• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Mutia Hamdani

Tempat / Tanggal Lahir : Kota Medan / 02 Juni 1995

Agama : Islam

Alamat : Komp BTN Blok AG No 18 Martubung Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD Alwasliyah No 29, Medan (2000 - 2006)

2. Mts Al-zaytun, Indramayu (2006 - 2009)

(2)

LAMPIRAN 2

NASKAH PENJELASAN KEPADA PESERTA PENELITIAN

Saya, Sri Mutia Hamdani, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara semester VI, melakukan penelitian dengan judul “Gambaran

Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu

di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2015”. Penelitian ini dilaksanakan dalam

rangka memenuhi persyaratan penyelesaian studi di Fakultas Kedokteran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kualitas hidup

penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu di Kecamatan

Medan Labuhan. Kelainan pigmentasi adalah kelainan pada proses pembentukan

pigmen melanin kulit. Kualitas hidup merupakan derajat kepuasan yang dialami

oleh seseorang dalam melakukan aktivitas seharian.

Pengambalin data dari penelitian ini dilakukan dengan wawancara

berdasarkan kuesioner dan data yang saya peroleh dari hasil wawancara saudara

akan saya rahasiakan dan tidak akan saya sebarkan. Penelitian ini bersifat suka

rela dan tidak memaksa. Apabila saudara bersedia menjadi peserta penelitian,

dengan senang hati kami mengharapkan untuk dapat kiranya mengisi formulir

yang kami sediakan.

Atas partisipasi dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih

Medan, September 2015

Peneliti

Sri Mutia Hamdani

(3)

LAMPIRAN 3

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami sepenuhnya

tentang penelitian,

Judul Penelitian : ” Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2015

Nama Peneliti : Sri Mutia Hamdani

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran USU

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara

sukarela sebagai subjek penelitian

Medan,...2015

(4)

LAMPIRAN 4

STATUS IDENTITAS RESPONDEN

NAMA :

USIA :

JENIS KELAMIN :

ALAMAT :

TIPE KELAINAN :

(5)

LAMPIRAN 5

INDEKS KUALITAS KEHIDUPAN DERMATOLOGI

1 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa banyak gatal, sakit menusuk-nusuk yang anda rasakan pada kulit anda yang sakit tersebut?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

2 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa malu dan mawas diri yang anda rasakan karena penyakit kulit yanng anda derita?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

3 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa

mengganggunya penyakit kulit yang anda deirta ketika anda pergi belanja, membenahi rumah atau berkebun?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

4 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa

mengganggunya penyakit kulit yang anda derita mempengaruhi pakaian yang anda kenakan?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

5 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa parah penyakit yang anda derita mempengaruhi kegiatan sosial dan waktu luang anda?

Sangat

Banyak

Sedikit

(6)

6 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa parah penyakit kulit yang anda derita membuat anda merasa susah untuk berolah raga?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

7 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa parah penyakit kulit yang anda derita menghalangi anda bekerja atau belajar?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

8 Dalam satu minggu yang lalu, seberapa penyakit kulit yang anda derita menyebabkan timbulnya masalah antara anda dengan pasangan anda, teman dekat anda atau saudara anda?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

9 Dalam satu nminggu yang lalu, seberapa parah penyakit kulit yang anda derita menyebabkan anda susah melakukan kegiatan seks anda?

Sangat

Banyak

Sedikit

Tidak sama sekali

10 Dalam satu nminggu yang lalu, seberapa banyak masalah yang timbul dari perawatan untuk penyakit kulit yang anda derita, misalnya membuat rumah anda kotor/tidak rapi, atau memakan waktu yang lama

Sangat

Banyak

Sedikit

(7)

LAMPIRAN 6 : Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Tipe

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid hipo 35 35,0 35,0 35,0

hiper 65 65,0 65,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 33 33,0 33,0 33,0

perempuan 67 67,0 67,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 10-20 8 8,0 8,0 8,0

21-30 15 15,0 15,0 23,0

31-40 26 26,0 26,0 49,0

41-50 37 37,0 37,0 86,0

51-60 14 14,0 14,0 100,0

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A., Leon, A., Butler, D.C., and Reichenberg, J., 2013. Quality-of-life

effects of common dermatological diseases. Frontline Medical

Communications. DOI: 10.12788/j.sder.0009.

Aditya, K., Gupta, Melissa, D.G., Keyvan, N., Susan, T., 2006. The Treatmen of

Melasma [online]. Tersedia di :

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bik3fc3cb2245full.pdf

Efektifitas astaxanthin oral disertai gel astaxanthin dibandingkan dengan

astaxanthin oral disertai krim triple combination (hidrokuinon 4%,

tretinoin 0,05%, fluosinolonasetonid 0,01%,) dalam pengobatan melasma

[Internet]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011 [dikutip 27 Des

2011]. Tersedia di : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/

27795/4/Chapter%20II.pdf.

Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., et al., 2008. Harrison’s Principle of

Internal Medicine 17th Edition. New York : McGraw Hill Medical. pp:

309.

Febrianti, T., Sudharmono, A., Rata, I.G.A.K., Bernadette, I., 2004. Epidemiologi

melasma di poliklinik departemen ilmi kesehatan dan kulit dan kelamin

RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 2004. Perdoski [internet].

Tersedia di:

http://perdoski.org/index.php/public/information/mdvi-detail-content/86.

Finlay, A.Y., and Khan, G.K., 1994. Dermatololgy Life Quality Index (DLQI): A

simple practical measure for routine clinical use. Clinical and

(13)

Halioua, M.G., Beumont, and Lunel, F., 2000. Quality of life in dermatology.

International Journal of Dermatology, vol. 39, no. 11, pp. 801–806.

Howitz, J., Brodthagen, H., Schwartz, M., et al., 2014. Prevalence of vitiligo. In:

Anurogo, D., Ikrar, T., Vitiligo. USA. pp: 666.

Hubungan antara derajat keparahan melasma dengan kualitas hidup pada pasien di

RSUD H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung [internet]. Tersedia di:

http://digilib.unila.ac.id/2445/9/BAB%20II.pdf

Im, S., Hann, S.K., and Kang, W.H., 2002. Melasma end Postinflammatory

Hyperpigmentation. 1st ed. Seoul. Korea Medical Publisher. pp: 29-176.

Junquiera. L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 2003. Basic Histology. 10th ed.

Washington: Lange. pp: 316-23

Ortone, J.P., Bahadoran, P., Fitzpatrick, T.B., et al., 2003. Hypomelanoses and

hypermelanoses. In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen,

K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S.L., editors. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. 6thed. New York: McGraw-Hill. pp: 868-9.

Pawaskar, M.D., Parikh, P., and Markowski, T., 2007.Melasma and its impact on

health related quality of life in Hispanic women. J Dermatol Treat. 18: 5-9.

