HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONSENTRASI SAAT BERTANDING PADA ATLET BULU TANGKIS DI PB INDORAYA
TUGAS SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan
Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Isnaini Nur Khafifah Nim. 21602241010
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2024
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Olahraga merupakan kegiatan individu untuk menjaga stabilitas kesehatan dan kebugaran jasmani yang berefek pada pola kehidupan individu, bahkan bisa menambah mental, keyakinan pribadi, pertanggungjawaban, dan pengembangan diri menjadi lebih pintar dan lihai (Widyanto & Kumaat, 2020). Selain itu, olahraga juga berperan sebagai hobi yang dapat dilakukan kapanpun. Proses bina olahraga bisa diadakan sejak anak usia dini. Masif orangtua yang membimbing buah hatinya untuk terjun ke ranah olahraga dan menjadi seorang atlet. Atlet ialah olahragawan baik lelaki maupun wanita yang memiliki keterampilan spesifik untuk mengadakan pertandingan dalam permainan. Atlet berjuang untuk menggapai prestasi sebanyak-banyaknya agar membanggakan asal daerah maupun lembaga yang menaunginya. Atlet yang memiliki persiapan yang matang tentu membawa hasil yang optimal (Taftazani & Fauziah, 2019).
Atlet tak terlepas dari adanya konflik, ketegangan, pesimis, stress, dan frustasi. Atlet kadang-kadang menuntaskan konflik dengan emosi dan sering sembrono, serampangan, lantah dalam membuat kesimpulan ataupun mengajukan pernyataan yang sebetulnya belum selesai analisisnya sewaktu tengah emosi (Riyadi, 2015). Atlet diajarkan untuk mengerti kondisi terbaru sebelum turun ke gelanggang yang sebenarnya, sehingga apa yang akan terjadi bisa dicegah oleh atlet, dan dengan antisipasi ini, gampang beradaptasi terhadap beragam opsi. Atlet harus dapat mempertahankan rasa tenang di bawah tekanan sehingga emosi bisa diatur secara konstruktif (Tangkudu dan Mylsidayu, 2017). Emosi merupakan suatu kemampuan yang dipunyai individu sejak lahir dan nantinya mengalami perkembangan sejalan dengan ekosistemnya (Manizar HM, 2016). Konsep emosi lalu
diexpresikan berbentuk rasa takut, sedih, benci, galau, bahagia dan lain sebagainya yang saling berhubungan satu sama lain (Fazlan, dkk, 2023).
Emosi yang bersifat negatif ditemukan pada saat atlet itu stres ketika ia mesti menguasai metode olahraga yang optimal (intrapersonal), ketika menjalani sebuah lomba (situational) serta ketika mengetahui penilaian yang buruk dari pelatihnya (significant others) (Dazeva, 2012). Ketika atlet merasa bahwa penampilan yang ia tunjukkan gagal, umumnya stabilitas emosi atlet akan menghilang sehingga terjadi tegang otot yang berlebih, konsentrasi menghilang, dan tak dapat menentukan putusan tertentu (Tangkudu dan Mylsidayu, 2017). Supaya pemikiran itu menghilang maka mesti dilakukan evaluasi terhadap apa yang ada sehingga menuntun pada performa yang baik, salah satunya soal pengelolaan emosi (Tangkudu dan Mylsidayu, 2017).
Seorang atlet mesti mempunyai kontrol emosi yang baik. Kontrol emosi yang positif akan berdampak terhadap pengelolaan konsentrasi pada atlet dibutuhkan suasana hati yang baik serta kepribadian yang positif. Kepribadian positif yang dimaksud adalah atlet mampu mengelola emosi dirinya agar mampu berkonsentrasi. Untuk dapat membuat suasana hati menjadi lebih baik tentunya atlet harus memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya.
Kemampuan untuk mengelola emosi dapat disebut dengan regulasi emosi. Regulasi emosi adalah proses kompleks yang bertanggung jawab untuk memulai, menghambat, atau memodulasi emosi seseorang dalam menanggapi situasi tertentu (Gross, dalam Gardner, Betts, Stiller, & Coates, 2017). Regulasi emosi didefinisikan pula sebagai pembentukan emosi seseorang, emosi yang dimiliki, dan pengalaman atau bagaimana seseorang mengekspresikan emosi. Karena itu, regulasi emosi berkaitan dengan bagaimana emosi itu sendiri diatur, bukan bagaimana emosi mengatur sesuatu yang lain (Gross, 2007) (Halimatussa’diyah & Jannah, 2019).
