• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRESS KERJA PADA IBU YANG BEKERJA DI PUSKESMAS BALAI SELASA

KECAMATAN RANAH PESISIR

ARTIKEL

Oleh:

NETTI MARLINA NPM: 12060034

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2016

(2)

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRESS KERJA PADA IBU YANG BEKERJA DI PUSKESMAS BALAI SELASA

KECAMATAN RANAH PESISIR

Oleh:

Netti Marlina*

Alfaiz, S. Psi.I., M.Pd **

Rila Rahma Mulyani, M. Psi., Psikolog**

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

This research is motivated their mother who had multiple roles that have little time to spare, the income imbalance between husband and wife, and housework is not resolved. The purpose of this study to determine: (1) picture of conflict, (2) description of work stress, and (3) the relationship dual role conflict with job stress. This type of research is quantitative descriptive study of correlation. The population of this study mothers who work at sub-district Puskesmas Hall Tuesday Coastal Realm as many as 57 people. Sampling using total sampling technique. Data were obtained through a questionnaire. The data were processed using interval data and Pearson technique using SPSS version 20. The results revealed that: (1) an overview dual role conflict in mothers who work at the health center Tuesday Centres located in the high category, (2) a description of work stress in the category quite high, and (3) the relationship dual role conflict with job stress there is a significant relationship that indicates the direction a positive relationship with a strong coefficient.

Keywords: Multiple roles, work stress PENDAHULUAN

Peran ganda menjadi fenomena dalam dunia kerja yang sering kita jumpai, tidak sedikit kaum wanita yang berpartisipasi dalam dunia kerja, partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) diberbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki wanita untuk bekerja menimbulkan banyak implikasi, antara lain tidak dapat menyeimbangkan kedua peran tersebut sehingga menimbulkan konflik.

Dalam setiap hubungan antara individu akan selalu muncul konflik, tidak terkecuali dalam hubungan keluarga, konflik seringkali dipandang sebagai perselisihan yang bersifat permusuhan dan memuat hubungan tidak baik.

Sesuai dengan penjelasan McCollum (Lestari, 2012:102)

Konflik sepenuhnya merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat yang harus dianggap penting yaitu

merangsang pemikiran-pemikiran yang baru, mempromosikan perubahan social, menegaskan hubungan dalam kelompok, membantu kita membentuk perasaan tentang identitas pribadi, dan memahami berbagai hal yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat kondisi di atas bahwa ibu yang bekerja kebanyakan mengalami dampak negatif akibat dari perannya tersebut yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita yang bekerja. Dampak negatif yang terjadi akibat tidak seimbangnya fungsi peran tersebut adalah: (1) pada anak-anak, meningkatkan resiko terjerumusnya anak pada hal negatif, seperti tindak kriminal, yang dilakukan sebagai akibat dari kurangnya kasih sayang yang diberikan orang tua khususnya ibu terhadap anak-anaknya, (2) pada suami, yaitu memiliki perasaan yang tersaingi dan tidak terpenuhi hanya sebagai seorang suami, (3) pada rumah tangga, memiliki resiko kegagalan rumah tangga terkait ketidakmampuan istri mengurus rumah tangga atau sibuk berkarir.

Ibu yang bekerja part-time dan ibu yang pekerja kelas menengah lebih banyak kemungkinan memilih untuk bekerja. Yang

(3)

pertama menyesuaikan keinginan bekerjanya (atau dapat menyesuaikan kebutuhannya akan uang) pada kemungkinan memilih pekerjaan yang mereka senangi dan (karena mereka tidak terlalu tertekan karena kebutuhan akan uang) menerima pekerjaan itu dengan kesadaran akan persoalan-persoalan menanggung peran ganda (Goode, 2010:155).

Menurut Walgito (2005:128), perempuan dengan peran ganda pada umumnya menghadapi konflik peran, bagaikan seseorang yang salah satu kakinya menumpu pada tugas rumah tangga, sedangkan kaki yang lain pada tugas di luar rumah, tugas di kantor. Seseorang ibu yang anaknya sakit tentu akan mengalami konflik apakah ia akan pergi ke kantor untuk memenuhi tugasnya, atau mengantarkan anaknya pergi ke dokter. Dalam menghadapi konflik diperlukan keputusan yang bijaksana, apabila mungkin secara kompromistis.

