HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SELF-MANAGEMENT PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI UPT PUSKESMAS BABAKAN SARI
Septi Ade Wandira 1, Irma Nur Amalia 2, Arie Sulistiyawati 3
1Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Dharma Husada email: [email protected]
Abstract
Hypertension is the first non-communicable disease that contributes to death worldwide with a global prevalence of 1.28 million people. Hypertension as a degenerative disease cannot be cured but can be controlled, so it requires long-term disease management. Self-management behavior in hypertensive patients can persist if hypertensive patients have high motivation to manage their condition. The results of the preliminary study found that there were 1,484 patients with hypertension who were treated at UPT Puskesmas Babakan Sari in March. The research objective was to determine the relationship between motivation and self-management in hypertension sufferers. The research design is a correlative analysis with a cross sectional approach. The research sample was hypertension sufferers who were treated at UPT Puskesmas Babakan Sari in May 2023 with a total of 96 respondents. Data collection techniques using primary data types and interview techniques with research instruments in the form of questionnaires. Most of the research results obtained had high motivation (67.7%), and most had high self-management of hypertension (57.31%). There is a relationship between motivation and self- management in hypertension sufferers at UPT Puskesmas Babakan Sari (p=0.020). Puskesmas are expected to be able to increase the motivation of hypertension sufferers through providing support by running programs that can improve self-management of hypertension sufferers such as holding joint gymnastics, counseling on good treatment for hypertension, holding blood pressure control activities outside of posbindu activities in rotation in their working area.
Keywords: Cross Sectional, Hypertension, Motivation, Self-Management
Abstrak
Hipertensi berada di urutan pertama penyakit tidak menular yang berkontribusi terhadap kematian di seluruh dunia dengan prevalensi global sebanyak 1,28 juta jiwa. Hipertensi sebagai penyakit degeneratif tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, sehingga membutuhkan manajemen penyakit jangka panjang. Perilaku self-management pada pasien hipertensi dapat bertahan jika penderita hipertensi memiliki motivasi yang tinggi untuk mengelola kondisinya. Hasil studi pendahuluan didapatkan penderita hipertensi yang berobat di UPT Puskesmas Babakan Sari pada bulan Maret sebanyak 1.484 pasien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan motivasi dengan self-management pada penderita hipertensi. Rancangan penelitian adalah analisis korelatif dengan pendekatan cross sectional.
Sampel penelitian adalah penderita hipertensi yang berobat di UPT Puskesmas Babakan Sari pada bulan Mei tahun 2023 sebanyak 96 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan jenis data primer dan teknik wawancara dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar memiliki motivasi tinggi (67,7%), dan sebagian besar memiliki self-management hipertensi tinggi (57,31%). Terdapat hubungan motivasi dengan self-management pada penderita hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari (p=0,020). Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan motivasi penderita hipertensi melalui pemberian dukungan dengan menjalankan program yang dapat meningkatkan self- management hipertensi seperti mengadakan senam bersama, penyuluhan pengolahan makanan yang baik untuk hipertensi, mengadakan kegiatan pemeriksaan tekanan darah di luar kegiatan posbindu secara bergiliran di wilayah kerjanya.
Kata Kunci: Cross Sectional, Hipertensi, Motivasi, Self-Management
I. PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia (Nurhasana, 2020).
Berdasarkan data International Society of Hypertension, hipertensi menempati urutan pertama penyakit tidak menular yang berkontribusi terhadap kematian di seluruh dunia.
Komplikasi hipertensi mencapai 10 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, dan hanya 50%
orang dengan hipertensi menyadari penyakitnya (ISH, 2023). Berdasarkan World Health Organization, diperkirakan sekitar 1,28 juta dewasa dengan usia 30-79 tahun yang memiliki penyakit hipertensi di seluruh dunia, sebanyak dua per tiganya hidup di negara berkembang (WHO, 2023). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur >18 tahun sebesar 39,6 (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak dialami oleh masyarakat dan menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler, gagal ginjal, diabetes dan stroke yang merupakan masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang (Kemenkes RI, 2019). Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat mortalitas tinggi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas seseorang (Nildawati, 2020). Hipertensi yang disebabkan oleh tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri mengakibatkan meningkatnya risiko stroke, anuerisma, gagal jantung, serangan jantung, an kerusakan ginjal. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi (Asman et al., 2023).
Hipertensi sebagai penyakit degeneratif tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, oleh karena itu hipertensi membutuhkan manajemen penyakit jangka panjang oleh penderitanya (Kurnia, 2020). Masalah umum yang muncul pada penderita hipertensi adalah kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan yang
diberikan serta kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan atau manajemen hipertensi.
Manajemen diri (Self-Management) dibutuhkan oleh penderita hipertensi untuk memantau kondisi diri untuk menjaga kualitas hidup (Kurnia, 2020).