Praningrum, D.O,. 2012. Faktor Resiko Penderita Melasma [online]. Tersedia di :

http://core.ac.uk/download/pdf/11736026.pdf

Salzer, B.A., and Schallreuter, K.U., 1995. Investigation of the personality

structure in patients with vitiligo and a possible association with

(14)

Schwartz, A.R., and James, W.D., Lentigo [online]. 2012. Tersedia di :

http://digilib.unila.ac.id/2445/9/BAB%20II.pdf

Soepardiman, L., Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,

editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 4. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI: 2005.

Taylor, S.C., 2007. Objective and subjective ,measures of melasma. Cosmetic

Dermatology. New York. 20.

Tadokoro, T., Kobayashi, N, and Beer, J.Z., et al,. 2002. The biochemistry of

melanogenesis and its regulation by ultraviolet radiation. In: Ortonne,

J.P., Ballotti, R., eds. Mechanism of Suntanning. London, England:

Martin Dunitz. pp: 67-76.

Yani, M.S., 2008. Hubungan Faktor- Faktor Resiko Terhadap kejadian Melasma

pada pekerja Wanita Penyapu Jalan di Kota Medan Universitas Sumatera

(15)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional 1. Kelainan Pigmentasi

Definisi : Kelainan kulit yang terjadi akibat gangguan pada proses

pembentukan pigmen melanin

Alat Ukur : Adanya bercak keputihan atau kecoklatan pada wajah

Cara Ukur : Melihat gambaran klinis

Skala Ukur : Nominal

2. Tipe Kelainan Pigmentasi

Definisi : Kelainan Pigmentasi dibagi atas 2 tipe ;

hipermelanosis dan hipomelanosis

Alat Ukur : Melihat warna kelainan pigmentasi

Cara Ukur : Lesi kecokelatan- kehitaman (warna gelap) di

wajah: hipermelanosis.

Lesi putih di wajah: hipomelanosis

Skala Ukur : Nominal

(16)

3. Kualitas Hidup Penderita

Definisi : Kualitas hidup merupakan derajat kepuasan yang dialami

oleh seseorang dalam melakukan aktivitas seharian

Alat Ukur : Melakukan wawancara berdasarkan kuesioner

Cara Ukur : Skor setiap jawaban kuesioner DLQI yang terdiri dari 10

pertanyaaan

Hasil Ukur : Hasil skor 0-1: tidak ada efek penyakit pada kualitas hidup

pasien, skor 2-5 : efek yang kecil, skor 6-10 : efek sedang,

11-20 : berefek besar dan 21-30 : efek yang sangat

penting dari penyakit pada kualitas hidup pasien

Skala Ukur : Ordinal

4. Usia

Definisi : Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saat beberapa tahun

Cara Ukur :> 6 bulan dibulatkan ke atas < 6 bulan dibulatkan kebawah

Alat Ukur : Data diri penderita pada lembar status identitas responden

Skala Ukur : Ordinal

5. Lama Menderita

Definisi : Lama waktu yang dihitung mulai dari awal munculnya

gejala kelainan pigmentasi wajah hingga saat ini

Cara Ukur : Menanyakan sejak kapan penderita mengalami kelainan

pigmentasi di wajah

(17)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan design penelitian

cross sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan pengamatan dan

pengukuran sesaat terhadap penderita kelainan pigmentasi wajah yang

mengunjungi posyandu di Kecamatan Medan Labuhan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di posyandu Kecamatan Medan Labuhan.

Tempat ini dipilih karena besarnya jumlah posyandu di Kecamatan Medan

Labuhan sebanyak 21 posyandu dengan beberapa posyandu memiliki jumlah

pengunjung kelainan pigmentasi wajah terbanyak dibandingkan posyandu di

beberapa kecamatan lainnya, sehingga memudahkan peneliti dalam proses

pengumpulan data untuk penelitian ini.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada

bulan Agustus sampai September 2015.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pengunjung posyandu Kecamatan Medan

(18)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pengunjung posyandu Kecamatan Medan

Labuhan yang menderita kelainan pigmentasi wajah yang memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi :

1. Penderita kelainan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu

Kecamatan Medan Labuhan.

2. Usia minimal 16 tahun.

3. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani surat

persetuuan penelitian setelah diberi penjelasan (informed consent).

Kriteria eksklusi :

1. Ada riwayat penyakit berat (stroke, infeksi kronik, infark myocardium,

akut, keganasan, asma).

2. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak memberikan informasi

yang jelas.

4.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel mengguanakan teknik consecutive sampling. Pada

metode ini, semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan

terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

4.3.4. Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan untuk penelitian korelatif menggunakan

rumus :

n =

n

=

(19)

Keterangan:

n : besar sampel minimum

Zα : tingkat kemaknaan yang ditetapkan oleh peneliti

P : Merupakan proporsi di populasi = 0,5 (sebab populasi tidak diketahui)

Q : 1-P

d : Merupakan kesalahan absolut yang dikehendaki (Sudigdo, 2008)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka besar sampel yang diperlukan adalah

96,04 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer,

merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan kuesioner pada

penderita kelainan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu Kecamatan

Medan Labuhan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

1.4.2. Cara Pengambilan Data

Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh langsung dari

penderita kelalinan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu Kecamatan

Medan Labuhan.

1. Pertama peneliti akan melakukan penjelasan kepada calon responden

tentang tujuan penelitian serta meminta persutujuan sebagai responden

penelitian.

2. Setelah mendapatkan persetujuan maka akan dilakukan wawancara

berdasarkan kuesioner DLQI.

4.5. Metode Analisa Data

Pengolahan data dilakukan salam beberapa tahap, yaitu editing, coding,

entry, cleaning data, dan saving. Langkah pertama, editing, dilakukan untuk

(20)

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

komputer kemudian, cleaning data, dengan melakukan pemeriksaan semua data

yang telah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam

memasukkan data terakhir, saving, data kemudian disimpan dan siap dianalisa.

Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan kemudian diolah

menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) sesuai dengan

(21)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Berikut ini, akan dijelaskan hasil dari penelitian tentang kualitas hidup

penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu yang dilakukan

di Posyandu Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan dengan sampel sebanyak

100 orang.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 21 Posyandu yang aktif berjalan dari 5 Kelurahan

di Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Nama Kelurahan tersebut adalah

Martubung, Pekan Labuhan, Nelayan Indah, Tangkahan dan kelurahan Besar.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Berdasarkan

Jenis Kelamin

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik responden yang menderita kelainan

pigmentasi wajah berdasarkan jenis kelamin. Responden pada pengunjung

posyandu tersebut paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 67 orang

(67%).

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Perempuan 67 67,0

Laki-Laki 33 33,0

(22)

5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada

Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik responden yang menderita

kelainan pigmentasi wajah berdasarkan usia. Usia terbanyak dari responden

yang menderita kelainan pigmentasi wajah adalah usia 41 – 50 yaitu sebanyak

37 orang (37%)

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tipe Kelainan Pigmentasi Wajah

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada

Responden Berdasarkan Tipenya.

Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik responden yang menderita

kelainan pigmentasi wajah berdasarkan tipe kelainan yang dideritanya. Tipe

kelainan dari responden yang terbanyak adalah hipermelanosis yaitu sebanyak

65 orang (65%), hipomelanosis sebanyak 35 orang (35%).

