• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kestabilan Emosi dengan Kecemasan Bertanding pada Atlet Bulu Tangkis PB Indoraya

N/A
N/A
KHAFIFAH Isnaini

Academic year: 2025

Membagikan "Hubungan Kestabilan Emosi dengan Kecemasan Bertanding pada Atlet Bulu Tangkis PB Indoraya"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KECEMASAN BERTANDING PADA ATLET BULU TANGKIS PB

INDORAYA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan

Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Isnaini Nur Khafifah Nim. 21602241010

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2024

(2)

i DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Hakikat Bulu Tangkis ... 10

2. Hakikat Kestabilan Emosi ... 14

3. Hakikat Kecemasan ... 21

4. Hubungan Kestabilan Emosi dengan Kecemasan ... 28

B. Penelitian Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

D. Definisi Operasional Variabel ... 37

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 38

F. Validitas dan Realibilitas ... 41

G. Teknik Analisis Data ... 42

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga merupakan kegiatan individu untuk menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani yang berdampak pada pola kehidupan individu, peningkatan mental, keyakinan pribadi, pertanggung jawaban, dan pengembangan diri agar menjadi lebih cerdas (Widyanto & Kumaat, 2020).

Dalam perkembangan selanjutnya, olahraga tidak hanya menjadi sarana untuk menjaga kesehatan, tetapi juga menjadi ajang pertandingan dalam kompetisi yang mampu membawa nama baik bagi suatu kelompok atau negara (Akbar & Rizki, 2021).

Dalam olahraga tidak hanya membutuhkan kekuatan fisik, tetapi juga membutuhkan faktor psikologis. Pentingnya peran psikologis dalam meningkatkan kemampuan seorang atlet dalam menghadapi pertandingan (Handayani 2019). Beberapa keadaan psikologis yang terjadi pada atlet sangatlah kompleks. Kompleksitas tubuh manusia dalam menghadapi respon dan tekanan merupakan kondisi yang sering terjadi dalam pertandingan, seperti timbulnya kecemasan dan kestabilan emosi (Agus Supriyanto, 2015).

(4)

2

Olahraga prestasi memiliki banyak cabang, salah satu cabang olahraga prestasi adalah bulu tangkis. Permainan bulu tangkis merupakan olahraga yang populer dan digandrungi oleh masyarakat di Indonesia.

Terbukti disetiap penyelenggaraan pertandingan nasional maupun internasional, banyak atlet bulu tangkis yang ikut serta. Tujuan permainan bulu tangkis adalah menjatuhkan shuttlecock ke area lapangan lawan dengan melewati net untuk mencetak poin. Bulu tangkis atau badminton, adalah sebuah permainan yang menggunakan raket sebagai alat pemukul dan shuttlecock sebagai objek pukul. Permainan ini dapat dimainkan di lapangan tertutup maupun terbuka. Lapangan berbentuk persegi panjang ditandai dengan garis-garis pembatas dan dibatasi oleh net untuk memisahkan area permainan sendiri dan area permainan lawan. Permainan bulu tangkis bersifat individual dan bisa dimainkan oleh pria maupun wanita. Selain itu, terdapat juga kategori ganda campuran yang melibatkan pasangan pria dan wanita. (Yane, dkk., 2021: 273).

Bulu tangkis merupakan olahraga yang memerlukan teknik dan taktik untuk mencetak poin. Selain itu mental pemain juga sangat diperhitungan untuk mencapai prestasi. Saat atlet bertanding tidak hanya mengenai lawan yang ada di dalam lapangan pertandingan, melainkan terdapat kelompok penonton, official, dan juga rekan sesama tim yang memengaruhi keseruan suatu pertandingan. Bagi atlet bisa menjadikan semangat atau membuat atlet merasa tertekan secara psikologis. Dalam

(5)

3

bertanding atlet harus mempunyai psikis yang stabil (Yuda, 2023: 2).

Seberapa baik atau buruknya performa seorang atlet di lapangan akan mempengaruhi kondisi psikologisnya, termasuk perasaan seperti kecemasan (Verawati, 2015).

Kecemasan didefinisikan sebagai respons emosional terhadap keadaan yang dianggap mengancam Darmawan & Susanto (2021: 297).

Perasaan yang mengancam ini seringkali tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai dengan perubahan fisiologis dan psikologis pada diri atlet (Kholil Lur Rochman dalam (Prasetyo, 2018). Kecemasan menggambarkan perasaan seorang atlet akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, antara lain performa buruk, timbul obsesi, merasa cepat putus asa, dan diejek teman jika kalah. Kondisi ini akan menimbulkan kecemasan dan berdampak buruk bagi atlet. Dampak buruk tersebut dapat menimbulkan reaksi fisik dalam tubuh atlet, seperti keringat yang mengucur deras, kepala terasa pusing, tangan dan kaki basah oleh keringat dingin, gemetar, napas terengah-engah, mual dan muntah.

Apabila atlet mengalami tingkat kecemasan yang tinggi dalam suatu pertandingan, maka strategi, taktik dan teknik yang dipersiapkan secara matang sebelum pertandingan tidak lagi berguna (Roeswan dan Soekarno, 1979, dalam Virginia, dkk,. 2020: 208). Skill seorang atlet yang sebelumnya bagus atau di atas rata - rata tidak akan muncul dalam pertandingan, jika atlet merasa cemas dan tidak dapat mengontrol keadaan

(6)

4

emosinya (Yates, 2020). Begitu juga dalam pertandingan bulu tangkis, atlet yang mengalami kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan hal yang sangat fatal seperti membuang angka secara percuma karena kesalahan sendiri bahkan berakibat kekalahan dalam pertandingan. Untuk itu diperlukan kestabilan emosi yang baik dalam suatu pertandingan.

Seseorang yang emosinya stabil dapat mengarahkan dirinya untuk memusatkan perhatian pada aktivitas. Dirgantara (2020: 759) Seseorang yang memiliki kestabilan emosi yang baik, dapat mengekspresikan emosinya dengan tepat, tanpa berlebihan, sehingga emosi yang dialaminya tidak mempengaruhi aktivitas seperti halnya bertanding. Emosi dianggap berpengaruh pada permainan atlet saat bertanding. Secara mental, atlet dengan kestabilan emosi yang rendah akan terstimulasi emosinya dengan gaya permainan dan taktik yang digunakan lawan (Putra & Dewanti, 2021:

10). Kestabilan emosi sangat penting bagi seorang atlet dalam menghadapi suatu permasalahan yang dapat menimbulkan tekanan mental.

Salah satu aspek tekanan mental ditentukan oleh tingkat kematangan emosi. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tingkat keberhasilan prestasi ditentukan oleh kematangan dan ketangguhan mental atlet dalam mengatasi tekanan pada saat bertanding (Putra, dkk, 2023: 43). Kestabilan emosi seorang atlet pada saat bertanding sangat mempengaruhi kualitas pertandingan, sama halnya dengan kestabilan emosi seorang pemain

(7)

5

bulutangkis. Sugiarto (2017: 5), Semakin tinggi kestabilan emosi, semakin rendah tingkat kecemasan. Kestabilan emosi yang tinggi memungkinkan atlet mengatasi kecemasan dan meningkatkan prestasi.

Bulu tangkis merupakan salah satu cabang olah raga yang digemari oleh warga Kabupaten Wonososbo, terbukti dengan berdirinya Persatuan Bulu Tangkis (PB) yang bertujuan untuk melatih bakat - bakat dan melakukan pembinaan bulutangkis di Kabupaten Wonosobo. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada salah satu klub bulu tangkis yang cukup dikenal di kabupaten Wonosobo yaitu PB.

