• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOROH 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOROH 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UNDERGRADUATE NURSING STUDYPROGRAM FACULTY OFHEALTHSCIENCE UNIVERSITY KUSUMA HUSADASURAKARTA 2022

RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITION CONSCIOUS FAMILY BEHAVIOR (KADARZI) AND STUNTING IN TODLRES IN THE WORK

AREA OF PUBLIC HEALTH CENTER OF TOROH 1

Anggita Meriana P S1) Mutiara Dewi L2) Noerma Shovie R3)

1) Student of Nursing Study Program of Undergraduate Programs, UniversityKusuma HusadaSurakarta

2) Lecturer of Nursing Study Program of Diploma 3 Programs, UniversityKusuma HusadaSurakarta

3) Lecturer of Nursing Study Program of Undergraduate Programs, University Kusuma HusadaSurakarta

meryanaanggita@gmail.com

ABSTRACT

Stunting is a term used by nutritionists to describe a child with height that is shorter than other children with the same age. Children are considered to suffer from stunting if their height is -2 form standard deviation standard (SD) (Simatupang, 2018). According to WHO, the number of stunting in Indonesia was quite high at 36.4% and was ranked third in South-East Asian. The prevalence of stunting in Central Java was 28.5% in 2017 with Grobogan Regency as one of the priority areas for stunting reduction. Riskesdas data in 2013 stated that the prevalence of stunting in Grobogan Regency was high with an incidence rate of 54.9% while in 2018 it decreased to 32.9% while the prevalence of stunting in Toroh District was 3.10%. Stunting is one of the impacts of not implementing nutrition conscious family behavior KADARZI.The purpose of this research is to determine the KADARZI and the incidence of stunting in todler in the Public Health Center of Toroh 1. This was quantitative observational analytic research with a cross-sectional study design.

The population in this research was mothers who have stunting toddlers in the Public Health Center of Toroh 1 as many as 107 respondents and a sample of 84 respondents was obtained using a probability sampling technique, namely cluster random sampling. The research instrument used a nutritional status and nutritional status monitoring questionnaire and a toddler stunting risk questionnaire (KRSB).The results of the research on the characteristics found that most of respondents were female (53.6%), mothers working as laborer/farmer (46.6%), mothers with the last education of high school (50%), mothers with family income

≥ Rp 1,894,032.11 (54,8%), mothers implementing KADARZI behavior (57.1%), mothers with todlers experiencing short stunting (77.4%), and mothers with the average age was 3.53 years. After conducting the Spearman test, it can be concluded that there is a relationship between nutrition concious family behavior (KADARZI) and the incidence of stunting in toddlers in the work area of Public Health Center of Toroh 1.

Keyword : KADARZI, Stunting, Toddler Bibliography :14(2016-2021)

(2)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAMSARJANA FAKULTASILMUKESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADASURAKARTA

2022

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS TOROH 1

Anggita Meriana P S1) Mutiara Dewi L2) Noerma Shovie R3)

1) Mahasiswa Prodi Keperawatan Program Sarjana Universitas Kusuma Husada Surakarta

2) Dosen Prodi Keperawatan Program Diploma 3 Universitas Kusuma Husada Surakarta

3) Dosen Prodi Keperawatan Program Sarjana Universitas Kusuma Husada Surakarta meryanaanggita@gmail.com

ABSTRAK

Stunting merupakan istilah yang digunakan para nutrinis untuk menyebut anak yang tumbuh dengan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Dikatakan mengalami stunting atau tubuh pendek saat anak memiliki panjang atau tinggi badan -2 dari standar devisiasi (SD)(Simatupang, 2018). Menurut data WHO, tahun2018 kejadianstunting di Indonesia cukup tinggiyaitu sebesar 36,4% dan menempati urutan ketiga di South-East Asian. Prevalensi stunting di Jawa Tengah sebesar 28,5% pada tahun 2017 dengan Kabupaten Grobogan sebagai salah satu daerah prioritas penurunan stunting.