Self-management pasien hipertensi merupakan kemampuan dalam mempertahankan perilaku yang efektif dan manajemen penyakit yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari untuk membantu dalam menurunkan dan menjaga kestabilan tekanan darah ( Simanullang, 2019). Self-management pasien hipertensi terdiri dari kepatuhan minum obat, asupan diet rendah lemak, olahraga setiap hari, pembatasan asupan alkohol, berhenti merokok, penurunan berat badan, pemantauan tekanan darah mandiri, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengurangan stres (Melaku, 2022).
Kemampuan self-management sangat diperlukan oleh semua individu yang melakukan aktivitas sehari-hari (daily activities), terutama penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak menerapkan self-management akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, karena aktivitas yang dilakukan tidak direncanakan dengan baik. Kesulitan tersebut umumnya mengenai aktivitas apa yang harus dilakukan, bagaimana memulai aktivitas tersebut, apakah aktivitas tersebut mempengaruhi kondisi hipertensinya, dan lain-lain (Talitha, 2021).
Perilaku self-management yang optimal merupakan salah satu komponen mencapai keberhasilan pengobatan pasien hipertensi. Pasien hipertensi, harus memiliki kemampuan dalam merawat dirinya secara mandiri, berupa meminum obat yang diresepkan, melakukan kontrol tekanan darah secara berkala, memodifikasi diet, menurunkan berat badan, serta meningkatkan aktivitas. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self- management pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut; usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, pengetahuan, self-efficacy, dukungan keluarga, dukungan sosial, status ekonomi dan durasi hipertensi.(Rozani, 2019).
Perilaku self-management pada pasien hipertensi dapat bertahan jika penderita hipertensi memiliki motivasi yang tinggi untuk mengelola kondisinya. Motivasi pasien menjadi hal yang penting untuk dimiliki pasien dalam meningkatkan self-management guna meningkatkan kesembuhannya (Su’ud, 2020).
Motivasi mempengaruhi kepatuhan, perilaku, dan perawatan diri pada pasien hipertensi. Motivasi yang rendah berkaitan dengan rendahnya
perawatan diri, serta kurangnya kepercayaan diri untuk melakukan pemantauan tekanan darah di rumah, lebih banyak berolahraga, membatasi asupan garam, dan melakukan kontrol tekanan darah (Alhadlaq, 2019).
Motivasi pada pasien hipertensi berkaitan dengan kebutuhannya untuk mempertahankan tekanan darah pada kondisi normal, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Indikator motivasi dalam pengendalian suatu penyakit seperti hipertensi yaitu adanya hasrat atau keinginan untuk sehat, adanya dorongan dan kebutuhan untu sehat, adanya harapan dan cita- cita untuk terbebas dari penyakit dan obat, adanya penghargaan terhadap hidup, adanya kegiatan berperilau sehat, serta adanya lingkungan sekitar yang kondusif dan menunjang untuk berperilaku hidup sehat (Uno, 2023).
Motivasi pada pasien hipertensi terdiri dari motivasi intrinsik yang berasal dari dirinya sendiri dan ekstrinsik yang merupaksan dorongan dari luar. Menurut penelitian (Ulfah, 2018), pasien hipertensi memiliki motivasi ekstrinsik yang lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi intrinsik, bahwa responden yang memiliki dukungan dari keluarga memiliki motivasi yang lebih tinggi.
Motivasi sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi. Pengendalian hipertensi harus berawal dari pribadi individu yang mengalami hipertensi. Motivasi diri merupakan dorongan yang akan menggerakkan dan mendorong sikap dan peruabahan perilakunya (Setyaningsih, 2019). Motivasi penderita dalam melakukan self-management masih rendah, hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian Lestari (2018), pada 36 responden dengan hipertensi yang didapatkan hanya 30% pasien yang termotivasi melakukan perubahan gaya hidup.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara motivasi dengan self- management pada penderita hipertensi. Penelitian Su’ud (2020) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara motivasi dengan perilaku self-management (p value: 0,000 r :+0,444). Penelitian Setyaningsih (2019) juga memperlihatkan adanya pengaruh positif dan secara statistic signifikan motivasi terhadap perilaku pengendalian hipertensi (OR = 9.48, p=
0.008). Penelitian Syafitri (2021) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan manajemen perawatan diri (p=0,000).
Penelitian Alhadlaq (2019) memperlihatkan bahwa self-management penderita hipertensi rendah. Responden yang selalu mengukur tekanan darah hanya 36,4%. 46,5% responden menyatakan
bahwa mengukur tekanan darah tidak penting, 46,5 % lupa meminum obat anti hipertensi, 38,5%
tidak membatasi asupan garam, 27,3% tidak memiliki waktu berolah raga. Rendahnya self- management penderita hipertensi tersebut disebabkan oleh kurangnya motivasi. 51,3% tidak termotivasi untuk berolahraga secara teratur, dan 43,3% tidak termotivasi untuk mengurangi asupan garam.
