Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala yang selalu melimpahkan rahmat, karunia dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Keseimbangan Dengan Kualitas Hidup Anak Autisme Di SLB Makassar Kota”. Skripsi ini disampaikan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Fisioterapi Universitas Hasanuddin. Bapak Ahmad Fatahillah selaku staf administrasi yang membantu penulis dalam urusan administrasi selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
Jaka Adi Saputra Panggabean yang menjadi support system dan membantu dalam proses penyelesaian tugas ini.
PENDAHULUAN
Tujuan Khusus
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi pembaca tentang hubungan tingkat keseimbangan dengan tingkat kehidupan pada anak autis di SLB Kota Makassar. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian, pertimbangan dan referensi bagi pembaca dalam mengembangkan penelitian selanjutnya ke arah yang lebih mendalam.
Bagi Profesi Fisioterapi
Bagi Sekolah Terkait
Bagi Peneliti
Diagnosis dini autisme dianggap sebagai praktik terbaik sebagai intervensi dini untuk pengaturan emosi, komunikasi, kognitif, perilaku, fisik, pemrosesan sensorik dan/atau dukungan keterampilan sosial, sehingga memberikan anak-anak hasil pendidikan dan kualitas hidup yang lebih baik (Frakking et al., 2022 ).
Klasifikasi Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan gangguan komunikasi sosial dan pola perilaku berulang. Kelompok menyendiri sering terlihat pada anak-anak yang menyendiri, acuh tak acuh dan mudah tersinggung ketika pendekatan sosial dilakukan dan menunjukkan perilaku dan perhatian yang tidak ramah. Kelompok pasif dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola bermainnya disesuaikan dengan mereka.
Kelompok yang aktif namun asing akan secara spontan mendekati anak-anak lain, namun interaksi yang tidak pantas sering kali hanya dilakukan secara sepihak. Prognosisnya sedang, ada kemajuan di bidang sosial dan pendidikan, meskipun masalah perilaku tetap ada (1/4 penderita autis). Prognosisnya baik, memiliki kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di sekolah atau di tempat kerja (1/10 penderita autisme).
Anak autis jenis ini selalu berusaha menarik diri dari kontak sosial dan sering menyendiri di pojokan.
Karakteristik Autisme
Desakan pada kesamaan, kepatuhan yang tidak fleksibel terhadap rutinitas, atau pola verbal dalam ritual atau perilaku nonverbal (misalnya, stres ekstrem pada perubahan kecil, kesulitan dalam transisi, pola pikir kaku, ritual menyapa, harus mengambil rute yang sama atau makan setiap hari). Ketertarikan yang sangat terbatas dan terpaku yang intensitas atau fokusnya tidak normal (misalnya, keterikatan yang kuat atau keasyikan dengan objek yang tidak biasa, minat yang terlalu terbatas atau terus-menerus). Hiper atau hiperreaktivitas terhadap masukan sensorik atau minat yang tidak biasa pada aspek sensorik lingkungan (misalnya ketidakpedulian terhadap rasa sakit/suhu, respons buruk terhadap suara atau tekstur tertentu, bau atau sentuhan objek yang berlebihan, ketertarikan visual pada cahaya atau gerakan).
Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh disabilitas intelektual (intellectual developmental disorder) atau keterlambatan perkembangan global.
Faktor Penyebab Autisme
Kualitas hidup dapat diartikan sebagai suatu hal multidimensi yang mencakup beberapa aspek yaitu kondisi material, status fisik dan kemampuan fungsional, interaksi sosial dan kesehatan emosional. Kualitas hidup anak yang mengalami kelainan saraf dapat memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kualitas hidup anak, baik pada tingkat fisik, psikologis, dan psikososial. Kualitas hidup adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa puas dan menikmati kehidupan sehari-harinya dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, yang dapat dilihat atau dinilai melalui persepsi kesehatan, fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri tubuh, fungsi dan gangguan sosial ( Rustandi dkk.al., 2018).