Mengingat pentingnya penguasaan dan melatih kecerdasan emosi bagi atlet, peneliti melangsungkan observasi pada atlet bulutangkis PB. Indoraya. Berdasarkan hasil observasi terhadap atlet bulutangkis PB. Indoraya ditemui berbagai indikasi bahwasanya kecerdasan emosi atlet kurang diasah dengan optimal. Pada saat proses observasi berlangsung masih ditemui gejala-gejala berikut: (1) Atlet memiliki rasa kekesalan ketika diberikan arahan oleh pelatih; (2) Ketika uji-coba pertandingan selama latihan, ada atlet yang tak mau menerima putusan skor yang dihasilkan oleh wasit; (3) Atlet yang bermalas-malas pada saat proses latihan.
Berdasarkan fenomena tersebut dan sekaligus mengingat bahwa atlet bulutangkis PB. Indoraya disiapkan untuk menjadi cikal-bakal masa depan prestasi bulutangkis Indonesia, harus diadakan suatu latihan kontrol emosi agar rendahnya kecerdasan emosi dapat diminimalisir. Hal tersebut untuk melihat pengaruhnya terhadap perkembangan kemampuan berkonsentrasi atet. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Konsentrasi saat bertanding pada Atlet Bulutangkis PB. Indoraya”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Atlet saat bertanding sering kehilangan konsentrasi dikarenakan adanya pengaruh yang berasal dari lawan, supporter, official, dan bisa juga dari rekan sesama tim.
2. Atlet kurang mengontrol emosinya, sehingga terburu- buru dalam bertindak.
3. Saat poin tertinggal, emosi negatif akan muncul dalam diri atlet.
4. Kurangnya kestabilan emosi saat bertanding dan menyebabkan kekalahan.
5. Belum diketahui secara pasti hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi pada atlet bulutangkis Pb Indoraya.
C. Batasan Masalah
Agar masalah tidak terlalu luas maka perlu adanya batasan-batasan, sehingga ruang lingkup penelitian menjadi jelas. Masalah yang akan dibahas dalam penilitian ini perlu dibatasi pada hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu: “Apakah terdapat hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya?”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoretis
a. Penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian lain sejenis untuk mengetahui hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.
c. Memberikan sumbangsih terhadap perkembangan pengetahuan khususnya mahasiswa FIKK UNY.
2. Secara Praktis
a. Sebagai data guna mengetahui hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada atlet untuk lebih memperhatikan kestabilan emosi yang dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menghadapi pertandingan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Bulu Tangkis a. Pengertian Bulu Tangkis
Olahraga bulu tangkis di Indonesia menempatkan diri sebagai olahraga yang mampu bersaing di kalangan olahraga dunia, sehingga mampu menarik hati masyarakat Indonesia untuk bermain bulu tangkis. Bulu tangkis adalah cabang olahraga yang dipertandingkan di Olimpiade dan cukup populer di dunia dan begitu merakyat di Indonesia karena prestasi di tingkat internasional. Pada kejuaraan di Malmo, Swedia pada tahun 1977 Indonesia telah mampu memamerkan kejuaraan internasional bulu tangkis. Kemudian hingga saat ini Indonesia tidak pernah ketinggalan dari kejuaraan bulu tangkis dunia dan mendapatkan banyak prestasi (Adiluhung et al., 2020: 14).
Edmizal & Maifitri (2021: 32) mengemukakan olahraga bulu tangkis merupakan olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat umum, baik di kalangan tua maupun muda dan ini telah berkembang baik dan popular di Indonesia. Bulu tangkis adalah permainan yang menggunakan raket sebagai alat memukul shuttlecock sebagai objeknya. Tujuan permainan ini adalah menjatuhkan shuttlecock di daerah lapangan lawan dengan melewati atas net untuk mendapatkan poin. Pendapat lain diungkapkan Gazali & Cendra (2021: 4) bahwa permainan bulu tangkis adalah olahraga yang dilakukan oleh dua orang pemain (tunggal) yang saling berlawanan, dua pasangan (ganda) yang berlawanan dan menggunakan alat raket dan shuttlecock beserta dipisahkan oleh jaring net di tengah-tengah lapangan. Olahraga bulu tangkis menggunakan peralatan raket sebagai alat pukul dan shuttlecock sebagai objek pukul dan dimainkan dua orang pemain (untuk tunggal) atau dua
pasang pemain (untuk ganda) dengan posisi berlawanan di lapangan bulu tangkis yang terpisah oleh jaring net di tengah lapangan.