Cakupan pelayanan kesehatan penderita hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah di Jawa Barat Tahun 2021 sebesar 34,5%
dan di Kota Bandung sebesar 18,4%. Jumlah estimasi penderita hipertensi berusia ≥ 15 tahun sebanyak 722.933 jiwa terdiri dari 352.369 laki- laki dan 352.812 perempuan (Dinkes Jabar, 2022).
Data Dinas Kesehatan Kota Bandung per bulan Mei 2022 baru tercatat 28.000 warga Kota Bandung dari usia 15-69 tahun mengidap penyakit hipertensi termasuk ibu hamil (Dinkes Bandung, 2022).
Penelitian ini akan dilakukan di UPT Puskesmas Babakan Sari Kelurahan Babakan Sari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. UPT Puskesmas Babakan Sari termasuk ke dalam 5 puskesmas yang memiliki kasus hipertensi terbanyak dari 73 puskesmas yang ada di Kota Bandung. Urutan pertama adalah Puskesmas Sukajadi dengan jumlah penderita yang mendapat layanan kesehatan sebanyak 6.236 orang atau 31,93% dari estimasi penderita hipertensi berusia
≥ 15 tahun sebanyak 19.533 orang. Urutan kedua adalah Puskesmas Babakan Sari sebanyak 5.081 orang atau 19,73% dari 25.748 orang. Urutan ketiga adalah Puskesmas Padasuka sebanyak 4.393 orang atau 23,2% dari 18.269 orang. Urutan keempat adalah Puskesmas Ujung Berung Indah sebanyak 4.352 orang atau 22,59% dari 19.269 orang. Urutan kelima adalah Puskesmas Margahayu Raya sebanyak 4.229 orang atau 22,5% dari 18.794 orang (Dinkes Kota Bandung, 2022b).
Hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit terbanyak di UPT Puskesmas Babakan Sari dan menenpati urutan No. 1. Penderita hipertensi yang berobat di UPT Puskesmas Babakan Sari pada bulan Januari 2023 adalah sebanyak 1.442 pasien, pada bulan Februari sebanyak 1.664 pasien, dan pada bulan Maret sebanyak 1.484 pasien.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 17 Maret 2023 melalui wawancara terhadap perawat di UPT Puskesmas Babakan Sari, didapatkan bahwa pasien hipertensi datang ke Puskesmas hanya apabila merasakan sakit
kepala atau pusing untuk memeriksakan tekanan darah dan mendapatkan obat. Adapun pasien hipertensi sebagian besar jarang mengontrol tekanan darah baik di Puskesmas maupun secara mandiri serta tidak patuh minum obat hipertensi.
Pasien hipertensi sering diberikan anjuran untuk melakukan orahraga secara teratur, mengurangi asupan garam, tidak merokok, dan patuh meminum obat hipertensi, namun sering kembali ke Puskesmas dengan kondisi yang sama. Self- management pada penderita hipertensi meliputi integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan lainnya, pemantauan tekanan darah, dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan.
Berdasarkan wawancara terhadap 10 pasien hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari, 8 dari 10 orang tidak patuh minum obat karena kehabisan obat dan belum bisa ke Puskesmas, dan sering lupa akibat tidak ada yang mengingatkan. 7 dari 10 orang tidak berolahraga dan tidak berminat untuk berolahraga karena mudah lelah, 9 dari 10 tidak mengurangi asupan garam karena tidak menyukai makanan yang hambar, dan 5 dari 10 orang berjenis kelamin laki-laki dan semuanya tidak memiliki keinginan untuk berhenti merokok dan minum alkohol. Seluruh pasien berharap untuk sembuh dari hipertensi dan tidak tergantung pada obat, 4 dari 10 memiliki keluarga dan teman- teman yang mendorong untuk berperilaku hidup sehat. Seluruh pasien memiliki motivasi untuk sembuh dari dalam dirinya sendiri, dan sebagian pasien mendapatkan dukungan keluarga untuk sembuh dari hipertensi
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diketahui bahwa motivasi pada penderita hipertensi adalah adalah kebutuhannya untuk mengelola kondisi hipertensi, salah satunya adalah dengan melakukan self-management hipertensi yang meliputi modifikasi perilaku yang menjadi faktor risiko hiperteni, seperti penurunan berat badan, menjaga pola makan, menghindari konsumsi alkohol, olahraga teratur, berhenti merokok, dan patuh terhadap pengobatan. maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Motivasi Dengan Self- Management Pada Penderita Hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari”.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang Mardalena (2017). Faktor risiko terjadinya hipertensi terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari riwayat keluarga atau keturunan, jeni kelamin, dan umur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi terdiri dari diet, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, merokok, stress, dan konsumsi alkohol berlebihan (Kurnia, 2020).
