• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN

TINGKAT KUALITAS HIDUP

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

NONIEK RAHMAWATI

G0008140

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup

Noniek Rahmawati, G0008140, Tahun 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal November 2011

Pembimbing Utama,

Arie Kusumawardani, dr., Sp.K.K. NIP: 1975 0718 2010 01 2 001

Penguji Utama,

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 15 November 2011

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv ABSTRAK

Noniek Rahmawati, G0008140. 2011. Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui adanya hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Subyek pada

penelitian ini adalah ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta. Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah fixed exposure sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Seluruh sampel diperiksa secara klinis untuk menentukan tingkat keparahan melasma melalui skor MASI, kemudian dilakukan pengisian kuesioner MelasQol untuk menilai tingkat kualitas hidup. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda.

Hasil Penelitian : Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai p = 0,749, menunjukkan secara keseluruhan skor MASI dan pendapatan tidak berhubungan secara signifikan dengan skor MelasQol (p > 0,05). Hasil perhitungan statistik untuk MASI, p = 0,488. Untuk pendapatan, p = 0,777. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan baik antara skor MASI dengan skor MelasQol, maupun antara pendapatan dengan skor MelasQol (p > 0,05).

Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma tidak menunjukkan kualitas hidup penderita semakin rendah.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Noniek Rahmawati, G0008140, 2011. Correlation between Melasma with the Level of Quality of Life. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : To determine correlation between melasma with the level of quality of life.

Method : This type of study was an observational analytic study with cross-sectional study approach. The subjects in this study were mothers Empowerment Family Welfare (PKK) in the Jebres District, Jebres Subdistrict, Surakarta. The sampling technique was fixed exposure sampling with sample size of 30. All samples were examined clinically to determine the severity of melasma through MASI score, then MelasQol questionnaire form filling out was done. The data were analyzed by using multiple linear regression analysis.

Results : Based on calculations, p = 0.749, showed the overall score MASI and income were not significantly correlated with score MelasQol (p > 0.05). The results of statistical calculations for MASI, p = 0.488. For income, p = 0.777. This showed no significant relationship between score MASI with score MelasQol, as well as between the income with score MelasQol (p > 0.05).

Conclusions : From the research can be concluded that there was no significant relationship between melasma with the level of quality of life. The more severe melasma severity did not indicate lower quality of life.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, dengan segala rahmat dan anugerah-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lain adalah berkat peran serta banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Arie Kusumawardani, dr., Sp.K.K., selaku pembimbing utama yang telah

memberi bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Hardjono, Drs., M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah

memberi bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.K.K., M.Kes., selaku penguji utama yang

telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. M. Eko Irawanto, dr., Sp.K.K., selaku anggota penguji yang telah memberi

penilaian dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta staf Bagian

Skripsi FK UNS Surakarta.

7. Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes., selaku pembimbing akademik atas

bimbingan dan pengarahannya.

8. Ibu-ibu PKK di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta yang telah

bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

9. Papa dan Mama (Sukino dan Sunarni), atas doa dan dukungannya selama

ini. Juga teruntuk Arni Nur Rahmawati dan Nikki Faj Rahmawati tersayang, serta Mas Riawan Yudi Purwoko yang telah memberi inspirasi dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah dan selama penyusunan

skripsi, Wiji Hastuti, Yuannisa Pratita Devi, dan Avionita Rahma Dewi P.

11.Galuh Perwita, Shinta Melani, Irvinna Mutiara Murni, dan teman-teman

kos “Virgo Lover” atas semangat dan kebersamaannya.

12.Teman-teman, saudara seangkatan Pendidikan Dokter 2008, untuk

kerjasama dan bantuannya selama ini.

13.Pihak-pihak lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Dalam penyusunan skripsi ini, tentu masih banyak terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.

Surakarta, 15 November 2011

(7)

commit to user

c. Epidemiologi dan Insidensi ... 5

d. Etiologi dan Patogenesis ... 5

e. Klasifikasi ... 8

f. Pemeriksaan ... 9

g. Penatalaksanaan ... 9

h. Evaluasi Tingkat Keparahan Melasma ... 11

2. Kualitas Hidup ... 12

3. Hubungan Melasma dengan Kualitas Hidup ... 13

4. Kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol) ... 14

B. Kerangka Pemikiran ... 17

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis Penelitian ... 18

B. Lokasi Penelitian ... 18

C. Subjek Penelitian ... 18

D. Besar Sampel ... 19

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 19

F. Rancangan Penelitian ... 20

G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 20

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

I. Instrumen Penelitian ... 25

J. Cara Kerja ... 25

K. Teknik Analisis Data ... 26

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 28

BAB V. PEMBAHASAN ... 35

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Simpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Subjek ... 29

Tabel 4.2. Data Perolehan Tingkat Keparahan Melasma, Pendapatan,

dan Tingkat Kualitas Hidup Subjek ... 29

Tabel 4.3. Distribusi Subjek Berdasarkan Lama Menderita Melasma ... 30

Tabel 4.4. Distribusi Tingkat Kualitas Hidup Subjek Berdasarkan Umur,

Lama Menderita Melasma, Status Pekerjaan, dan Riwayat

Pendidikan ... 31

Tabel 4.5. Tabulasi Silang Variabel Bebas dengan Variabel Terikat ... 33

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pernyataan

Lampiran 2. Formulir Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Data Subjek Penelitian

Lampiran 5. Perhitungan Statistik

Lampiran 6. Foto Sampel

(11)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya simetris

berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua,

mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan predileksi pipi, dahi,

daerah atas bibir, hidung, dan dagu (Soepardiman, 2010). Melasma dapat

mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis,

umumnya sering dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit

berwarna gelap (Soepardiman, 2010) seperti Asia, Timur Tengah, India,

Amerika Selatan (Wolff et al., 2005). Melasma terutama dijumpai pada

wanita, meskipun didapat pula pada pria (10 %). Perbandingan kasus

wanita dan pria di Indonesia adalah 24:1 dengan insiden terbanyak pada

usia 30 - 44 tahun (Soepardiman, 2010). Di Poliklinik Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IKKK RSCM),

prevalensi melasma pada tahun 2004 adalah 2,39 %, dengan distribusi

97,93 % wanita dan 2,07 % pria (Febriyanti et al., 2004).