Indoraya. Banyak atlet binaan PB. Indoraya yang sudah mengukir prestasi di tingkat daerah maupun nasional.

Berdasarkan hasil literature review dari penelitian terdahulu oleh Zulfatania, (2023) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dengan kontrol diri saat bertanding pada atlet pencak silat Perguruan Putra Setia Kota Pontianak. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfatania menggunakan subjek penelitian berjumlah 35 atlet yang memenuhi syarat.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket dan analisis data menggunakan Pearson Correlation Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kontrol diri saat bertanding pada atlet pencak silat Perguruan Putra Setia Kota Pontianak, dengan r hitung sebesar 0,586.

Kestabilan emosi mampu menggerakkan secara psikologis kontrol diri saat

(8)

6

bertanding pada atlet pencak silat Perguruan Putra Setia Kota Pontianak sebesar 34,34%, sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain sebesar 65,66%

di luar penelitian. Nilai koefisien korelasi bernailai positif, artinya jika kestabilan emosi yang dimiliki seorang atlet semakin baik, maka kontrol diri saat bertanding juga akan semakin baik.

Berdasarkan hasil literature review dari penelitian terdahulu oleh Arzani (2023) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan bertanding atlet bulu tangkis PB UNIOR. Penelitian yang dilakukan oleh Arzani menggunakan anggota PB UNIOR dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala self-efficacy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai sig.0,000>0,05 yang berarti bahwa adanya hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan bertanding atlet bulu tangkis PB UNIOR. Adapun hasil koefisien bernilai -763 menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bersifat negatif. Artinya, semakin tinggi self-efficacy, maka semakin rendah kecemasan bertanding atlet.

Atas dasar fenomena tersebut, maka penulis menemukan kesenjangan dalam penelitian yang dilakukan oleh Zulfatania (2023) yang berjudul “ Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Kontrol Diri saat Bertanding pada Atlet Pencak Silat Perguruan Putra Setia Kota Pontianak ” yaitu adanya pengaruh faktor lain yang di luar dari penelitian. Kemudian kesenjangan dalam penelitian lain oleh Arzani (2023) yang berjudul

(9)

7

“Hubungan Self-Efficacy Dengan Kecemasan bertanding pada Atlet Bulu Tangkis PB Unior” belum meneliti mengenai kestabilan emosi dan kecemasan.

Sesuai dengan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis ingin melakukan kebaruan terhadap penelitian sebelumnya, yang kemudian penelitian tersebut diberi judul “Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Kecemasan Bertanding pada Atlet Bulutangkis PB. Indoraya”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Belum diketahui seberapa besar kestabilan emosi mempengaruhi prestasi olahraga, khususnya bulu tangkis. Atlet kurang mengontrol emosinya, sehingga terburu- buru dalam bertindak.

2. Belum diketahui tingkat kecemasan atlet bulutangkis Pb Indoraya saat bertanding

3. Belum diketahui hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulutangkis Pb Indoraya.

C. Batasan Masalah

Agar masalah tidak terlalu luas maka perlu adanya batasan-batasan, sehingga ruang lingkup penelitian menjadi jelas. Masalah yang akan dibahas

(10)

8

dalam penilitian ini perlu dibatasi pada hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana tingkat kestabilan emosi atlet bulu tangkis PB INDORAYA?

2. Bagaimana tingkat kecemasan bertanding atlet bulu tangkis PB INDORAYA?

3. Apakah ada hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

(11)

9

a. Penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian lain sejenis untuk mengetahui hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.

c. Memberikan sumbangsih terhadap perkembangan pengetahuan khususnya mahasiswa FIKK UNY.

2. Secara Praktis

a. Sebagai data guna mengetahui hubungan hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan bertanding pada atlet bulu tangkis Pb Indoraya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada atlet untuk lebih memperhatikan kestabilan emosi yang dapat mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi pertandingan.

(12)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Hakikat Bulu Tangkis a. Pengertian Bulu Tangkis

Bulu tangkis adalah salah satu cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan salah satu kekuatan dunia dalam bulutangkis dengan beberapa pemain yang mendominasi turnamen-turnamen bergengsi secara internasional. Hal ini dapat dilihat dari prestasi yang diraih dalam kejuaraan yang diikuti oleh atlet Indonesia, seperti kejuaraan Uber Cup, All England, Thomas Cup, dan Olimpiade lainnya. Olahraga bulu tangkis dimainkan dari anak-anak hingga dewasa untuk tujuan hiburan, kebugaran, dan prestasi. Indonesia menjadi negara dengan prestasi terbaik di dunia dengan menjadi juara dalam kejuaraan bergengsi, itu menarik perhatian masyarakat untuk mencari kesehatan dan prestasi (Putra & Sugiyanto, 2016:175-185).

Bulu tangkis Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat karena tidak lepas dari kerja keras pelatih, atlet, dan pengurus dalam pencapaian prestasi bulu tangkis (Razak, 2019). Prestasi ini menunjukkan bahwa bulu tangkis telah menjadi olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia.Bulu tangkis adalah suatu permainan yang dimainkan oleh satu orang (tunggal) atau dua orang

(13)

11

(ganda), dengan menggunakan raket dan shuttlecock sebagai objek untuk melewati net di tengah lapangan, (Suhardianto 2021). Permainan bulu tangkis dimainkan oleh dua pemain atau dua pasang pemain di lapangan persegi dengan net di tengahnya. Pemain menggunakan raket untuk memukul shuttlecock ke daerah lawan atau menangkis untuk menghindari jatuh di daerah sendiri, (Sutanto, 2016).Bulu tangkis adalah permainan yang dimainkan oleh satu orang ( tunggal ) atau dua orang ( ganda ), menggunakan raket sebagai alat pukul dan shuttlecock sebagai objek pukul untuk melewati net yang berada di tengah lapangan supaya shuttlecock tidak jatuh di daerah sendiri.

Lapangan bulutangkis dibatasi pada setiap sisinya oleh dua garis samping (side boundary lines and back boundary lines). Bulutangkis dimainkan pada arena lapangan yang berbentuk empat persegi panjang yang datar dengan lebar 6.10m, panjang 13.40m, dan garis selebar 4cm. Sebuah net dan tali dengan tiang setinggi 1.55m pada kedua tiang net. Net dipasang di tengah-tengah sehingga lapangan terbagi menjadi dua sama besar yang menyerupai empat persegi panjang.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan bulu tangkis dalam penelitian ini adalah Permainan ini dapat dimainkan oleh satu orang (tunggal) atau dua orang (ganda), menggunakan raket dan shuttlecock yang harus melewati net yang berada di tengah lapangan. Lapangan bulutangkis berbentuk empat persegi panjang dengan

(14)

12

ukuran tertentu dan net yang membagi lapangan menjadi dua bagian yang sama besar. Popularitas bulutangkis di Indonesia mencerminkan minat masyarakat dari berbagai usia untuk bermain, baik untuk hiburan, kebugaran, maupun prestasi.

b. Teknik Dasar Bulu Tangkis

Dasar teknik dalam bulutangkis adalah fondasi yang penting untuk bermain bulutangkis dengan baik. Teknik-teknik ini mencakup berbagai aspek, mulai dari cara memegang raket hingga pergerakan kaki dan pukulan.