2.2. Self-Management
Self-management pasien hipertensi merupakan kemampuan dalam mempertahankan perilaku yang efektif dan manajemen penyakit yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari untuk membantu dalam menurunkan dan menjaga kestabilan tekanan darah. Tujuan utama dilakukannya self-management adalah klien dapat efektif memanajemen kesehatannya secara berkelanjutan, terutama pada klien dengan penyakit kronis (Simanullang, 2019). Pada konsep self-management, seseorang harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan self-management untuk dirinya sendiri dan terlibat dalam pengambilan keputusan untuk kesehatannya (Alligood, 2017).
Tahapan self-management pada klien hipertensi ada tiga, yaitu self-monitoring (pemantauan diri), self-evaluation (evaluasi diri), dan self-reinforcement (penguatan diri) (Kurnia, 2020). Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan diri diantaranya health literacy, self efficacy, motivasi, dan dukungan keluarga (Sabil, 2019).
2.3. Motivasi
Motivasi merupakan suatu proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motif mencakup penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat, pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu (Sunaryo, 2019).
Motivasi terdiri dari motivasi internal dan mortivasi eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang berasal dari dalam individu itu sendiri meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik dan mental, keinginan individu, serta kematangan usia. Motivasi eksternal adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan, meliputi keadaan disekitar individu, dukungan sosial, dan dukungan
keluarga (Handoko, 2012).
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah: Terdapat hubungan motivasi dengan self-management pada penderita hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analisis korelatif menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah seluruh penderita hipertensi yang berobat di UPT Puskesmas Babakan Sari. Sampel sebanyak 96 responden, yang memenuhi kriteria inklusi, diambil menggunakan teknik purpossive sampling.
Instrumen berupa kuesioner High Blood Pressure Self Care Profile (HBP-SCP) Behaviour Scale untuk mengukur self-management hipertensi yang terdiri dari 20 soal dan HBP-SCP Motivation Scale untuk mengukur motivasi yang terdiri dari 20 soal (Han et al., 2014).
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden a. Usia
Tabel 1 Distribusi Frekueni Karakteristik Usia
Usia Frekuensi (n)
Persen (%)
40-49 tahun 25 26,0
50-59 tahun 54 56,3
60-69 tahun 17 17,7
Total 96 100
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi usia responden didapatkan hasil frekuensi usia 40-49 tahun sebanyak 25 orang (26%), usia 50-59 tahun sebanyak 55 orang (56,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 17 orang (17,7%).
b. Jenis Kelamin
Tabel 2 Distribusi Frekueni Karakteristik Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n)
Persen (%)
Perempuan 79 82,3
Laki-Laki 17 17,7
Total 96 100
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jenis kelamin responden didapatkan hasil frekuensi perempuan sebanyak 79 orang (82,3%), dan laki-laki sebanyak 17 orang (17,7%).
c. Pekerjaan
Tabel 4.3 Distribusi Frekueni Karakteristik Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi (n)
Persen (%)
Tidak Bekerja 9 9,4
IRT 68 70,8
Buruh Harian 5 5,2
Wiraswasta 9 9,4
Kader 2 2,1
Guru 1 1,0
Karyawan Swasta
2 2,1
Total 96 100
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pekerjaan responden didapatkan hasil frekuensi tidak bekerja sebanyak 9 orang (9,4%), ibu rumag tangga (IRT) sebanyak 68 orang (70,8%), buruh harian sebanyak 5 orang (5,2%), wiraswasta sebanyak 9 orang (9,4%), kader sebanyak 2 orang (2,1%), guru sebanyak 1 orang (1%), dan karyawan swasta sebanyak 2 orang (2,1%).
d. Pendidikan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan
Pendidikan Frekuensi (n)
Persen (%)
Tidak Sekolah 2 2,1
SD 44 45,8
SMP 28 29,2
SMA 20 20,8
S1 2 2,1
Total 96 100
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pendidikan responden didapatkan hasil pendidikan tidak sekolah sebanyak 2 orang (2,1%), SD sebanyak 44 orang (45,8%), SMP sebanyak 28 orang (29,2%), SMA sebanyak 20 orang (20,8%), dan S1 sebanyak 2 orang (2,1%).
