• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Bisnis Proteksi Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Publik

N/A
N/A
Love Ditri

Academic year: 2024

Membagikan "Hukum Bisnis Proteksi Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Publik"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN)

Rumusan Masalah

Bagaimana melindungi pemegang saham minoritas pada perusahaan dalam proses right issue di Bursa Efek Indonesia. Bagaimana melindungi pemegang saham minoritas pada perseroan terbatas berbentuk perseroan terbatas dalam rangka penguasaan perseroan sebagai upaya mewujudkan keadilan berdasarkan Pancasila.

Tujuan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan salah satu organ perseroan dalam perseroan terbatas, di samping 2 (dua) organ lainnya yang berupa direksi dan komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa dapat diadakan sewaktu-waktu apabila diperlukan oleh perusahaan dengan agenda yang sangat beragam, yaitu untuk kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Kuorum super mayoritas adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dinyatakan sah dan dapat mengambil keputusan apabila rapat dihadiri oleh pemegang saham dengan hak suara yang sah dengan persentase tertentu, yang mana persentase tersebut berada di atas kuorum 1/2 (satu per dua). ditambah 1 (suara.

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) telah sesuai dengan ketentuan alinea pertama Pasal 79 UU Perseroan Terbatas. Direksi menyelenggarakan rapat umum pemegang saham tahunan (GSD), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 alinea keempat, dan sebelumnya menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (GSD). Rapat umum pemegang saham (GSD) tidak boleh hanya dilangsungkan dengan suara mayoritas pemegang saham, namun persetujuan pemegang saham minoritas mutlak diperlukan sebagai bahan pertimbangan, jika menyangkut isu-isu strategis PT, termasuk hal-hal, perubahan pasal-pasal. asosiasi, perubahan susunan saham, penjualan saham, peleburan (merger), merger dan akuisisi.

Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai pembubaran perseroan adalah sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah kemudian. dengan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari seluruh saham dengan hak suara, mengambil keputusan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah seluruh suara.

LANDASAN TEORI

Pendirian Perseroan terbatas

Perseroan Terbatas (PT) dari tidak ada hingga menjadi badan hukum memerlukan suatu proses yang disebut dengan proses pembentukan perseroan. Status badan hukum baru diperoleh perseroan pada saat anggaran dasar perseroan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Oleh karena itu dikatakan perseroan terbatas menjadi badan hukum karena didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendirian suatu perseroan terbatas (PT) memerlukan penggunaan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang mencantumkan nama perseroan terbatas, modalnya, wilayah usaha, alamat usaha, dan lain-lain. Setelah mendapat persetujuan, Perseroan Terbatas tersebut harus didaftarkan pada pengadilan setempat dan kemudian diiklankan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

Apabila perseroan terbatas telah menjadi badan hukum, maka keberadaan PT dalam lalu lintas hukum diakui sebagai badan hukum, artinya dapat digugat dan digugat di pengadilan.

Modal Perseroan Terbatas

Modal ini merupakan hasil penyetoran para pemegang saham Perseroan segera setelah Perseroan mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang dibuktikan dengan modal disetor Perseroan. Modal ditempatkan menunjukkan komitmen atau kewajiban untuk berpartisipasi dalam modal di mana para pendiri dan pemegang saham perusahaan bersedia untuk berpartisipasi. Modal disetor menunjukkan jumlah sebenarnya penyertaan modal yang dilakukan oleh pendiri dan pemegang saham perusahaan dan modal disetor ini dapat dilihat pada neraca perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut, berarti setiap keterlambatan penyetoran saham oleh pemegang saham akan menjadi hutang pemegang saham kepada perusahaan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, setelah perseroan mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, maka seluruh modal yang didirikan dan ditempatkan harus disetor penuh oleh pemegang saham perseroan. Kewajiban pemegang saham yang paling utama adalah menitipkan sebagian saham yang wajib disetor, dan sepanjang belum disetor penuh, tidak diperbolehkan berpindah ke tangan lain tanpa persetujuan.

Sedangkan penyetoran dilakukan dalam bentuk lain setelah perseroan disahkan menjadi badan hukum dengan persetujuan rapat umum atau badan lain yang ditunjuk oleh rapat umum.

Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan maupun luar biasa, wajib diadakan di tempat kedudukan perseroan. Kegiatan yang memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (GAM) sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar perseroan. Apabila ketentuan anggaran dasar mengharuskan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus dihadiri oleh 100% (seratus persen) pemegang saham.

Untuk itu, dibedakan antara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan dan Rapat Umum Pemegang Saham luar biasa (RUPS). Inisiatif untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan bisa datang dari siapa saja yang mempunyai kewenangan untuk meminta diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), namun yang jelas Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (AVA) harus diadakan. sekali setahun. Rapat Umum Pemegang Saham (GAM) tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar.

Dewan Direksi Komisaris Perseroan terbatas

Pengalihan saham yang terjadi dapat mengubah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM

Bentuk Proteksi Bagi pemegang saham minoritas akibat kesalahan

Pemegang saham menanamkan modalnya pada suatu perusahaan dengan membeli saham perusahaan yang bersangkutan. Dalam suatu perseroan terbatas terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas akibat tindakan direksi yang melanggar hukum menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Perspektif.[51].