Melasma atau yang dikenal dengan istilah flek, secara medis

merupakan masalah kesehatan dan secara estetika dapat mengganggu

kecantikan. Meskipun tidak membahayakan, flek menimbulkan dampak

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

psikologis berpotensi mengganggu penampilan dan mengakibatkan rasa

rendah diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi

sosial bagi penderitanya (Hamed, 2004).

Melasma merupakan masalah kulit yang banyak dijumpai,

mengganggu penampilan kulit wajah, dan dapat mengurangi kepercayaan

diri seseorang sehingga banyak upaya dilakukan untuk meringankan

kondisi ini. Meskipun telah tersedia beragam pengobatan melasma, masih

sangat sedikit informasi mengenai dampak melasma pada kehidupan

sehari-hari penderitanya. Selain itu, pengetahuan masyarakat tentang

melasma cenderung masih sedikit dan seolah-olah bukan merupakan suatu

masalah yang perlu ditanggulangi. Namun berdasarkan dampak yang

ditimbulkan dari melasma di mana terjadi bercak-bercak kulit berwarna

coklat pada wajah, secara estetika dapat menyebabkan gangguan psikologis

bagi penderitanya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengevaluasi

dampak melasma pada kualitas hidup penderitanya dengan meneliti

hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas

(13)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara melasma

dengan tingkat kualitas hidup.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu kedokteran dan

penelitian selanjutnya tentang hubungan antara melasma dengan

tingkat kualitas hidup.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat memberi masukan pentingnya dilakukan

upaya penatalaksanaan melasma.

b. Menambah wawasan tentang melasma sebagai masalah

kesehatan yang perlu ditanggulangi mengingat secara estetika

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Melasma

a. Definisi

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya

simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda

sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet

dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu

(Soepardiman, 2010).

b. Sinonim

Disebut kloasma, istilah yang sering digunakan untuk

menggambarkan melasma yang muncul saat kehamilan, sehingga

disebut juga mask of pregnancy. Kloasma berasal dari bahasa Yunani

chloazein yang berarti “menjadi hijau”. Adapun melas, juga bahasa

Yunani yang berarti “hitam” (Wolff et al., 2005). Karena pigmentasi

yang muncul tidak berwarna hijau, istilah melasma yang lebih suka

(15)

commit to user c. Epidemiologi dan Insidensi

Melasma dapat mengenai semua ras terutama yang tinggal di

daerah tropis (Soepardiman, 2010). Melasma kebanyakan dijumpai

pada wanita, meskipun didapat pula pada pria (10 %) (Baumann dan

Saghari, 2009). Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria

adalah 24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat

terpajan sinar matahari secara langsung. Insiden terbanyak pada usia

30 - 44 tahun. Kelainan ini dapat mengenai wanita hamil, wanita

pemakai pil kontrasepsi, pemakai kosmetik, pemakai obat, dan

lain-lain (Soepardiman, 2010).

d. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab melasma belum sepenuhnya diketahui, namun

terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan pada patogenesis

melasma, antara lain:

1) Pajanan Sinar Matahari

Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfihidril di

epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan

cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet

menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

2) Faktor Genetik/Ras

Dilaporkan adanya kasus melasma terkait keluarga sekitar

20 - 70 % (Soepardiman, 2010). Melasma banyak dijumpai pada

golongan Hispanik dan golongan kulit berwarna gelap

(Soepardiman, 2010) seperti Asia, Timur Tengah, India, Amerika

Selatan (Wolff et al., 2005). Pajanan sinar matahari dan faktor genetik merupakan faktor terkuat yang berperan pada

patogenesis melasma (Pichardo et al., 2009).

3) Faktor Endokrin (kehamilan, Hormone Replacement Therapy

(HRT), pil kontrasepsi, serta disfungsi kelenjar tiroid dan

ovarium)

Mekanisme di mana kehamilan mempengaruhi proses

melanogenesis tidak diketahui secara jelas (Hexsel et al., 2009).

Tingkat estrogen, progesteron, dan Melanocyte Stimulating

Hormone (MSH) biasanya meningkat selama trimester tiga kehamilan. Namun, pasien nulipara dengan kloasma tidak

memiliki peningkatan tingkat estrogen atau MSH (Bolanca et al.,

2008). Melasma juga muncul pada wanita menopause sebagai

akibat dari penggunaan HRT yaitu kombinasi estrogen dan

progesteron untuk pencegahan osteoporosis. Akan tetapi,

melasma tidak muncul pada wanita yang hanya diberi pengobatan

(17)

commit to user

Pada disfungsi ovarium ringan, kenaikan Luteinizing

Hormone (LH) yang signifikan dan penurunan level estradiol diduga sebagai faktor yang mendasari timbulnya melasma.