Usia Jumlah Persentase (%)

10 – 20 8 8%

21 – 30 15 15%

31 – 40 26 26%

41 – 50 37 37%

51 – 60 14 14%

Total 100 100.0

Tipe Kelainan Jumlah Persentase (%)

Hipomelanosis 35 35,0

Hipermelanosis 65 65,0

(23)

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada

responden Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 5.4 menunjukkan karakteristik responden yang menderita

kelainan pigmentasi wajah berdasarkan lama menderita. Responden dengan

lama menderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak adalah > 1 tahun yaitu

sebanyak 92 orang (92%).

5.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup 5.1.3.1 Gambaran Kualitas Hidup

Tabel 5.5. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi

Wajah

Tabel 5.5 menunjukkan gambaran kualitas hidup responden berdasarkan

skor DLQI. Dari data tersebut didapatkan hasil terbanyak pada efek besar

terhadap kualitas hidup sebanyak 54 orang. Sedangkan responden dengan hasil

efek sedang sebanyak 21 orang.

Lama Menderita Jumlah Persentase (%)

< 1 tahun 8 8,0

>1 tahun 92 92,0

Total 100 100.0

Efek (Skor) Jumlah Persentase (%)

Tidak Ada Efek (0-1) 3 3,0

Efek Kecil (2-5) 6 6,0

Efek Sedang (6-10) 21 21,0

Efek Besar (11-20) 54 54,0

Efek Sangat Penting (21-30) 15 15,0

(24)

5.1.3.2 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Usia

Tabel 5.6. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan

Pigmentasi Wajah Berdasarkan Usia

Tabel 5.6 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan

pigmentasi wajah pada responden tersebut yang diukur dengan menggunakan

DLQI. Berdasarkan usia, hasil terbanyak adalah pada usia 31-50 tahun sebanyak

34 orang dimana pada usia 31-40 tahun dan 41-50 tahun masing-masing

berjumlah 17 orang dan menimbulkan efek besar terhadap kualitas hidup.

Sedangkan pada usia 10 -20 sebanyak 5 orang berefek besar, usia 21 – 30

sebanyak 9 orang berefek besar, dan usia 51 – 60 sebanyak 6 orang berefek besar.

Dari data tersebut didapatkan hasil rata- rata skor DLQI adalah 14,05 dimana

score 11 – 20 adalah berefek besar terhadap kualitas hidup.

5.1.3.3 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 5.7. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi

(25)

Tabel 5.7 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan

pigmentasi wajah berdasarkan lama menderita. Gambaran kualitas hidup pada

responden yang menderita >1 tahun menghasilkan efek sangat penting terhadap

kualitas hidup sebanyak 51 orang. Sedangkan penderita < 1 tahun terbanyak

mengalami efek besar terhadap kualitas hidup sebanyak 4 orang. Dari data

tersebut didapatkan rata-rata responden menderita kelainan pigmentasi selama 11

tahun.

5.1.3.3 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Tipe Kelainan Pigmentasi Wajah

Tabel 5.8. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi

Wajah Tipe Hipermelanosis

Tabel 5.8 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan

pigmentasi wajah dengan tipe hipermelanosis. Gambaran kualitas hidup pada

responden dengan tipe hipermelanosis terbanyak memiliki efek besar pada

kualitas hidup yaitu 35 orang (53,8%).

Efek Jumlah Persentase (%)

Tidak Ada Efek 3 4,6

Efek Kecil 2 3,0

Efek Sedang 14 21,5

Efek Besar 35 53,8

Efek Sangat Penting 11 16,9

(26)

Tabel 5.9. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi

Wajah Tipe Hipormelanosis

Tabel 5.9 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan

pigmentasi wajah dengan tipe hipomelanosis. Gambaran kualitas hidup pada

responden dengan tipe hipormelanosis terbanyak memiliki efek besar pada

kualitas hidup yaitu 19 orang (54,2%).

5.2 Pembahasan

Kelainan pigmentasi atau yang disebut juga sebagai melanosis adalah

kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit (Lubis, 2008). Kelainan

pigmentasi pada wajah dapat mempengaruhi emosional dan psikologis penderita

secara signifikan terutama pada penderita wanita yang berpengaruh pada

kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita (Lubis,

2011).

Dalam penelitian ini, total sampel berjumlah 100 orang penderita kelainan

pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuan. Dari

penelitian ini pada tabel 5.1 perempuan didapatkan jumlah lebih banyak sebanyak

67 orang (67,0%). Pada penelitian sebelumnya didapati oleh Febrianti (2004) di

Departemen Kesehatan Ilmu Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RS. Dr.

Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 2004 menunjukkan hasil bahwa

epidemiologi kelainan hiperpigmentasi seperti melasma (97,3%) pada perempuan.

Perempuan lebih banyak dari pada laki-laki karena dari segi hormonal perempuan

(27)

memiliki hormon estrogen lebih tinggi. Estrogen berperan langsung pada

melanosit sebagai salah satu reseptornya di kulit dan berfungsi untuk

meningkatkan jumlah melanin dalam sel (Oktarina, 2012). Untuk tipe

hipomelanosis di penelitian sebelumnya oleh Dito dan Taruna (2014) vitiligo

ditemukan dominasi pada perempuan.

Berdasarkan usia, pada tabel 5.2 didapatkan usia 41-50 tahun adalah usia

terbanyak sebanyak 37 orang (37,0%). Pada penelitian sebelumnya oleh Oktarina

(2012) di RSUD Kota Semarang didapatkan usia terbanyak adalah antara 41-50

tahun (39,5%), di usia yang tidak muda lagi banyak produk kecantikan kulit yang

dapat menimbulkan melasma. Pada penelitian Nair (2014) pada ibu-ibu

pengunjung posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo Medan didapatkan usia rentang

31-40 tahun adalah kelomok usia terbanayak (42,4%). Dan penelitian sebelumnya

oleh Dito dan Taruna (2014) jenis hipomelanosis vitiligo ditemukan pada usia

berapapun, tersering pada usia 10 – 40 tahun.

Berdasarkan tipe kelainan, didapatkan pada tabel 5.3 terbanyak adalah

hipermelanosis 65 orang (65,0%). Menurut Chan (2008) diperkirakan di Amerika

Serikat, sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan melasma. Dan penelitian

sebelumnya oleh Dito dan Taruna (2014) jenis hipomelanosis vitiligo ditemukan

pada 0,1-2,9% dari penduduk dunia.

Pada responden tersebut dalam tabel 5.4 didapatkan lama menderita

terbanyak adalah > 1 tahun yaitu sebanyak 92 orang (92,0%). Pada penelitian

sebelumnya oleh Saravanan (2014) pada ibu-ibu penderita melasma pengunjung

posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo kota Medan, didapatkan yang menderita

melasma > 1 tahun sebanyak 45 orang (60,0%). Menurut Linda (2010) durasi

menderita melasma biasanya cukup lama dikarenakan perjalanan penyakit yang

sering kali refrakter dan sulit diterapi

(28)

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari

masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam

dirinya. Kelainan pigmentasi pada wajah dapat mempengaruhi emosional dan

psikologis penderita secara signifikan terutama pada penderita wanita yang

berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup

penderita ( Lubis, 2011).