Data Riskesdas tahun 2013 menyampaikan bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Grobogan termasuk tinggi dengan angka kejadian sebesar 54,9% sedangkan pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 32,9% sedangkan prevalensi stunting di Kecamatan Toroh adalah 3,10%. Stunting merupakan salah satu dampak tidak tercapainya perilaku KADARZI.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku KADARZI dengan kejadian stunting pada balita di wilayah Puskesmas Toroh 1. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalampenelitianadalah ibu yang memiliki balita stunting di wilayah Kerja Puskesmas Toroh 1 sebanyak 107 responden dan didapatkan sampel sebanyak 84 responden menggunakan teknik probability sampling yaitu cluster random sampling.

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner pemantauan status gizi dan kadarzi dan kuesioner risiko stunting balita(KRSB).Hasil penelitian karakteristik responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan (53,6%), pekerjaan ibu sebagaiburuh/petani (46,6%), pendidikan ibu tamat SMA (50%), pendapatan keluarga ≥ Rp 1.894.032.11 (54,8%), responden memiliki perilaku KADARZI (57,1%), kejadian stunting pendek (77,4%), dan umur rata-rata balita3,53 tahun. Setelah dilakukan uji Spearman dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku KADARZIdengan kejadian stunting pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Toroh1.

KataKunci : KADARZI, Stunting,Balita Daftar Pustaka : 14 (2016-2021)

(3)

PENDAHULUAN

Stunting merupakan istilah yang digunakan para nutrinis untuk menyebut anak yang tumbuh dengan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan anak- anak seusianya. Dikatakan mengalami stunting atau tubuh pendek saat anak memiliki panjang atau tinggi badan -2 dari standar devisiasi (SD). Kondisi stunting yang dialami anak usia kurang dari 24 bulan harus segera mendapat penanganan secara tepat (Simatupang, 2018). Keadaan stunting tidak hanya mengakibatkan tinggi badan anak menjadi pendek, tetapi juga mengakibatkan perkembangan kognitif, motorik dan verbal anak tidak optimal dan bisa mengakibatkan sumber daya manusia yang rendah ( Yadika,DKK.

2019).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan oleh World Health Organization (WHO) yang dirilis tahun 2018, menyebutkan bahwa kejadian di Indonesia cukup tinggi yaitu menempati urutan ketiga di South-East Asian Region setelah Timor Leste yaitu 50,5%

India 38,4% dan Indonesia yaitu sebesar 36,4%. Jumlah stunting di Indonesia masih di atas 20 %, sedangkan target WHO dibawah 20%, artinya belum mencapai target WHO (Teja,2019).

Prevaleni stunting di Jawa Tengah sebesar 28,5% pada tahun 2017. Ada beberapa daerah yang menjadi prioritas penurunan stunting, salah satunya Kabupaten Grobogan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, menyampaikan bahwa prevalesi stunting di kabupaten Grobogan termasuk kategori tinggi dengan prevalensi sebesar 54,9% dan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebesar 32,9%, angka tersebut menunjukan kasus stunting telah mengalami penurunan, tetapi kasusnya masih cukup tinggi.

Sehingga pada tahun 2018 pemerintah pusat menetapkan kabupaten Grobogan sebagai salah satu wilayah prioritas penangan stunting di tingkat nasional

provinsi. Kecamatan Toroh merupakan salah satu kecamatan yang menjadi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 3,10% (Bappeda, 2020).

Beberapa hal penting terkait dengan program percepatan pencegahan stunting. Pertama, lima pilar utama pencegahan stunting, kedua, kementrian/lembaga (K/L) penanggung jawab upaya pencegahan stunting, dan ketiga, wilayah prioritas, startegi intervensi penceghan stunting dan penyiapan strategi kampanye nasional.

Lima pilar utama pencegahan stunting yaitu (i) komitmen dan visi kepemimpinan, (ii) kampanye perubahan perilaku dan komunitas antar pribadi, (iii) konvergensi program nasonal,daerah dan desa,(iv) kebijakan ketahanan pangan dan gizi, (v) pemantauan dan evaluasi. Kelima pilar tersebut merupakan strategi nasional percepatan pencegahan stunting tahun 2018-2014. Pelaksanaan starnas stunting telah berjalan selama tiga tahun (2018- 2020). Banyak hal yang telah di capai, meski di tahun 2020 terkendala pandemi covid-19 tetap dilaksanakan stranas stunting untuk mencapai target penurunan stunting 14% di tahun 2024 (Kementrian Sekretariat Negara RI, 2021).

