Kecemasan pada dasarnya adalah reaksi emosi terhadap suatu kondisi yang mengancam. Kecemasan yang muncul selama pertandingan adalah pengaruh emosi negatif pada setiap individu atlet ketika menilai keadaan permainan, misalnya ketika menghadapi situasi selama kompetisi, seperti kehilangan kendali dan emosi yang tidak terkendali. Baihaqi (2018), dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan emosi memberikan kontribusi kinerja yang positif kepada pemain yang berpengaruh terhadap performa atlet pada saat pertandingan dengan mempunyai kontrol emosi yang baik atlet dapat mengatasi kecemasan yang dirasakanya dan menjalani pertandingan dengan baik.
Kestabilan emosi adalah kemampuan atlet untuk mengendalikan dan mengatur emosi dalam situasi yang menekan, seperti saat bertanding.
Kestabilan emosi ini sangat penting untuk mengurangi kecemasan yang dapat mengganggu kinerja atlet. Pramesthi & Hakim (2023), Kestabilan
29
emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengendalikan perasaannya dengan baik, sehingga ia dapat membuat keputusan yang bijaksana. Kemampuan ini berdasarkan pertimbangan yang matang dan sesuai dengan perkembangan emosionalnya. Dengan memiliki kestabilan emosi, seseorang mampu berinteraksi dengan orang lain serta dirinya sendiri dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan norma- norma yang berlaku. Ini mencakup kemampuan untuk tetap tenang, tidak bereaksi secara berlebihan, dan menunjukkan sikap yang seimbang dalam berbagai situasi.
Seorang atlet dengan kecerdasan emosional yang tinggi mampu menerima kelebihan dan kekurangan, mengekspresikan perasaan dengan tepat, memahami diri sendiri, dan mengelola emosi saat pertandingan (Komarudin & Risqi, 2020). Seorang atlet bulutangkis harus memiliki kestabilan emosi yang baik. Selain menguasai teknik dan taktik dalam pertandingan, seorang atlet juga harus mampu mengendalikan rasa cemas dan tekanan yang muncul saat bertanding. Kestabilan emosi memungkinkan atlet untuk tetap fokus, mengambil keputusan yang tepat, dan menjaga performa optimal meskipun dalam situasi yang menegangkan. Dengan kestabilan emosi, seorang atlet dapat mengatasi rasa gugup, frustrasi, atau marah, sehingga tetap dapat tampil maksimal dan sportif di lapangan. Hal ini juga membantu dalam berinteraksi dengan lawan, wasit, serta penonton, sehingga menjaga sikap profesional dan sportifitas sepanjang pertandingan.
30 B. Penelitian Relevan
Manfaat dari penelitian yang relevan yaitu sebagai acuan agar penelitian yang sedang dilakukan menjadi lebih jelas. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. penelitian yang dilakukan oleh Widanti, dkk, (2013) yang berjudul
“Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa: Sampel dalam penelitian ini sebanyak 3 kelas dengan jumlah 105 mahasiswa. Metode pengumpulan data dengan Skala Problem Solving (r = 0,336-0,685; 𝞪 = 0,920) dan Skala Kestabilan Emosi (r = 0,394- 0,728; 𝞪 = 0,922). Hasil analisis teknik korelasi product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,705; p = 0,00 (p<0,01). Dari hasil tersebut berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kestabilan emosi dengan problem solving pada mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Nilai R2 (R Square) sebesar 0,496 artinya bahwa dalam penelitian ini kestabilan emosi memberi sumbangan efektif sebesar 49,6% terhadap problem solving.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Halimatussadiyah & Jannah (2019) berjudul “Hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembak UNESA”. Penelitian ini bertujuan untuk
31
mengetahui hubungan antara regulasi emosi degan konsentrasi pada atlet ukm menembak Unesa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik sampling jenuh, sampel terdiri dari 84 atlet UKM menembak Unesa. Teknik analisis yaitu korelasi product moment. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien korelasi r= 0,643 dengan taraf signifikansi 0,000 < (p 0,05).
Berdasarkan hasil analisis hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan konsentrasi pada atlet UKM menembakUNESA. Semakin tinggi tingkat regulasi emosi, maka semakin tinggi pula konsentrasi atlet sedangkan semakin rendah tingkat regulasi emosi atlet maka semakin rendah pula konsentrasi atlet.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ikram O.Z.W (2021) dengan judul
“Analisis Tingkat Kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan studi kasus pada atlet UKM Sepak Bola STKIP BBG Banda Aceh”.
