• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dewan Direksi Komisaris Perseroan terbatas

BAB II LANDASAN TEORI

2.5 Dewan Direksi Komisaris Perseroan terbatas

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 jo Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perseroan mempunyai 3 (tiga) Organ yang terdiri atas: 1) RUPS, 2) Direksi, 3) Dewan Komisaris. Sebagai Organ Perseroan, Direksi mempunyai kedudukan, kewenangan atau memiliki kapasitas dan kewajiban.

Dewan Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan

“pengurusan” (beheer, administration or management) Perseroan. Jadi Perseroan diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ketentuan, seperti : Pasal 1 angka 5 yang menegaskan, Direksi sebagai Organ Perseroan berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, Pasal 92 ayat (1) mengemukakan, Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan.

Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan meliputi tugas dan fungsi melaksanakan kekuasaaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan Perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis Perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan undang-undang dan Anggaran Dasar kepadanya.

Direksi sebagai pengurus (beheerder, administrator or manager) Perseroan adalah pejabat Perseroan. Jabatannya adalah Anggota Direksi atau Direktur Perseroan (a Director is an officer of the company). Anggota Direksi atau Direktur bukan pegawai atau karyawan (he is not an employee). Oleh karena itu, dia tidak berhak mendapat pembayaran preferensial (preferential payment) apabila Perseroan dilikuidasi.

Pelaksanaan pengurusan Direksi meliputi pengelolaan dan memimpin tugas sehari-hari yakni membimbing dan membina kegiatan atau aktivitas Perseroan ke arah pencapaian maksud dan tujuan Perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 92 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kepengurusan perseroan (yang antara lain meliputi pengurusan seharihari) dilakukan oleh Direksi. Suatu perseroan diwajibkan mempunyai paling sedikit dua orang Anggota Direksi apabila:

1. bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti Bank, Asuransi;

2. menerbitkan surat pengakuan utang seperti obligasi; atau 3. merupakan Perseroan Terbuka.

Implikasi dari pelaksanaan fungsi pengurusan, dengan sendirinya menurut hukum memberi wewenang (macht, authority or power) kepada Direksi menjalankan pengurusan. Dengan demikian, Direksi mempunyai kapasitas (capaciteit, capacity), menjalankan pengurusan Perseroan. Namun Pasal 92 ayat (2) memperingatkan batas-batas kewenangan dalam menjalankan pengurusan, harus sesuai dengan kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, serta harus sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat.

Direksi memiliki kapasitas mewakili Perseroan, sebagai salah satu Organ Perseroan atau alat perlengkapan Perseroan, selain mempunyai kedudukan dan kewenangan pengurus Perseroan, juga diberi wewenang untuk mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas nama Perseroan. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1 angka 5 yang menyatakan bahwa Direksi sebagai Organ Perseroan berwenang mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, Pasal 98 ayat (1) yang menyatakan bahwa Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Kewenangan mewakili ini adalah unutk dan atas nama Perseroan. Bukan atas nama dari Direksi, tetapi mewakili Perseroan. Pertama kalinya dalam Perseroan Terbatas, pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh Pendiri dalam akta pendirian perseroan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi. Pasal 93 ayat

(1) UU No. 40 Tahun 2007 ditentukan syarat-syarat untuk menjadi anggota Direksi, antara lain:

1. orang perorangan;

2. mampu/cakap melakukan perbuatan hukum; tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihkum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.

Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Anggota Direksi adalah orang perseorangan:

1. yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan

2. yang tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota Direksi, atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

Syarat pokok untuk dapat diangkat menjadi Anggota Direksi tersebut sangat minim karena hanya terdiri atas: orang perorangan, dan cakap melakukan perbuatan hukum. Orang perorangan (person or individual) yaitu setiap orang atau manusia (human being), sebaliknya badan hukum (rechtpersoon, legal entity), tidak dapat diangkat menjadi Anggota Direksi. Itu sebabnya, definisi Direktur adalah orang (person) yang menduduki posisi Direktur, sehingga hanya orang (person) saja yang dapat menjalankan fungsi Direksi. Cakap melakukan perbuatan hukum, selalu diartikan dengan cukup umur dan cakap, yaitu paling tidak telah mencapai umur 21 tahun, yang bersangkutan tidak sakit jiwa dan tidak berada di bawah kuratele.

Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dapat diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir dan kewarganegaraan anggota Direksi dalam Akta Pendirian.

Ketentuan ini dipertegas lagi oleh Penjelasan pasal tersebut, bahwa kewenangan RUPS mengangkat Anggota Direksi, tidak dapat dilimpahkan kepada Organ Perseroan lainnya. Berarti kewenangan itu mutlak berada di tangan RUPS. Tidak dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada Direksi maupun kepada pihak lain seperti penguasa atau Pengadilan. Undangundang sendiri melarang dilimpahkan kepada Organ Perseroan lainnya maupun kepada pihak lain di luar Organ Perseroan.

Anggota Direksi dapat diberhentikan baik secara permanen maupun sementara. Pemberhentian anggota Direksi secara permanen hanya dapat dilakukan melalui PUPS. RUPS dapat sewaktu-waktu memberhentikan anggota Direksi dengan menyebutkan alasan pemberhentiannya. Sebelum keputusan RUPS mengenai pemberhentian anggota Direksi, maka Direksi wajib diberi kesempatan untuk membela diri di dalam RUPS. Pemberhentian sementara dapat dilakukan oleh RUPS dan maupun Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.