Peran ganda yang diemban oleh wanita ini sangat riskan dengan konflik keluarga- pekerjaan. Konflik dalam keluarga sangat berpengaruh dengan perilaku kerja dan kinerja seseorang. Konflik-konflik tersebut akan menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan. Apalagi pada wanita yang bekerja, karena konflik yang dihadapi dapat menyebabkan seseorang tidak dapat berfungsi secara normal dan menjadi tidak seimbang (Almasitoh, 2011: 65).

Dampak yang paling banyak pada ibu yang bekerja sekaligus rumah tangga adalah stres kerja yang terjadi akibat kedua perannya tersebut. Stres kerja yang dihadapi ibu yang memiliki peran ganda kebanyakan berasal dari keluarga dan tempat kerja yang mempunyai beban kerja lebih banyak. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.

Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-ujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan- tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Tetapi tidak semua aktivitas dapat dikatakan kerja, karena menurut Magnis (Anoraga, 2014:11).

Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan.

Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang khusus dan tidak dapat dijelaskan oleh binatang.

Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya. selain itu, terdapat konflik kerja dan rumah tangga.

Konflik dalam keluarga tidak akan terjadi, bilamana adanya keseimbangan antara peran dalam keluarga dengan pekerjaan. Seorang karyawati yang telah berkeluarga memiliki peran ganda, selain berperan sebagai istri dan ibu, ia juga berperan sebagai pencari nafkah.

Peran ganda ini sangat riskan dengan konflik, sebab pada umumnya wanita cenderung memprioritaskan keluarganya (suami dan anak) ketimbang pekerjaan. Hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pencapaian kinerjanya.

Konflik peran ganda yang mereka alami merupakan faktor pemicu stres kerja.

Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami “stres” apabila ia kurang mampu mengadaptasi keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segalamacam bentuk “stres” pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan keterbatasan- keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Secara sederhana “stres” sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Seorang ahli menyebut tanggapan tersebut dengan istilah “Flight or flight response”. Jadi sebenarnya stres adalah sesuatu yang amat alamiah. Menurut Fraser (Anoraga, 2014: 112) bahwa strestimbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungan karena kompleksitas itu merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada diantara beberapa komponen sistem.

Stres pekerjaan adalah bagian dari stres kehidupan dan kepuasan kerja adalah sebagian dari kepuasaan dalam kehidupan. Stres yang begitu hebat yang melampaui batas-batas toleransi akan berkaitan langsung dengan gangguan psikis dan ketidakmampuan fisik.Demikian stres terjadi dalam komponen-

(4)

komponen fisik. Pekerjaan atau lingkungan sosial pekerjaan biasanya dapat mengakibatkan ketegangan pada manusia, baik karena sebab-sebab rumit ataupun sederhana. Stres akan muncul, dan pada gilirannyaperasaan tidak puas akan sedikit banyak mempengaruhi produktifitas dan prestasi kerja.

Banyak fenomena pada saat sekarang yang terjadi akibat stres yang dialami oleh ibu rumah tangga yang berakhir pada konflik keluarga dan konflik di dunia kerja. Konflik dalam keluarga yaitu ibu yang mengalami stres kerja akan mudah marah, cemas dan emosi yang tidak terkontrol. Sedangkan konflik yang terjadi di tempat kerja akibat stres yaitu, tidak terlaksananya kerja yang efektif atau terbengkalai semua pekerjaan.

Fenomena ini terjadi pada keluarga yang suami istrinya bekerja diluar dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah.

Fenomena yang sama peneliti temukan dari hasil observasi dan wawancara awal dengan beberapa subjek di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir. Sesuai dengan wawancara awal peneliti dengan seorang ibu rumah tangga yang bekerja di Puskesmas di Desa Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir yang berinisial SO pada tanggal 7 Oktober 2015. SO adalah seorang ibu rumah tangga yangbekerja di Puskesmas sebagai Bidan dan memiliki dua orang anak yang berumur 16 tahun dan 10 tahun. SO bertemu dengan keluarganya hanya malam hari. Waktu untuk keluarga hanya sedikit sehingga tidak semua kebutuhan keluarga baik lahir maupun batin terpenuhi. Kondisi ini menyebabkan hubungan mereka semakin renggang dan mengabaikan kewajiban rumah tangga.

Menurut pengakuan SO, ia sering kali memarahi anaknya akibat terlalu banyak beban pikiran yang datang dari tempat dia bekerja. Dia tidak bisa melepaskan pekerjaannya karena dia ingin menjadi wanita karier. Ditambah lagi sikap seorang suami yang juga sibuk dengan pekerjaannya dan suami yang marah akibat pekerjaan rumah terbengkalai dan juga mengurus anak yang sudah tidak dipedulikan lagi. Sehingga banyak beban pikiran dan sering stres karena kondisi tersebut. Hal yang sama juga di rasakan oleh ibu yang bekerja ditempat yang sama yang berinisial AT.