Namun, studi pada 26 wanita yang memiliki disfungsi ovarium

ringan menunjukkan tidak ada perbedaan kadar LH, Follicle

Stimulating Hormone (FSH), maupun α-MSH antara pasien

dengan melasma dan tanpa melasma. Disfungsi tiroid dan

peningkatan kadar 17b-estradiol juga telah dilaporkan pada pasien

dengan melasma (Grimes, 2007).

4) Penggunaan Kosmetik

Bahan kosmetik yang mengandung zat pengharum, pewarna,

atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas

yang dapat menimbulkan hiperpigmentasi pada wajah jika

terpajan sinar matahari (Soepardiman, 2010).

5) Pengaruh Obat-obatan Tertentu

Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin,

sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya

melasma. Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan

secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis (Soepardiman,

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Dapat disimpulkan bahwa dalam patogenesis melasma terjadi

peningkatan aktivitas dan jumlah melanosit oleh sinar ultra violet dari

sinar matahari dan akibat faktor-faktor lain, misalnya hormon, yang

mana meningkatkan sintesis melanin (Lee et al., 2006).

e. Klasifikasi

Melasma dapat dibedakan berdasarkan gambaran klinis,

pemeriksaan dengan sinar wood, dan pemeriksaan histopatologi.

1) Berdasarkan gambaran klinis (Soepardiman, 2010):

a) Bentuk sentrofasial, meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian

medial, bawah hidung, serta dagu (63 %)

b) Bentuk malar, meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21 %)

c) Bentuk mandibular, meliputi daerah mandibula (16 %)

2) Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood (Lapeere et al.,

2008):

a) Tipe epidermal, melasma akan tampak lebih jelas di bawah

sinar, berwarna coklat tua

b) Tipe dermal, melasma tidak tampak jelas di bawah sinar,

berwarna coklat terang

c) Tipe campuran, kombinasi antara warna coklat muda dan

(19)

commit to user

3) Berdasarkan pemeriksaan histopatologi (Soepardiman, 2010):

a) Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat, melanin

terutama terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang

di seluruh stratum korneum dan stratum spinosum

b) Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat

makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis

bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas terdapat

fokus-fokus infiltrat

f. Pemeriksaan

Pemeriksaan secara klinis ditemukan makula berwarna coklat

sampai abu-abu dan coklat gelap, berbatas tegas dengan tepi tidak

teratur, umumnya simetris (Wolff et al., 2005). Pemeriksaan dengan

sinar wood membantu menentukan tipe melasma (Soepardiman,

2010).

g. Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur

karena melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna

adalah pengobatan yang kausal sehingga etiologi dari melasma

penting dicari. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Perlindungan terhadap sinar matahari yaitu menghindari pajanan

langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00 - 15.00,

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

pemakaian tabir surya (Soepardiman, 2010).

2) Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma

misalnya menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, kosmetik,

atau obat-obatan seperti hidantoin, sitostatika, obat antimalaria,

dan minosiklin (Soepardiman, 2010). Melasma biasanya hilang

secara spontan dalam beberapa bulan pada wanita hamil atau

setelah penghentian konsumsi pil kontrasepsi atau HRT, jika

menjalani terapi tersebut (Lynde et al., 2006).

Adapun pengobatan yang biasa dilakukan antara lain

(Soepardiman, 2010):

1) Obat topikal : Hidroquinon, Tretinoin, Asam azeleat.

2) Obat sistemik : Vitamin C dan Glutation.

3) Tindakan khusus : pengelupasan kimiawi dan bedah laser.

Baru-baru ini, kombinasi terapi dengan dosis tetap hidroquinon

4 %, tretinoin 0,05 %, dan fluocinolon acetonid 0,01 % memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tunggal.

Mengobati melasma dengan terapi kombinasi telah menguntungkan

(21)

commit to user h. Evaluasi Tingkat Keparahan Melasma

Metode pengukuran tingkat keparahan melasma dapat

menggunakan Melasma Area and Severity Index (MASI) yang

dikembangkan oleh Kimbrough et al. (1994). Ahli dalam melasma

telah menggunakan skor MASI sebagai ukuran hasil yang dominan

selama hampir 20 tahun, menunjukkan MASI memiliki validitas isi

yang baik. MASI dengan skala kontinu memberikan angka perkiraan

keparahan melasma yang tepat (Pandya et al., 2009). Tingkat

keparahan melasma pada empat area (dahi, malar kanan, malar kiri,

dagu) dinilai berdasarkan pada tiga faktor yaitu luas keterlibatan

melasma (Area/A) dengan skor 0 - 6, derajat kegelapan melasma

(Darkness/D) dan derajat homogenitas dari melasma

(Homogeneity/H) dengan skor 0 - 4 (Bhor dan Pande, 2006). Adapun

perhitungan MASI sebagai berikut (Tardan dan Baumann, 2009):

1) Luas keterlibatan melasma pada empat area tersebut dibagi

menjadi 0 = tidak ada keterlibatan, 1 = < 10 %, 2 = 10 - 29 %,

3 = 30 - 49 %, 4 = 50 - 69 %, 5 = 70 - 89 %, dan 6 = 90 - 100 %.

2) Pengukuran derajat kegelapan melasma adalah membandingkan

dengan kulit normal dan dibagi menjadi 0 = warna kulit normal

tanpa bukti hiperpigmentasi, 1 = hiperpigmentasi hampir tidak

tampak, 2 = hiperpigmentasi ringan, 3 = hiperpigmentasi sedang,

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

3) Derajat homogenitas dari melasma juga terbagi menjadi empat

yaitu 0 = minimum, 1 = sedikit, 2 = ringan, 3 = sedang, dan

4 = berat.