2. Analisis Univariat
a. Motivasi Pada Penderita Hipertensi Tabel 4.5 Motivasi Pada Penderita
Hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari
Motivasi Frekuensi (n)
Persen (%)
Tinggi 65 67,7
Sedang 31 32,3
Total 96 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.5 di atas, diketahui dari 96 responden, sebagian besar memiliki motivasi tinggi, yaitu sebanyak 65 responden (67,7%), dan sebagian kecil memiliki motivasi sedang sebanyak 31 responden (32,3%).
b. Self-Management Pada Penderita Hipertensi
Tabel 4.6 Self-Management Pada Penderita Hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari
Self-Management Frekuensi (n)
Persen (%)
Tinggi 55 57,3
Sedang 42 42,7
Total 96 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.6 di atas, diketahui dari 96 responden, sebagian besar memiliki self- management hipertensi tinggi yaitu sebanyak 55 responden (57,3%), dan sebagian kecil memiliki self-management hipertensi sedang sebanyak 41 responden (42,7%).
3. Analisis Bivariat
Tabel 4.7 Hubungan Motivasi dengan Self- Management
Self- Management
Motivasi
Total p- Value
OR (95%CI) Tinggi Sedang
N % n % N % Tinggi 43 78,2 12 21,8 55 100
0,020 3,095 (1,275- 7,511) Sedang 22 53,7 19 46,3 41 100
Total 65 67,7 31 32,3 96 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.7 di atas, diketahui dari 55 responden yang memiliki self-management hipertensi tinggi, sebagian besar memiliki motivasi tinggi yaitu sebanyak 43 responden (78,2%), dan dari 41
responden yang memiliki self-management hipertensi sedang, sebagian besar memiliki motivasi sedang yaitu sebanyak 19 responden (46,3%). Hasil uji statistik didapatkan p-value sebesar 0,020 (<0,05), artinya terdapat hubungan motivasi dengan self-management pada penderita hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari. Nilai Odds Ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95%
adalah 3,095, artinya responden yang memiliki motivasi tinggi berpeluang 3 kali liat untuk memiliki self-management hipertensi yang tinggi pula.
4.2 Pembahasan
1. Motivasi Pada Penderita Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 96 responden, sebagian besar memiliki motivasi tinggi, yaitu sebanyak 65 responden (67,7%), dan sebagian kecil memiliki motivasi sedang sebanyak 31 responden (32,3%).
Sebagian besar responden memiliki motivasi sedang, namun tidak ada yang memiliki motivasi rendah. Kurangnya tingginya motivasi responden dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Penderita hipertensi dapat memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh atau untuk menjaga kestabilan tekanan darahnya tetapi motivasi tersebut tidak cukup kuat untuk menjadi penggerak dalam melakukan tindakan pengelolaan terhadap hipertensi yang dideritanya.
Dalam penelitian in motivasi responden paling rendah adalah pada pernyataan nomor 15 yaitu mengkonsumsi obat tekanan darah.
Kurangnya motivasi terhadap konsumsi obat tekanan darah dapat disebabkan karena bosan, lupa, merasa sudah sembuh, merasa tidak nyaman, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan penelitian (Putri & Syarifah, 2021) bahwa pasien berhenti meminum obat karena merasa kondisinya sudah membaik sebesar 44,36%, sementara itu pasien yang merasa tidak nyaman meminum obat setiap hari menunjukkan persentase sebesar 30,82%, selain itu pasien yang merasa tidak mengingat minum obat sangat jarang sebesar 33,08%, sesekali sebesar 21,05%, kadang-kadang sebesar 24,06%, biasanya sebesar 9,02% dan selalu/sering sebesar 12,78%.
Menurut (Sunaryo, 2019), motivasi mencakup penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat, pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motivasi merupakan suatu proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan akhir
daripada gerakan atau perbuatan.
Menurut (Ulfah, 2018), faktor yang mempengaruhi motivasi diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi faktor fisik (status kesehatan pasien), faktor proses mental (keadaan pemikirian dan pandangan hidup), keinginan dalam diri sendiri untuk lepas dari keadaan sakit yang menganggu aktivitas sehari- hari, serta kematangan usia yang dapat mempengaruhi proses berfikir dan pengambilan keputusan dalam melakukan pengobatan yang menunjang kesembuhan. Faktor eksternal meliputi Faktor lingkungan baik fisik, psikologis, maupun sosial, dukungan sosial berupa verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang akrab dengan penderita di dalam lingkungan sosialnya, dukungan keluarga yang ditujukan melalui sikap yaitu dengan mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum obat, kapan istirahat dan kapan saatnya kontrol.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Lestari (2018), yang menunjukkan bahwa pada 36 responden dengan hipertensi yang didapatkan hanya 30% pasien yang termotivasi melakukan perubahan gaya hidup.
2. Self-Management Pada Penderita Hipertensi
Berdasarkan hasil diketahui dari 96 responden, sebagian besar memiliki self- management hipertensi tinggi yaitu sebanyak 55 responden (57,3%), dan sebagian kecil memiliki self-management hipertensi sedang sebanyak 41 responden (42,7%).