Keluarga sadar gizi yaitu keluarga yang mampu menerapkan perilaku gizi seimbang dalam kehidupan sehari- harinya, mampu memahami, mengenal dan mengatasi masalah gizi yang terjadi pada setiap angggota keluarganya (Barqin et al, 2020). Keluarga yang disebut KADARZI yaitu keluarga yang telah menerapkan perilaku gizi yang baik dengan menerapkan lima indikator kadarzi dengan makanan beraneka ragam, berat badan ditimbang secara teratur, memberikan memberikan ASI eksklusif tanpa tambahan M-PASI sampai usia 6 bulan, mengkonsumsi garam yang mengandung yodium dan mengkonsumsi suplemen gizi (kapsul Vitamin A). Salah satu dampakyang

(4)

terjadi saat tidak tercapainya perilaku sadar gizi adalah stunting pada balita.

Sehingga kondisi balita stunting sangat berhubungan dengan perilaku KADARZI (Sriyanti, 2017).

Perilaku merupakan respon atau tanggapan setiap individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Dilihat dari pandangan biologis, prilaku merupakan suatu aktifitas atau kegiatan organisme yang saling bersangkutan. Perilaku juga merupakan suatu respon setiap individu terhadap stimulus (rangsangan dari luar pengertian dikenal dengan teori S-O-R).

Rangsangan dari luar mempengaruhi perilaku manusia baik itu secara sengaja atau tidak sengaja (Nisrima Siti, 2016).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Simatupang, 2018) bahwa mayoritas responden memiliki perilaku sadar gizi yaitu sebanyak 71 orang (65,1%) dan minoritas respondes tidak memiliki perilaku sadar gizi yaitu sebanyak 38 orang (34,9%). Mayoritas responden tidak mengalami kejadian stunting (normal) yaitu sebanyak 106 orang (97,2%) dan minoritas responden mengalami kejadian stunting yaitu 3 orang (2,8%). Dari hasil uji Chi Square diperoleh X2 hitung sebesr 5,764

>X2tabel sebesar 3,841, berarti alternatif (Ha) pada penelitian ini diiterima, yaitu menyatakan terdapat hubungan perilaku keluarga sadar gizi dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Sorkam Desa Aek Raso Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun2016.

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Toroh 1 dengan mewawancarai 5 kader dan 12 ibu balita, didapatkan keterangan bahwa ada kasus stunting di wilayah tersebut, adanya kasus stunting yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Toroh 1 dikarenakan beberapa faktor, yaitu pendapatan keluarga yang rendah mengakibatkan kurang terpenuhinya makanan beragam, kurangnya pengetahuan ibu tentang memberi ASI eksklusif anak pada usia6

bulan pertama. Banyak ibu membiarkan anak diasuh oleh nenek sejak balita dan diberi susu formula dikarenakan ibu bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Kebanyakan ibu menggunakan sembarang garam dan tidak memperdulikan kandungan yodium pada garam, karena menurut keterangan ibu menganggap semua garam itu sama kasiatnya untuk penyedapmasakan.

Wilayah kerja puskesmas Toroh 1 merupakan wilayah yang masih minim akan pelayanan kesehatan dan informasi kesehatan, maka dari itu ibu balita kurang pengetahuan tentang gizi yang baik untuk anak-anak mereka.

Dikecamatan Toroh terdapat 2 wilayah kerja puskesmas yaitu wiilayah kerja puskesmas Toroh 1 dan Toroh 2. Angka kejadian stunting di wilayah kerja puskesmas Totoh 1 lebih tinggiyaitu 242 balita sedangkan di wilayah kerja puskesmas Toroh 2 ada44 balita. Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian di wilayah kerja puskesmas Toroh 1.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berjenis observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel probability dengan cara cluster random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 responden.