DLQI adalah salah satu kuesioner kualitas hidup yang secara khusus

dirancang untuk penyakit kulit dan dapat digunakan baik untuk mengukur kualitas

hidup dan untuk membandingkannya dengan penemuan pada penyakit kulit

lainnya. Gambaran kualitas hidup pada responden berdasarkan nilai skor

didapatkan pada tabel 5.5 yaitu pada responden cenderung memiliki skor 11-20

sebanyak 54 orang (54,0%) yang berarti kelainan pigmentasi yang dideritanya

memiliki efek besar terhadap kualitas hidup. Hal ini sesuai dengan penelitian

Taylor (2008) sekitar 80% pasien yang didiagnosis menderita satu atau lebih

kelainan pigmentasi, 47,3% pasien dapat merasakan dan menyadari kondisi

kulitnya, 21,8% merasa orang lain memperhatikan kulitnya, 32,7 % merasa tidak

menarik karena kondisi kulitnya, 32,7% berusaha untuk menyembunyikan kondisi

kulitnya, dan 23,6% merasa kondisi kulit mempengaruhi aktivitasnya.

Tabel 5.6 menunjukkan gambaran kualitas hidup responden berdasarkan

usia yang mana didapatkan kelainan pigmentasi wajah pada responden

menimbulkan efek yang besar terhadap kualitas hidup terutama pada usia 31-50

tahun sebanyak 34 orang. Pada penelitian sebelumnya oleh Balkhrisman (2003)

evaluasi pada 102 pasien wanita yang berusia antara 18 – 65 tahun, dilaporkan

bahwa melasma berdampak pada kehidupan sosial, kegiatan rekreasi, dan kondisi

emosional (Balkrishman, 2003). Hal yang berperan kemungkinan berkaitan

dengan paparan terhadap faktor resiko dan waktu responden menderita kelainan

(29)

Tabel 5.7 menunjukkan gambaran kualitas hidup pada responden

berdasarkan lama menderitanya dan didapatkan hasil kualitas hidup pada

responden cenderung sangat buruk karena efek dari penyakit yang dideritanya

selama > 1 tahun yaitu sebanyak 51 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian salah

satu jenis hipermelanosis oleh Misery (2009) bahwa pasien wanita dengan usia

lebih dari 45 tahun dan yang menderita melasma dalam waktu yang lama

mempunyai kualitas hidup yang rendah. Adanya perbedaan rerata lama sakit

penderita kelainan pigmentasai wajah pada penelitian ini kemungkinan

disebabkan karena perbedaan populasi dan sampel yang diambil.

Tabel 5.8 dan 5.9 menunjukkan gambaran kualitas hidup penderita kelainan

pigmentasi wajah berdasarkan tipenya dan didapatkan hasil responden dengan tipe

hipermelanosis cenderung menimbulkan efek yang besar terhadap menurunnya

kualitas hidup responden tersebut pada 35 orang (53,8%). Penjelasan salah satu

jenis hipermelanosis oleh Hamed (2004) melasma atau yang dikenal dengan

istilah flek, secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika dapat

mengganggu kecantikan. Meskipun tidak membahayakan, flek menimbulkan

dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup penderitanya di mana secara

psikologis berpotensi mengganggu penampilan dan mengakibatkan rasa rendah

diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi

penderitanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa kelainan pigmentasi

tipe hipermelanosis mempunyai efek besar terhadap kualitas hidup pada

(30)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran kualitas hidup penderita

kelaiana pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu di kecamatan Medan

Labuhan, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak

adalah menimbulkan efek besar (54,0%).

2. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak

usia 31-40 tahun dan 41-50 masing-masing 17,0% menimbulkan efek

besar.

3. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah dengan

lama menderita > 1 tahun menimbulkan efek (51,0%).

4. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi tipe

hipermelanosis menimbulkan efek besar (53,8%). Sedangkan

hipomelanosis menimbulkan efek besar (54,2%).

5. Tipe Kelainan pigmentasi wajah terbanyak adalah hipermelanosis (65,0%).

Sedangkan hipomelanosis (35,0%).

6.2 Saran

1. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut untuk menilai kualitas hidup

penderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan derajat keparahannya.

2. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembentukan Pigmen Kulit

Warna kulit tergantung pada 3 (tiga) komponen menurut derajat yang

bervariasi. Jaringan memiliki warna inheren kekuningan akibat kandungan

karoten. Adanya Hemoglobin beroksigen dalam dasar kapiler dari dermis

memberinya warna kemerahan. Dan warna kecoklatan sampai kehitaman adalah

akibat jumlah pigmen melanin yang bervariasi. Dari ketiga substansi berwarna ini

hanya melanin yang dihasilkan di kulit. Melanin adalah produk dari melanosit

(Junquiera, 2003).

Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan

peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim

tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian

menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap

transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom,

ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam

vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi (Junquiera, 2003).

Empat tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin

yang matang (Junquiera, 2003) :

Tahap 1: Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses

dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus

pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu

susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.

Tahap 2: Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian

dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang

(32)

Tahap 3: Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit

lihat.

Tahap 4: Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan

melanin secara sempurna mengisi vesikel.

2.2. Melanosis 2.2.1. Definisi

Melanosis atau kelainan pigmentasi adalah kelainan warna kulit akibat

berkurang atau bertambahnya pertumbuhan pigmen melanin pada kulit

(Soepardiman, 2010).

2.2.2. Klasifikasi

Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan melanin kulit

(Soepardiman, 2010):

1. Hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen melanin bertambah,

2. Hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen melanin berkurang.

Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun

hanya karena pigmen melanin saja yang bertambah. Sebaliknya leukoderma dapat

disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen melanin atau berkurang maupun

tidak adanya sel melanosit.

Fitzaptrick membagi hipermelanosis berdasarkan distribusi melanin kulit

(Soepardiman, 2010)

1. Hipermelanosis coklat bila pigmen melanin terletak pada epidermis.

2. Hipermelanosis abu-abu bila pigmen melanin terletak didalam dermis

2.2.3. Jenis Hipermelanosis

(33)

2.2.3.1. Melasma 1. Definisi

Melasma adalah gangguan kulit yang umum diperoleh yang ditandai

dengan bercak hiperpigmntasi lokal pada kulit yang terpapar sinar matahari.

Penyebaran melasma melibatkan wajah dengan bagian tersering di dahi, pipi, dan

bibir (Fauci, et al., 2008). Sedangkan pada bagian leher dan lengan lebih jarang.

Gangguan kulit ini ditandai dengan warna coklat, dapat pula makula atau patch

biru abu-abu (Taylor, 2007).

2. Epidemiologi dan Insidens

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di

daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula

pada pria (10%). Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1.

Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena

pajanan sinar matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun (Soepardiman,

2010).