Penelitian ini meunujukan Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode persentase, terdapat 3 orang yang masuk ke dalam kategori baik dengan persentase sebesar 12%, 7 orang masuk ke dalam kategori sedang dengan persentase 28%, 9 orang masuk ke dalam kategori buruk dengan persentase 36%, dan 6 atlet masuk ke dalam kategori sangat buruk dengan persentase 24%. Tidak ada atlet yang masuk ke dalam kategori sangat baik.
32
4. Penelitian yang dilakukan oleh Kumbara, dkk, (2018) dengan Judul
“Analisis tingkat kecemasan anxiety dalam menghadapi pertandingan atlet sepak bola Kabupaten Banyuasin pada Porprov 2017”.
Berdasarkan hasil yang telah dibahas, penelitian ini membuktikan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh kompetitif anxiety, kognitif anxiety, dan somatic anxiety. Sebanyak 63% dari para atlet mengalami kecemasan sebelum pertandingan, sementara 37% siswa tidak merasakan kecemasan sebelum bertanding. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil tersebut adalah bahwa kecemasan memiliki peran penting dalam performa atlet dalam bertanding.
5. Penelitian yang di lakukan oleh Sandy (2019) dengan judul “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak Performance Atlet Futsal Usia Remaja” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance atlet futsal usia remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari 128 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dengan populasi yang berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada sebuah event. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari alat ukur Peak Performance Scale oleh Garfield & Bennet dan Sport Competition Anxiety Test (SCAT) oleh Rainer Martens. Uji analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah
33
uji analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan nilai F hitung = 102,504 dan nilai p = 0,00, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet futsal usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien determinan (adjusted R square) = 0,444 artinya pengaruh kecemasan bertanding sebesar 44,4% terhadap peak performance pada atlet futsa usia remaja.
C. Kerangka Berpikir
Faktor psikologis mempunyai peran penting dalam performa atlet.
Performa atlet dipengaruhi oleh faktor psikologis yang bersifat langsung atau tidak langsung. Sifatnya langsung berupa stres, emosional dan sulit berkonsentrasi yang dapat mempengaruhi performa seorang atlet.
sedangkan diketahui bahwa hal ini harus dimiliki pemain, sehingga mampu menghadapi tantangan yang lebih berat pada saat akan menghadapi latihan maupun menghadapi pertandingan.
Kecemasan adalah salah satu faktor psikologis yang dapat secara signifikan mempengaruhi prestasi atlet. Ini adalah respons alami tubuh terhadap stres dan tekanan, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, kecemasan dapat mengganggu konsentrasi, mengurangi kepercayaan diri, dan secara keseluruhan menurunkan performa atlet.
Kestabilan emosi adalah aspek kunci dari performa optimal dalam olahraga. Atlet yang mampu mengelola emosinya dengan baik akan lebih
34
mampu mempertahankan konsentrasi, membuat keputusan yang tepat, dan menghadapi tekanan dengan lebih efektif. Kestabilan emosi sangat penting bagi atlet bulutangkis, yang menghadapi situasi kompetitif dengan tekanan tinggi, perubahan cepat dalam permainan, dan ekspektasi tinggi dari diri sendiri serta pihak lain.
Kecemasan salah satu emosi yang paling umum dihadapi oleh atlet bulutangkis dan dapat mempengaruhi kestabilan emosi mereka secara signifikan. Kestabilan emosi yang baik mampu merubah kecemasan menjadi sesuatu yang positif. Kemampuan mengolah emosi dan menyalurkannya dorongan dengan benar, maka dapat merubah kecemasan menjadi motivasi untuk berprestasi lebih tinggi lagi. Kecemasan akan kekalahan ataupun dampak lainnya akan membuat pemain menjadi termotivasi. Berdasarkan hasil studi pustaka tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan kestabilan emosi dengan kecemasan saat bertanding pada atlet Bulu tangkis PB Indoraya. Selanjutnya, bentuk kerangka pemikiran adalah sebagai berikut.
35
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu “Terdapat hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan saat bertanding pada atlet bulu tangkis PB Indoraya”
36 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional yaitu penelitian kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Nurdin & Hartati, 2019). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang berupa angket tertutup. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dengan Kecemasan saat bertanding pada atlet bulu tangkis PB Indoraya. Lebih mudah memahami, maka desain penelitian dapat dilihat dalam gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2. Desain Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu di PB Indoraya Wonososbo Jawa Tengah.
Penelitian akan dilaksanakan pada saat jam latihan di GOR Tobong Kertek, Wonososbo Jawa Tengah.
Kestabilan Emosi (X)
Kecemasan (Y)
37 C. Populasi dan Sampel Penelitian