Analisa univariat dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik responden. Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, perilaku KADARZI dan kejadian stunting.

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel. Uji korelasi menggunakan uji statistik SpearmanRank.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia(n=84)

Usia Mean Min Max SD Jumlah 3,52 1 5 1,024

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 3,52 tahun dengan usia termuda 1 tahun dan tertua 5 tahun. Dimana usia balita ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu balita usia 1 – 3 tahun dan balita usia 4 – 5 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ayukarningsih et al. (2021) menyebutkan bahwa responden dengan kelompok usia 25 – 36 bulan lebih banyak daripada usia 0 – 12 bulan,13 – 24 bulan, 37 - 48 bulan, dan 49 – 60 bulan (28,57%). Selain itu, penelitian oleh Saenal (2019) menyebutkan responden dengan usia 25 – 43 bulan lebih banyak daripada usia 12 – 24 bulan dan usia 44 – 59 bulan (51,9%).

Sujianti & Pranowo (2021) menyimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian stunting dengan usia balita dimana balita dengan usia 12 – 23 bulan berpeluang 5,44 kali mengalami stunting daripada balita usia 24 – 59 bulan. Peneliti berpendapat umur dapat menjadi salah satu faktor penyebab stunting pada balita. Pada masa balita ini belum paham tentang kebersihan diri dan dalam lingkungan yang tidak menerapkan perilaku hidup sehat. Kebersihan diri dan lingkungan yang kurang dapat menyebabkan balita rentan terkena penyakit sehingga terjadi penurunan nafsu makan serta nutrisi yang masuk ke dalam tubuh berkurang.

Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu sehingga menyebabkan stunting. Diperlukannya pengetahuan orang tua tentang kebersihan dan gizi balita yang meliputi bahan makanan, jenis makanan, frekuensi makan, penyajian makanan sehingga dapat memberikan nutrisi yang cukup sesuai kebutuhanbalita.

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin(n=84)

Jenis

kelamin f %

Laki-laki 39 46,4

Perempuan 45 53,6

total 84 100

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 45 responden dengan persentase (53,6%). Responden dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak daripada perempuan (60%) (Khulafa’ur Rosidah & Harsiwi, 2019). Selain itu penelitian Saenal (2019) juga menjelaskan bahwa responden dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak daripada perempuan(52,8%).

Penelitian oleh Sujianti &

Pranowo, (2021) menyimpulkan tidak ada hubungan antara kejadian stunting dengan jenis kelamin balita. Peneliti berpendapat pada balita belum ada perbedaan pencapaian pertumbuhan dan perkembangan antara laki – laki dan perempuan. Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan akan mulai muncul ketika balita menginjak usia remaja. Hal ini menyebabkan laki – laki dan perempuan berisiko sama untuk mengalamistunting.

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu(n=84)

Pekerjaan f %

Buruh/Petani 39 46,6

Pedagang 19 22,6

PNS 4 4,8

Lainnya

(Swasta,IRT,dll) 22 26,2

Total 84 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan ibu adalah Buruh/petani sebanyak 39 responden dengan persentase (46,6%).

Penelitian oleh (Oktaviani et al., 2020) menjelaskan tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan pekerjaan ibu. Peneliti berpendapat ibu yang bekerja masih dapatmemberikan

(6)

gizi yang cukup bagi anaknya dengan menyediakan susu formula atau makanan buatan (MP ASI) sehingga perilaku KADARZI tercapai dan balita tidak mengalamistunting.

Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu (n=84)

Pendidikan f %

Tamat SD 7 8,3

Tamat SMP 32 38,1

Tamat SMA 42 50

Tamat PerguruanTinggi 3 3,6

Total 84 100

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan ibu adalah tamat SMA sebanyak 42 responden dengan persentase (50%). Pendidikan ibu menengah atas mendominasi daripada pendidikan ibu dasar dan pendidikan ibu tinggi (50%) (Hayuningtyas et al.,2020).