Sebagian besar responden memiliki self- management hipertensi tinggi karena mengetahui bahwa hipertensi merupakan penyakit yang berisiko tinggi terhadap terjadinya komplikasi penyakit lain hingga kematian. Pasien hipertensi yang mengalami gejala merasakan ketidaknyamanan saat mengalami hipertensi seperti sakit kepala, pusing, mual dan muntah, sehingga berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan self-management untuk menurunkan tekanan darahnya, diantaranya dengan rutin memeriksakan tekanan darah, mengkonsumsi obat hipertensi, menjaga asupan garam, melakukan olah raga, dan lain-lain. Dalam penelitian ini ada juga respoden yang memiliki self-management sedang, hal ini disebabkan masih ada responden yang tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok, tidak berolah raga, minum obat tidak teratur, dan lain-lain. Tingginya self-management
juga dapat disebabkan pengetahuan yang baik serta motivasi yang tinggi untuk melakukan self- management hipertensi.
Dalam penelitian ini self-management responden paling rendah adalah pada pernyataan nomor 2 yaitu membaca tabel gizi untuk memeriksa informasi pada bagian natrium. Hal ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran responden mengenai zat gizi yang baik dan tidak baik untuk dikonsumsi oleh penderita hipertensi. Menurut (Fauziyyah & Ady, 2020), faktor-faktor yang mempeharuhi kebiasaan membaca label gizi diataranya adalah pengetahuan terkait cara membaca dan memahami label gizi. Sebagian besar responden tidak pernah membaca label gizi karena tidak memiliki cukup banyak waktu dan tidak paham fungsi label gizi.
Tujuan dan manfaat dengan adanya label gizi pada pangan kemasan adalah untuk mengetahui informasi nilai gizi yang tertera dalam kemasan serta mengetahui kebenaran informasi produk terutama produk yang memiliki klaim tentang gizi, kesehatan, ataupun hal lainnya. Selain itu label gizi juga memberikan informasi kepada konsumen dalam memilih pangan yang aman.
Membaca label pangan pada produk kemasan dengan benar dan tepat berfungsi untuk melindungi konsumen dari konsumsi pangan yang tidak aman.
Menurut (Merdekawati, 2021) manifestasi hipertensi muncul setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain sakit kepala oksipital terjadi saat bangun pagi akibat peningkatan tekanan intrakranial disertai mual dan muntah, pusing dan kelelahan disebabkan oleh penurunan perfusi darah yang disebabkan oleh vasokonstriksi.
Menurut (Hastuti, 2022), gejala hipertensi pada masing-masing individu bervariasi, dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya seperti sakit kepala, jantung berdebar, sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdara, sering buang air kecil di malam hari, telinga berdenging, dan vertigo. Terdapat juga gejala lainnya yaitu rasa berat di tengkuk, sukar tidur, cepat marah, dan mata berkunang- kunang serta pusing.
Menurut (Melaku, 2022), self- management pasien hipertensi terdiri dari kepatuhan minum obat, asupan diet rendah lemak, olahraga setiap hari, pembatasan asupan alkohol, berhenti merokok, penurunan berat badan, pemantauan tekanan darah mandiri, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengurangan stres. Menurut
(Simanullang, 2019), tujuan utama dilakukannya self-management adalah klien dapat efektif memanajemen kesehatannya secara berkelanjutan, terutama pada klien dengan penyakit kronis.
Menurut (Kurnia, 2020), ada 5 perilaku pengelolaan self management pada pasien hipertensi yaitu penurunan berat badan, modifikasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol, serta mengendalikan stress. Self-management pada klien hipertensi ada tiga tahapan, yaitu Self- monitoring (pemantauan diri), Self-evaluation (evaluasi diri), dan Self-reinforcement (penguatan diri). Pemantauan diri pasien hipertensi dilakukan dengan rutin mengontrol tekanan darah. Pasien hipertensi juga harus dapat menilai situasi dan membandingkan dengan standar self-management hipertensi, dan pasien harus mampu mengevaluasi setiap perubahan yang terjadi. Penguatan diri dapat dilakukan dengan pemberian penghargaan pada diri sendiri untuk keberhasilan pekerjaan dan menghindarkan diri dari sesuatu yang diinginkan, dalam hal ini menghindar dari suatu kebiasaan yang berisiko meningkatkan tekanan darah (Uno, 2023).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Alhadlaq (2019), bahwa self- management penderita hipertensi rendah.
Responden yang selalu mengukur tekanan darah hanya 36,4%. 46,5% responden menyatakan bahwa mengukur tekanan darah tidak penting, 46,5 % lupa meminum obat anti hipertensi, 38,5%
tidak membatasi asupan garam, 27,3% tidak memiliki waktu berolah raga.