Supaya seseorang dapat bermain bulutangkis dengan baik, setiap individu harus mampu memukul kok dan melewati net, (Ramadhani, 2021). teknik dasar bulutangkis dibagi menjadi dua bagian yaitu teknik tanpa bola dan teknik pukulan. (Budiwanto, 2013), teknik tanpa bola terbagi dalam: (1) teknik sikap siaga, (2) teknik pegangan raket, dan (3) teknik langkah kaki (footwork), sedangkan untuk teknik pukulan terbagi dalam, (1) teknik pukulan servis (2) teknik pukulan overhead lob, (3) teknik pukulan overhead drop shot, (4) teknik pukulan smash (5) teknik pukulan net drop, dan (6) teknik pukulan mendatar (drive).

c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Bulu Tangkis

Olahraga prestasi tidak dihasilkan dengan mudah dibutuhkan bakat, latihan, pelatih yang baik, bahkan semangat yang tinggi untuk mendapatkan prestasi. Pada saat sekarang banyak para pelatih mulai mengerti, bahwa prestasi yang tinggi tidak hanya tergantung pada segi teknis semata, namun

(15)

13

faktor non teknis seperti motivasi, rasa percaya diri, faktor emosional, faktor psikologis serta kecemasan atlet, (Apriansyah, dkk 2017). Beberapa faktor penting yang berkaitan dengan prestasi olahraga, yaitu: (1) perlunya pembinaan berjenjang dan berkelanjutan; (2) prioritas cabang olahraga; (3) indentifikasi pemanduan bakat; (4) optimalisasi pembinaan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) dan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) dan sekolah khusus olahraga; (7) investasi dan implementasi Iptek keolahragaan, (8) pemberdayaan semua jalur pembinaan; (9) sistem jaminan kesejahteraan dan masa depan, (Akhmad &

Zainudin, 2019: 2).

Penampilan atlet dipengaruhi oleh faktor psikologis, baik secara positif maupun negatif. Faktor psikologis dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Secara langsung, emosi berlebihan bisa mempengaruhi penampilan atlet. Secara tidak langsung, faktor non-teknis juga berkaitan dengan penampilan atlet, (Irwanto & Romas, 2019). Faktor psikologis ini bersifat langsung dan tidak langsung. Sifatnya langsung berupa stres emosional yang berlebihan dapat mempengaruhi prestasi seorang atlet. Hal ini juga secara tidak langsung berkaitan dengan prestasi atlet yang disebut juga dengan faktor non teknis, karena sebelum atlet memasuki arena pertandingan, suatu pertandingan cenderung menegangkan pada aspek emosional. Saat bertanding, kondisi emosinya tidak stabil sehingga dapat mempengaruhi performanya. (Effendi, 2016).

(16)

14

Prestasi olahraga tidak hanya ditentukan oleh kemampuan teknis semata, tetapi juga oleh faktor non-teknis seperti motivasi, kepercayaan diri, dan kondisi psikologis atlet. Oleh karena itu, perhatian terhadap kesejahteraan emosional dan psikologis atlet sangat penting untuk mencapai prestasi optimal. Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi, yaitu faktor dari dalam dan dari luar atlet. Faktor dari dalam yaitu psikologi atlet dalam hal ini kestabilan emosi dan kecemasan.

2. Hakikat Kestabilan Emosi a. Pengertian Kestabilan Emosi

Emosi berasal dari kata prancis emotion, yang bersal dari emouvoier, ‘excite’, yang berdasarkan kata latin emovere, yang terdiri dari kata-kata e-(variant atau ex-), yang artinya ‘keluar’ dan movere, artinya

‘bergerak’, (Asrori, 2020, hlm. 62). Dengan demikian, secara etimologi emosi adalah bergerak keluar. Bergerak keluar itu sendiri dapat berimplikasi pada ada sesuatu semacam perasaan yang dikeluarkan atau diluapkan.

Emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuhnya sebagai respon terhadap rangsangan dari luar. Emosi adalah respon psikologis dan fisiologis yang kompleks terhadap berbagai rangsangan eksternal atau internal yang dialami seseorang. Emosi melibatkan pengalaman subjektif, ekspresi perilaku, dan

(17)

15

perubahan fisiologis. Emosi terkadang diidentikkan dengan emosi, khususnya keadaan mental atau psikologis yang kita alami dengan kesenangan atau ketidaknyamanan yang melibatkan peristiwa kognitif dan bersifat subjektif. Emosi terbagi atas: desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran), love (cinta) dan joy (kegembiraan). tiga macam emosi, yaitu: fear (ketakutan), rage (kemarahan), love (cinta) (Septyani, dkk., 2021: 6).

Goleman (2017: 413) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:

1.) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

2.) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

3.) Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri

4.) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

5.) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

6.) Terkejut: terkesiap, terkejut.

7.) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak suka malu, malu hati, kesa.

(18)

16

Emosi merupakan aspek psikologis yang berkaitan dengan perasaan dan sensasi. Misalnya saat kita merasa senang, sedih, mudah tersinggung, bosan, stres, marah, dan sebagainya, (Handayani, 2019:2) Emosi yang timbul pada diri manusia berkaitan dengan keadaan psikologis yang dirangsang oleh faktor internal dan eksternal. Gangguan emosi dapat berkisar dari skala yang paling menyenangkan hingga skala yang paling tidak menyenangkan. Skala emosi yang paling menyenangkan adalah kegembiraan yang meluap-luap, sedangkan skala emosi yang paling tidak menyenangkan adalah kemarahan atau kesedihan yang mendalam.

Kestabilan emosi menggambarkan keadaan kematangan emosi atau mental seseorang dalam menghadapi perubahan keadaan dengan respon yang tepat dan cepat, baik teknis maupun non teknis. Kestabilan emosi merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan emosinya dengan memberikan respon yang tepat terhadap rangsangan yang diterimanya, sehingga memungkinkan dirinya beradaptasi dengan situasi yang dialaminya dan hubungannya dengan orang lain.

Individu dengan kestabilan emosi yang baik akan mengungkapkan emosi yang koheren. Individu dengan kestabilan emosi yang baik dapat mengendalikan perilakunya dalam situasi yang kurang menyenangkan dan terlalu menyenangkan. Sebaliknya, orang dengan kestabilan emosi yang

(19)

17

buruk akan cenderung cepat mengubah emosinya dan tidak mudah mengendalikannya, (Widanti, 2015).

Hurlock (2015:31) mengemukakan bahwa kestabilan emosi didasarkan pada beberapa kriteria, sebagai berikut: 1.) Emosi yang dapat diterima secara sosial dalam lingkungan sosial. Individu yang stabil secara emosional dapat mengendalikan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat membebaskan diri dari serangkaian energi fisik dan mental yang tertekan dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. 2.) Pengetahuan diri. Individu yang stabil secara emosional dapat belajar memahami tingkat kontrol yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhannya, serta menyesuaikan dengan harapan sosial, memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain. 3.) Andalkan ketelitian mental.Orang yang stabil secara emosional dapat mengevaluasi situasi dengan cermat sebelum bereaksi secara emosional. Individu kemudian akan mengetahui bagaimana merespons situasi dengan tepat.

Emosi stabil berarti individu mampu mengekspresikan emosi positif dan negatif secara padu dan terorganisir. Emosi adalah bagian penting dari kepribadian seseorang. Setiap individu memiliki sistem emosi yang memengaruhi seluruh kehidupannya. Individu dapat mengekspresikan emosinya dengan tepat dan alami (Rohmania 2017: 22).