Bulu tangkis merupakan olahraga yang dimainkan dengan menggunakan net, raket, dan shuttlecock dengan teknik pukulan yang bervariasi mulai dari yang relatif lambat hingga yang sangat cepat disertai dengan gerakan tipuan. Sebenarnya, pukulan yang berlangsung dalam rally dapat saja bervariasi mulai dari 1 mil perjam pada pukulan drop hingga 200 mil per jam pada pukulan smash. Bila dimainkan oleh orang yang ahli, permainan olahraga lapangan yang paling cepat di dunia (Ardyanto, 2018: 3). Berdasarkan pemaparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan bulu tangkis dalam penelitian ini adalah permainan memukul sebuah shuttlecock menggunakan raket, melewati net ke wilayah lawan, sampai lawan tidak dapat mengembalikannya kembali. Permainan bulu tangkis dilaksanakan dua belah pihak yang saling memukul shuttlecock secara bergantian dan bertujuan menjatuhkan atau menempatkan shuttlecock di daerah lawan untuk mendapatkan point.
b. Teknik Dasar Bulu Tangkis
Gerakan dalam bulu tangkis memiliki kesesuaian dengan jenis pukulan. Jika seseorang diperlukan untuk bermain bulu tangkis dengan baik, pemain harus bisa melakukan beberapa pukulan teknik atau keterampilan gerak memukul yang sempurna. Teknik dasar bermain bulu tangkis sangat penting untuk dikuasai oleh pemain agar dapat bermain dengan baik. Sitorus & Siahaan (2021: 2) menyatakan keterampilan bulu tangkis dibagi dalam empat bagian yaitu pegangan raket (grip), pukulan pertama atau servis (service), pukulan melewati kepala (overhead stroke) dan pukulan ayunan rendah (overhand stroke).
Lebih detail mengenai teknik dasar bermain bulu tangkis diantaranya adalah teknik service, smash, lob, drop, drive, overhead, dan footwork. Satu pendapat yang diungkapkan
oleh Karyono (2019: 24) teknik dalam bulu tangkis dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) cara memegang raket (grip), (2) tata cara gerak kaki (footwork), (3) teknik menguasai pukulan (stroke). Pemain bulu tangkis harus menguasai keterampilan teknik dasar bermain yang ada secara efektif dan efisien
c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Bulu Tangkis
Prestasi yang maksimal dapat dicapai dengan pembinaan yang terprogram, terarah dan berkesinambungan serta didukung dengan penunjang yang memadai. Terdapat beberapa komponen penting yang berkaitan dengan olahraga prestasi, yaitu: (1) perlunya pembinaan berjenjang dan berkelanjutan; (2) prioritas cabang olahraga; (3) indentifikasi pemanduan bakat; (4) optimalisasi pembinaan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) dan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) dan sekolah khusus olahraga; (7) investasi dan implementasi Iptek keolahragaan, (8) pemberdayaan semua jalur pembinaan; (9) sistem jaminan kesejahteraan dan masa depan (Akhmad & Zainudin, 2019: 2).
2. Hakikat Konsentrasi a. Pengertian Konsentrasi
Konsentrasi dalam suatu cabang olahraga merupakan faktor penting pada saat latihan atau pertandingan. Terkadang tekanan dan tuntutan yang berat saat pertandingan bisa membuat atlet merasa terbebani secara fisik maupun psikologis yang dapat menimbulkan rasa cemas berlebihan. Seorang atlet harus bisamemelihara hal-hal yang mendukung proses latihan, budaya kekompakkan latihan, dinamika yang terjadi dalam satu tim, serta mengintegrasikan strategi secara positif yang dapat mempengaruhi suasana hati, perilaku, pola pikir, persepsi, kepercayaan, kecemasan, keterampilan untuk memecahkan masalah serta interpretasi tantangan dalam program latihan (Aguss & Yuliandra, 2020: 274).
Faktor konsentrasi dalam olahraga, seringkali tidak mendapat perhatian yang serius oleh pelatih, padahal peran konsentrasi sangat penting dalam semua cabang olahraga (Bastug, 2018: 2). Pelatih memberikan terlalu banyak latihan fisik meskipun harus melatih konsentrasi atlet untuk diikutsertakan dalam program pelatihannya. Banyaknya gangguan yang akan diterima atlet saat bertanding harus bisa diatasi jika ingin memenangkan pertandingan. Konsentrasi yang terganggu oleh kebisingan yang dibuat oleh penonton tidak boleh digunakan sebagai alasan oleh atlet profesional. Konsentrasi sangat penting, pelatih juga harus memberikan bentuk latihan konsentrasi bagi para atlet yang akan bertanding agar para atlet merasa siap baik secara fisik maupun psikologis (Sin, 2017: 164).
