati pada ISK, tetapi biasanya kadarnya rendah. Lebih dari 2 gr protein per 24 jam menunjukkan penyakit glomerulus.

Pertimbangkan intervensi pencitraan dan urologis pada pasien dengan yang berikut:

a. Riwayat batu ginjal, terutama batu struvit: potensi untuk terjadi urosepsis

b. Diabetes: Kerentanan terhadap pielonefritis emphysematous dan mungkin memerlukan nefrektomi segera; pasien diabetes juga dapat mengalami obstruksi dari nekrotik renal papillae dan menghalangi ureter

c. Ginjal polikistik: Rawan mengalami pembentukan abses

d. Tuberkulosis: Rawan mengalami striktur ureter, jamur, dan batu

Jika diduga terjadi uropati obstruktif, maka dibutuhkan studi pencitraan sistem perkemihan seperti berikut:

a. Ultrasonografi

b. Pemeriksaan computed tomography (CT) dengan kontras atau CT scan heliks (saat ini lebih disukai oleh sebagian besar ahli)

c. Intravenous pyelography (IVP) telah digantikan oleh teknik pemindaian CT dan ultrasonografi karena 43 radiasi yang besar dan perlunya menggunakan pewarna radiografi.

9. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih

Metode untuk mencegah ISK termasuk buang air kecil sebelum dan sesudah aktivitas seksual, hidrasi, buang air kecil secara teratur, dan menghindari penggunaan semprotan dan/atau bubuk di area genital.

Selain itu, perempuan harus dianjurkan untuk membersihkan area kelamin dari depan ke belakang secara rutin. Ada dua faktor yang penting dalam kemampuan pasien untuk melawan pertumbuhan bakteri.

(14)

Pertama, urin dengan pH lebih tinggi (misalnya peningkatan kadar alkalinitas) terbukti penting. PH urin dapat ditingkatkan dengan asupan obat-obatan tertentu (seperti suplemen kalsium), dan agen alkalinisasi tersedia. Selain itu diet protein siderocalin, yang diproduksi oleh manusia selama ISK dan menghambat penyerapan zat besi bakteri. Makanan yang kaya polifenol seperti teh, kopi, anggur, dan cranberry memengaruhi aktivitas antibakteri siderocalin dan sebagai strategi untuk mencegah ISK atau mengobati infeksi tanpa antibiotic (Ardhiles, 2019).

B. Konsep Buang Air Kecil (BAK)

Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih, sehingga kebiasaan menahan buang air kecil (BAK) atau berkemih yang tidak sempurna akan meningkatkan risiko untuk terjadinyain feksi. Refluks vesikoureter (RVU) dan kelainan anatomi adalah gangguan pada vesikaurinaria yang paling sering menyebabkan sulitnya pengeluaran urin dari kantung kemih. Ketika urin sulit keluar dari kandung kemih, terjadi kolonisasi mikroorganisme dan memasuki saluran kemih bagian atas secara ascending dan merusak epitel saluran kemih sebagai host. Hal ini disebabkan karena pertahan tubuh dari host yang menurun dan virulensi agen meningkat (Purnomo, 2009).

Keadaan lain yang berhubungan dengan aliran urine dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya stagnasi atau stasis urine dan didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian oleh kuman. Stagnasi urine bisa terjadi pada keadaan:

(1) miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, (2) obstruksi saluran kemih seperti pada BPH, striktura uretra, batu saluran kemih atau obstruksi karena sebab lain, (3) adanya kantong- 23 kantong di dalam saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik, misalkan pada divertikula, dan (4) adanya dilatasi atau refluks sistem urineari. Bau saluran kemih, benda asing di dalam saluran kemih (diantaranya adalah pemakaian kateter

(15)

menetap), dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri sehingga sulit untuk dibersihkan oleh aliran urine (Purnomo, 2008).

Menurut Dyah (2019) dalam artikel KlikDokter.com, menyatakan buang air kecil merupakan sebuah kebutuhan yang alami untuk manusia. Seseorang dengan kondisi tubuh sehat bisa melakukan buang air kecil 5 sampai 8 kali dalam sehari, dengan jumlah urine berkisar antara 500 sampai 2.000 ml. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi dan jumlah tersebut. Faktor seperti berapa banyak mengkonsumsi air minum, jenis air minum yang di konsumsi, faktor usia, dan faktor penggunaan obat tertentu.

C. Konsep Jumlah Minum Harian

Untuk menjaga kesehatan, manusia normal harus mengkonsumsi air putih minimal 2 liter sehari atau 8 gelas sehari. Tubuh akan menurun kondisinya bila kekurangan air. Kardiolog dari AS, Dr James M. Rippe memberi saran untuk 22 minum air paling sedikit seliter lebih banyak dari apa yang dibutuhkan rasa haus kita. Pasalnya, kehilangan 4 persen cairan saja akan mengakibatkan penurunan kinerja kita sebanyak 22 persen. Dan bila kita kehilanan 7 persen, tubuh kita akan mulai merasa lemah dan lesu (Abdur R, 2009). Aliran urine yang rendah akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di saluran kemih atas maupun bawah. Namun, dengan konsumsi air yang banyak dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kemih. Sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada dalam urine. Gangguan dari mekanisme itu menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium. Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah jika jumlah urine cukup dan tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadi infeksi saluran kemih (Basuki B P, 2008).