Kualitas hidup anak ditentukan secara subjektif dan mencakup banyak aspek, antara lain kapasitas fungsional tubuh anak dan interaksi psikososial antara anak dan keluarganya. Setiap anak berhak atas kualitas hidup yang baik untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kualitas hidup anak, khususnya anak yang menderita kondisi penyakit tertentu, sangat diperlukan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Hal ini dikarenakan semakin tua seseorang maka semakin matang pula khususnya secara psikologis dalam menghadapi penyakit. Gender, yaitu laki-laki mempunyai risiko lebih besar untuk mempunyai kualitas hidup rendah yaitu 1,3 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan berdampak pada pengetahuan seseorang, yaitu rendahnya tingkat pengetahuan tentang kondisi kesehatan seringkali menyebabkan seseorang terlambat menerima pengobatan yang akan berdampak pada prognosis penyakit dan kualitas hidup.
Kondisi kesehatan yaitu semakin parah atau kronis penyakit yang diderita seseorang akan mempengaruhi tingkat kualitas hidup penderitanya. Penyakit jiwa, kecemasan atau gangguan psikologis yang diderita seseorang akan berdampak pada menurunnya kualitas hidup. Status Ekonomi: Seseorang dengan status ekonomi menengah ke atas akan memiliki sumber daya lebih banyak dan kemampuan lebih besar dalam mengakses layanan kesehatan yang memadai. Hal ini juga akan berdampak positif pada kualitas hidup.
Kualitas hidup pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain gangguan perilaku yang dialami anak pada masa balita, kondisi kesehatan, gangguan psikologis orang tua, dukungan sosial, kesehatan mental ibu, dukungan keluarga dan cara pengasuhan yang dilakukan orang tua. Di sisi lain, kualitas hidup anak penyandang disabilitas dapat dipengaruhi secara signifikan oleh hambatan lingkungan, peran keluarga, gangguan fisik yang diderita anak, gangguan perilaku, dan tingkat kesehatan anak secara umum (Priliana et al., 2018). Penilaian kualitas hidup pada anak memiliki beberapa keunggulan dalam kelanjutan hidup anak, yaitu sebagai bahan evaluasi suatu intervensi, bahan evaluasi manfaat berbagai alternatif intervensi klinis yang dapat dipilih, sebagai data penelitian klinis dan membantu mengidentifikasi anak dengan gangguan (Makris et al., 2021).
Pengukuran Kualitas Hidup
PedsQL membedakan antara anak-anak sehat dan pasien anak-anak dengan kondisi kesehatan akut atau kronis. Hal inilah yang membuat gerak-gerik anak autis kurang terkontrol dan terkesan janggal. Pada umumnya masalah kestabilan berhubungan dengan gangguan sensorik pada saraf sehingga menyebabkan penderita gangguan kestabilan mempunyai risiko terjatuh yang lebih besar.
Anak autis yang termasuk dalam gangguan kesehatan jiwa juga menunjukkan adanya gangguan pada kontrol motorik dasar, gangguan kinerja otot, dan keterampilan motorik sesuai dengan dispraxia dalam jurnal Spesifisitas Dyspraxia in Children with Autism. Kondisi dyspraxia pada anak autis erat kaitannya dengan gangguan koordinasi motorik dan keseimbangan tubuh. Gangguan keseimbangan dinamis pada anak autis diwujudkan dalam postur berdiri dan berjalan yang tidak stabil.
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan gangguan komunikasi dan interaksi sosial serta pola perilaku berulang yang tidak lazim. Meskipun ciri-ciri autisme yang paling menonjol berkaitan dengan gangguan dalam komunikasi dan interaksi sosial, bukti menunjukkan bahwa anak-anak dengan autisme juga memiliki berbagai gangguan motorik yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan defisit neurokognitif saja. Defisit keterampilan motorik yang umum diamati pada anak autis meliputi keterlambatan motorik halus dan kasar.