Konsentrasi adalah kemampuan olahragawan dalam memelihara fokus perhatiannya pada lingkungan pertandingan yang relevan. Konsentrasi adalah kemampuan olahragawan untuk memusatkan perhatiannya pada satu rangsang yang dipilih (satu objek) dalam periode waktu tertentu. Selanjutnya konsentrasi merupakan kemampuan untuk fokus pada berbagai faktor yang relevan dengan pertandingan dan mampu memeliharanya selama durasi pertandingan (Tangkudung, 2018: 391). Pendapat Mulyadi, dkk., (2021: 387) konsentrasi adalah komponen dari fungsi kognitif, yang penting untuk atlet di setiap cabang olahraga.
Setiap cabang olahraga memiliki ciri khas tersendiri, kontak tubuh atau kontak non-tubuh, berdasarkan aspek aktivitas permainan yang memiliki langsung atau kontak fisik tidak langsung, aturan olahraga, perilaku atlet, dan psikologis tuntutan. Pada dasarnya semua cabang olahraga tersebut membutuhkan kemampuan konsentrasi yang baik untuk menampilkannya kinerja terbaik.
b. Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi
Konsentrasi merupakan sebuah proses seseorang memusatkan sebuah perhatian.
Namun pada saat bertanding dan berlatih pasti ada berbagai faktor yang menghambat atau menggangu konsentrasi. Nikseresht, et al., (2017: 66) menjelaskan bahwa kecemasan
kognitif dapat mengganggu konsentrasi dan fokus atlet. Salah satu penyebab mengapa kecemasan kognitif mempengaruhi konsentrasi adalah karena komponen kecemasan kognitif itu sendiri yang berupa pikiran-pikiran negatif atlet. Seperti yang diketahui, konsentrasi merupakan kemampuan memfokuskan pikiran pada beberapa stimulus saja.
Dengan adanya pikiran-pikiran negatif dari kecemasan kognitif, stimulus-stimulus yang menarik 32 atensi atlet menjadi terlalu banyak. Imbasnya, atlet gagal melakukan atensi selektif dengan menyortir stimulus-stimulus yang diterima inderanya, sehingga konsentrasi atlet menjadi terpecah.
Penelitian Septiyanto & Suharjana (2016: 413) menyebutkan bahwa tingkat konsentrasi atau perhatian yang tidak stabil akan mempengaruhi terhadap kualitas teknik yang akan dilakukan. Beberapa penyebab hilangnya konsentrasi dapat terjadi karena gangguan dua faktor, yaitu instrinsik atau dalam diri dan ekstrinsik atau dari luar dirinya. Gangguan instrinsik seperti pemikiran kejadian masa lalu dan masa datang, gangguan fisiologis, kelelahan, motivasi yang rendah, sedangkan gangguan ekstrinsik seperti suara keras, dan lawan bertanding (Nusufi, 2016: 55). Banyak cara untuk meningkatkan konsentrasi, salah satunya dengan meningkatkan mood para atlet dengan cara berlatih di luar lapangan yang memuat kegiatan yang lebih berwarna dan perasaan senang (Sobarna & Friskawati, 2018:2).
Weirnberg & Gould (2015: 359-364) mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi konsentrasi yaitu faktor dari dalam diri olahragawan (internal) dan faktor dari luar olahragawan (ekternal). Terkait faktor dari dalam diri (internal) olahragawan terdapat beberapa faktor antara lain, yaitu:
1) Memikirkan kejadian (kegagalan) yang baru saja berlalu
Gangguan yang disebabkan karena memikirkan kegagalan yang baru sajaberlalu ini sering dialami oleh para olahragawan, terutama yang masih pemula dan yang belum memiliki pengalaman bertanding. Kondisi atlet yang memikirkan bentuk kesalahan tersebut secara terus menerus tentu saja akan berpengaruh pada tingkat konsentrasi selama pertandingan. Hal ini akan menjadi titik lemah yang akan menurunkan penampilan atlet di lapangan.
2) Memikirkan hasil yang akan dicapai
Bagi seorang atlet dalam setiap pertandingan pasti akan ada target yaitu kemenangan. Akan tetapi apabila target tersebut selalu dipikirkan dan diramalkan malah menjadi beban. Atlet akan merasa tegang dan cemas dalam menjalani pertandingan, sehingga mempengaruhi penampilan di lapangan.
3) Merasa tercekik dan tertekan
Perasaan tercekik merupakan salah satu dampak dari beban target seorang atlet dalam menjalani sebuah pertandingan. Seorang atlet yang sangat tegang dalam menjalani pertandingan akan mengalami perasaan choking (tercekik). Alhasil kondisi tersebut berdampak negatif pada penampilan atlet di lapangan.
4) Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis perubahan secara fisiologis juga dapat mengganggu daya konsentrasi olahragawan, terutama pemapasan yang terengah-engah, denyut jantung yang cepat, serta meningkatnya ketegangan pada otot. Sebagai contoh bagi olahragawan menembakdan panahan, pemapasan yang terengah-engah, denyut jantung yang cepat, serta meningkatnya ketegangan pada otot akan sangat mengganggu ketepatan bidikan pada sasaran.