Berdasarkan wawancara awal dengan AT pada tanggal 9 Oktober 2015 yang berusia 46 tahun. Memilikiperan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga yang bekerja di rumah sakit sebagai perawat. Memiliki konflik yang

hampir sama tapi perbedaannya ia mempunyai 1 orang anak dan suaminya pun tidak bekerja akibat di PHK. AT bekerja sepanjang hari sedangkan pulang bekerja AT mengurus rumah tangga, dan itu pun juga selalu dimarahi oleh suaminya akibat pekerjaan rumah tidak terselesaikan. Ditambah lagi tuntutan pendidikan dan pengasuhan anaknya yang terbengkalai.

Pengalaman yang diceritakan AT sebagai wanita karir yang memiliki suami tidak bekerja adalah sulitnya membagi waktu bekerja dengan mengurus rumah tangga. ia mengalami stres berat dan emosi yang tidak menentu akibat selalu dimarahi suami dan dituntut anak-anaknya. Fenomena ini juga menjadikan AT sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai karyawan.

Dari beberapa informan di atas dapat disimpulkan bahwa ibu dengan peran ganda masing-masing memiliki konflik. Konflik peran ganda yang dihadapi relatif sama. Mulai dari pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, anak yang tidak terurus dan kemarahan suami yang protes karena tidak terselesaikannya masalah rumah tangga. Hal ini akan mengakibatkan beberapa dampak seperti stres kerja. Seharusnya wanita yang memiliki peran ganda dapat membagi waktu serta kembali pada hakikatnya bahwa sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga sudah seharusnya dapat dengan baik mengurus keperluan rumah tangga.Namun tuntutan tugas di kantor dan dirumah tangga akan mengakibatkan stres kerja yang pada akhirnya juga menyebabkan lalainya dalam mengurus rumah tangga. Hal ini dapat memicu konflik dalam rumah tangga.

Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul

Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada Ibu yang Bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir”.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah penelitian yaitu :

1. Gambaran konflik peran ganda pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir

2. Gambaran stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir

3. Hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan ”bagaimana

(5)

hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir?”

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Gambaran konflik peran ganda pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir.

2. Gambaran stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir.

3. Hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif korelasional. Penelitian deskriptif korelasional adalah studi kolerasi mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain (Sudjana dan Ibrahim 2007:77).

Populasi pada penelitian ini adalah Ibu dengan peran ganda yang bekerja sebagai Pegawai di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir dengan jumlah 57 orang. Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik total sampling.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Arikunto (2010:159), “variabel interval adalah suatu variabel yang mempunyai jarak dan jarak tersebut dapat diketahui dengan pasti dan bisa diukur.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian angket oleh ibu dengan peran ganda di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir pada saat dilakukannya penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari Tata Usaha Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Untuk pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus persentase. Menghitung persentase masing-masing frekuensi yang diperoleh, dengan menggunakan bantuan software IBM Statistical Package for the Social Sciences version 20 for windows (IBM SPSS Versi 20.0)

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Konflik Peran Ganda pada Ibu-ibu yang bekerja di Puskesmas

Secara umum konflik peran ganda yaitu 6 orang rendah konflik peran gandanya (10,5 percent), 22 orang cukup tinggi konflik peran gandanya (38,6percent), 23 orang tinggi konflik peran gandanya (40.4 percent), dan 6 orang sangat tinggi konflik peran gandanya (10,5percent). Dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda ibu yang berkerja di Puskemas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir berada pada kategori tinggi.

Penjelasan di atas mengungkap bahwa identifikasi masalah serta keterangan yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi terhadap sebelumnya benar adanya.

Bagi ibu-ibu yang rendah konflik peran gandanya diharapkan dapat membagi tips-tips agar pekerjaan menjadi sesuatu yang nyaman bagi ibu-ibu lainnya.

Dengan berbagi ilmu serta pengalaman tersebut sehingga konflik peran ganda ibu- ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Salasa dapat dikurangi.

