• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA WANITA Hubungan Melasma Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pada Wanita.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA WANITA Hubungan Melasma Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pada Wanita."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh : Reza Nur Said

(2)
(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA WANITA

Reza Nur Said1, Ratih Pramuningtyas2, Devi Usdiana R2, 2016 Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Latar Belakang: Melasma adalah hiperpigmentasi, umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Melasma secara psikologis berpotensi menggangu penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi penderitanya

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup pada wanita.

Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah metode observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Besar sampel yang digunakan adalah 50 wanita dengan umur 30-44 tahun yang menderita melasma dan tidak melasma di Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Blora. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Hubungan melasma dengan tingkat kualitas hidup ini dianalisis menggunakan Chi-Square dengan menggunakan program SPSS versi 17.0.

Hasil penelitian:Tingkat kualitas hidup pada penderita melasma 16% buruk, 36% rendah, 24% sedang, 24% baik. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup pada wanita dengan tingkat kualitas hidup terbanyak adalah kualitas hidup rendah sebesar 36%.

(4)

   

  ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN MELASMA WITH THE LEVELOF QUALITYOF LIFE IN WOMEN

Reza Nur Said1, Ratih Pramuningtyas2, Devi Usdiana R2 Faculty of Medicine, Muhammadiyah University of Surakarta

Background: Melasma is hyperpigmentation, generally symmetrical, macular form uneven light brown to dark brown, and most frequently noticed on sun-exposed areas of the face, especially the cheeks, forehead, upper lip, nose, and chin. Psychologically, melasma potentially interfere appearance of someone and lead to low self-esteem that can reduce productivity, self-esteem, and social functioning for the patients.

Objective:To determine the correlationbetweenmelasmawith the level ofquality of lifein women.

Methods: This study used observational method with cross sectional study design. Sample size of this study was 50 womenaged30-44yearswho suffer frommelasmaand who didn’tsuffer frommelasmainTurirejoVillage, District Jepon, Blora. Sampling technique used purposive sampling. Datawere analyzedwithChi-square using SPSS programversion 17.0.

Result: The level of quality of life in patients with melasma 16% poor, 36% low, 24% moderate, 24% good. Statistical test result p value = 0.000, so it can be concluded that there is a significant corellation between melasma with the level of quality of life.

Conclusion: There is a corellation between melasma with the level of quality of life in women with the highest levels of quality of life is lowquality of lifewith a percentage of36%.

Keywords: Melasma, Level of Quality of Life, Women

 

 

 

(5)

Pendahuluan

Melasma adalah hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka,

berwarna coklat muda sampai coklat tua,berkembang lambat, dan umumnya

simetrik (Soepardiman, 2010). Kejadian melasma dapat mengenai semua ras akan

tetapi paling sering mengenai individu berkulit gelap (tipe kulit Fitzpatrick IV, V,

VI), yaitu pada penduduk yang tinggal di daerah tropis dengan radiasi sinar ultra

violet (UV) yang tinggi (Sachdeva, 2006). Adapun faktor-faktor lain yang

mempengaruhi timbulnya melasma yaitu paparan sinar ultra violet (UV),

perubahan hormonal selama kehamilan, obat-obatan fototoksik, bahan kimia dan

penggunaan kosmetik (Tzouveka, 2014). Melasma umumnya lebih banyak pada

wanita dan penduduk yang tinggal di daerah tropis (Soepardiman, 2010).

Penelitian di Amerika Serikat, Sanchez mengatakan melasma fasial

menempati urutan ke 5 (8,2%) dari jumlah 1000 kunjungan ras Latin di kliniknya.

Insiden melasma di Hispanik/Latin sebesar 80% terutama pada wanita hamil di

Meksiko (Taylor, 2008). Kunjungan pasien melasma pada klinik spesialis kulit di

Asia Timur Selatan diperkirakan sekitar 0,25-4% (Djauhari, 2012). Penderita

melasma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2-4% dari penderita penyakit kulit

(Soepardiman, 1997, citEkarini, 2002). Berdasarkan data di poliklinik departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RS. DR. Cipto Mangunkusumo

(RSCM) tahun 2004 didapatkan prevalensi melasma sebanyak 2,39% dan

insidensi 2,49%, dari data tersebut menunjukkan adanya peningkatan insidensi

0,1% dalam setahun (Febrianti et al., 2005).