Jenis Kontrol Keseimbangan
Oleh karena itu, defisit motorik berpotensi menjadi pelengkap inti autisme sehingga terdapat gangguan keseimbangan yang mempengaruhi kontrol keseimbangan (Adi Widiantara et al., 2020). Kelainan gaya berjalan seperti perbedaan sudut sendi, ketidakstabilan karena kemungkinan kelainan informasi sensorik, dan kesulitan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan motorik (Holloway et al., 2018). Penyesuaian keseimbangan yang diantisipasi memerlukan sistem saraf untuk menyampaikan informasi ke otot keseimbangan untuk mempersiapkan gerakan selanjutnya.
Kontrol keseimbangan adalah proses dimana sistem saraf pusat, sistem sensorik, dan sistem muskuloskeletal menghasilkan strategi otot untuk mengatur hubungan antara COM dan BOS. Yang pertama melibatkan pengembangan torsi pada tungkai dan badan untuk mengontrol pergerakan COM tanpa mengubah BOS.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan
Anak autis mengalami gangguan pemrosesan sensorik yang mengakibatkan perilaku hiperaktif, gangguan pergerakan, tonus otot yang buruk, dan kesulitan berkonsentrasi. Tonus otot yang normal berpengaruh pada kemampuan kaki untuk bergerak dan berkontraksi tanpa kesulitan, sehingga memungkinkan seseorang untuk duduk, berdiri dan menjaga keseimbangan tanpa bantuan. Bila hal ini terjadi, otot-otot yang bekerja berpasangan, misalnya otot bisep dan trisep, bisa berkontraksi secara bersamaan, atau keduanya berelaksasi.
Masalah sensorik pada anak autis menyebabkan gangguan gerak seperti keseimbangan yang menyebabkan gangguan keseimbangan pada anak autis. Bentuk pelatihan yang diberikan pada anak autis harus sederhana dan mudah dilakukan karena keterbatasan anak autis dalam berinteraksi dan memahami perintah yang diberikan.
Pengukuran Keseimbangan
Kondisi ini menimbulkan sekelompok gejala yang merupakan respons permusuhan terhadap rangsangan sensorik yang sebenarnya tidak berbahaya. Perpindahan permukaan tumpuan yang terjadi pada saat bergerak di atas balok keseimbangan akan mengakibatkan perubahan pusat gravitasi. Dalam buku Test Your Physical Fitness yang ditulis oleh C. Ashok (2008), disebutkan bahwa tes balok keseimbangan dilakukan dengan cara memberikan instruksi kepada subjek dan memberikan skor yang merupakan rata-rata dari tiga skor percobaan.
2 Kurang, mampu melewati balok keseimbangan dengan sangat goyah, hampir terjatuh, berhenti satu kali atau lebih dan memakan waktu lebih dari 6 detik. 3 Cukup, mampu melewati balok keseimbangan dengan berhenti satu kali atau lebih dan memerlukan waktu lebih dari 6 detik. Prosedur tes balok keseimbangan adalah dengan berdiri tanpa alas kaki di atas balok keseimbangan, subjek diberikan isyarat berjalan dengan pola tumit sampai ujung kaki, mata terfokus, lengan terentang dan menggunakan stopwatch (Latorre-Román et al., 2021).
Keseimbangan tubuh dalam keadaan berdiri diam dengan satu kaki merupakan keseimbangan statis dan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keseimbangan pada anak sekolah dasar. Responden berdiri tes bangau dimana responden diminta berdiri dengan satu kaki, dan kaki lainnya bertumpu pada lutut anggota tubuh yang menopang tubuh.
Tinjauan Hubungan Tingkat Keseimbangan dengan Kualitas Hidup Anak dengan Autisme Anak dengan Autisme
Memahami hubungan ini dapat membantu pengembangan intervensi motorik yang tepat untuk anak-anak dan remaja autis untuk meningkatkan kemandirian di rumah dan di masyarakat (Fisher et al., 2018). Aspek buruknya kualitas hidup pada penderita autisme, baik dari buruknya fungsi fisik, fungsi emosional, fungsi sosial dan juga fungsi kognitif, mengacu pada bagian neurokognitif dan somatosensori yang terganggu. Keseimbangan yang buruk dapat mengakibatkan buruknya kualitas hidup karena tanpa keseimbangan yang baik akan mempengaruhi kualitas hidup anak autis.