3. Etiopatogenesis

Meskipun melasma memiliki banyak faktor etiologi yang diakui namun

patogenesis pastinya tidak diketahui (Soepardiman, 2010). Bukti menunjukkan

bahwa faktor internal dan lingkungan mungkin bertanggung jawab untuk memicu,

mempertahankan, dan membuat kambuh lesi melasma (Tadokoro, et al., 2002).

Faktor-faktor tersebut seperti pengaruh genetik, disfungsi tiroid, kosmetik, dan

obat-obatan seperti obat anti kejang dan fototoksik (Im, et al., 2002).

4. Faktor Resiko

Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah

(Soepardiman, 2010) : Sinar ultra violet, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik dan

idiopatik.

5. Gejala Klinis

Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua

berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut

(34)

pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama

pada tipe dermal (Soepardiman, 2010).

Gambar 2.1. Melasma

(Dikutip dari: Andrew, 2014)

6. Diagnosis

Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk

menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan

pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu

(Soepardiman, 2010).

Soepardiman (2010) menjelaskan bahwa pemeriksaan pembantu diagnosis

pada melasma diantaranya :

a) Pemeriksaan histopatologik

b) Pemeriksaan mikroskop elektron

c) Pemeriksaan dengan sinar wood

7. Penatalaksanaan

Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang

teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang

menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan

dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma

bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah yang kausal, maka

(35)

Adapun jenis pengobatan yang diberikan (Soepardiman, 2010)

Pengobatan topikal

a) Hidrokinon

b) Asam retinoat (retinoic acid/tretinoin)

c) Asam azeleat (Azeleic acid)

Pengobatan sistemik

a) Asam arkobat/Vitamin C.

b) Glutation

Tindakan khusus (Soepardiman, 2010)

a) Pengelupasan kimiawi

b) Bedah laser

2.2.3.2. Hiperpigmentasi pasca inflamasi 1) Definisi

Hiperpigmentasi pasca inflamasi (HPI) adalah kelainan pigmen yang

didapat akibat terakumulasi pigmen setelah terjadinya proses peradangan akut

atau kronik

2) Epidemiologi

Semua tipe kulit terutama tipe kulit gelap baik pria maupun wanita segala

usia dapat mengalami HPI

3) Etiologi

Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya sintesis melanin sebagai

respon peradangan dan inkontinensia pigmenti yaitu terperangkapnya pigmen

melanin di dalam makrofag di bagian atas dermis

4) Patogenesis

Hiperpigmentasi pasca inflamasi terjadi akibat kelebihan produksi melanin

atau tidak teraturnya produksi melanin setelah proses inflamasi. Jika HPI terbatas

pada epidermis, terjadi peningkatan produksi dan transfer melanin ke keratinosit

(36)

produksi dan transfer melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin, dan

mediator inflamasi yang dilepaskan selama inflamasi.

5) Gejala Klinis

Proses inflamasi awal pada HPI biasanya bermanifestasi sebagai makula

atau bercak yang tersebar merata. Tempat kelebihan pigmen pada lapisan kulit

akan menentukan warnanya. Hipermelanosis pada epidermis memberikan warna

coklat dan dapat hilang berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tanpa pengobatan.

Sedangkan hipermelanosis pada dermis memberikan warna abu-abu dan biru

permanen atau hilang selama periode waktu yang berkepanjangan jika dibiarkan

tidak diobati.

Distribusi lesi hipermelanosis tergantung pada lokasi inflamasi. Warna lesi

berkisar antara warna coklat muda sampai hitam dengan penampakan warna lebih

ringan jika pigmen dalam epidermis dan penampakan warna abu-abu gelap jika

pigmen dalam dermis.

6) Diagnosis

Anamnesis yang dapat mendukung diagnosa HPI adalah riwayat penyakit

sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanis,

reaksi obat, trauma (misalnya luka bakar), dan penyakit inflamasi seperti akne

vulgaris, liken planus, dan atopi.

7) Penatalaksanaan

Ada beberapa obat dan prosedur disamping fotoprotektif dapat secara

aman dan efektif mengobati pasien HPI yang berkulit gelap. Agen depigmentasi

topikal seperti hidrokuinon, asam azelat, asam kojik, ekstrak permen hitam, dan

asam retinoik 0,1-0,4%

2.2.3.3. Efelid 1) Definisi

Makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul pada kulit

yang sering terkena sinar matahari (Soepardiman, 2010).

2) Insidens

(37)

3) Etiologi

Diturunkan secara dominan autosomal (Soepardiman, 2010).

4) Gejala Klinis

Biasanya efelid timbul pada umur lima tahun, berupa makula

hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar matahari.

Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar, dan lebih gelap.

Kadang-kadang efelid ini tidak begitu berarti, tetapi terkadang merupakan

problem kosmetik (Soepardiman, 2010).

Gambar 2.2 Efelid

(Dikutip dari: Rudi, 2015)

5) Pembantu diagnosis

Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan tidak adanya penambahan

jumlah melanosit, tetapi melanosom panjang dan berbentuk bintang seperti yang

didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan melanin lebih cepat setelah

penyinaran matahari. Jumlah melanin di epidermis juga bertambah (Soepardiman,

2010).

6) Penatalaksanaan

Dapat dicoba dengan obat pemutih atau dikelupas dengan fenol 40%

kemudian dinetralkan dengan alkohol. Sunscreen diberikan untuk pencegahan

(38)

2.2.3.4. Lentigo 1) Definisi

Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat atau

polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah yang

banyak atau dengan distribusi tertentu (Soepardiman, 2010).

2) Etiologi

Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut

dermo-epidermal tanpa adanya poliferasi fokal (Soepardiman, 2010)

3) Klasifikasi (Soepadirman, 2010)

a) Lentiginosis generalisata

Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu dalam kelompok

kecil sejak masa kanak-kanak.

b) Lentiginosis sentrofasial

Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui sentral muka tanpa

mengenai membran mukosa.

c) Sindrom Peutz-Jegher

4) Gejala klinis

Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan

berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput

lendir mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur berwarna coklat kehitaman

berukuran 1-5 cm (Soepardiman, 2010).

Gambar 2.3 Lentigo

(39)

5) Pembantu diagnosis

Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi didapatkan

jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di

dermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak granula melanin

(Soepardiman, 2010).

6) Penatalaksanaan

Terapi pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang meluas dan

sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal, kecuali kalau

lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis dapat

dianjurkan (Soepardiman,2010).

7) Prognosis

Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo dan

pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosis baik kecuali pada tipe sindrom

lentigo yang tidak diterapi dengan baik (Schwatz & James, 2012).

2.2.4. Jenis Hipomelanosis

Berikut beberapa jenis kelainan hipomelanosis pada wajah antara lain :

2.2.4.1. Vitiligo 1. Definisi

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya

makula putih meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel

melanosit, misalnya rambut dan mata (Soepardiman, 2010).

2. Epidemiologi

Insidens yang dilaporkan berviasi antara 0,1 sampai 8,8%. Dapat

mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak sebelum 20 tahun. Ada

pengaruh faktor genetik (Soepardiman, 2010).