(20)

18

Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa secara keseluruhan, kestabilan emosi adalah aspek penting dalam kesehatan mental dan kesejahteraan sosial individu. Kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik memungkinkan seseorang untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lebih efektif, membangun hubungan yang lebih baik, dan mencapai kepuasan hidup yang lebih tinggi.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Emosi

Gejala psikologis seseorang normal atau stabil sepanjang hidupnya, tergantung pada dukungan internal dalam dirinya serta dorongan atau dukungan eksternal dari lingkungannya, Marliany dalam (Ali & Hidayat, 2016) Emosi yang diharapkan antaranya sebagai berikut: (1) Rasa aman (safety) (2) Rasa percaya diri (trust) (3) Kontrol (control) (4) Harga diri (esteem).

Menurut Hurlock (2015: 40) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi adalah:

1.) Fisik

Memiliki kondisi fisik yang sehat jasmani menjadikan individu tersebut tidak cepat marah dan cepat tersinggung. Mereka akan merasa nyaman dan tentram dalam kondisi jasmani yang sehat. Akan tetapi, individu yang salah satu anggota badannya kurang sehat secara medis akan akan menjadi cepat marah dan tersinggung. Hal ini dikarenakan

(21)

19

individu tersebut merasakan ada yang kurang dan membuat individu tersebut tidak nyaman.

2.) Kondisi lingkungan

Lingkungan yang dapat menerima kehadiran individu dan individu tersebut mampu menerima dengan mudah akan menyebabkan individu tersebut mengalami kestabilan dalam emosi. Akan tetapi bila lingkungan tersebut tidak dapat menerima kehadiran individu tersebut dengan baik, maka ia akan merasa tidak dihargai dan terhina.

3.) Faktor Pengalaman

Melalui pengalaman individu dapat mengetahui berbagai bentuk ungkapan emosi orang lain. Individu dapat mempelajari bagaimana cara mengungkapkan emosi yang dapat diterima oleh lingkungan sosial tersebut.

c. Karakteristik Kestabilan Emosi

Karakteristik kestabilan emosi menurut Hurlock (2015:45) yaitu:

1.) Individu mampu mengekspresikan semua bentuk perasaan mosinya yang dapat diterima atau sesuai dengan norma sosial yang ada

2.) Individu mempunyai pemahaman yang mendalam tentang keadaan dirinya. Pemahanan ini mencakup pemahaman akan kekurangan dan kelebihan diri sendiri

3.) Individu mempunyai kemampuan melakukan analisis yang kritis terhadap situasi yang ada sebelum ia mengekspresikan emosinya.

(22)

20

Selanjutnya menurut Rahayu & Ahyani (2017), karakteristik dari individu yang mempunyai kestabilan emosi yaitu:

1.) Mampu mengenali perasaan dan sadar akan suasana hati maupun pikiran diri sendiri

2.) Mampu menerima kesalahan diri sendiri tanpa menyalahkan orang lain 3.) Tidak tergantung dengan orang lain dan mementingkan adanya privasi

serta mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa harus tergantung pada orang lain

4.) Bersikap realistis dan mampu memahami sikap dan keputusan akan suatu hal dengan tepat

5.) Memikirkan kesejahteraan orang banyak, mampu berempati dengan sesama dan mampu bergaul dengan orang dari kelas sosial yang lebih rendah

6.) Menyadari adanya perbedaan pendapat dalam mencapai tujuan dan mementingkan nilai-nilai etik dan moral dalam mencapai tujuan hidup 7.) Mempunyai rasa humor yang baik, tidak terlalu serius, mudah bercanda

tetapi tetap menjaga nilai-nilai kesopanan dalam bercanda

Adapun faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi, menurut Hurlock (2015: 42) adalah:

1.) Kematangan emosi, seseorang dikatakan matang emosional jika bertindak sesuai usia dan menggunakan pikiran sebelum bereaksi.

(23)

21

Orang tersebut tidak meledak-ledak emosi di depan orang lain, namun menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan bisa menilai situasi secara kritis. Sebelum bereaksi emosional, terdapat respon emosi stabil yang sama untuk setiap emosi

2.) Kontrol emosi atau pengendalian emosi, Seseorang mampu mengendalikan emosi dengan mengarahkan energi emosinya ke saluran ekspresi yang bermanfaat secara sosial. Kurangnya pengendalian emosi terlihat dalam kemarahan yang meledak dan perilaku yang tidak terkendali. Contoh kejahatan seperti merusak barang, berkelahi, dan sebagainya.

3.) Adekuasi emosi, seperti cinta, simpati altruistik, pengendalian emosi meliputi pengaturan emosi sesuai dengan tuntutan lingkungan dan nilai- nilai pribadi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari iIndividu dengan kestabilan emosi yang baik adalah: (1) dapat menghadapi berbagai situasi dengan tepat, (2) mampu membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain, (3) Mampu bersikap realistis.

3. Hakikat Kecemasan a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang ditandai oleh perasaan takut, khawatir, atau gelisah yang berlebihan tentang situasi

(24)

22

tertentu atau tentang masa depan. Ini adalah respons alami tubuh terhadap stres, berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang membantu kita menghindari bahaya. Namun, ketika kecemasan terjadi secara berlebihan atau tanpa alasan yang jelas, itu bisa menjadi gangguan yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Oktapiani & Putri 2018). Kecemasan adalah respons terhadap stres emosional atau fisik. Dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan sering kali menggambarkan situasi yang diungkapkan sebagai ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan (Ozan, 2018). Dapat disimpulkan bahwa kecemasan dapat timbul akibat reaksi yang berkaitan dengan kondisi psikologis dan perasaan yang muncul dalam diri individu ketika menghadapi sesuatu.

Kecemasan bertanding adalah reaksi emosional negatif yang dialami atlet ketika harga dirinya terancam, mereka merasa kompetisi menantang dan atlet akan mengingat bahwa keterampilan kinerja mereka mempengaruhi perilaku mereka selama berkompetisi. Kecemasan merupakan pikiran negatif yang mempengaruhi pikiran seseorang melalui munculnya ketegangan dan peningkatan fungsi sistem tubuh yang sebelumnya menyebabkan mereka khawatir terhadap kemampuan yang dimilikinya (Marsha & Wijaya, 2021). Kecemasan tersebut muncul karena terdapat unsur angan-angan negatif terkait pertandingan yang akan dihadapinya. Kondisi fisik yang kurang memadai, musuh yang lebih kuat,

(25)

23

peristiwa besar, dan menuntut seseorang untuk memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan menimbulkan kecemasan yang semakin besar.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosional yang ditandai oleh perasaan takut, khawatir, atau gelisah yang berlebihan tentang situasi tertentu atau masa depan.

Kecemasan bertanding khususnya dialami oleh atlet yang merasa harga diri mereka terancam dalam kompetisi, yang dapat mempengaruhi kinerja dan perilaku mereka. Kondisi fisik yang kurang memadai, lawan yang lebih kuat, dan ekspektasi yang tinggi dapat meningkatkan kecemasan.

Singkatnya, kecemasan berkaitan dengan kondisi psikologis dan perasaan individu saat menghadapi situasi yang menantang atau mengancam.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecemasan pertandingan pada seorang atlet sangat bervariasi, secara umum kecemasan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal yang dapat menimbulkan kecemasan, namun demikian kecemasan atlet bergantung pada respon masing-masing atlet. (Gunarsa (2008) dalam verawati 2015) mengatakan bahwa terdapat sumber-sumber yang menimbulkan kecemasan yaitu : Sumber kecemasan Intrinsik dan ekstrinsi.