5) Kelelahan
Atlet yang bertanding dalam intensitas tinggi tentu akan menguras energi. Dengan kondisi energi yang terkuras tentu akan berpengaruh pada kemampuanotak dalam mengikat oksigen. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh pada daya konsentrasi atlet di lapangan.
6) Motivasi yang kurang
Secara tidak langsung motivasi seorang atlet akan berpengaruh pada konsentrasi ketika bertanding. Contoh ketika seorang atlet unggulan bertemu dengan atlet pemula tentu saja motivasi untuk bertanding tidak akan sebagus ketika bertemu atlet yang selevel. Secara tidak langsung ini akan berpengaruh pada konsentrasi pada saat pertandingan.
Terkait dengan faktor dari luar olahragawan (eksternal) terdapat beberapa faktor antara lain:
1) Rangsang yang mencolok
Rangsang yang mencolok merupakan gangguan terhadap fungsi visual, yang akhirnya juga mengacaukan tingkat konsentrasi. Jika fungsi visual terkacaukan, maka rangsang yang masuk ke dalam persepsi tidak akan sempurna, sehingga proses pemilahan di dalam otak untuk merespons yang berupa konsentrasi juga akan terganggu.
2) Suara yang keras
Seperti halnya dengan rangsang visual yang mencolok, rangsang suara yang keras akan menggangu proses informasi ke otak. Untuk itu latihan konsentrasi akan lebih efektif dilakukan di tempat yang kondusif dan hening.
3) Perang urat syaraf yang dilakukan oleh lawan.
Perang urat syaraf biasanya lebih mengarah pada perang kalimat yang didalamnya meneror. Biasanya seorang atlet yang mendengar kalimat tersebut akan bereaksi secara emosional. Apabila atlet tersebut memiliki sikap temperamental pasti akan mempengaruhi konsentrasi di lapangan.
Komarudin (2017: 49) menjelaskan pengertian antara perhatian dan konsentrasi secara terpisah. Perhatian lebih menekankan pada kemampuan atlet untuk tetap “tune in”
kepada apa yang lebih penting untuk dilakukan dan “tune on” kepada apa yang tidak penting dilakukan. Tujuannya adalah membentuk kemampuan atlet supaya konsentrasi.
Konsentrasi lebih menekankan kepada kemampuan atlet untuk memfokuskan perhatiannya pada stimulus yang dipilihnya dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Adapun ciri-ciri/
karakteristik atlet yang sedang berkonsentrasi menurut Jannah (2020: 39), adalah: (1) Tertuju pada objek/ benda pada saat itu. (2) Perhatiannya tetap pada objek tertentu dan tidak ada perhatian dan pemikiran pada objek lain. (3) Menenangkan dan memperkuat mental. Lebih lanjut Jannah (2020: 39) memberikan batasan tentang konsentrasi sebagai:
(1) kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian pada isyarat tertentu yang sesuai dengan tugasnya, dan (2) mempertahankan fokus perhatian tersebut.
Berdasarkan definisi di atas bisa disimpulkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan dengan mengabaikan hal-hal di luar kegiatan. Ini berarti seseorang yang sedang berkonsentrasi adalah seseorang yang sedang fokus dalam memusatkan pikiran pada satu hal, dan mengabaikan gangguan-gangguan di sekitar.
3. Hakikat Kestabilan Emosi a. Pengertian Kestabilan Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu “emovere”, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis (Lubis, 2018: 237).
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. Emosi terbagi atas: desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran), love (cinta) dan joy (kegembiraan). tiga macam emosi, yaitu:
fear (ketakutan), rage (kemarahan), love (cinta) (Septyani, dkk., 2021: 6).
Hurlock (2015: 31) menyatakan bahwa kestabilan emosi memiliki beberapa kriteria yaitu:
1) Emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosial.
Individu yang emosinya stabil dapat mengontrol ekspresi erposi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat melepaskan dirinya dari belenggu energi mental maupun fisik yang selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
2) Pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu
belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan- kebutuhannya, serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain.
3) Penggunaan kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya
mampu menilai situasi secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.