Peneliti berpendapat pendidikan ibu dapat mempengaruhi perilaku KADARZI. Wanita yang berpendidikan dapat lebih baik menerima dan memproses informasi yang diperoleh serta berperilaku pengasuhan yang positif. Pendidikan ini berpengaruh dalam penerimaan infromasi tentang gizi balita biasanya masyarakat dengan pendidikan rendah lebih sulit menerima informasi baru ataupun mengubah kebiasaan makan mereka.

Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan keluarga(n=84)

Pendapatan f %

≥ Rp 1.894.032.11 46 54,8

< Rp 1.894.032.11 38 45,2

Total 84 100

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas pendapatan keluarga responden adalah ≥ Rp 1.894.032.11 sebanyak 46 orang dengan persentase (54,8%). Penelitian yang dilakukan oleh (Oktaviani et al., 2020) menyebutkan bahwa responden dengan pendapatan keluarga rendah (≤

Rp 3.327.160,00) lebih banyakdaripada

pendapatan tinggi (≥Rp 3.327.160,00) (57,7%).

Peneliti berpendapat pendapatan keluarga dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Keluarga dengan pendapatan yang tinggi mungkin dapat menyediakan kebutuhan primer dan sekunder balita. Meskipun sehari – hari keluarga dapat mengonsumsi makanan namun belum tentu makanan tersebut sesuai dengan kebutuhan gizi yang diperlukan oleh balita.

Tabel 6. Karakteristik responden berdasarkan perilaku KADARZI (n=84)

Perilaku kadarzi f %

Kadarzi 48 57,1

Tidak kadarzi 36 42,9

Total 84 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas perilaku KADARZI responden adalah KADARZI sebanyak 48 orang dengan persentase (57,1%).

Peneliti berpendapat mayoritas keluarga di wilayah Kerja Puskesmas Toroh 1 sudah memenuhi lima indikator KADARZI. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Oktaviani et al., 2020) menjelaskan perilaku belum KADARZI lebih banyak daripada perilaku KADARZI baik (59,2%).

(Saenal, 2019) juga menjelaskan perilaku KADARZI belum baik lebih banyak daripada perilaku KADARZI baik(78,9%).

Keluarga Sadar Gizi atau KADARZI merupakan keluarga yang berperilaku gizi seimbang dan dapat mengenali serta mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. Indikator dari KADARZI ada lima yaitu memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan, mengonsumsi makan beraneka ragam, mengonsumsi garam beryodium, minum suplemen gizi (Vitamin A), dan menimbang berat badan secara rutin.

Keluarga dikatakan mempunyai perilaku KADARZI baik jika sudah menerapkan lima indikator tersebut. Dalam pencapaiannya diperlukan kerjasama

(7)

antar anggota keluarga seperti dukungan emosional dan informasi terkait saran atau masukan serta nasehat (Jannah et al., 2020). Selain dari keluarga, peran petugas kesehatan juga penting untuk memberikan edukasi mengenai KADARZI sebagai upaya untuk pemulihan gizibalitanya.

Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan kejadian Stunting (n=84)

Kejadianstunting f %

Sangat pendek 19 22,6

Pendek 65 77,4

Total 84 100

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas kejadian Stunting responden adalah mengalami Stunting Pendek sebanyak 65 orang dengan persentase (77,4%). Penelitian yang dilakukan oleh (Saenal, 2019) menyebutkan mayoritas responden dalam kategori stunting(50,9%).

Stunting merupakan istilah yang digunakan para nutrinis untuk menyebut anak yang tumbuh dengan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan anak- anak seusianya yang berdampak pada perkembangan, fungsi kekebalan tubuh, fungsi kognitif serta munculnya penyakit – penyakit kronis. Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting adalah pendidikan ibu rendah, pengetahuan ibu kurang tentang pemenuhan nutrisi pada anak, , riwayat penyakit infeksi, tidak diberikan ASI ekslusif sesuai jangka waktu yang semestinya, pemberian MPASI yang tidak sesuai umur, sanitasi lingkungan yang buruk riwayat BBLR, dan status sosial ekonomi keluarga yang rendah (Ariani, 2020). Tindakan – tindakan yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah kejadian stunting pada balita adalah meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan, memberikan asupan nutrisi pada balita yang cukup melalui MP ASI, membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memberikan asupan zat gizi dan tablet Fe pada ibu hamil agarperkembangan

janin optimal dan lahir dengan berat badan normal, memberikan penyuluhan tentang pola asuh, memberikan penyuluhan tentang makanan beragam dan pelatihan pemanfaatan pekarangan sebagai kebun sayur (Nugroho et al., 2021).