Total skor MASI yang semakin tinggi menunjukkan keparahan

melasma yang semakin berat. Berikut ini adalah perhitungan total

skor MASI untuk wajah penuh (Tardan dan Baumann, 2009):

2. Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan oleh World Health Organization

(WHO) sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan

sesuai dengan sistem budaya dan nilai-nilai tempat hidup dalam kaitannya

dengan kepentingan, tujuan hidup, harapan, dan standar yang ingin

dicapainya (Wolffsohn et al., 2000).

Pengukuran kualitas hidup dapat menggunakan kuesioner yang

berisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Pengukuran

kualitas hidup yang bersifat spesifik untuk dermatologi masih dalam tahap

perkembangan dan validasi. Terdapat tiga jenis pengukuran kualitas hidup

pada dermatologi, yaitu kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan umum,

kuesioner spesifik untuk dermatologi seperti Dermatology Life of Quality

(DLQI), SKINDEX-16, dan kuesioner spesifik untuk penyakit kulit Total skor MASI = (dahi) 0,3A (D+H) + (malar kanan) 0,3A

(23)

commit to user

tertentu seperti Melasma Quality of Life Scale (MelasQol) (Cestari et al., 2006).

3. Hubungan Melasma dengan Kualitas Hidup

Melasma merupakan kelainan pigmentasi yang sering dijumpai dan

mudah dideteksi pada wanita. Meskipun tidak membahayakan, melasma

menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup

penderitanya di mana secara psikologis berpotensi mengganggu

penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat

menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi

penderitanya (Hamed, 2004). Sekitar 80 % pasien yang didiagnosis

menderita satu atau lebih kelainan pigmentasi, 47,3 % pasien dapat

merasakan dan menyadari kondisi kulitnya, 21,8 % merasa orang lain

memperhatikan kulitnya, 32,7 % merasa tidak menarik karena kondisi

kulitnya, 32,7 % berusaha untuk menyembunyikan kondisi kulitnya, dan

23,6 % merasa kondisi kulit mempengaruhi aktivitasnya (Taylor et al.,

2008).

Evaluasi pada 102 pasien wanita yang berusia antara 18 - 65 tahun,

dilaporkan bahwa melasma berdampak pada kehidupan sosial, kegiatan

rekreasi, dan kondisi emosional. Dari hasil analisis multivariat, variabel

prediktor terkuat yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup

wanita yang menderita melasma adalah tingkat keparahan melasma

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

cukup kuat antara total skor penilaian keparahan melasma dengan total

skor penilaian kualitas hidup. Dampak buruk terhadap kualitas hidup

penderita melasma meningkat seiring dengan bertambahnya keparahan

melasma yaitu semakin berat tingkat keparahan melasma, semakin

rendah kualitas hidup penderita. Penelitian lain menunjukkan pasien

wanita dengan usia lebih dari 45 tahun dan yang menderita melasma dalam

waktu yang lama mempunyai kualitas hidup yang rendah (Misery et al.,

2009). Hal ini menunjukkan pentingnya upaya penatalaksanaan melasma

mengingat dampak buruk melasma terhadap kualitas hidup penderitanya.

Salah satu pilihan yang sederhana dan efektif bagi perempuan adalah

penggunaan make up sebagai kamuflase kosmetik. Pengobatan yang

efektif untuk melasma ini dapat meningkatkan kualitas hidup wanita

(Pichardo et al., 2009).

4. Kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol)

MelasQol adalah instrumen kuesioner kualitas hidup yang telah

dikembangkan dan divalidasi oleh Balkrishnan et al. (2003), berfokus pada

pengaruh melasma terhadap aspek emosional seperti daya tarik,

produktivitas, dan vitalitas. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan yang

menilai kualitas hidup seseorang pada delapan aspek kehidupan yaitu

pekerjaan, hubungan keluarga, kehidupan sosial, hubungan seksual,

kegiatan rekreasi, kesehatan fisik, masalah keuangan, dan kondisi

(25)

commit to user

besar dipengaruhi oleh melasma adalah kehidupan sosial, kegiatan

rekreasi, dan kondisi emosional. MelasQol mudah digunakan dalam

pelaksanaannya dan dapat mengevaluasi secara objektif pengaruh melasma

terhadap kualitas hidup pasien. Korelasi yang tinggi dengan DLQI dan

SKINDEX-16 menunjukkan bahwa MelasQol adalah instrumen yang valid

di mana skor dalam kuesioner ini dapat menjadi panduan metode

pengobatan dalam upaya perbaikan kualitas hidup pasien (Balkrishnan et

al., 2003). MelasQol memiliki konsistensi internal yang tinggi, validitas, dan kekuatan diskriminatif yang baik bila dibandingkan dengan kuesioner

lain (DLQI) (Cestari et al., 2006).

Setiap pertanyaan dalam MelasQol memiliki skor 1 - 7 dengan total

skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang buruk sebagai

berikut (Balkrishnan et al., 2003):

a. Tampilan kondisi kulit Anda

b. Frustrasi dengan kondisi kulit Anda

c. Malu dengan kondisi kulit Anda

d. Depresi atau merasa tertekan dengan kondisi kulit Anda

e. Pengaruh kondisi kulit Anda terhadap hubungan dengan orang lain

(misalnya dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan

sebagainya)

f. Pengaruh kondisi kulit Anda terhadap keinginan untuk bersama

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

g. Kondisi kulit membuat Anda sulit untuk menunjukkan rasa kasih

sayang

h. Perubahan warna kulit membuat Anda merasa tidak menarik bagi

orang lain

i. Perubahan warna kulit membuat Anda merasa kurang produktif

(27)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

C.