Menurut Rohmania (2017: 22), emosi dikatakan stabil ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: (1) Adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi. Individu akan mampu secara penuh mengekspresikan segala bentuk emosi baik yang positif maupun negatif. (2) Emosi menjadi bagian integral dari keseluruhan kepribadian. Individu memiliki sistem emosi yang profesional dalam keseluruhan struktur pribadinya. (3) Individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi merupakan keberhasilan pencapaian keyakinan dalam diri individu, yaitu keyakinan dalam pencapaian cita-cita yang diharapkan. Individu yang memiliki kestabilan emosi, memiliki rasa aman yang tercermin dalam kepercayaan spiritual dan membantu individu untuk bersikap secara seimbang dan stabil tanpa melihat masalah-masalah yang dida
b. Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Emosi
Seseorang yang stabil emosinya akan mampu menghadapi situasi tertentu dengan tenang, terbuka, terkendali dan bertindak secara realistis. Kestabilan emosi akan tercapai jika didukung oleh kesehatan fisik, kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosi dan penyesuaian emosi. Kesehatan fisik dapat diperoleh dengan istirahat yang cukup serta
membiasakan hidup teratur dalam segala hal. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi stabilitas emosi seseorang, yaitu: (1) Keadaan jasmani individu yang bersangkutan.
Keadaan jasmani yang kurang sehat akan mempengaruhi emosi pada individu itu. (2) Keadaan dasar individu. Hal ini sangat erat hubungannya dengan struktur pribadi individu.
(3) Keadaan individu pada suatu waktu (Fitri & Adelya, 2017: 31).
Menurut Hurlock (2015: 40) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi adalah:
1) Fisik
Memiliki kondisi fisik yang sehat jasmani menjadikan individu tersebut tidak cepat marah dan cepat tersinggung. Mereka akan merasa nyaman dan tentram dalam kondisi jasmani yang sehat. Akan tetapi, individu yang salah satu anggota badannya kurang sehat secara medis akan akan menjadi cepat marah dan tersinggung. Hal ini dikarenakan individu tersebut merasakan ada yang kurang dan membuat individu tersebut tidak nyaman.
2) Kondisi lingkungan
Lingkungan yang dapat menerima kehadiran individu dan individu tersebut mampu menerima dengan mudah akan menyebabkan individu tersebut mengalami kestabilan dalam emosi. Akan tetapi bila lingkungan tersebut tidak dapat menerima kehadiran individu tersebut dengan baik, maka ia akan merasa tidak dihargai dan terhina.
3) Faktor Pengalaman
Melalui pengalaman individu dapat mengetahui berbagai bentuk ungkapan emosi orang lain. Individu dapat mempelajari nbagaimana cara mengungkapkan emosi yang dapat diterima oleh lingkungan sosial tersebut.
c. Indikator Kestabilan Emosi
Kestabilan emosi inilah yang menentukan berhasil tidaknya seseorang menguasai keseimbanganya. Adapun faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi, menurut Hurlock (2015: 42) adalah:
1) Kematangan emosi, seseorang dikatakan matang emosinya apabila mampu bertindak sesuai dengan usianya, dan menggunakan pikirannya sebelum bereaksi atau bertindak.
Orang yang matang emosinya tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dan seseorang yang matang emosinya juga mampu menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara emosional, memiliki reaksi emosi yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.
2) Kontrol emosi atau pengendalian emosi, seseorang dikatakan dapat mengontrol emosinya apabila dapat mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Adapun keadaan yang menunjukkan kurang kontrol emosi adalah kemarahan yang hendak meledak-ledak yang ditunjukkan dalam tingkah lakunya.
Misalnya membanting barang, berkelahi dan sebagainya.
3) Adekuasi emosi, seperti cinta kasih, simpati altruis (senang menolong orang lain), bersikap hormat atau menghargai orang lain. Pada kontrol emosi ini mencakup pengaturan emosi dan perasaan yang sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan bagaimana standar individu yang berhubungan dengan nilai, cita-cita, dan prinsip.
Karakteristik kestabilan emosi menurut Hurlock (2015: 45) yaitu: (1) Individu mampu mengekspresikan semua bentuk perasaan mosinya yang dapat diterima atau sesuai dengan norma sosial yang ada. (2) Individu mempunyai pemahaman yang mendalam tentang keadaan dirinya. Pemahanan ini mencakup pemahaman akan kekurangan dan kelebihan diri sendiri. (3) Individu mempunyai kemampuan melakukan analisis yang kritis terhadap
situasi yang ada sebelum ia mengekspresikan emosinya Selanjutnya menurut Fauzi & Sari (2018: 2), karakteristik dari individu yang mempunyai kestabilan emosi yaitu:
1) Bersikap realistis dan mampu memahami sikap dan keputusan akan suatu hal dengan tepat
2) Menerima diri sendiri dan orang lain seperti apa adanya
3) Mempunyai spontanitas, mampu bertingkah laku yang wajar dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan yang berlangsung
4) Tidak tergantung dengan orang lain dan mementingkan adanya privasi serta mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa harus tergantung pada orang lain
5) Mampu untuk mengungkapkan penilaiannya akan suatu situasi dengan obyektif
6) Memikirkan kesejahteraan orang banyak, mampu berempati dengan sesama dan mampu bergaul dengan orang dari kelas sosial yang lebih rendah
7) Menyadari adanya perbedaan pendapat dalam mencapai tujuan dan mementingkan nilai-nilai etik dan moral dalam mencapai tujuan hidup
8) Mempunyai rasa humor yang baik, tidak terlalu serius, mudah bercanda tetapi tetap menjaga nilai-nilai kesopanan dalam bercanda
9) Senang tantangan dan petualangan baru
10) Kreatifitasnya tinggi, mampu berinovasi dan berimprovisasi
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari individu yang mempunyai kestabilan emosi adalah: (1) Mampu meluapkan emosi pada tempatnya, (2) Mampu bersikap realistis, (3) Mampu mengambil sikap dan keputusan secara tepat sebelum mengekspresikan emosi.