Tabel 8. Hubungan perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan kejadian stunting

Variabel PValue R Perilaku Kadarzi

0,000 -0,567 Kejadianstunting

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa perilakuKADARZIdengan kategori tidak KADARZI mempunyai kejadian Stunting sangat pendek sebanyak 18 orang, sedangkan perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan kategori KADARZI mempunyai kejadian Stunting pendek sebanyak 47 orang. Hasil uji Spearmen didapatkan nilai p value = 0,000 (<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan kejadian Stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Toroh 1. Hasil correlation coefficient di dapatkan nilai -0,567, hal ini menandakan hubungan yang sedang antara perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan kejadian Stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Toroh 1. Sebaliknya jika hasil correlation coefficient dalam hasil penelitian positif maka semakin tinggi angka kejadian stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas Toroh1.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Saenal, 2019) yang menyimpulan terdapat hubungan antara perilaku keluarga sadar gizi dengan kejadian stunting pada balita. Selain itu (Apriani, 2018) juga menyebutkan ada hubungan antara pelaksanaan KADARZI dengan kejadian stunting pada baduta.

Keluarga Sadar Gizi merupakan salah satu program pemerintah dalam

(8)

rangka meningkatkan status gizi balita. Dimana semakin baik pelaksanaan KADARZI dalam suatu keluarga semakin rendah juga kejadian stunting pada balita begitu juga sebaliknya. Terdapat lima indikator KADARZI yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif, mengonsumsi makanan beragam, menggunakan garam beryodium, dan mengonsumsi suplemen gizi sesuaianjuran.

Pada indikator menimbang berat badan balita secara teratur diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam hal tanda dan gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan balita sehingga dapat dilakukan tindakan segera untuk meminimalkan dampak buruk pada kondisi balita. Selanjutnya, ASI merupakan makanan penting bagi balita selama 6 bulan pertama agar tercapainya bayi yang sehat. Salah satu penyebab masalah gizi pada balita adalah kualitas makanan.

Pemahaman tentang gizi seimbang perlu dimiliki oleh ibu. Indikator selanjutnya adalah mengonsumsi garam beryodium. Yodium diperlukan tubuh untuk membuat hormon yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. Selanjutnya, vitamin A bermanfaat sebagai kekebalan tubuh balita sehingga dapat mengurangi risiko penyakit-penyakit infeksi. Dari kelima indikator tersebut indikator pemberian ASI eksklusif paling berpengaruh terhadap status gizi balita menurut indeks TB/U dan indikator mengonsumsi makanan beragam paling berpengaruh terhadap status gizi balita menurut BB/U (Rodiah et al.,2016).

KESIMPULAN 1. Karakteristik

responden berdasarkan usia memiliki rata – rata 3,53 tahun, berdasarkan jenis kelamin

mayoritas perempuan (53,6%), berdasarkan pekerjaan ibu mayoritas sebagai buruh/petani (46,6%),

berdasarkanpendidikanibumayor itastamat SMA (50%), dan berdasarkanpendapatankeluarga mayoritaspendapatankeluarga ≥ Rp 1.894.032.11 (54,8%).

2. PerilakuKeluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah 48 respondenmemilikiperilaku KADARZI (57,1%) dan 36 respondenmemilikiperilakutidak KADARZI (42,9%).

3. Kejadian stunting adalahkejadian stunting sangat pendeksebanyak 19 responden (22,6%) dan

kejadian stunting

pendeksebanyak 65 responden (77,4%).

4. Terdapathubungansedangantarap

erilaku KADARZI

dengankejadian stunting pada

balita di wilayah

KerjaPuskesmasToroh 1.