Melasma atau yang dikenal dengan istilah flek, secara medis merupakan

masalah kesehatan dan secara estetika dapat mengganggu kecantikan. Meskipun

tidak membahayakan, flek menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada

kualitas hidup penderitanya di mana secara psikologis berpotensi menggangu

penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat menurunkan

produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi penderitanya (Hamed, 2004).

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan Hadiyati (2013) tentang

Kualitas Hidup pada Pasien Melasma di RSUD Dr. H. Moeloek Lampung

(6)

   

  penderita melasma. Sedangkan menurut penelitian Rahmawati (2011) tentang

Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup didapatkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara melasma dengan kualitas hidup

pada penderita melasma.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalahuntuk mengetahui hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup

pada wanita.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan studi cross sectional. Penelitian dilaksanakan di desa Turirejo,

Kecamatan Jepon, Blora. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di desa Turirejo. Besar sampel

sebanyak 50. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

dengan cara purposif sampling yaitu skema pencuplikan di mana peneliti

mengambil subjek dari populasi sumber sebagai sampel untuk diteliti yang sesuai

dengan kriteria peneliti (Sastroasmoro, 2011). Kriteria inklusi: wanita, berusia

30-44 tahun, bersedia menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam

penelitian. Kriteria eksklusi: wanita yang sedang hamil, menderita penyakit

kronik lainnya seperti kanker, diabetes melitus, jantung koroner. Identifikasi

variabel terdiri dari variabel bebas melasma (skala nominal) dan variabel terikat

kualitas hidup (skala ordinal). Instrumen penelitian antara lain lembar persetujuan

keikutsertaan dalam penelitian, kuesioner Dermatology Life Quality Index

(7)

Hasil

Karakteristik pekerjaan subjek dengan melasma dan tidak melasma

dijelaskan pada Tabel 1. Mayoritas sebagian besar penderita melasma adalah

petani dengan persentase 48%. Sedangkan yang tidak melasma dengan jumlah

terbanyak yaitu ibu rumah tangga dengan persentase 44%.

Tabel 1.Distribusi Subjek Sesuai Pekerjaan

Pekerjaan Melasma Tidak Melasma

N Persentase N Persentase

PNS 8 32 % 9 36 %

Petani 12 48 % 5 20 %

Ibu Rumah

Tangga 5 20 % 11 44 %

Total 25 100 % 25 100 %

Sumber : data primer, 2015

Karakteristik usia subjek dengan melasma dan tidak melasma dijelaskan

pada Tabel 2. Sebagian besar penderita melasma berusia antara 41-44 tahun

dengan persentase 64%. Sedangkan yang tidak melasma dengan persentase 40%

yaitu berusia 30-35 tahun dan 41-44 tahun.

Tabel 2. Distribusi Subjek Sesuai Usia

Umur Melasma Tidak Melasma

N Persentase N Persentase

30-35 4 16 % 10 40 %

36-40 5 20 % 5 20 %

41-44 16 64 % 10 40 %

Total 25 100 % 25 100 %

(8)

   

  Gambar 1. Perbandingan Kualitas Hidup Melasma dan Tidak Melasma

Gambar 1 menjelaskan perbandingan kualitas hidup penderita melasma

dan tidak melasma. Data tersebut menunjukkan bahwa untuk sampel penderita

melasma memiliki tingkat kualitas hidup terbanyak adalah kualitas hidup rendah

36%, sedangkan pada sampel yang tidak melasma memiliki tingkat kualitas hidup

terbanyak adalah kualitas hidup baik 76%. Analisis data dengan uji Chi

Squarenilai p = 0,000.