1.) Kecemasan Intrinsik

a) Seseorang atlet menghadapi lawan yang ulet dan cermat, sehingga lawan itu mampu mengantisipasi setiap serangan yang ia lakukan.

(26)

24

Akibatnya atlet tersebut akan merasa terdesak dan selanjutnya tidak mampu lagi menguasai situasi yang sedang dihadapinya.

b) Perasaan-perasaan yang memberikan beban mental pada diri atlet itu sendiri, misalnya : atlet merasa bermain bagus sekali. Demikian pula pada perasaan sebaliknya, yang seakan-akan dia telah menjatuhkan vonis pada diri sendiri bahwa dia tidak akan mencapai sukses.

c) Dicemooh atau dimarahi akan menimbulkan reaksi pada diri atlet.

Reaksi tersebut akan tetap bertahan, sehingga menjadi sesuatu yang menekan dan menimbulkan frustasi yang mengganggu pelaksanaan tugas.

d) Bila dalam diri atlet ada pikiran atau rasa puas diri, maka dia telah menanamkan benih-benih stress pada diri sendir.

2.) Kecemasan ekstrinsik

a) Rangsangan yang membinggungkan

Salah satu bentuk rangsang yang membingungkan adalah komentar anggota pengurus atau pelatih yang merasa berkompeten untuk melakukan koreksi, strategi atau teknik yang harus diterapkan serta petunjuk lain pada atlet. Menerima beberapa petunjuk dan perintah sekaligus akan membingungkan atlet

b) Pengrauh massa

(27)

25

Massa penonto, terlebih yang masih asing, dapat mempengaruhi kestabilan mental atlet. Penonton juga memainkan peranan yang sangat berarti dalam suasana pertandingan.

c) Saingan yang bukan tandingannya

Apabila atlet mengetahui lawan yang akan dihadapi adalah atlet peringkat diatasnya atau lebih unggul daripada dirinya, maka dalam hati kecil atlet tersebut telah timbul pengakuannya akan ketidak mampuannya untuk menang. Situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan pada diri sendiri. Setiap kali berbuat kesalahan, ia makin menyalahkan diri sendiri.

d) Kehadiran atau ketidak hadiran pelatih

Pelatih tidak hadir pada saat pertandingan berlangsung sehingga membuat atlet kurang mendapat petunjuk, motivasi dari pelatihnya karena mungkin bagi atlet tersebut pelatihnya bisa dipercaya dalam memberikan arahan- arahan yang baik untuk memenangi pertandingan.

e) Hal-hal non teknis seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat, angin yang bertiup terlalu kencang, atau peralatan yang tidak memadai

Kecemasan internal atlet timbul karena tuntutan atau target yang terlalu tinggi baginya, menjadi beban saat pertandingan. Kecemasan eksternal atlet berasal dari tekanan lingkungan sekitarnya. Sukadiyanto

(28)

26

(dalam Febiaji 2014) menyebutkan bahwa sumber ketegangan dan kecemasan dapat bersumber dari dalam diri: (1) Rasa percaya diri yang berlebihan (2) Pikiran negatif (3) Mudah merasa puas (4) Penampilan yang tidak sesuai harapan. Kecemasan yang bersumber dari dari luar diri atlit: (1) Rangsangan yang membingungkan (2) Pengaruh penonton (3) Media massa (4) Lawan yang bukan tandingannya (5) Kehadiran dan tidak kehadiran pelatih (6) Tempat lapang dan gedung bertanding (7) Cuaca dan suhu.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kecemasan bertanding adalah rasa percaya diri, (Mahakharisma 2014). Rasa percaya diri sangat penting dalam menentukan apakah rasa takut akan menyebabkan kecemasan atau mendorong seorang atlet menjadi berani dan bersemangat. Jika atlet percaya diri, ia tidak cemas; sebaliknya, jika tidak percaya diri, atlet cemas.

c. Gejala Kecemasan

Kecemasan berpengaruh terhadap diri seseorang atlet baik berupa gangguan fisiologis dan psikis. Beberapa ahli menjelaskan bahwa kecemasan mengakibatkan gangguan. Gejala kecemasan bermacam-macam dan kompleksitas tetapi dapat dikenali (Tangkudung & Mylsidayu 2017) Berikut gejala-gejala apabila mengalami kecemasan yang dilihat dari ciri- ciri cognitive anxiety dan somatic anxiety.

1. Gejala cognitive anxiety, meliputi:

(29)

27

a) Individu cenderung terus menerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya/orang lain

b) Biasanya cenderung tidak sabar c) Mudah tersinggung

d) Sering mengeluh misalnya sakit pada persendian, otot kaku, merasa cepa lelah, tidak mampu rileks

e) Sulit berkonsentrasi f) Sering terkejut

g) Mudah terganggu tidurnya atau mengalami kesulitan tidur.

2. Gejala somatic anxiety, meliputi:

a) Sering berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan setelah berolahraga

b) Jantung berdegup cepat/percepatan nadi dan detak jantung c) Tangan dan kaki terasa dingin

d) Mengalami gangguan pencernaan e) Mulut dan tenggorokan terasa kering f) Penampilan pucat

g) Gemetar dan keringat dingin

h) Kadang-kadang disertai gerakan wajah/bagian tubuh dengan intensitas dan frekuensi berlebihan, misalnya saat duduk menggoyangkan kaki atau meregangkan leher terus menerus

(30)

28

Terdapat dua jenis gejala kecemasan: fisik dan psikis. Gejala fisik termasuk perubahan perilaku, gelisah, masalah tidur, perubahan pola pernapasan, ketegangan otot, dll. Gejala psikis ditandai dengan gangguan perhatian, kehilangan percaya diri, koordinasi otot yang tidak tepat, reaksi yang lambat, penurunan kecermatan dalam membaca permainan, dan pemborosan energi Tiara & Rahardanto (2021). Jadi, dalam kondisi cemas, atlet akan merasa cepat lelah.

4. Hubungan Kestabilan Emosi dengan Kecemasan

Kecemasan pada dasarnya adalah reaksi emosi terhadap suatu kondisi yang mengancam. Kecemasan yang muncul selama pertandingan adalah pengaruh emosi negatif pada setiap individu atlet ketika menilai keadaan permainan, misalnya ketika menghadapi situasi selama kompetisi, seperti kehilangan kendali dan emosi yang tidak terkendali. Baihaqi (2018), dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan emosi memberikan kontribusi kinerja yang positif kepada pemain yang berpengaruh terhadap performa atlet pada saat pertandingan dengan mempunyai kontrol emosi yang baik atlet dapat mengatasi kecemasan yang dirasakanya dan menjalani pertandingan dengan baik.

Kestabilan emosi adalah kemampuan atlet untuk mengendalikan dan mengatur emosi dalam situasi yang menekan, seperti saat bertanding.

Kestabilan emosi ini sangat penting untuk mengurangi kecemasan yang dapat mengganggu kinerja atlet. Pramesthi & Hakim (2023), Kestabilan

(31)

29

emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengendalikan perasaannya dengan baik, sehingga ia dapat membuat keputusan yang bijaksana. Kemampuan ini berdasarkan pertimbangan yang matang dan sesuai dengan perkembangan emosionalnya. Dengan memiliki kestabilan emosi, seseorang mampu berinteraksi dengan orang lain serta dirinya sendiri dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan norma- norma yang berlaku. Ini mencakup kemampuan untuk tetap tenang, tidak bereaksi secara berlebihan, dan menunjukkan sikap yang seimbang dalam berbagai situasi.