3. Hubungan Motivasi dengan Self- Management Pada Penderita Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 55 responden yang memiliki self- management hipertensi tinggi, sebagian besar memiliki motivasi tinggi yaitu sebanyak 43 responden (78,2%), dan dari 41 responden yang memiliki self-management hipertensi sedang, sebagian besar memiliki motivasi sedang yaitu sebanyak 19 responden (46,3%). Hasil uji statistik didapatkan p-value sebesar 0,020 (<0,05), artinya terdapat hubungan motivasi dengan self- management pada penderita hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari. Nilai Odds Ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95% adalah 3,095, artinya responden yang memiliki motivasi tinggi berpeluang 3 kali liat untuk memiliki self- management hipertensi yang tinggi pula.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa motivasi secara signifikan berpengaruh
pada pasien hipertensi dalam melalukan self- management hipertensi. Tingginya motivasi responden menjadikan self-management hipertensi yang lebih baik. Self-management pada pasien hipertensi dapat disebabkan berbagai faktor lainnya seperti pengetahuan, health literacy, efikasi diri, dan dukungan keluarga.
Menurut Sabil (2019), beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan diri diantaranya health literacy, self efficacy, motivasi, dan dukungan keluarga. Health literacy merupakan keberhasilan dari manajemen penyakit kronis, tidak lepas dari kemampuan individu dalam mengakses, dan menggunakan informasi serta pelayanan kesehatan untuk membuat keputusan tentang perawatan kesehatan yang dikenal dengan Health Literacy. Tingkat health literacy yang rendah dapat mengakibatkan peningkatan angka penyakit kronis 47% dari total beban penyakit. Self Efficacy adalah keyakinan individu tentang kemampuan yang dimiliki dalam melakukan sesuatu yang berpengaruh dalam kehidupan, keyakinan akan mempengaruhi individu untuk merasa, berfikir dan berperilaku.
Motivasi adalah alat penggerak yang berada di dalam diri setiap individu yang mendorong individu untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Beberapa faktor yang memengaruhi dukungan keluarga adalah tingkat ekonomi meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan, serta tingkat pendidikan Sabil (2019).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Syafitri (2021), bahwa terdapat hubungan searah antara efikasi diri, motivasi, dan pengetahuan terhadap manajemen perawatan diri sehingga semakin baik efikasi diri, motivasi, dan pengetahuan responden terhadap kemampuan manajemen perawatan diri, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan manajemen perawatan dirinya.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Setyaningsih (2019) yang memperlihatkan adanya pengaruh positif dan secara statistic signifikan motivasi terhadap perilaku pengendalian hipertensi (OR = 9.48, p=
0.008), serta tidak sejalan dengan hasil penelitian Syafitri (2021) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan manajemen perawatan diri (p=0,000). Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Su’ud (2020). menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara motivasi dengan perilaku self-management (p value: 0,000 r :+0,444).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Alhadlaq (2019), bahwa rendahnya self-management penderita hipertensi tersebut disebabkan oleh kurangnya motivasi.
51,3% tidak termotivasi untuk berolahraga secara teratur, dan 43,3% tidak termotivasi untuk mengurangi aspuan garam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian pada variabel motivasi didapatkan sebagian besar memiliki motivasi tinggi (67,7%), dan pada variabel self- management didapatkan sebagian besar memiliki self-management hipertensi sedang (57,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan motivasi dengan self-management pada penderita hipertensi di UPT Puskesmas Babakan Sari (p=0,020).
Puskesmas diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dengan memberikan penyuluhan mengenai self-management hipertensi, dan program-program lainnya yang dapat meningkatkan self-management hipertensi seperti mengadakan senam bersama, penyuluhan pengolahan makanan yang baik untuk hipertensi, mengadakan kegiatan pemeriksaan tekanan darah di luar kegiatan posbindu secara bergiliran di wilayah kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Alhadlaq, R. K., Swarelzahab, M. M., Alsaad, S.
Z., Alhadlaq, A. K., Almasari, S. M., Alsuwayt, S. S., & Alomari, N. A. (2019).
Factors affecting self ‑ management of hypertensive patients attending family medicine clinics in Riyadh , Saudi Arabia.
4003–4009.
https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc
Asman, A., Yasa, I. D. P. G. P., Wardani, S. P. D.
K., Nuraeni, T., Ribek, N., Fajriana, H., Wedri, N. M., Rovendra, E., Erlinawati, N.
D., Alfianto, A. G., Suardana, I. K., & Uthia, R. (2023). Manajemen Tatalaksana Hipertensi (M. Martini (ed.); Bandung).
Media Sains Indonesia.
Dinkes Jawa Barat. (2022). Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2021.
Dinkes Kota Bandung. (2022a). Cegah Hipertensi dengan Skrining Kesehatan.
https://dinkes.bandung.go.id/cegah- hipertensi-dengan-skrining-kesehatan/
Dinkes Kota Bandung. (2022b). Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2021.
Fauziyyah, M. R. N., & Ady, D. D. W. (2020).