Keterangan: ( ) variabel yang diteliti

( ) variabel tidak terkendali

( ) variabel terkendali

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

Semakin berat tingkat keparahan melasma, semakin rendah kualitas hidup

penderita.

Melasma

Dampak psikologis

Perubahan interaksi sosial

Persepsi kualitas hidup berubah

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan studi cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan

pendekatan sekaligus pada suatu saat (Taufiqurrahman, 2008).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres,

Surakarta

C. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kelurahan Jebres. Adapun subjek pada

penelitian ini adalah ibu-ibu PKK di Kelurahan Jebres dengan kriteria

sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :

a. Menderita melasma

b. Berusia 30 - 55 tahun

c. Bersedia menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam

(29)

commit to user

2. Kriteria eksklusi :

a. Sedang hamil

b. Menderita penyakit kronik lain

D. Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol

pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan

validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah

variabel independen (Murti, 2010):

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu melasma

dan tingkat sosial ekonomi. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk

penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subjek.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini

adalah fixed exposure sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan status

paparan subjek meliputi terpapar atau tidak terpapar oleh faktor yang diduga

mempengaruhi terjadinya penyakit, sedangkan status penyakit subjek

bervariasi mengikuti status paparan subjek. Fixed exposure sampling

memastikan jumlah subjek penelitian cukup dalam kelompok terpapar dan

tidak terpapar, sehingga merupakan keuntungan bagi peneliti ketika

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

F. Rancangan Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Melasma

2. Variabel Terikat : Kualitas hidup

3. Variabel Luar Terkendali :

a. Usia

b. Kehamilan

c. Riwayat penyakit kronik lain

d. Tingkat sosial ekonomi

4. Variabel Luar Tidak Terkendali : Lama menderita melasma

Populasi

Melasma Quality of Life Scale

(MelasQol)

Analisis regresi linear berganda Melasma Area and

Severity Index (MASI)

(31)

commit to user H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Melasma

a. Definisi

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya

simetris berupa makula berwarna coklat sampai abu-abu dan coklat

gelap, berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, mengenai area yang

terpajan sinar UV dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir,

hidung, dan dagu. Diagnosis melasma ditegakkan melalui

pemeriksaan klinis dan metode pengukuran tingkat keparahan

melasma dilakukan dengan menggunakan Melasma Area and

Severity Index (MASI). Tingkat keparahan melasma pada empat area (dahi, malar kanan, malar kiri, dagu) dinilai berdasarkan pada tiga

faktor yaitu luas keterlibatan melasma (Area/A) dengan skor 0 - 6,

derajat kegelapan melasma (Darkness/D) dan derajat homogenitas

dari melasma (Homogeneity/H) dengan skor 0 - 4 sebagai berikut:

1) Luas keterlibatan melasma pada empat area tersebut dibagi

menjadi 0 = tidak ada keterlibatan, 1 = < 10 %, 2 = 10 - 29 %,

3 = 30 - 49 %, 4 = 50 - 69 %, 5 = 70 - 89 %, dan 6 = 90 - 100 %.

2) Pengukuran derajat kegelapan melasma adalah membandingkan

dengan kulit normal dan dibagi menjadi 0 = warna kulit normal

tanpa bukti hiperpigmentasi, 1 = hiperpigmentasi hampir tidak

tampak, 2 = hiperpigmentasi ringan, 3 = hiperpigmentasi

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3) Derajat homogenitas dari melasma juga terbagi menjadi empat

yaitu 0 = minimum, 1 = sedikit, 2 = ringan, 3 = sedang, dan

4 = berat.

Total skor MASI dihitung dengan menjumlahkan derajat

kegelapan dari melasma (D) dan homogenitas (H), kemudian

dikalikan dengan derajat keterlibatan melasma (A) pada keempat

area. Total skor MASI yang semakin tinggi menunjukkan keparahan

melasma yang semakin berat.

b. Alat bantu : Kamera digital merek Spectra 7

megapiksel

c. Skala pengukuran : Interval

2. Variabel terikat : Kualitas hidup

a. Definisi

Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya

dalam kehidupan sesuai dengan sistem budaya dan nilai-nilai tempat

hidup dalam kaitannya dengan kepentingan, tujuan hidup, harapan,

dan standar yang ingin dicapainya. Pengukuran kualitas hidup

menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor

1 - 7 untuk setiap pertanyaan dan total skor yang lebih tinggi

menunjukkan kualitas hidup yang buruk.

(33)

commit to user

b. Alat bantu : Kuesioner Melasma Quality of Life Scale

(MelasQol)

c. Skala pengukuran : Interval

3. Variabel perancu

a. Usia

1) Definisi

Usia adalah jumlah tahun hidup subjek sejak lahir sampai dengan

penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini subjek yang dipakai

adalah kelompok wanita usia 30 - 55 tahun.

2) Alat bantu : Kuesioner

3) Skala pengukuran : Rasio

b. Kehamilan

1) Definisi

Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa

dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

Kehamilan dapat menyebabkan melasma yang bersifat sementara

(transient melasma). Dalam penelitian ini subjek yang dipakai

adalah kelompok wanita yang tidak hamil.

2) Alat bantu : Kuesioner

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Penyakit kronik

1) Definisi

Penyakit kronik adalah penyakit yang berlangsung sangat lama

seperti kanker, serangan jantung, gagal ginjal kronik, diabetes

melitus, dan sebagainya. Dalam penelitian ini subjek yang

dipakai adalah kelompok wanita yang tidak menderita penyakit

kronik selain melasma.