Seorang atlet dengan kecerdasan emosional yang tinggi mampu menerima kelebihan dan kekurangan, mengekspresikan perasaan dengan tepat, memahami diri sendiri, dan mengelola emosi saat pertandingan (Komarudin & Risqi, 2020). Seorang atlet bulutangkis harus memiliki kestabilan emosi yang baik. Selain menguasai teknik dan taktik dalam pertandingan, seorang atlet juga harus mampu mengendalikan rasa cemas dan tekanan yang muncul saat bertanding. Kestabilan emosi memungkinkan atlet untuk tetap fokus, mengambil keputusan yang tepat, dan menjaga performa optimal meskipun dalam situasi yang menegangkan. Dengan kestabilan emosi, seorang atlet dapat mengatasi rasa gugup, frustrasi, atau marah, sehingga tetap dapat tampil maksimal dan sportif di lapangan. Hal ini juga membantu dalam berinteraksi dengan lawan, wasit, serta penonton, sehingga menjaga sikap profesional dan sportifitas sepanjang pertandingan.

(32)

30 B. Penelitian Relevan

Manfaat dari penelitian yang relevan yaitu sebagai acuan agar penelitian yang sedang dilakukan menjadi lebih jelas. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. penelitian yang dilakukan oleh Widanti, dkk, (2013) yang berjudul

“Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa: Sampel dalam penelitian ini sebanyak 3 kelas dengan jumlah 105 mahasiswa. Metode pengumpulan data dengan Skala Problem Solving (r = 0,336-0,685; 𝞪 = 0,920) dan Skala Kestabilan Emosi (r = 0,394- 0,728; 𝞪 = 0,922). Hasil analisis teknik korelasi product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,705; p = 0,00 (p<0,01). Dari hasil tersebut berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kestabilan emosi dengan problem solving pada mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Nilai R2 (R Square) sebesar 0,496 artinya bahwa dalam penelitian ini kestabilan emosi memberi sumbangan efektif sebesar 49,6% terhadap problem solving.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Halimatussadiyah & Jannah (2019) berjudul “Hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembak UNESA”. Penelitian ini bertujuan untuk

(33)

31

mengetahui hubungan antara regulasi emosi degan konsentrasi pada atlet ukm menembak Unesa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik sampling jenuh, sampel terdiri dari 84 atlet UKM menembak Unesa. Teknik analisis yaitu korelasi product moment. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien korelasi r= 0,643 dengan taraf signifikansi 0,000 < (p 0,05).

Berdasarkan hasil analisis hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembakUNESA. Semakin tinggi tingkat regulasi emosi, maka semakin tinggi pula konsentrasi atlet sedangkan semakin rendah tingkat regulasi emosi atlet maka semakin rendah pula konsentrasi atlet.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ikram O.Z.W (2021) dengan judul

“Analisis Tingkat Kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan studi kasus pada atlet UKM Sepak Bola STKIP BBG Banda Aceh”.

Penelitian ini meunujukan Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode persentase, terdapat 3 orang yang masuk ke dalam kategori baik dengan persentase sebesar 12%, 7 orang masuk ke dalam kategori sedang dengan persentase 28%, 9 orang masuk ke dalam kategori buruk dengan persentase 36%, dan 6 atlet masuk ke dalam kategori sangat buruk dengan persentase 24%. Tidak ada atlet yang masuk ke dalam kategori sangat baik.

(34)

32

4. Penelitian yang dilakukan oleh Kumbara, dkk, (2018) dengan Judul

“Analisis tingkat kecemasan anxiety dalam menghadapi pertandingan atlet sepak bola Kabupaten Banyuasin pada Porprov 2017”.

Berdasarkan hasil yang telah dibahas, penelitian ini membuktikan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh kompetitif anxiety, kognitif anxiety, dan somatic anxiety. Sebanyak 63% dari para atlet mengalami kecemasan sebelum pertandingan, sementara 37% siswa tidak merasakan kecemasan sebelum bertanding. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil tersebut adalah bahwa kecemasan memiliki peran penting dalam performa atlet dalam bertanding.

5. Penelitian yang di lakukan oleh Sandy (2019) dengan judul “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak Performance Atlet Futsal Usia Remaja” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance atlet futsal usia remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari 128 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dengan populasi yang berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada sebuah event. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari alat ukur Peak Performance Scale oleh Garfield & Bennet dan Sport Competition Anxiety Test (SCAT) oleh Rainer Martens. Uji analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah

(35)

33

uji analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan nilai F hitung = 102,504 dan nilai p = 0,00, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet futsal usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien determinan (adjusted R square) = 0,444 artinya pengaruh kecemasan bertanding sebesar 44,4% terhadap peak performance pada atlet futsa usia remaja.

C. Kerangka Berpikir

Faktor psikologis mempunyai peran penting dalam performa atlet.

Performa atlet dipengaruhi oleh faktor psikologis yang bersifat langsung atau tidak langsung. Sifatnya langsung berupa stres, emosional dan sulit berkonsentrasi yang dapat mempengaruhi performa seorang atlet.

sedangkan diketahui bahwa hal ini harus dimiliki pemain, sehingga mampu menghadapi tantangan yang lebih berat pada saat akan menghadapi latihan maupun menghadapi pertandingan.

Kecemasan adalah salah satu faktor psikologis yang dapat secara signifikan mempengaruhi prestasi atlet. Ini adalah respons alami tubuh terhadap stres dan tekanan, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, kecemasan dapat mengganggu konsentrasi, mengurangi kepercayaan diri, dan secara keseluruhan menurunkan performa atlet.

Kestabilan emosi adalah aspek kunci dari performa optimal dalam olahraga. Atlet yang mampu mengelola emosinya dengan baik akan lebih

(36)

34

mampu mempertahankan konsentrasi, membuat keputusan yang tepat, dan menghadapi tekanan dengan lebih efektif. Kestabilan emosi sangat penting bagi atlet bulutangkis, yang menghadapi situasi kompetitif dengan tekanan tinggi, perubahan cepat dalam permainan, dan ekspektasi tinggi dari diri sendiri serta pihak lain.

Kecemasan salah satu emosi yang paling umum dihadapi oleh atlet bulutangkis dan dapat mempengaruhi kestabilan emosi mereka secara signifikan. Kestabilan emosi yang baik mampu merubah kecemasan menjadi sesuatu yang positif. Kemampuan mengolah emosi dan menyalurkannya dorongan dengan benar, maka dapat merubah kecemasan menjadi motivasi untuk berprestasi lebih tinggi lagi. Kecemasan akan kekalahan ataupun dampak lainnya akan membuat pemain menjadi termotivasi. Berdasarkan hasil studi pustaka tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan kestabilan emosi dengan kecemasan saat bertanding pada atlet Bulu tangkis PB Indoraya. Selanjutnya, bentuk kerangka pemikiran adalah sebagai berikut.

(37)

35

Gambar 1. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu “Terdapat hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan saat bertanding pada atlet bulu tangkis PB Indoraya”

(38)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional yaitu penelitian kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Nurdin & Hartati, 2019). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang berupa angket tertutup. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dengan Kecemasan saat bertanding pada atlet bulu tangkis PB Indoraya. Lebih mudah memahami, maka desain penelitian dapat dilihat dalam gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Desain Penelitian

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yaitu di PB Indoraya Wonososbo Jawa Tengah.