SARAN

1. Bagi Keluarga Responden Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi keluarga responden

tentang perilaku

KADARZI dan kejadian stunting sehingga keluarga responden dapat memperbaiki status gizi balita.

2. Bagi Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi keperawatan sehingga dapat memberikan promosi kesehatan sesuai fenomena perilaku KADARZI dan kejadian stunting sekarang ini.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan Diharapkan

petugaskesehatan

dapatmemberikanpendidikan kesehatan dan informasi

(9)

keluarga balita.

4. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi di dalam Perpustakaan Universitas Kusuma Husada Surakarta, sehingga

dapatmenjadikan

penelitian ini sebagai acuan peneliti selanjutnya.

5. Bagi Peneliti Lain

Diharapkanpeneliti lain dapatmenganalisisfaktor –

faktor yang

dapatmempengaruhperilakuke luargasadargizi(KADARZI) dan kejadi stunting ini.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, L., Gizi, J., Masyarakat, K.,

& Semarang, U. (2018).

HubunganKarakteristik Ibu, PelaksanaanKeluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Dan Perilaku Hidup Bersih Sehat (Phbs) DenganKejadian Stunting (Studi Kasus Pada Baduta 6 - 23 Bulan Di Wilayah KerjaPuskesmasPucangSawit Kota Surakarta). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e- Journal), 6(4), 198–

205.https://ejournal3.undip.ac.

id/index.php/jkm/article/view/

21396

Diakses pada tanggal 5Desember 2021

Ariani, M. (2020).

DeterminanPenyebabKejadian Stunting Pada Balita:

TinjauanLiteratur. Dinamika Kesehatan: JurnalKebidanan Dan Keperawatan, 11(1),

172–186.

https://doi.org/10.33859/dksm .v1 1i1.559. Diaksespada tanggal 7 Desember 2022 Ayukarningsih, Y., Amalia, J.,

&Jayarana, P. (2021).

Stunting Berhubungan

DenganPerkembangan

Anak Balita Di

PuskesmasCibeber Kota Cimahi Indonesia. Medika Kartika JurnalKedokteran Dan Kesehatan, 4(Volume 4 No 5), 197–210.

https://doi.org/10.35990/mk.v 4n5 Diakses pada tanggal 5 Januari 2022.

Badan Perencana, Penelitian dan Pembangunan Daerah (BAPEDA)

KabupatenGrobogan. 2020.

Hasil Analisis Situasi.

Prevalensi Stunting di KabupatenGrobogan (Tingkat Kabupaten).https://bappeda.gr obo

gan.go.id/images/Publikasi_T k_K ab.pdf. Diakses pada tanggal 5 Desember 2021 Barqin, G. A., Sitoayu, L., Jus’at, I.,

Melani, V., &Nuzrina, R.

(2020). Analisis Determinan Program Kadarzi Pada

Keluarga Balita

DiKecamatanCihara, Banten.

Journal of Nutrition College, 9(3), 187–196.

https://doi.org/10.14710/jnc.v 9i3. 27382. Diakses pada tanggal 6 Desember 2021 Hayuningtyas, A., Widajanti, L.,

&Suyatno. (2020).

PerbedaanPerubahan Status Gizi antara Anak Usia 7-24 Bulan

yangDiberiMakananPendampi ng ASI LokalBuatanPedagang Kaki Lima dan Buatan Rumah di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e- Journal), 8(4),469–478.

Diakses pada tanggal 28Maret 2022

Jannah, N. F., Ulfiana, E., &

Wahyuni, S. D. (2020).

HubunganDukunganKeluarga denganPerilaku Ibu dalamMelaksanakan Program Keluarga Sadar Gizi

(10)

Balita dengan Kurang Gizi.

Indonesian Journal of Community Health Nursing,

5(2), 88.

https://doi.org/10.20473/ijchn.

v5i2.20847

Diakses pada tangal 28 Maret 2022

KementrianSekretariat Negara RI, (2021).

LaporanCapaianPelaksanaan

Strategi Nasional

PercepatanPencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode

2018- 2020.