2) Alat bantu : Kuesioner

3) Skala pengukuran : Nominal

d. Tingkat sosial ekonomi

1) Definisi

Tingkat sosial ekonomi adalah stratifikasi sosial menurut

ekonomi. Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga

sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan

seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan

atau perekonomian individu. Dalam penelitian ini, tingkat sosial

ekonomi subjek dinilai berdasarkan pendapatan keluarga tiap

bulan.

2) Alat bantu : Kuesioner

(35)

commit to user I. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan:

1. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

2. Melasma Area and Severity Index (MASI)

3. Kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol)

4. Alat tulis

5. Kaca pembesar dengan penerangan cukup

6. Kamera digital merek Spectra 7 megapiksel

J. Cara Kerja

Cara kerja dalam penelitian ini adalah:

1. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diminta

menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian.

2. Subjek diperiksa secara klinis dengan kaca pembesar dan penerangan

cukup untuk menentukan tingkat keparahan melasma menggunakan

Melasma Area and Severity Index (MASI).

3. Melakukan dokumentasi foto pada bagian yang mengalami melasma dan

dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin.

4. Subjek diminta menjawab pertanyaan dalam kuesioner Melasma Quality

of Life Scale (MelasQol).

5. Pengumpulan data didapat dari hasil pengisian kuesioner. Data yang

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

K. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda

dengan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 17.0.

untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat

kualitas hidup dengan memperhitungkan variabel perancu yakni tingkat

sosial ekonomi.

Persamaan model analisis regresi linear berganda:

Keterangan:

y = variabel respons (variabel dependen) yaitu variabel tidak bebas dalam

arti merupakan hasil dari pengaruh sebuah atau sejumlah variabel bebas.

Dalam analisis regresi linear berganda, variabel y diukur dalam skala

kontinu (kualitas hidup diukur dalam skor).

x = variabel prediktor (variabel independen) yaitu variabel bebas yang berada

pada posisi sebagai prediktor terjadinya variabel y. Secara klasik variabel

x diukur dalam skala kontinu, tetapi secara praktis bisa diterapkan pada

semua jenis variabel.

x1 = melasma (skor Melasma Area and Severity Index (MASI))

x2 = tingkat sosial ekonomi (pendapatan keluarga tiap bulan)

b = koefisien regresi adalah perkiraan besarnya rata-rata perubahan yang

(37)

commit to user

koefisien regresi ini mencerminkan besarnya pengaruh (efek) dari

variabel x yang bersangkutan terhadap terjadinya variabel y.

b1 = koefisien regresi melasma

b2 = koefisien regresi tingkat sosial ekonomi

a = konstan adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel y ketika nilai

variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu

variabel independen, variabel y sudah memiliki suatu nilai tertentu yang

konstan sifatnya.

Persamaan regresinya menjadi:

Analisis regresi linear ganda ini merupakan alat statistik yang sangat

kuat untuk menganalisis hubungan antara paparan (melasma) dan efek

(kualitas hidup) dengan mengendalikan pengaruh sejumlah faktor perancu

potensial (tingkat sosial ekonomi). Dengan menggunakan analisis regresi

linear berganda diharapkan penelitian akan lebih valid karena telah

mengendalikan variabel luar/perancu (Murti, 1997).

.

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahun yang didiagnosis menderita melasma di Kelurahan Jebres,

Kecamatan Jebres, Surakarta dan yang memenuhi persyaratan untuk

diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 30 orang, sesuai dengan

rancangan penelitian. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada

bulan Mei 2011.

A. Keadaan Umum Subjek

Dari hasil penelitian, diketahui rata-rata usia subjek adalah 42

tahun dengan mayoritas subjek adalah berusia 41 - 50 tahun sebanyak 15

orang (50 %), kemudian subjek yang berusia 30 - 40 tahun sebanyak 13

orang (43,3 %), dan usia > 50 tahun sebanyak 2 orang (6,7 %).

Berdasarkan status pekerjaan, mayoritas subjek adalah sebagai ibu

rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sebanyak 21 orang (70 %),

sedangkan subjek yang bekerja sebanyak 9 orang (30 %).

Berdasarkan riwayat pendidikan, mayoritas subjek pernah

menempuh pendidikan baik di SD, SMP, SMA, diploma, maupun sarjana

yaitu sebanyak 28 orang (93,3 %) dan yang tidak bersekolah sebanyak 2

orang (6,7 %). Distribusi subjek berdasarkan umur, status pekerjaan, dan

riwayat pendidikan ditampilkan dalam tabel 4.1.

(39)

commit to user

Rata-rata tingkat keparahan melasma pada 30 subjek yang dinilai

berdasarkan skor MASI (Melasma area and Severity Index) adalah 7,4.

Rata-rata pendapatan keluarga pada 30 subjek adalah sekitar

Rp 898.333,00 dan rata-rata skor kualitas hidup pada 30 subjek yang

dinilai berdasarkan skor MelasQol (Melasma Quality of Life) adalah 25,9.

Data perolehan skor MASI, pendapatan, dan skor MelasQol pada 30

subjek ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Subjek

No Karakteristik Subjek Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Umur

Tabel 4.2 Data Perolehan Tingkat Keparahan Melasma, Pendapatan, dan Tingkat Kualitas Hidup Subjek

N Minimum Maksimum Rata-Rata

MASI 30 0,6 36,2 7,4

Pendapatan 30 150000 3500000 898333,3

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

B. Lama Menderita Melasma

Penegakkan diagnosis melasma dilakukan dengan

mendokumentasikan bagian yang mengalami melasma dan dikonsultasikan

kepada dokter spesialis kulit dan kelamin. Lama menderita melasma

adalah banyaknya waktu subjek menderita melasma, dihitung dengan unit

bulan dan tahun. Sebanyak 50 % subyek telah menderita melasma selama

< 5 tahun, 33,3 % selama 5 - 10 tahun, dan 16,7 % selama > 10 tahun.