David (2003:13) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai suatu bentuk konflik antar peran dimana tekanan- tekanan dari pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain. Greenhaus dan Beutell (Triaryati, 2003:86) mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu: Time-based conflict, strain- based conflict, dan behavior-based conflict. Time-based conflict adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Strain-based conflict, terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Behavior-based conflict, berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan konflik peran ganda adalah konflik yang terjadi pada individu yang memiliki dua peran atau lebih yang menyebabkan ketidakseimbangan pada kedua peran sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan, tuntutan dari masing masing peran.

(6)

b. Stres Kerja pada Ibu yang Bekerja di Puskesmas

Secara umum gambaran stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir yaitu 29 orang cukup tinggi stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas (50,9 percent), dan 28 orang tinggi stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas (49,1 percent).

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir berada pada kategori cukup tinggi. Keterangan tersebut mengungkap bahwa identifikasi masalah serta keterangan yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi terhadap sebelumnya juga benar adanya.

Ibu-ibu yang bekerja di Puskesmas yang memiliki stress kerja yang cukup tinggi dan tinggi hendaknya mendapatkan perhatian serta bimbingan yang lebih. Baik dari kepala rumah sakit, serta berbagi pengalam dengan karyawan lainnya atau mempekerjakan konselor untuk puskesmas tersebut dengan berbagai macam layanan dan teknik-teknik yang digunakan dalam konseling sehingga mampu membuat ketenangan diri meskipun dalam mengalami konflik akan kembali bisa dirasakan oleh ibu-ibu tersebut sehingga stress kerja menjadi menurun.

Almasitoh (2011: 66) menyatakan

“stres kerja sebagai reaksi fisiologis dan atau psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi individu sebagai ancaman.

Stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik turunnya kinerja karyawan. Menurut Almasitoh (2011: 69) aspek stres kerja meliputi:

a. Deviasi Fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang-orang terkena stres antara lain adalah sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur, susah tidur, bangun terlalu awal, sakit punggung, susah buang air besar, gatal-gatal pada kulit, tegang, pencernaan terganggu, tekanan darah naik, serangan jantung, keringat berlebihan, selera makan berubah, lelah dan kehilangan daya energi, dan lain-lain.

b. Deviasi Psikologis, yang mencakup sedih, depresi, mudah menangis, hati merana, mudah marah, dan panas, gelisah, cemas, rasa harga diri menurun, merasa tidak aman, terlalu peka, mudah tersinggung, marah- marah, mudah menyerang, bermusuhan dengan orang lain, tegang, bingung,

meredam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, kehilangan spontanitas dan kreativitas, dan kehilangan semangat hidup.

c. Deviasi Perilaku yang mencakup kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, terlalu membentengi atau mempertahankan diri, meningkatnya frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk, sabotase, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas.

Dapat diartikan bahwa stres kerja terbagi menjadi tiga aspek yaitu psikologis, fisik dan perilaku. Semua hal tersebut dapat diamati dan dibedakan antara mereka yang stres dan tidak stres.

c. Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada Ibu yang Bekerja di Puskesmas

Hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas menggunakan teknik pearson diperoleh korelasi atau rhitungsebesar 0,484, rtabel sebesar 0,258 dan df 55 pada taraf signifikansi 0,05 atau tingkat kepercayaan (95 percent) maka diperoleh r table 0,484 jadi r hitung > rtable artinya korelasinya signifikan. Selanjutnya barulah dilihat dengan ketentuan nilai r berarti -1≤0,484

≤ 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (Ha) dapat diterima dan terdapat hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan koefisien kuat. Artinya, semakin tinggi konflik peran ganda pada ibu-ibu yang bekerja di Puskesmas maka semakin tinggi pula tingkat stress, sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda pada ibu-ibu yang bekerja di Puskesmas, maka semakin rendah pula stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas.

Konflik peran individu terjadi ketika pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan kesulitan dalam peran lain. Konflik pekerjaan-keluarga cenderung mengarah pada stres kerja karena ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan keluarga, tekanan seringkali terjadi pada individu untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih banyak waktu untuk keluarga. Sama halnya

(7)

dengan konflik keluarga-pekerjaan dapat mengarah pada stres kerja dikarenakan banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan dan ini merupakan sumber potensial terjadinya stres kerja. Tekanan untuk mengembangkan dua peran tersebut dapat menyebabkan timbulnya stres. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan salah satu bentuk konflik antar peran dimana tekanan dari pekerjaan mengganggu pelaksanaan peran keluarga.