DeputiBidangDukunganKebij akan Pembangunan Manusia dan

PemerataanPembangunan.

https://stunting.go.i

d/?smd_process_download=1

&do wnload_id=7198Dakses padatanggal 24 Januari 2022 Nisrima Siti, et. al. (2016).

Pembinaan Perilaku Sosial Remaja Penghuni Yayasan Islam Media Kasih Kota Banda Aceh. Prodi PPKn FKIP Universitas Syiah

Kuala, 1(1),

192204.http://www.jim.unsyi ah.ac.id/pendidikankewargane garaan/ article/view/483 Diakses pada tangggal 5 Desember 2021

Nugroho, M. R., Sasongko, R. N., &

Kristiawan, M. (2021).

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Usia Dini di Indonesia. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 2269–

2276.

https://doi.org/10.31004/obses i.v5 i2.1169. Diakses pada tanggal 28 Maret 2022

Oktaviani, P. P., Djafar, M., &

Fayasari, A. (2020).

Penerapan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dan Status Gizi Balita Usia 24-59

Bekasi. Nutri-Sains: Jurnal

Gizi, Pangan Dan

Aplikasinya, 3(2), 115.https://doi.org/10.21580/n s.20 19.3.2.3421. Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi ) terhadap Status Gizi Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 81, 174–184.

Saenal, S. W. (2019). Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Tarowang Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto [Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar].

https://repositori.uinalauddin.

ac.id/16497/1/SriWahyuniSae nal_7020 0115041.pdf

Simatupang, Meiyati. (2018).

Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Dengan Kejadian Stuntingpada Balita Di Kecamatan Sorkam Desa Aek Raso Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016.

Jurnal Akrab Juara, 3(4).

https://akrabjuara.com/plugins /generic/pdfJsViewer/pdf.js/w eb/viewer.html?file=https%3 A%2F%2Fakrabjuara.com%2 Findex.php%2Fakrabjuara%2 Farticle%2Fdownload%2F38 3%2F308%2F#page=1&zoo m=auto,-99,792

Diakses pada tanggal 7 Desember 2021

Sriyanti, Titis, dkk. (2017).

Hubungan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan Stunting pada Balita Usia 0 - 24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Singotrunan Kabupaten Banyuwangi.

Healthy,5(2).

https://id.scribd.com/docume nt/510213693/28-Article- Text-40- 3-10-20190626 Diakses pada tanggal 6 Desember 2021

(11)

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stunting pada Usia Todler. Indonesian Journal of Nursing Health Science, 6(2), 104–112.

Teja, M. (2019). Stunting Balita Indonesia Dan

Penanggulangannya. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, XI(22), 13–18.

https://berkas.dpr.go.id/puslit/

files/info_singkat/Info%20Sin gkat- XI-22-II-P3DI- November-2019-242.pdf Diakses pada tanggal 7

Desember 2021

Yadika, Adila D.N, Berawi,Khairun Nisa & Nasution, Syahrul H.

(2019). Pengaruh Stunting Terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar.

Jurnal Majority.

https://juke.kedokteran.unila.a c.id/index.php/majority/article /download/2483/2439

Diakses pada tanggal 5

Desember 2021

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang diajukan kepada: (1) Pihak masyarakat, Untuk meningkatkan status gizi keluarga, maka harus mempertahankan dan meningkatkan penerapan perilaku keluarga

Tujuan: Mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga tentang keluarga sadar gizi (Kadarzi) dengan status gizi pada anak balita di Kelurahan Sindangrasa

tentang keluarga sadar gizi (Kadarzi) dengan status gizi pada anak balita ?”..

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), merupakan gambaran keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan memecahkan masalah gizi anggota keluarganya... Mengapa sasarannya

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI DENGAN STATUS. GIZI BALITA DI

Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh keluarga berperilaku sadar gizi, sedangkan tujuan khususnya yaitu agar meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat

Kadarzi merupakan status keluarga dalam mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya melalui perilaku menimbang berat badan balita secara

Skripsi berjudul Status Gizi Anak Usia Balita pada Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dan Non Kadarzi di Desa Sukojember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember telah