Penelitian akan dilaksanakan pada saat jam latihan di GOR Tobong Kertek, Wonososbo Jawa Tengah.

Kestabilan Emosi (X)

Kecemasan (Y)

(39)

37 C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat- syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Abubakar, 2020).

Sesuai dengan pendapat tersebut, yang menjadi populasi dalam penelitian adalah atlet bulu tangkis PB Indoraya

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil denganmenggunakan teknik pengambilan sampling (Hardani, dkk., 2020).

Teknik sampling dilakukan dengan purposive sampling. Purposive sampling menurut Darwin, dkk., (2020) bahwa purposive Sampling merupakan teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan pertimbangan, ukuran dan kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti sebelum dilaksanakannya proses penelitiaKriterianya yaitu (1) bersedia menjadi sampel, (2) berusia 10-17 tahun, (3) pernah mengikuti turnamen, (4) masih aktif berlatih.

D. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah satu variabel bebas yaitu kestabilan emosi, sedangkan variabel terikat yaitu kecemasan.

Definisi operasional variabel yaitu:

1. Kestabilan emosi dapat diartikan sebagai keadaan emosi yang stabil, mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga tidak menimbulkan

(40)

38

gangguan emosi seperti kecemasan atau depresi. Kestabilan emosi juga dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mampu mengendalikan reaksi emosinya agar tidak terpengaruh oleh keadaan luar.Kestabilan emosi diukur menggunakan angket dengan skala Likert empat alternatif jawaban.

2. kecemasan adalah reaksi emosi negatif pemain yang tidak menyenangkan yang bisa berwujud sebagai rasa takut, khawatir, gelisah, cemas terhadap keadaan tegang dalam menilai situasi pertandingan.

Dalam penelitian ini, kecemasan menghadapi pertandingan diungkap menggunakan aspek intrinsik dan ekstrinsik melalui yang diukur menggunakan angket dengan skala Likert empat alternatif jawaban.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pemberian angket kepada responden yang menjadi subjek dalam penelitian.

Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut: (1) mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, (2) Mencari data atlet bulu tangkis PB Indoraya, (3) Menyebarkan angket kepada responden setelah diberikan izin, (4) Selanjutnya peneliti mengumpulkan angket dan melakukan transkrip atashasil pengisian angket, (4) Setelah memperoleh data penelitian, data diolah menggunakan analisis statistik kemudian peneliti mengambil kesimpulan dan saran.

(41)

39 2. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Responden hanya memilih salah satu dari pilihan jawaban dari pertanyaan yang tersedia, tanpa diberi kesempatan menjawab dengan jawaban lain. Pernyataan-pernyataan yang disusun terdiri atas dua komponen item, yaitu favourable (pernyataan positif) dan unfavourable (pernyataan negatif) dengan Skala Likert. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Nurdin & Hartati, 2019). Skala bertingkat dalam angket ini menggunakan modifikasi skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu:

Tabel 1. Alternatif Jawaban Angket

Pernyataan

Alternatif Pilihan Sangat Sesuai

(SS)

Sesuai (S)

Tidak Sesuai

(TS)

Sangat Tidak Sesuai

(STS)

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

a. Kestabilan Emosi

Kestabilan emosi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kestabilan emosi mengacu teori Hurlock (2015) terdiri dari 13 aitem favouorable dan 11 aitem unfavouorable.

Adapun kisi-kisi instrumen dalam tabel 2 sebagai beriku:

(42)

40

Tabel 2. Kisi- Kisi Kestabilan Emosi

Variabel

Faktor Indikator

Nomor Butir Favouorable Unfavouorable Kestabilan

Emosi

Mampu

meluapkan emosi pada tempatnya

Mampu mengendalikan perilaku saat terdesak

1, 3, 4

2, 5 Menahan

perilaku yang membuat orang sakit hati

6, 7, 9

8, 10 Mampu bersikap

realisti

Dapat menerima

kenyataan 11, 12 13, 14, 15

Mampu

mengambil sikap dan keputusan secara tepat sebelum

mengekspresikan emosinya

Berfikir Sebelum bertindak

16, 19

17,18 Bersikap

realistis dan mampu mengambil sikap dan keputusan akan suatu hal dengan tepat

20, 21, 24

22, 23

Jumlah 24

b. Instrumen Kecemasan

Kecemasan menghadapi pertandingan diukur dengan menggunakan alat ukur yang diadopsi dari penelitian (Yuda, 2023).

Kisi-kisi instrumen kecemasan menghadapi pertandingan disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut.

(43)

41

Tabel 3. Kisi- kisi Instrumen Kecemasan

Variabel Faktor

Indikator Nomor Butir

Favouorable Unfavouorable Kecemasan

Menghadapi Pertandingan

Intrinsik Berfikir Negatif 34 1, 2

Berfikir Puas 7, 22, 24, 28, 42, Pengalaman

Bertanding

14, 18, 37, 38 15

Moral 27 26, 29 30, 36

Ekstrinsik Pelatih dan Manajer 10, 11, 40 9, 17

Wasit 8, 19, 31 39

Penonton 12, 13 16, 20, 21, 22

Lawan 4, 5, 32, 36 6

Sarana dan Prasarana 33 3

Kondisi dan Situasi Lapangan

41 25

Lingkungan Keluarga

23

Jumlah 42

F. Validitas dan Realibilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen” (Nurdin & Hartati, 2019: 167).

Nilai rxy yang diperoleh akan dikonsultasikan dengan harga producx moment (df = n-1) pada pada taraf signifikansi 0,05 (Ananda & Fadli, 2018). Jika rxy> rtab maka item tersebut dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Sebuah tes dikatakan memilki reliabilitas apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya, jika responden diberikan tes yang

(44)

42

sama pada waktu yang berlainan, maka setiap responden akan tetap berada pada urutan yang sama dalam kelompoknya (Nurdin & Hartati, 2019: 169).

Kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk memperoleh reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 2019).

G. Teknik Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Analisis data untuk mencari mean, median, modus, standar deviasi, skor maksimal, dan skor minimal menggunakan SPSS 23. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif persentase (Sugiyono, 2019). Rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P = Persentase yang dicari (Frekuensi Relatif) F = Frekuensi

N = Jumlah Responden

Azwar (2018: 163) menyatakan bahwa untuk menentukan kriteria skor dengan menggunakan Penilaian Acuan Norma (PAN) pada tabel 4 sebagai berikut:

(45)

43

Tabel 4. Norma Penelitian

No Interval Kategori

1. Mi + 1,8 Sbi < X Sangat Baik

2. Mi + 0,6 Sbi < X ≤ Mi + 1,8 Sbi Baik 3. Mi - 0,6 Sbi < X ≤ Mi + 0,6 Sbi Cukup 4. Mi - 1,8 Sbi < X ≤ Mi – 0,6 Sbi Kurang 5. X ≤ Mi - 1,8 Sbi Sangat Kurang (Sumber : Azwar, 2018)

Keterangan:

X = rata-rata

Mi = ½ (skor maks ideal + skor min ideal) Sbi = 1/6 (skor maks ideal – skor min ideal) Skor maks ideal = skor tertingi

Skor min ideal = skor terendah 2. Stastik Inferensial

a. Uji Prasarat 1.) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2018: 40). Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

(46)

44

a) Jika p-value ≤ 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal.

b) Jika p-value ≥ 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, berarti data tersebut normal (Ghozali, 2018: 42).