Hubungan Kebiasaan Membaca Label Gizi
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 40 Tahun. Media Gizi Kesmas, 9(1), 29.
https://doi.org/10.20473/mgk.v9i1.2020.29- 34
Han, H. R., Lee, H., Mensah, Y. C., & Kim, M.
(2014). Development and Validation of the Hypertension Self-Care Profile: A Practical Tool to Measure Hypertension Self-Care.
29(3), 1–16.
https://doi.org/10.1097/JCN.0b013e3182a3f d46.Development
Handoko, M. (2012). Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Kanisius.
Hastuti, A. P. (2022). Hipertensi (I. M. R. Ratuh (ed.)). Lakeisha.
ISH. (2023). Infographics. https://ish- world.com/infographics/
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. In Kementrian Kesehatan RI (Vol. 53, Issue 9).
Kemenkes RI. (2019). Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/um um/20190517/5130282/hipertensi-penyakit- paling-banyak-diidap-masyarakat/
Kurnia, A. (2020). Self-Management Hipertensi.
Jakad Media Publishing.
https://www.google.co.id/books/edition/self _management_hipertensi/a18xeaaaqbaj?hl=
id&gbpv=1&dq=self+management+hiperte nsi&printsec=frontcover
Lestari, I. G., Isnaini, N., Keperawatan, D., Kesehatan, F. I., & Purwokerto, U. M.
(2018). Pengaruh Self Management Terhaap Tekanan. 02(01), 7–18.
Mardalena, I. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan: Konsep Dan Penerapan Pada Asuhan Keperawatan.
Pustaka Baru Press.
Mariana, S. R. I., & Simanullang, P. (2019). Self Management Pasien Hipertensi Di Rsup H . Adam Malik Medan Tahun 2019 Self Management Pasien Hipertensi Di Rsup H . Adam Malik Medan.
Melaku, T., & Bayisa, B. (2022). Self ‑ care practice among adult hypertensive patients at ambulatory clinic of tertiary teaching Hospital in Ethiopia : a cross ‑ sectional study. March. https://doi.org/10.1186/
s40545-022-00421-3
Merdekawati, R., Komariah, M., & Sari, E. A.
(2021). Intervensi Non Farmakologis untuk Mengatasi Gangguan Pola Tidur pada Pasien Hipertensi: Studi Literatur. Jurnal
Keperawatan BSI, 9(2), 225–233.
https://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawat an/index
Nildawati, Pahrir, M. F., & Rahma, N. N. (2020).
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Barayya Kota Makassar. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan, 12(1), 36–41.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v12i1.158 Nurhasana, H., Mahmud U., N., & Sididi, M.
(2020). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Antang Kota Makassar. Window of Public Health Journal, 1(2), 157–165.
Putri, D. V. D., & Syarifah, A. L. (2021).
Compliance Level Of Drug Use In Hypertension Patients In Kedungkandang Puskesmas Malang City Dita Veralinda Dwi Putri . * , Anisa Lailatusy Syarifah ABSTRAK. Repository Poltekkespim.
https://repository.poltekkespim.ac.id/id/epri nt/673/2/akf18005_dita veralinda dwi putri_artikel ilmiah - dita veralinda dwi putri dita veralinda dwi putri.pdf
Rozani, M. (2019). Perawatan Diri dan Faktor- faktor Terkait pada Pasien Hipertensi:
Tinjauan Literatur. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 10(1).
https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.419 Sabil, F. A., Kadar, K. S., & Sjattar, E. L. (2019).
Faktor – Faktor Pendukung Self Care Management Diabetes Mellitus Tipe 2: a Literature Review. Jurnal Keperawatan,
10(1), 48.
https://doi.org/10.22219/jk.v10i1.6417 Setyaningsih, R., & Ningsih, S. (2019). Pengaruh
Motivasi, Dukungan Keluarga Dan Peran Kader Terhadap Per ilakuPengendalian Hipertensi. IJMS – Indonesian Journal On Medical Science, 6(1), 79–85.
Su’ud, A. N., Murtaqib, & Kusharyadi. (2020).
Hubungan Motivasi Dengan Perawatan Diri Pasien Hipertensi. Jurnal Keperawatan Universitas Jember, 5(2), 137–149.
Syafitri, A. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Manajemen Perawatan Diri Pada Penderita Hpertensi Di Desa Gunung Terang Kecamatan Buay Sandang Aji. Universitas Sriwijaya Indralaya Palembang.
Talitha, T. (2021). Pengertian Self Management, Aspek & Tips Meningkatkannya.
https://www.gramedia.com/best-seller/self- management/
Ulfah, N. (2018). Motivasi pasien penderita hipertensi yang berobat di puskesmas pisangan dalam pengendalian hipertensi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Uno, H. B. (2023). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis di Bidang Pendidikan. Bumi Aksara.
WHO. (2023). Hypertension. World Health Organization. https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/hypertension