3. Etiologi

Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,

(40)

4. Gejala Klinis

Makula berwarna putih dengan diameter beberapa mililiter sampai

beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan

epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula

apigmentasi.

Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas

jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan

tangan bagian fleksor (Soepardiman, 2010).

Gambar 2.4 Vitiligo

(Dikutrip dari: Dermatlas, 2014)

5. Diagnosis

Evaluasi klinis berdasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis,

Pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biokimia (Soepardiman, 2010).

6. Penatalaksanaan

Pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan penderita memakai

kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask. Pengobatan

sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan gabungan

sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultra violet gelombang

(41)

2.2.4.2. Albinisme Okulokutanea 1) Definisi

Albinisme okulokutanea adalah hipopigmentasi pada kulit, rambut, dan

mata. Ada 4 kelainan autosomal resesif yang mencakup kelainan ini. Kelainan

yang diturunkan secara sex-linked resesif disebut albinisme okular, hanya

mengenai mata (Soepardiman, 2010).

2) Insidens

Terdapat pada semua ras dengan prevalensi berbeda (Soepardiman, 2010).

3) Gambaran klinis

Adanya pengurangan pigmen yang nyata pada kulit, rambut, dan mata.

Penderita mengalami fotopobia dan mempunyai ekspresi muka yang khas karena

silau. Dapat timbul kerusakan karena sinar matahari, misalnya karsinoma sel

skuamosa, dan melanoma (Soepardiman, 2010).

Gambar 2.5 Albinisme Okulokutanea

(Dikutip dari: Raymond, 2014)

4) Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang diberikan kecuali preparat pelindung terhadap

sinar. Pemeriksaan berkala untuk deteksi dini dan pengobatan lesi premaligna

dianjurkan terutama untuk penderita yang tinggal di daerah tropis (Soepardiman,

(42)

2.2.4.3. Hipopigmentasi Pasca Inflamasi 1) Definisi

Hipopigmentasi pasca inflamasi adalah hipopigmentasi yang terjadi

setelah atau berhubungan dengan dermatosis yang disertai inflamasi. Keadaan ini

biasanya terjadi pada dermatitis atopik, dermatitis eksematosa, dan alopesia

musinosa, mikosis fungoides, lupus eritematous diskoid, liken planus, liken

striatus, dan dermatitis seboroik (Ortonne J.P., 2003).

2) Etiologi

Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan

hipopigmnetasi misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis,

prapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan

hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis (Soepardiman, 2010).

3) Patogenesis

Hipopigmentasi pasca inflamasi terjadi karena hambatan penyebaran

melanosom. Gambaran klinis berupa makula berwarna keputihan dengan batas

yang menyebar pada tempat terjadinya kelainan kulit primer (Ortonne J.P., 2003).

Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai

menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area

yang terpapar matahari. Patogenesis proses ini sering dianggap sebagai hasil dari

gangguan transfer melanosom dari melanosit kekeratinosit. Pada dermatitis

hipopigmentasi mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis

mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover (Ortonne J.P., 2003).

4) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan

sebelumnya. Jika diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi

hipomelanosis akan menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya (Ortonne

J.P., 2003).

5) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipopigmentasi pasca inflamasi biasanya sesuai dengan

kelainan kulit yang mendasarinya. Keadaan hipopigmentasi ini tidak akan

(43)

2.3. Kualitas Hidup 2.3.1. Definisi

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan

seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan

hidup, harapan dan niatnya (Elvina, 2011).

2.3.2. Skala Kualitas Hidup Dermatologi Umum

Skala dermatologi umum adalah spesifik untuk kulit tetapi tidak penyakit

kulit tertentu. Beberapa contoh termasuk Skindex-29, Dermatology Life Quality

Index (DLQI), Dermatology Quality of Life Scales (DQOLS), dan

Dermatology-Specific Quality of Life (DSQL). Versi anak-anak dari DLQI disebut Children’s

Dermatology Life Quality Index (CDLQI) yang tersedia dalam versi kartun

berwarna (Ahmed, 2013).

2.3.3. Kuesioner Dermatology Life Quality Index (DLQI)

DLQI adalah salah satu kuesioner kualitas hidup yang secara khusus

dirancang untuk penyakit kulit dan dapat digunakan baik untuk mengukur kualitas

hidup dan untuk membandingkannya dengan penemuan pada penyakit kulit

lainnya.

Nilai kualitas hidup DLQI digambarkan dengan memberikan skor untuk

setiap domain. Domain dinilai oleh DLQI adalah sebagai berikut : a) Gejala fisik

dan perasaan (pertanyaan 1 dan 2), b) kegiatan sehari-hari (pertanyaan 3 dan 4), c)

rekreasi (pertanyaan 5 dan 6), d) kerja / sekolah (pertanyaan 7), e) hubungan

pribadi (pertanyaan 8 dan 9) dan f) perlakuan (pertanyaan 10).

Setiap pertanyaan memiliki empat tanggapan alternatif: “sama sekali

tidak”, “sedikit”, “banyak” dan “sangat banyak” sesuai skor 0, 1, 2, dan 3. Skor

total dihitung dengan menjumlahkan nilai dari setiap pertanyaan, dan rentang total

skor dari minimal 0 maksimal 30, dengan skor yang lebih tinggi mewakili

penurunan lebih besar dari kualitas hidup. Hasil 0-1 berarti tidak ada efek

(44)

berarti efek sedang, nilai dari 11-20 berefek besar dan sejumlah 21-30 berarti efek

yang sangat penting dari penyakit pada kualitas hidup pasien.

2.3.4. Kualitas hidup pada kelainan pigmentasi

Gangguan hiperpigmentasi kulit biasanya dalam berbagai bentuk yang

berbeda. Ada dua mekanisme yang menjelaskan peningkatan pigmentasi dan

masing-masing mungkin timbul di epidermis, dermis, atau campuran (dermis dan

epidermis). Biasanya, pasien menanggung konsekuensi yang sama. Kelainan

hiperpigmentasi yang muncul memiliki sifat yang mempengaruhi efek psikologis

yang cukup besar pada pasien yang terkena (Halioua, Beumont, dan Lunel, 2000).

Lesi signifikan yang menodai pada wajah dapat mempengaruhi keseluruhan

kesejahteraan emosional seseorang dan dapat memberikan kontribusi untuk

penurunan fungsi sosial, produktivitas di tempat kerja atau sekolah , dan harga diri

(Finlay, 1997). Beberapa gangguan yang paling umum menodai wajah termasuk

gangguan hiperpigmentasi.

Melasma secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika

dapat merusak kecantikan wanita (Yani, 2008). Walaupun tidak memberikan

gejala, melasma terbukti akan memberi dampak negatif pada kesehatan fisik,

kehidupan sosial dan psikologis seseorang sehingga perlu dilakukan lebih banyak

penelitian mengenai masalah ini (Pawaskar, et al., 2007; Taylor, et al., 2008). Lesi

dan noda pada wajah yang terkait dengan melasma dapat menurunkan fungsi

sosial, mengurangi produktivitas dalam bekerja, dan menurunkan harga diri.