4. Hubungan Kestabilan Emosi dengan Konsentrasi
Unsur utama yang menjadi poin penting dalam manifestasi kontrol diri ialah keyakinan individu terhadap dirinya dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan cara mengendalikan emosi dan dorongan- dorongan dari dalam dirinya. Nawawi (2018: 36) dalam penelitiannya menyatakan terjadinya sikap di luar kehendak yang mampu menghasilkan tindakan agresif dan berujung pada pelanggaran ketika pertandingan, disebabkan karena seseorang tidak mampu mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya, rasa marah dan dendam dapat dengan mudah memicu munculnya sikap agresif.
Kestabilan emosi yaitu reaksi perasaan atau kondisi perasaan untuk mengendalikan emosi dalam mengambil keputusan yang didasari oleh suatu pertimbangan sesuai dengan perkembangan emosionalnya supaya bisa diterima orang lain serta diri sendiri sesuai norma-norma yang ada (Pramesthi & Hakim, 2023: 26). Hal yang tidak kalah penting untuk dimiliki seorang atlet yaitu kekuatan mental serta bagaimana seorang atlet mampu menjaga konsentrasinya selama pertandingan hingga selesainya pertandingan. Bagi atlet bulutangkis tidak hanya mengutamakan penguasaan teknik dan taktik, seorang atlet bulutangkisjuga harus memiliki konsentrasi dan emosi yang stabil supaya mampu melakukan teknik serangan dan bertahan dengan baik, sehingga dapat menghasilkan poin yang maksimal dan memenangkan pertandingan.
B. Penelitian yang Relevan
Manfaat dari penelitian yang relevan yaitu sebagai acuan agar penelitian yang sedang dilakukan menjadi lebih jelas. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan Cahyani & Siswati (2020) berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kontrol Diri pada Remaja Pria Atlet Sepak Bola di Kota Pati”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan kontrol diri pada remaja pria atlet di Sekolah Sepak Bola Bintang
Muda Kota Pati. Populasi penelitian ini berjumlah 130 dengan sampel penelitian berjumlah 95 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi spearman rxy = 0,487 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti hipotesis yang telah diajukan diterima dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel.
2. Penelitian yang dilakukan Dirgantara (2020) berjudul “Pengaruh Stabilitas Emosi dan Motivasi Berprestasi terhadap Kebanggaan Diri Atlet Muaythai Kota Balikpapan”.
Penelitian ini bertujuan menguji secara empirik ada atau tidaknya pengaruh stabilitas emosi dan motivasi berprestasi terhadap kebanggaan diri pada atlet Muaythai kota Balikpapan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah atlet Muaythai kota Balikpapan sebanyak 100 orang. Teknik sampel yang digunakan adalah non random sampling. Teknik analisa data menggunakan uji regersi berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh kohesivitas kelompok dan kesiapan berubah stabilitas emosi dan motivasi berprestasi terhadap kebanggaan diri pada atlet Muaythai kota Balikpapan dengan nilai signifikansi p = 0.000, F hitung 68.909 > F tabel = 3.090 dan nilai R2 = 0.587. Pada stabilitas emosi terhadap kebanggaan diri tidak terdapat pengaruh dengan nilai koefisien beta (β) = - 0.035, nilai t hitung = -0.534 < t tabel = 1.984 dan nilai p = 0.595. Pada motivasi berprestasi terhadap kebanggaan diri terdapat pengaruh dengan nilai koefisien beta (β)
= 0.761, nilai t hitung= 11.599 > t tabel = 1.984 dan nilai p = 0.000.