2.) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen dan variabel dependen mempunyai hubungan yang linear jika kenaikan skor variabel independen diikuti kenaikan skor variabel dependen (Ghozali, 2018). Dasar pengambilan keputusan dalam uji linearitas adalah:

a) Jika p-value ≥ 0,05, maka hubungan antara variabel X dengan Y adalah linear.

b) Jika p-value ≤ 0,05, maka hubungan antara variabel X dengan Y adalah tidak linear.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis menggunakan Pearson Correlation Product Moment.

Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel dimana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Sugiyono (2019: 248) menjelaskan bahwa penentuan koefisien korelasi dengan menggunakan

(47)

45

metode analisis korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi pearson 𝑥𝑖 = Variabel independen

𝑦𝑖 = Variabel dependen 𝑛 = Banyak sampel

Adapun kriteria pengambila keputusan menurut Ghozali (2018: 78) sebagai berikut:

1.) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H₀ diterima dan Ha ditolak.

Artinya tidak ada hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

2.) Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H₀ ditolak dan Ha diterima.

Artinya terdapat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen

4. Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap naik turunnya variabel terikat. Koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1) yang berarti bahwa bila R2 = 0 berarti menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel

(48)

46

terikat, dan bila R2 mendekati 1 menunjukkan bahwa semakin kuatnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada kolom Adjusted R Square pada tabel Model Summary hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS (Ghozali, 2018: 58).

(49)

47

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, R. (2020). Pengantar metodologi penelitian. Yogyakarta: SUKA- Press UIN Sunan Kalijaga

Akbar, A., & Rizki, P. (2021). Manajemen Latihan Dan Kondisi Fisik Atlet Pencak Silat. JurnalOlahraga Dan Kesehatan Indonesia (JOKI), 2(1 SE-Articles)

Ananda, R., & Fadhli, M. (2018). Statistik pendidikan teori dan praktik dalam pendidikan. Medan: CV. Widya Puspita

Apriansyah, B. Sulaiman, Mukarromah, B. S. (2017). Kontribusi Motivasi, Kerjasama, Kepercayaan Diri terhadap Prestasi Atlet Sekolah Sepakbola Pati Training Center di Kabupaten Pati. Journal of Physical Education and Sports 6 (2) (2017) : 101 – 107

Arikunto, S. (2019). Prosedur penelitian; suatu pendekatan praktik. (Edisi revisi) Jakarta: Rineka Cipta.

Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas:

Pena Persada.

Aufa, I., & Komarudin, K. (2019). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan pada pemain futsal UNY saat menghadapi pertandingan. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, 8(7)

(50)

48

Azwar, S. (2018). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Budiwanto, S. (2013). Dasar-Dasar Teknik dan Taktik Bermain Bulutangkis (1st ed.). Malang: UM PRESS.

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2020), 411

Darwin, M., Mamondol, M. R., Sormin, S. A., Nurhayati, H., Sylvia, D.

(2020). Metode penelitian pendekatan kuantitatif. Bandung: CV.

Media Sains Indonesi

Ghozali, I. (2018). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Halimatussa’diyah, Lina & Miftakhul Jannah. (2019). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Konsentrasi Pada Atlet Ukm Menembak UNESA. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(3).

Handayani. (2019). Peran Psikologi Olahraga Dalam Pencapaian Prestasi Atlet Senam Artistik Kabupaten Sijunjung.: Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga 2 (2):1-12

(51)

49

Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Sukmana, D. J., & Istiqomah, R. R. (2020). Metode penelitian kualitatif & kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Hurlock, E. B. (2015). Psikologi perkembangan suatu pendekatan rentang

hidup. Jakarta: Erlangga

Ikram, O. Z. W. (2021). Analisis Tingkat Kecemasan Atlet Dalam Menghadapi Pertandingan Atlet UKM Sepak Bola STKIP BBG Banda Aceh (Undergraduate thesis, Universitas Bina Bangsa Getsempena)

Kumbara, Hengki, Yogi Metra, and Zulpikar Ilham. (2018). Analisis tingkat kecemasan (anxiety) dalam menghadapi pertandingan atlet sepak bola Kabupaten Banyuasin pada Porprov 2017. Jurnal Ilmu Keolahragaan 17(2), 28-35.

Nurdin, I., & Hartati, S. (2019). Metodologi penelitian sosial. Surabaya:

Penerbit Media Sahabat Cendekia

Özen, G. (2018). The effect of recreational activities on trait and state anxiety levels. Int. J. Res. GRANTHAALAYAH, 18, 60-65

Pramesthi, K. G., & Hakim, S. N. (2023). Hubungan kematangan emosi dan kontrol diri dengan agresivitas remaja akhir anggota PSHT.

(52)

50

Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Putra, G. I, & Sugiyanto, F. (2016). Pengembangan pembelajaran teknik dasar bulu tangkis berbasis multimedia pada atlet usia 11 dan 12 tahun. Jurnal Keolahragaan, Vol 4 No 2 Tahun 2016 (175 – 185).

Septyani, S., Fauzi, Z., & Haryadi, R. (2021). Pengembangan media permainan kartu Uno untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia, 7(1), 6-14.

Shandy. (2019). Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak Performance Atlet Futsal Usia Remaja. Skripsi

Sugiyono. (2019). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta

Supriyanto, A. ( 2015).Psikologi Olahraga. Yogyakarta. UNY Press

Sutanto, Teguh. 2016. Buku Pintar Olahraga. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Baru Press

Tangkudung, J., & Mylsidayu, A. (2017). Mental training : aspek-aspek psikologi dalam olahraga. Jakarta: UNJ Press

(53)

51

Tangkudung, J. & Mylsidayu, A. (2017). Mental Training Aspek-aspek Psikologi dalam Olahraga. Bekasi: Cakrawala Cendekia.

Tiara, E. F., & Rahardanto, M. S. (2021). Efektivitas teknik relaksasi pernafasan untuk menurunkan kecemasan sebelum bertanding pada Atlet Bulutangkis Puslatcab dan Siap Grak Surabaya.

EXPERIENTIA: Jurnal Psikologi Indonesia, 8(2), 69-76.

Verawati, I. (

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir
Gambar 2. Desain Penelitian
Tabel 1. Alternatif Jawaban Angket
Tabel 2. Kisi- Kisi Kestabilan Emosi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dan kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi Ujian Nasional. Subyeknya adalah siswa kelas 3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.. Subjek penelitian adalah

Dengan adanya Smart Building sebagai pendekatan dalam perancangan pusat pelatihan atlet bulu tangkis maka diharapkan agar mampu memberikan dampak positif bagi para atlet

Kecemasan merupakan salah satu problem yang mempengaruhi performa seorang atlet pada saat bertanding di lapangan. Keyakinan atlet tentang kemampuannya mengatasi

DAMPAK KECEMASAN PADA ATLET BOLA BASKET SEBELUM BERTANDING.. Boby Ardiansyah Ikip Budi

Terdapat hubungan yang signifikan antara power otot tungkai dan kelentukan punggung dengan ketepatan jump smash pada atlet bulu tangkis PPLP Provinsi Riau, dengan R

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan para atlet bolavoli STKIP PGRI Pacitan sebelum menghadapi

Berdasarkan hasil analisis diketahui ada hubungan negative yang sangat signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan berbicara di depan umum dengan koefisien korelasi (r)