Tabel berikut ini menggambarkan distribusi tersebut.

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Lama Menderita Melasma

Lama menderita melasma Jumlah Persentase (%)

< 5 tahun

Distribusi tingkat kualias hidup subjek berdasarkan usia, lama

menderita melasma, status pekerjaan, dan riwayat pendidikan dinilai

berdasarkan skor MelasQol.

Hasil penelitian menunjukkan subjek yang berusia > 50 tahun

memiliki skor 43,5, skor yang lebih tinggi daripada subjek yang berusia

30-40 tahun dan 41 - 50 tahun. Berdasarkan lama menderita melasma,

(41)

commit to user

28,2, lebih tinggi daripada subjek yang menderita melasma selama < 5

tahun dan 5 - 10 tahun. Berdasarkan status pekerjaan, skor melasQol pada

subjek yang bekerja adalah 25,89 dan yang tidak bekerja adalah 26.

Berdasarkan riwayat pendidikan, subjek yang pernah menempuh

pendidikan memiliki skor 27,11, lebih tinggi daripada skor MelasQol pada

subjek yang tidak bersekolah yaitu 10. Hasil penelitian dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Kualitas Hidup Subjek Berdasarkan Umur, Lama Menderita Melasma, Status Pekerjaan, dan Riwayat Pendidikan

No Karakteristik Subjek Skor Melasqol

1 Umur 2 Lama menderita melasma

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

D. Hubungan Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup

Dalam penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah tingkat

keparahan melasma dan pendapatan. Tingkat kualitas hidup subjek dinilai

berdasarkan skor MelasQol dengan hasil 10 - 70, yaitu semakin tinggi skor

MelasQol menunjukkan kualitas hidup yang semakin rendah.

Tingkat keparahan melasma dinilai berdasarkan skor MASI dengan

hasil 0 - 48 yaitu semakin tinggi skor MASI menunjukkan semakin berat

tingkat keparahan melasma. Untuk mempermudah penggunaan tabulasi

silang, skor MASI diklasifikasikan menjadi 3 yaitu 0 - 15, 16 - 30, dan

> 30. Mayoritas subjek menderita melasma dengan skor MASI berkisar

antara 0 - 15 yaitu sebanyak 26 orang (86,7 %).

Pendapatan menggambarkan tingkat sosial ekonomi subjek. Dalam

penggunaan tabulasi silang, pendapatan diklasifikasikan berdasarkan Upah

Minimum Regional (UMR) untuk Surakarta pada tahun 2011 yaitu

Rp 826.252,00. Sebanyak 18 subjek (60 %) memiliki pendapatan di bawah

UMR, sedangkan 12 subjek lainnya (40 %) di atas UMR. Tabel berikut ini

(43)

commit to user

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

Variabel Bebas

Skor MelasQol (Tingkat Kualitas Hidup)

10 - 20 21 - 30 31 - 40 > 40 Total

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan analisis regresi linear

berganda, didapatkan data sebagai berikut:

Untuk kesesuaian model regresi linear dalam penelitian ini, diperoleh

nilai R2 = 0,021 menunjukkan hanya sebesar 2 % variasi-variasi dalam

tingkat kualitas hidup dapat dijelaskan oleh MASI dan pendapatan. R2

makin mendekati 100 % berarti variabel independen makin baik dalam

memprediksi kejadian variabel dependen.

Untuk menguji kemaknaan hubungan antara variabel dependen dan

semua variabel independen secara keseluruhan diukur dengan statistik F

melalui prosedur analisis varians (ANOVA). Berdasarkan perhitungan

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

menunjukkan secara keseluruhan skor MASI dan pendapatan tidak

berhubungan secara signifikan dengan tingkat kualitas hidup (p > 0,05).

Hasil perhitungan statistik untuk MASI, diperoleh nilai p = 0,488.

Untuk pendapatan, nilai p = 0,777. Hal ini menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan baik antara MASI dengan tingkat kualitas hidup,

maupun antara pendapatan dengan tingkat kualitas hidup (p > 0,05).

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

No Variabel B p

1 2 3

Konstanta MASI Pendapatan

23,762 0,215 1,518

(45)

commit to user BAB V

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa subjek yang berusia > 50 tahun

memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada subjek yang berusia 30 - 40

tahun dan 41 - 50 tahun. Berdasarkan lama menderita melasma, subjek yang telah

menderita melasma selama > 10 tahun memiliki kualitas hidup paling rendah di

antara yang menderita melasma < 5 tahun dan 5 - 10 tahun. Hasil ini sesuai

penelitian sebelumnya yaitu pasien wanita dengan usia lebih dari 45 tahun dan

yang menderita melasma dalam waktu yang lama mempunyai kualitas hidup yang

rendah (Misery et al., 2009). Berdasarkan status pekerjaan, diketahui bahwa

tingkat kualitas hidup pada subjek yang tidak bekerja tidak berbeda jauh dengan

subjek yang bekerja. Berdasarkan riwayat pendidikan, subjek yang pernah

menempuh pendidikan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada subjek

yang tidak bersekolah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh subjek yang pernah

menempuh pendidikan memiliki pengetahuan tentang perawatan diri dan penyakit

yang mengganggu kecantikan seperti melasma, serta berinteraksi dengan banyak

orang sehingga subjek memperhatikan penampilannya. Apabila terjadi

ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan apa yang terjadi pada subjek, diduga

hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup subjek.