(16)

Asupan cairan dapat berperan dalam mencegah ISK, termasuk menjaga pH urine yang optimal. Kurangnya minum air putih dikaitkan dengan peningkatan osmolalitas dan keasaman dalam urine. Akibatnya, epitel saluran kemih secara tidak langsung memfasilitasi perlekatan bakteri sehingga meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (Sari dan Muhartono, 2018).

Kategori dari kebiasaaan minum air putih berdasarkan (Nainggolan dan Kadar, 2022) yaitu mengkonsumsi air putih dalam sehari sebanyak < 8 gelas dengan estimasi wadah 300 ml dan sebanyak > 8 gelas dengan estimasi wadah 300 ml.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Dhirajaya (2022) yang berjudul Hubungan Kebiasaan Menahan Buang Air Kecil, Jumlah Air Minum Harian dan Kebersihan Diri Saat Menstruasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata dengan jumlah sampel sebesar 178 orang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan dilakukan analisa bivariat serta pengolahan data dengan komputerisasi menggunakan SPSS. Hasil: Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan menahan BAK (p=0,484) dan kebersihan diri saat menstruasi (p=1,000) dengan kejadian ISK non komplikata. Terdapat hubungan antara jumlah air minum harian (p=0,000) dengan kejadian ISK non komplikata.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Muhartono (2018) yang berjudul Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Pada Karyawa Wanita dengan jumlah sampel 33 orang.

Desain metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik analisa data dilakukan secara univariat

(17)

dan bivariat. Uji statistik dilakukan dengan uji normalitas tabulasi silang untuk analisis bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa 39,4%

karyawan wanita mengalami infeksi saluran kemih. Faktor resiko yang berhubungan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi saluran kemih dengan hygiene (p value = 0,019), menahan buang air kecil (p value = 0,005), kurangnya asupan air putih (p value = 0,027).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Noly (2017) yang berjudul Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Cairan, Eliminasi, dan Personal Hygiene dengan Kejadian Risiko Infeksi Saluran Kemih dengan jumlah sampel 81 orang.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional. Pengumpulan data menggunakan 4 kuesioner yaitu kuesioner risiko ISK, pemenuhan kebutuhan cairan, pemenuhan kebutuhan eliminasi, dan kuesioner personal hygiene. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan cairan dengan risiko ISK p value 0.023, tidak ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan eliminasi dengan risiko ISK dengan p value 0.055, ada hubungan antara personal hygiene dengan risiko ISK dengan p value 0.00.

Saran peneliti, pihak perusahaan memfasilitasi air minum, loker, kebersihan toilet beserta sabun dan pengering tangan, serta pemantauan berkala terhadap pekerja.

4. Penelitian (Yusmagisterdela, 2017) yang berjudul “Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih pada Pedagang Pasar Tanjung di Kabupaten Jember”.

Sampel pada penelitian ini yaitu pedagang yang bekerja pada malam hati yaitu pukul 22.00 hingga 06.00 WIB yang berjumlah 50 orang. Hasil penelitian ini didapatkan dari 50 responden, 24 responden (48%) mengalami Infeksi Saluran Kemih dan sebanyak 26 responden (52%) tidak mengalami Infeksi Saluran Kemih. penelitian ini menggunakan uji chi-Square dengan tingkat kepercayaan 90% (α = 0,10) .Faktor individu

(18)

↓ Volume urin

↓ Ph Urin

Memudahkan Invasi Bakteri Dalam Saluran kemih

Kerusakan Epitel Saluran Kemih

↓ Mekanisme Alami pembersihan Bakteri dari Saluran Kemih

↑ Stress Epitel Saluran Kemih

↓ Frekuensi Miski Milk Back

Phenomenon (Mikorganisme dari Muara Uretra Naik Ke Saluran Kemih)

↑ Osmolalitas urin

Stasis Urin

KurangnyaMinum Air Menahan BAK

Gangguan Outflow urin

yang terdapat hubungan dengan kejadian infeksi saluran kemih yaitu frekuensi minum air mineral (p=0,098), kebiasaan menahan BAK (p=0,000) dan aktivitas seksual (p=0,25). Faktor yang tidak terdapat hubungan dengan infeksi saluran kemih adalah usia (p=0,353), jenis kelamin (p=0,333), kebiasaan minum air mineral (p=0,32) dan kebiasaan menyeka (p=0,159).

E. Kerangka Teori Penelitian

↑ Kolonisasi Bakteri Dalam Saluran Kemih

Infeksi Saluran Kemih

Referensi

Dokumen terkait

Dari 10 penelitian didapatkan bahwa faktor resiko isk disebabkan oleh: 1.Organisme gram negatif bakteri “ pseudomonas aeruginosa” adalah patogen yang paling umum yang bertanggung