Pembahasan

Penelitian dilakukan pada bulan November 2015 di Desa Turirejo

Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan metode

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang

digunakan adalah 50 orang, 25 orang melasma dan 25 orang tidak melasma yang

telah sesuai dengan kriteria restriksi. Kemudian seluruh sampel diberikan

kuesioner Dermatology Life Quality Indeks (DLQI) untuk mengetahui tingkat

kualitas hidup dan melasma didiagnosis oleh dokter umumsecara inter observer

menggunakan foto.

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas sebagian besar penderita melasma

adalah petani dengan persentase 48%, sedangkan yang tidak melasma dengan

jumlah terbanyak yaitu ibu rumah tangga dengan persentase 44%. Hasil penelitian 16%

4% 36%

12% 24%

8% 24%

76 %

Melasma Tidak melasma

buruk

rendah

sedang

(9)

ini sejalan dengan penelitian Maeda et al. (2007), bahwa hampir 85,2% penduduk

Jepang yang mempunyai kebiasaan berladang tanpa menggunakan penutup wajah

dan anggota tubuh terjadi flek hitam di wajah, bercak yang menyebar, dan hasil

diagnosa positif melasma, hal ini terjadi karena mereka secara permanen terpapar

dengan sinar matahari mulai pagi sampai menjelang sore. Umumnya petani mulai

bekerja jam 5.30 sampai jam 17.00 sore sehingga frekuensi mereka terpapar sinar

matahari sangat tinggi sehingga sangat beresiko terhadap terjadinya melasma.

Dalam penelitian ini sebagian besar penderita melasma berusia antara

41-44 tahun dengan persentase 64%, sedangkan yang tidak melasma dengan

persentase 40% yaitu berusia 30-35 tahun dan 41-44 tahun (Tabel 2). Penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Rikyanto (2003) di Poli Kulit RSUD Kota

Yogyakarta selama 3 tahun, kelompok usia kasus melasma terbanyak pada usia

31-40 tahun, sedangkan penelitian yang dilakukan Hadiyati (2013) di RSUD H.

Abdul Moeloek Lampung, angka kejadian melasma tertinggi yaitu kelompok usia

32-47 tahun. Sesuai dengan kepustakaan, insiden terbanyak pada usia 30–44

tahun(Soepardiman, 2010).

Berdasarkan analisis nilai kappa didapatkan nilaikappa= 0,880 dan p value

>0,000 yang mempunyai arti nilai tingkat reliabilitas sangat kuat. Hal ini sesuai

dengan kepustakaan dimana nilai kappa 0,81-0,99 mempunyai arti nilai tingkat

reliabilitas sangat kuat (Viera, 2005). Berdasarkan hasil analisis data dengan

menggunakan Chi Square didapatkan nilai p = 0,000, karena nilai p < 0,05 maka

dapat disimpulkan terdapat hubungan antara melasma terhadap tingkat kualitas

hidup pada wanita. Gambar 1 menunjukkan bahwa sampel penderita melasma

memiliki tingkat kualitas hidup terbanyak adalah kualitas hidup rendah 36%,

sedangkan pada sampel yang tidak melasma memiliki tingkat kualitas hidup

terbanyak adalah kualitas hidup baik 76%. Hasil ini sesuai dengan kepustakaan

yang menyatakan bahwa melasma memberi dampak pada psikologis pasien yang

menderita melasma. Melasma berpotensi mengganggu penampilan, dan

mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri,

dan fungsi sosial bagi penderitanya (Hamed, 2004). Menurut penelitian Sari

(10)

   

  dikarenakan orang tersebut merasa memiliki kekurangan secara fisik, sosial dan

psikis.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa

terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup pada wanita.

Daftar Pustaka

Djauhari T., 2012. Hubungan antara Kadar Tembaga Darah dan Penggunaan Jenis

Kontrasepsi Oral pada Pasien Melasma. Program Pascasarjana Universitas

Airlangga. Disertasi.