3. Penelitian yang dilakukan Halimatussadiyah & Jannah (2019) berjudul “Hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembak UNESA”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi degan konsentrasi pada atlet ukm menembak Unesa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik sampling jenuh, sampel terdiri dari 84 atlet UKM menembak Unesa. Teknik analisis yaitu korelasi product moment. Hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien korelasi r= 0,643 dengan taraf signifikansi 0,000 < (p 0,05). Berdasarkan hasil analisis hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembak UNESA. Semakin tinggi tingkat regulasi emosi, maka semakin tinggi pula konsentrasi atlet sedangkan semakin rendah tingkat regulasi emosi atlet maka semakin rendah pula konsentrasi.
4. Penelitian yang dilakukan Sadzali, dkk., (2022) berjudul “Analisis Koordinasi Mata Tangan, Konsentrasi, dan Percaya Diri terhadap Kemampuan Servis Pendek pada Permainan Bulu tangkis Mahasiswa BKMF Bulu tangkis FIK UNM”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi kordinasi mata tangan, konsentrasi, dan percaya diri terhadap kemampuan servis pendek pada permainan bulu tangkis mahasiswa BKMF bulu tangkis FIK UNM. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa BKMF Bulu tangkis FIK UNM dimana jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang. Teknik penentuan sampel adalah total sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis non parametrik, analisis linearitas dan analisis regresi pada program SPSS 22 dengan taraf signifikan 95%
atau α 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kontribusi kordinasi mata tangan, konsentrasi, percaya diri terhadap kemampuan servis pendek pada permainan bulu tangkis mahasiswa BKMF bulu tangkis FIK UNM sebesar 82,90%.
5. Penelitian yang dilakukan Widyanto & Kumaat (2020) berjudul “Kontribusi Konsentrasi terhadap Ketepatan Pukulan Short Serve Atlet Bulu tangkis”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kontribusi konsentrasi terhadapnketepatan pukulan short serve atlet bulu tangkis. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini meneliti sebanyak 45 subjek penelitian. Teknik analisis datn yang digunakan adalah mean, standart deviasi, persentase, uji normalitas, uji korelasi, dan uji koefisien
determinansi. Hasil penelitian yang didapatkan pada atlet PB Suryanaga Surabaya menunjukkan bahwa pada kategori anak- anak usia 11-12 tahun terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi dan point short serve kanan sebesar 80% dan terhadap point short serve kiri sebesar 55%. Pada kategori pemula usia 13-14 tahun, terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi dan poin short serve kanan sebesar 81% dan terhadap point short serve kiri sebesar 26%. Pada kategori remaja usia 15-16 tahun, terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi dan poin short serve kanan sebesar 86% dan terhadap poin short serve kiri sebesar 33% yang dimana semua kategori usia memiliki arti bahwa konsentrasi tersebut memiliki kontribusi yang searah dan positif terhadap ketepatan pukulan short serve.
C. Kerangka Berpikir
Aspek psikologis mempunyai peran penting dalam penampilan olahraga. Aspek psikologis ini seringkali diabaikan dalam proses latihan dan cenderung lebih banyak diperhatikan pada saat pertandingan. Perubahan secara psikologis pada atlet, seperti stress, sulit berkonsentrasi dan gangguan ketangguhan mental, sedangkan diketahui bahwa hal ini harus dimiliki atlet, sehingga mampu menghadapi tantangan yang lebih berat pada saat akan menghadapi latihan maupun menghadapi pertandingan.
Saat bertanding atlet kurang dapat mengontrol emosinya dengan baik,selalu terburu- buru dalam bertindak, serta kurangnya kestabilan emosi saat bertanding dan menyebabkan kekalahan. Pada saat menghadapi lawan di arena pertandingan, atlet akan menunjukkan performa yang maksimal, mengerahkan semua kemampuan yang didapat saat latihan sehari-hari, dan juga teknik-teknik yang sudah diberikan oleh sang pelatih. Performa atlet tersebut juga dapat dipengaruhi oleh lawan yang dapat memancing emosi atlet saat bertanding.
Kestabilan emosi dan konsentrasi yang rendah juga dapat mengakibatkan kerugian apabila teknik pukulan dan gerakan yang dilakukan dapat mencederai diri sendiri
Fisik Teknik Taktik Mental
Faktor Psikologis Lainnya Bulutangkis
maupun lawan. Atlet yang mengalami cedera akan tidak maksimal dalam bertanding dan bisa saja tidak melanjutkan pertandingan. Hal tersebut dapat merugikan atlet itu sendiri. Berdasarkan hasil studi pustaka tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet Bulutangkis Pb Indoraya. Selanjutnya, bentuk kerangka pemikiran adalah sebagai berikut.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu “Terdapat hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dengan konsentrasi saat bertanding pada atlet Bulu tangkis Pb Indoraya”.
Kestabilan Emosi Konsentrasi