Pada uji hipotesis, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan baik antara tingkat keparahan melasma dengan tingkat kualitas hidup,

maupun antara pendapatan dengan tingkat kualitas hidup. Demikian halnya secara

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

keseluruhan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan

melasma dan pendapatan dengan tingkat kualitas hidup. Hasil penelitian ini tidak

sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu dari hasil analisis multivariat, variabel

prediktor terkuat yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup wanita yang

menderita melasma adalah tingkat keparahan melasma (Balkrishnan et al., 2003).

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan melasma dengan

kualitas hidup, menunjukkan subjek sering melihat dampak melasma pada

kehidupan subjek berdasarkan pada kriteria lain selain tingkat keparahan penyakit.

Tingkat sosial ekonomi adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi.

Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan

pekerjaan, karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada jaman sekarang sangat

mempengaruhi kekayaan atau perekonomian individu yang berpengaruh pada

kualitas hidup seseorang. Tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara

pendapatan dengan tingkat kualitas hidup pada penelitian ini menunjukkan subjek

menilai kualitas hidup bukan berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Berapa pun hasil

yang diperoleh setiap bulan, selalu diterima dengan rasa syukur yang tinggi oleh

setiap subjek sehingga tidak ada perasaan rendah diri maupun terbebani dalam

kesehariannya.

Kekuatan hubungan antara tingkat keparahan melasma dan pendapatan

dengan tingkat kualitas hidup yang ditunjukkan oleh R2 sebesar 2 %, memiliki arti

bahwa tingkat kualitas hidup subjek dalam penelitian ini lebih banyak dipengaruhi

oleh variabel-variabel selain tingkat keparahan dan pendapatan. Perbedaan hasil

(47)

commit to user

perbedaan kondisi subjek di luar negeri dan di Indonesia, tepatnya di Kelurahan

Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta sebagai lokasi penelitian ini. Sebagian besar

subjek adalah ibu rumah tangga, sehingga adanya kondisi melasma tidak begitu

berarti dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda halnya dengan penderita melasma

yang bekerja, terutama dengan pekerjaan yang menuntut untuk berhubungan

dengan banyak orang, kondisi melasma diduga dapat menyebabkan rasa rendah

diri.

Rata-rata pendapatan subjek sebesar Rp 898.333,00 menunjukkan bahwa

pendapatan tiap bulan cukup untuk sehari-hari, penggunaannya tentu berdasarkan

prioritas utama seperti kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak. Perawatan kulit

untuk mengatasi permasalahan kulit seperti adanya kondisi melasma, tentu

bukanlah prioritas utama dalam kehidupan subjek. Faktor usia turut mempengaruhi

dalam hal ini. Semakin bertambahnya usia, subjek menganggap penampilan

bukanlah hal yang utama. Kesehatan fisik, pendapatan, kebutuhan anak, dianggap

sebagai hal-hal yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar penampilan.

Namun yang menjadi keterbatasan penelitian ini adalah belum ditemukan

kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia yang telah divalidasi, sehingga

penelitian ini menggunakan kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia hasil

terjemahan peneliti yang dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit kelamin

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dari pembahasan terlihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan

melasma tidak menunjukkan kualitas hidup penderita semakin rendah. Hal ini

(49)

commit to user

39 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara melasma dengan tingkat

kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma tidak menunjukkan

kualitas hidup penderita semakin rendah.

B. Saran

1. Perlu diadakan penerangan kepada masyarakat tentang melasma, upaya

pencegahan, dan pengobatannya, terutama bagi wanita penderita melasma

sehingga tidak menambah tingkat keparahan melasma.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel lebih banyak

dan pengambilan sampel berasal dari wanita karir yang diduga sangat

memperhatikan penampilan dalam keseharian untuk mencari kesesuaian

hasil penelitian dengan hipotesis peneliti.

3. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilakukan uji validitas dan reabilitas

kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia.

4. Perlu diperhatikan variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi

kualitas hidup subjek dan dapat disertakan dalam perhitungan analisis,

Gambar

Tabel    4.1.    Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Subjek  .................
Tabel 4.2  Data Perolehan Tingkat Keparahan Melasma, Pendapatan, dan Tingkat Kualitas Hidup Subjek
Tabel berikut ini menggambarkan distribusi tersebut.
tabel 4.4.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel, menunjukkan bahwa variabel mengenai Empathy (Empati) secara keseluruhan responden menyatakan “Setuju” dengan nilai rata-rata 4,10 dan P23 adalah

Pada uji statistik terhadap variabel Risiko Kredit yang diwakili oleh NPL memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan laba dan NPL berpengaruh terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penerapanmedia sosial Geschool sebagai media pembelajaran online dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X IIS 1 SMA Negeri 1

pernah mengatakan kepada raja dalam alasannya, &#34;Apakah engkau menginginkan makan bersama denganku, sedangkan aku adalah Yusuf ibnu Ya'qub nabiyyullah ibnu

Hasil penelitiannya menemukan bahwa (1) risiko saham yang diukur dengan menggunakan beta saham berpengaruh pada tingkat return (2) baik pada portfolio saham aktif atau non

Berdasarkan bentuk garis pantai pada lokasi penelitian dapat diketahui ancaman vegetasi mangrove yang disebabkan oleh ancaman gelombang dengan parameter bentuk garis

Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengoreksi kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh atmosfer pada saat perekaman citra.. • Kondisi atmosfer yang mempengaruhi perkaman citra :

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : (1) Mengetahui apa saja yang menjadi motivasi dan faktor pendorong rumah tangga petani melakukan kegiatan migrasi keluar