Febrianti T, Sudharmono A, Rata I, Bernadette I., 2005. Epidemiologi Melasma di

Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS. DR. Cipto

Mangunkusumo tahun 2004.

Hadiyati P.U., Sibero H.T., Apriliana E. 2013. Kualitas Hidup pada Pasien

Melasma di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung. Skripsi, Universitas

Lampung

Hamed, S.H. 2004. Efficacy and Mechanism of Action of A New Tyrosinase

Inhibitory Agent. Cincinnati, USA, University of Cincinnati. PhD Thesis.

Maeda Kazuhisa dan Tomita Yasushi, 2007. Mechanism of the Inhibitory Effect

of Tranexamic Acid on Melanogenesis in Cultured Human Melanocytes in

the Presence of Keratinocyte-conditioned Medium, Journal of Health

Science, Japan

Rahmawati N. 2011. Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup.

Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Rikyanto. 2004. Profil kasus melasma pelanggan klinik kosmetik di RSUD kota

Yogyakarta.Perdoski [Internet]. Tersedia di:

(11)

Sachdeva S. 2006. Comparative efficacy of 10-20% trichloroacetic acid and

35-70% glycolic acidpeel in 60 cases of melasma, freckles, lentigines and

postinflammatoryhyperpigmentation. J Pak Assoc Dermatol. 16:74-78.

Sari N. 2010. Mengatasi Rendah Diri Melalui Konseling Kelompok dengan

Menggunakan Pendekatan Client Centered Siswa Kelas XI SMA Kristen 1

Salatiga Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Salatiga. Universitas kristen

Satya Wacana

Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2011. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis

edisi 4. Jakarta: Sagung Seto

Soepardiman L, Ruswan SA., 1997. Epidemiology of melasma in asian countries.

Pigmentary disorders from global perspective, dalam : Ekarini D., 2002. Uji

Banding Efektivitas Pengelupasan Kimiawi Amino Fruit Acids dengan

Asam Glikolat Pada Penderita Melasma Wanita. SMF Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin Universitas Diponegoro. Laporan Penelitian

Soepardiman, L. 2010. Kelainan Pigmentasi. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M.,

Aisah, S. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminEdisi Kelima. Jakarta:

Balai Pustaka FKUI, pp: 271-4.

Taylor, A., Pawaskar, M., Taylor, S.L., Balkrishnan, R., Feldman, S.R. 2008.

Prevalence of pigmentary disorders and their impact on quality of life: a

prospective cohort study. J Cosmet Dermatol. 7(3): 164-8.

Tzouveka, Eleni. 2014. Epidemiology and Risk Factors of Melasma. Journal of

Pigmentary Disorders.

Viera, J. A., M.D. Joanne, M., Garrett. 2005. Understanding

Interobserver Agreement: The Kappa Statistic. Family Medicine

Gambar

Gambar 1. Perbandingan Kualitas Hidup Melasma dan Tidak Melasma

Referensi

Dokumen terkait

Kebanyakan dalam WebSite Pribadi terkadang kesannya kurang unik, sebagai solusinya untuk membuatnya dan mempermudah kita, penulis membuat aplikasi WebSite Pribadi Miranti yang

Berdasarkan implementasi dua model coping spiritual tersebut, ABH telah mengalami perubahan orientasi religious, yang awalnya memiliki problem keyakinan, pengetahuan,

Pendapat tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian karena dalam pencarian informasi menggunakan internet ataupu ke perpustakaan mahasiswa tunanetra hanya

Saung Mirwan dalam budidaya lisianthus yaitu ketidakserempakan bibit yang tumbuh, banyaknya tanaman roset, gangguan hama dan penyakit, serta rendahnya persen tanaman yang

Dalam pemberian imunisasi pada bayi dan anak dapat dilakukan dengan.. beberapa imunisasi yang

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat perlindungan, bimbingan serta karuniaNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

This paper presents the Linear Parameter Varying (LPV) model identification for primary reforming process in ammonia plant to cover changes in process operating

[r]