Thomas & Ganster menyatakan bahwa 38% pria dan 43% wanita yang sudah menikah dan memiliki pekerjaan serta anak, dilaporkan mengalami konflik pekerjaan - keluarga dan keluarga – pekerjaan terhadap stres kerja dan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa tekanan untuk menyeimbangkan stres kerja tetapi juga ketidakpuasan kerja, depressi, kemangkiran dan bahkan penyakit jantung (Wulandari, 2012: 27).

Konflik pekerjaan - keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan di rumah atau kehidupan rumah tangga. Wanita dihadapkan pada banyak pilihan yang ditimbulkan oleh perubahan peran baik di dalam lingkungan pekerjaan maupun di dalam keluarga. Konflik yang berkepanjangan karena tekanan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan jika tidak dapat dihadapi secara tepat dan baik maka akan mengakibatkan stres kerja (Ruslina, 2014:10).

Adapun stres kerja yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja.

Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres kerja tersebut. Maka diperlukan suatu kajian yang membahas tentang timbulnya stres kerja pada wanita yang berperan ganda (Ruslina, 2014:12).

Jadi, logikanya bahwa mereka yang bekerja dan juga memiliki peran di sisi lain yang memang juga penting membuat kegoncangan emosi sehingga dampak dari kegoncangan tersebut salah satunya adalah stress. Bagaimana tidak apabila kedua

peran tersebut saling berbenturan dan mereka yang kurang mampu menahan tekanan menjadikan mereka lemah sehingga timbulah stress dalam bekerja.

Artinya semakin tinggi konflik peran ganda yang terjadi maka semakin tinggi pula stress yang terjadi, begitu sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda yang terjadi maka semakin rendah pula stress kerja yang terjadi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Salasa Kecamatan Ranah Pesisir dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konflik peran ganda pada ibu yang berkerja di Puskemas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir berada pada kategori tinggi, Artinya sebagai Ibu yang berperan ganda memiliki konflik peran ganda yang tinggi.

2. Secara umum gambaran stres kerja pada ibu yang bekerja di Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir berada pada kategori cukup tinggi Artinya sebagian besar ibu-ibu yang bekerja memiliki tingkat stress yang cukup tinggi.

3. Hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja dilihat dengan ketentuan nilai r berarti -1 ≤ 0,484 ≤ 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (Ha) dapat diterima dan terdapat hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan koefisien kuat

SARAN

1. Ibu-ibu yang Bekerja di Puskesmas Ibu-ibu yang bekerja semoga dapat mengenali konflik peran ganda yang ada pada dirinya dan dapat mengatasinya dan begitu jugta stress kerja dengan mengurangi apa-apa yang membuat diri stres serta pengontrolan diri yang baik di rasa mampu untuk mengurai tingkat stress yang dirasakan ibu-ibu yang bekerja di Puskesmas.

2. Kepala Puskesmas

Setelah mengetahui bagaimana kondisi bawahan yang ada dalam pimpinannya hendaknya kepala mencarikan jalan keluar atau memberikan hiburan serta kegiatan- kegiatan yang mampu mengurangi stress kerja seperti adanya liburan bersama.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

(8)

Sebagai pedoman bagi mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkaji lebih dalam lagi apa saja variabel yang mungkin bisa dikaitkan dengan hasil penelitian ini contohnya pengaruh layanan konseling individual terhadap stress kerja pada ibu-ibu yang bekerja di Puskesamas.

KEPUSTAKAAN

Almasitoh, Ummu Hany. 2011. Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial pada Perawat.

Klaten: LP3K

Anoraga, Panji. 2014. Psikologi Kerja.

Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

David. 2003. Cross-cultural Measurement Invariance of Work/Family Conflict Scales Across English-speaking Samples. Florida: Universiti Of South Florida

Lestari. 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta:

Rineka Cipta

Sudjana dan Ibrahim. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Triaryati, Nyoman. 2013. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Issue Terhadap Absen dan Turnover.

Yogyakarta: UGM

Ruslina. 2014. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

.

Surakarta : Universitas Muhammadiya

Walgito, Bimo. 2005. Psikologi Sosial.

Yogyakarta: Andi Offset

Wulandari. 2012. Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja Karyawan Wanita di Pusat Administrasi Universitas Indonesia. Depok:

Universitas Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Theoretical Linguistics focuses on the examination of the structure of English in all its manifestations (phonetics, phonology, morphology, syntax, grammar at large). Other

Keywords : Teaching speaking, Buzz group strategy, Report text Penelitian ini menjelaskan tentang pengajaran speaking menggunakan strategi Buzz group kepada mahasiswa semester satu