Melasma meningkatkan personal distress, penilaian negatif yang menimbulkan

kekhawatiran, dan sangat mempengaruhi kualitas hidup. Selain itu, melasma dapat

menimbulkan perasaan malu, cemas, dan depresi yang menyebabkan pengucilan

sosial dan rasa kesepian (Pawaskar, et al., 2007).

Beberapa peneliti telah mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup pada pasien dengan vitiligo. Porter, et al., (2003) melaporkan

bahwa sebagian besar pasien vitiligo mengalami kecemasan dan rasa malu saat

bertemu orang asing atau awal berhubungan seksual dan banyak penderita merasa

(45)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelainan pigmentasi atau yang disebut juga sebagai melanosis adalah

kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit. Gangguan pigmentasi

pada kulit ini dapat diklasifikasikan menjadi : (1) hipomelanosis atau leukoderma,

seperti pada vitiligo, albinisme, (2) hipermelanosis coklat atau melanoderma yang

disebabkan oleh meningkatnya pigmen melanin atau jumlah melanosit di

epidermis, seperti pada efelid, melasma atau lentigo dan (3) ceruloderma atau

hipermelanosis keabuan atau kebiruan disebabkan oleh peningkatan melanin atau

jumlah melanosit di dermis, seperti pada mongolian spot (Lubis, 2008).

Warna kulit manusia ditentukan oleh campuran beberapa kromfore yaitu

oxyhemoglobin memberikan warna merah, deoxygenated hemoglobin (biru),

carotene suatu pigmen eksogen (kunig-oranye), melanin (coklat). Melanin

merupakan komponen utama pada pembentukan warna kulit, baik epidermal

pigmentation maupun dermal pigmentation (Lubis, 2008).

Prevalensi melanosis sangat bervariasi pada berbagai populasi tergantung

jenis dari melanosis tersebut. Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang

sangat sering dijumpai, bersifat didapat, dengan distribusi simetris pada daerah

yang sering terpapar sinar matahari dan biasanya dijumpai pada wanita usia

reproduksi (Lubis, 2008). Banyaknya bahan-bahan pemutih yang dijual bebas

berpengaruh terhadap keterbatasan insiden pasti yang sebenarnya (Chan, 2008).

Diperkirakan di Amerika Serikat, sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan ini.

Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui akan tetapi diperkirakan

berkisar 40% terjadi pada wanita dan 20% pada pria (Chan, 2008). Di RSUP. H.

Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama

periode Januari sampai Desember 2009, dari total 5.369 pasien yang berobat ke

(46)

22 orang (0,41%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis melasma

(Lubis, 2008).

Sedangkan jenis hipomelanosis vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% dari

penduduk dunia, di usia berapapun, tersering pada usia 10-40, dengan dominasi

pada perempuan (Dito dan Taruna, 2014).

Kelainan pigmentasi merupakan kelainan kulit yang memiliki dampak

besar pada kualitas hidup pasien, terutama kelainan pigmentasi yang mengenai

wajah. Adapun jenis melanosis yang menyebabkan kelainan pigmentasi yang

dapat terlokasi di wajah antara lain : melasma, efelid, lentigo, vitiligo, albinisme

okulokutanea, melanosis pasca inflamasi, dan masih banyak penyebab lainnya.

Kelainan pigmentasi pada wajah dapat mempengaruhi emosional dan

psikologis penderita secara signifikan terutama pada penderita wanita yang

berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup

penderita. Menurut Lubis (2011) melasma terutama mengenai wanita usia

reproduksi, sedangkan pria hanya 10% dari keseluruhan kasus, dan secara klinis

serta histologis memberikan gambaran yang sama seperti pada wanita. Penelitian

oleh Goh dan Dlova di Singapura mendapatkan rasio melasma antara wanita dan

pria sebesar 21:1. Di Indonesia perbandingan kasus melasma antara wanita dan

pria adalah 24:1, terbanyak pada wanita usia subur berusia 30-44 tahun dengan

riwayat terpapar langsung sinar matahari. Menurut Sudharmono (2004) di Jakarta,

dari 145 pasien melasma hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita (97,93%),

kecuali 3 pasien berjenis kelamin pria (2,07%).

Beberapa kelainan pigmentasi yang dapat terlokasi di wajah seperti

melasma, efelid, vitiligo dan yang lainnya merupakan penyakit kulit yang bersifat

kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang dan belum ada terapi yang

efektif sehingga akan berdampak buruk pada kualitas hidup penderita. Porter, et

al., (2003) melaporkan bahwa sebagian besar pasien vitiligo mengalami

kecemasan dan rasa malu saat bertemu orang asing atau awal berhubungan

seksual dan banyak penderita merasa bahwa mereka telah menjadi korban

(47)

psikologis penderita dalam meningkatkan kualitas hidup mereka dan dalam

mendapatkan respon pengobatan.

Kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah dapat dinilai dengan

kuesioner DLQI (Dermatology Life Quality Index). DLQI adalah salah satu

kuesioner kualitas hidup yang secara khusus dirancang untuk penyakit kulit dan

dapat dapat digunakan baik untuk mengukur kualitas hidup dan untuk

membandingkannya dengan penemuan pada penyakit kulit lainnya (Putri, 2014).

Kuesioner ini mudah dimengerti dan dapat langsung ditanyakan kepada penderita

untuk dijawab tanpa penjalasan lebih lanjut.

Kasus kelainan pigmentasi yang berdampak pada wajah pada dewasa ini

makin sering dijumpai dan penderita melanosis memiliki kulit yang mengalami

kelainan pigmentasi seumur hidupnya, hal ini jelas merupakan masalah. Dengan

alasan tersebut, pada penelitian ini peneliti ingin melihat gambaran kualitas hidup

penderita kelainan pigmentasi wajah. Berdasarkan pengamatan awal, beberapa

posyandu di Kecamatan Medan Labuhan memiliki jumlah pengunjung kelainan

pigmentasi wajah terbanyak dibandingkan posyandu di beberapa kecamatan

lainnya, sehingga pengunjung posyandu di Kecamatan Medan Labuhan dipilih

sebagai tempat penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kualitas hidup pada penderita kelainan pigmentasi

wajah ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(48)

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui tipe kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu

di Kecamatan Medan Labuhan.

1.3.2.2. Menilai gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah

berdasarkan usia pada pengunjung posyandu di Kecamatan Medan

Labuhan

1.3.2.3. Menilai gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah

berdasarkan lama menderita pada pengunjung posyandu di Kecamatan

Medan Labuhan

1.3.2.4. Menilai gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah

berdasarkan tipe kelainan pigmentasi pada pengunjung posyandu di

Kecamatan Medan Labuhan

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Penelitian

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya

mengenai penyakit kulit kelainan pigmentasi terutama di bagian wajah.

1.4.2. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi mengenai gambaran

kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi terutama di bagian wajah.