Pemegang saham minoritas dapat menggunakan hak apresiasinya ketika Perseroan membeli sahamnya. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu adalah hak yang diberikan kepada pemegang saham minoritas agar mereka mendapat prioritas dalam pembelian saham yang ditawarkan Perseroan.21 Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu dapat ditemukan dalam Pasal 43 ayat UU PT. Gugatan sebagaimana diatur dalam UU PT dapat diajukan oleh pemegang saham apabila pemegang saham yang dirugikan karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi tidak mampu melindungi kepentingannya melalui mekanisme RUPS.

Di sisi lain, pemegang saham minoritas yang hanya memiliki sedikit hak suara, dengan sendirinya akan membela kepentingannya dengan mengambil tindakan terhadap anggota dewan yang melakukan kesalahan atau kelalaian. Pada dasarnya terdapat dua jenis gugatan yang dapat diajukan oleh pemegang saham minoritas yang mengalami kerugian akibat kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya. Tuntutan hukum tersebut adalah tuntutan hukum yang diajukan oleh pemegang saham minoritas terhadap Perseroan (disebut tuntutan langsung), serta tuntutan hukum yang diajukan atas nama Perseroan oleh pemegang saham minoritas terhadap anggota direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian bagi Perseroan. Perseroan (disebut gugatan derivatif). ).

Berbeda dengan gugatan langsung, gugatan derivatif mensyaratkan pemegang saham minoritas untuk mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) dari seluruh saham yang memiliki hak suara untuk mengajukan gugatan. “Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian. kepada Perseroan.” Perbuatan melawan hukum yang menjadi dasar gugatan pemegang saham minoritas yang menderita kerugian karena kesalahan atau kelalaian direksi Berdasarkan ketentuan UU PT, pemegang saham yang menderita kerugian karena kesalahan atau kelalaian anggota pengurus direksi dapat memperjuangkan kepentingannya dengan mengajukan gugatan terhadap perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 61(1) UU PT, dan mengajukan gugatan atas nama

Tidak ada pasal dalam UU PT yang dapat dijadikan dasar bagi pemegang saham yang dirugikan untuk mengajukan gugatan secara langsung terhadap anggota direksi sebagai pihak yang melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan perseroan. Namun demikian, pemegang saham minoritas yang dirugikan masih dapat menempuh upaya hukum lain, yaitu dengan mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Burgerljik Wetboek (selanjutnya BW).

Bentuk proteksi terhadap pemegang saham minoritas diperusahaan

Pemegang Saham atau yang lebih dikenal dengan sebutan pemegang saham adalah orang-orang yang menanamkan modalnya dan memiliki sebagian besar saham yang dimilikinya. Tanggung jawab pemegang saham pada hakikatnya terbatas karena mereka hanya bertanggung jawab atas jumlah saham yang dimilikinya. Pihak yang lemah dalam proses merger harus terjamin posisinya, yaitu pemegang saham minoritas.

Salah satu akibat dari struktur berdasarkan saham adalah terciptanya struktur pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pada dasarnya pemegang saham minoritas mempunyai hak yang sama dengan pemegang saham mayoritas, terutama hak suara tanpa kecuali. Terkait permasalahan hukum mengenai perlindungan pemegang saham minoritas, dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Melakukan Penggabungan Dalam suatu perusahaan korporasi terdapat 2 (dua) jenis pemegang saham yang sama-sama berhak menghadiri ABS. Pemegang saham mayoritas adalah pemegang saham yang mempunyai kepentingan untuk mengawasi suatu perusahaan karena kepemilikan sahamnya lebih dari 50% saham (Jusup, 2011). Kedudukan hukum pemegang saham minoritas pada perusahaan-perusahaan (PT) yang melakukan penggabungan diatur dalam Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan mengenai kepentingan pemegang saham minoritas.

Mengenai kedudukan hukum suara pemegang saham minoritas yang dikeluarkan dalam RUPS, juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Tahun 2010 tentang Uji Kesesuaian dan Kapasitas. Artinya ada pihak yang berubah posisinya pasca merger, salah satunya adalah pihak lemah yakni pemegang saham minoritas. Sebagai tujuan umum merger yaitu peningkatan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perseroan terbatas yang melakukan merger.

Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perseroan terbatas yang melakukan merger. Proses pelaksanaan merger ini memerlukan perlindungan agar tidak terjadi tindakan yang dapat merugikan pihak lemah seperti pemegang saham minoritas. Ketentuan mengenai hak pemegang saham minoritas tercermin dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Proteksi terhadap pemegang saham minoritas di perusahaan dalam

UUPT telah memberikan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam pembelian melalui pasal 126 ayat 1 UUPT. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada perseroan terbatas belum mencerminkan adanya perlindungan hukum bagi pemegang saham kecil. Sebab dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hak-haknya kerap dilanggar oleh pemegang saham kecil.

Proteksi bagi pemegang saham minoritas di perushaan dalam proses

Referensi

Dokumen terkait