1.4.3. Bagi Masyarakat

Agar masyarakat lebih mengetahui tentang penyakit kelainan pigmentasi

(49)

ABSTRAK

Kelainan pigmentasi merupakan kelainan kulit yang memiliki dampak besar pada kualitas hidup seseorang terutama bila mengenai wajah. Kelainan pigmentasi wajah ditandai dengan adanya bercak coklat tipe hipermelanosis atau bercak putih tipe hipomelanosis yang muncul di wajah. Kelainan pigmentasi wajah dapat mempengaruhi emosional dan psikologis secara signifikan terutama pada wanita yang berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu di Kecamatan Medan Labuhan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deksriptif dengan metode cross sectional. Jumlah sampel adalah sebanyak 100 orang dan teknik pengam- bilan sampel dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dari bulan Agustus sampai bulan September 2015. Hasil data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah yang diukur dengan menggunakan DLQI dan didapati terbanyak pada tingkat efek besar 54,0%, diikuti tingkat efek sedang 21,0%, tingkat efek sangat penting 15,0%, tingkat efek kecil 6,0% dan tidak ada efek 3,0%. Berdasarkan usia, tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah berefek besar pada usia 31-40 dan 41-50 masing-masing sebanyak 17 orang. Berdasarkan lama menderita, tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah lama menderita > 1 tahun menimbulkan efek sangat penting 51,0%. Berdasarkan tipe kelainan pigmentasi wajah tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah hipermelanosis menimbulkan efek besar 54,2%.

Disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan terbanyak dalam tingkat efek besar.

(50)

ABSTRACT

Pigmentation disorder is a skin disordes who have an impact for the quality of life of patients, especially those regarding the face. Facial pigmentation disorder characterized by brown patches type of hypermelanosis or white patches type of hypomelanosis that appear on the face. Facial pigmentation disorder can significantly affect the emotional and psychology especially in female patients that affect self confidence, which can degrade the quality of life of patients.

This study aims to determine the quality of life of patients with facial pigmentation disorder on visitors of Posyandu in the Kecamatan Medan Labuhan. This research is a descriptive with cross sectional method. The number of samples were used as many as 100 people and sampling by using consecutive sampling technique. Data was collected through questionnaires from August to September 2015. The result of data displayed in the form of a frequency distribution table.

The results show the level of quality of life of patients with facial pigmentation disorder were measured using DLQI and Most samples are at the level of great effect as many as 54.0%, moderate lavel are 21.0%, very important level are 15.0%, small effect are 6.0%, and no effect level are 3.0%. According to the age, the level of qualitiy of life in respondents the most is great effect at the age 31-40 and 41-50 years each as many as 17 peoples. According to the duration off suffering the most is > 1 year with very important effect are 51,0%. According to the type of facial pigmentation disorder the most is hyperpigmentation with great effect as many as 54,2%.

From the results of this study concluded that the quality of life of patients with facial pigmentation disorder in visitors of Posyandu in the Kecamatan Medan Labuhan is mostly in the great effect level.

(51)

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KELAINAN PIGMENTASI WAJAH PADA PENGUNJUNG POSYANDU DI

KECAMATAN MEDAN LABUHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SRI MUTIA HAMDANI 120100059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KELAINAN PIGMENTASI WAJAH PADA PENGUNJUNG POSYANDU DI

KECAMATAN MEDAN LABUHAN

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

SRI MUTIA HAMDANI 120100059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

ABSTRAK

Kelainan pigmentasi merupakan kelainan kulit yang memiliki dampak besar pada kualitas hidup seseorang terutama bila mengenai wajah. Kelainan pigmentasi wajah ditandai dengan adanya bercak coklat tipe hipermelanosis atau bercak putih tipe hipomelanosis yang muncul di wajah. Kelainan pigmentasi wajah dapat mempengaruhi emosional dan psikologis secara signifikan terutama pada wanita yang berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu di Kecamatan Medan Labuhan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deksriptif dengan metode cross sectional. Jumlah sampel adalah sebanyak 100 orang dan teknik pengam- bilan sampel dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dari bulan Agustus sampai bulan September 2015. Hasil data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah yang diukur dengan menggunakan DLQI dan didapati terbanyak pada tingkat efek besar 54,0%, diikuti tingkat efek sedang 21,0%, tingkat efek sangat penting 15,0%, tingkat efek kecil 6,0% dan tidak ada efek 3,0%. Berdasarkan usia, tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah berefek besar pada usia 31-40 dan 41-50 masing-masing sebanyak 17 orang. Berdasarkan lama menderita, tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah lama menderita > 1 tahun menimbulkan efek sangat penting 51,0%. Berdasarkan tipe kelainan pigmentasi wajah tingkat kualitas hidup responden terbanyak adalah hipermelanosis menimbulkan efek besar 54,2%.

Disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan terbanyak dalam tingkat efek besar.

(54)

ABSTRACT

Pigmentation disorder is a skin disordes who have an impact for the quality of life of patients, especially those regarding the face. Facial pigmentation disorder characterized by brown patches type of hypermelanosis or white patches type of hypomelanosis that appear on the face. Facial pigmentation disorder can significantly affect the emotional and psychology especially in female patients that affect self confidence, which can degrade the quality of life of patients.

This study aims to determine the quality of life of patients with facial pigmentation disorder on visitors of Posyandu in the Kecamatan Medan Labuhan. This research is a descriptive with cross sectional method. The number of samples were used as many as 100 people and sampling by using consecutive sampling technique. Data was collected through questionnaires from August to September 2015. The result of data displayed in the form of a frequency distribution table.

The results show the level of quality of life of patients with facial pigmentation disorder were measured using DLQI and Most samples are at the level of great effect as many as 54.0%, moderate lavel are 21.0%, very important level are 15.0%, small effect are 6.0%, and no effect level are 3.0%. According to the age, the level of qualitiy of life in respondents the most is great effect at the age 31-40 and 41-50 years each as many as 17 peoples. According to the duration off suffering the most is > 1 year with very important effect are 51,0%. According to the type of facial pigmentation disorder the most is hyperpigmentation with great effect as many as 54,2%.

From the results of this study concluded that the quality of life of patients with facial pigmentation disorder in visitors of Posyandu in the Kecamatan Medan Labuhan is mostly in the great effect level.

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Berdasarkan
Tabel 5.2. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada
Tabel 5.4. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada
Tabel 5.7. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

untuk menjadi anggota angkatan bersenjata nasional mereka sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 ayat (3) Konvensi Hak-Hak Anak, dengan memperhatikan prinsip-prinsip

bahwa sebagai tindak lanjut perubahan organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

melakukan penyiapan bahan pemetaan mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat

(1) Apabila dalam pemantauan dan evaluasi ditemukan adanya tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, maka Bupati melalui Kepala BKK, PP dan KB dapat

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

(3) Sebelum mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e, penanggungjawab usaha dan/atau

(1) Struktur kurikulum program sarjana (S-1) kependidikan bagi guru dalam jabatan terdiri atas mata kuliah yang dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-3/W1, 2017 2017 International Symposium on Planetary Remote Sensing