Pemberhentian ini diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan dan anggota Direksi tersebut menjadi tidak berwenang melakukan tugasnya. Apabila dalam waktu 30 hari tidak diadakan RUPS, maka demi hukum pemberhentian sementara anggota Direksi menjadi batal sehingga anggota Direksi tersebut menjadi berwenang kembali melakukan tugasnya.

Tugas Direksi dapat dilihat dari Pasal 92 ayat (1), Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, antara lain:

1. Pasal 92 ayat (1) berbunyi: Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

2. Pasal 97 ayat (1) berbunyi: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

3. Pasal 98 ayat (1) berbunyi: Direksi mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar pengadila

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS

3.1 Bentuk proteksi terhadap pemegang saham minoritas di perusahaan perseroan terbatas

Pasar Modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagi instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya.Istilah pasar modal dipakai sebagai terjemahan dari istilah capital market, yang berarti suatu tempat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu peusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru dikeluarkan.

Perusahaan terbuka menurut Munir Fuady adalah: Perusahaan terbatas terbuka (PT.Tbk) adalah suatu perseroan terbatas yang telah melakukan umum atas sahamnya atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan publik, di mana perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursa- bursa efek. Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007.

Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, Dalam mekanisme yang disebut go public ini, sektor hukum dan aparat penegak hukum berperan cukup jauh dan mengatur sampai pada hal yang sedetaildetailnya.

Satu dan lain hal karena keterlibaatan publik di dalamnya. Karena itu, dibandingkan dengan aspek-aspek lain dari suatu perseroan terbatas, maka pengisuan saham lewat mekanisme go public ini bersifat heavily regulated (sangat diatur). Proteksi hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik yang bersifat represif (pemaksaan) maupun yang bersifat preventif (pencegahan), baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas sangat penting bagi pemegang saham minoritas yang merasa hak dan kepentingannya dikesampingkan oleh pemegang saham mayoritas, maka dibuat peraturan Perundang-Undangan

pemegang saham mayoritas. Pengertian pemegang saham minoritas menurut ketentuan UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 79 ayat (2) : Satu orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggran dasar PT yang bersangkutan.

Hak-hak pemegang saham minoritas, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) telah mengatur hak-hak pemegang saham minoritas. Bentuk-bentuk hak pemegang saham minoritas tersebut adalah sebagai berikut :

1) Hak Perseorangan (Personal Right) adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi oleh hukum. Pemegang saham minoritas sebagai subjek hukum mempunyai hak untuk menggugat Direksi atau Komisaris, apabila Direksi atau Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pemegang saham minoritas melalui pengadilan negeri.

2) Hak Appraisal (Appraisal Right) adalah hak pemegang saham minoritas untuk membela kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini dipergunakan oleh pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga yang wajar, karena pemegang saham tersebut tidak menyetujui tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau merugikan perseroan itu sendiri.

3) Pre-Emptive Right Pre-Emptive Right adalah hak untuk meminta didahulukan atau hak untuk memiliki lebih dahulu atas saham yang ditawarkan. Dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur pembatasan mengenai keharusan menawarkan saham, baik ditawarkan kepada pemegang saham intern maupun ekstern, atau pelaksanaanya harus mendapat persetujuan dahulu dari organ perseroan. Jadi, dalam anggaran dasar perseroan dapat ditentukan bahwa kepada pemegang saham minoritas diberikan hak untuk membeli saham terlebih dahulu daripada pemegang saham lainnya. Harga yang ditawarkan kepada pemegang saham minoritas harus sama dengan harga yang ditawarkan

Direksi dan Komisaris yang mengatasnamakan perseroan. Pemegang saham minoritas memiliki hak untuk membela kepentingan perseroan melalui otoritas lembaga peradilan, gugatan melalui lembaga peradilan harus membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi atau Komisaris. Dengan gugatan tersebut, apabila gugatan dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan. Hak ini juga meliputi hak untuk menuntut diselenggarakannya RUPS atas nama perseroan.

5) Hak Angket (Enquete Recht) adalah hak untuk melakukan pemeriksaan. Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan, mengadakan pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangankecurangan atau hal-hal yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham mayoritas. Pada dasarnya, pengawasan terhadap Direksi dalam pengelolaan perseroan dilaksanakan oleh komisaris. Tetapi dalam praktik, sering terjadi Direksi maupun Komisaris karena kesalahan atau kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada perseroan, pemegang saham atau pihak ketiga. Oleh karena itu, pemegang saham minoritas berhak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional perseroan.

Selanjutnya bentuk Perlindungan Hukum dalam UUPM Terhadap Pemegang Saham Minoritas Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar Modal yang selanjutnya disebut UUPM maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya juga ikut pula mengatur mengenai upaya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, yaitu dalam bentuk: Pasal 82 ayat (2) UUPM jo. peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tahun 2008 tentang pengaturan terhadap transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu(conflict of interest) Secara jelas dalam UUPM yaitu dalam Pasal 82 ayat 4 UUPM pemegang saham minoritas terlindungi dalam hal terjadinya transaksiberbenturan kepentingan, akan tetapi dalam pasal tersebut keterlibatan pemegang saham minoritas tidak mutlak, hal ini dikarenakan dalam pasaltersebut UUPM hanya memberi otoritas kepada Bapepam untuk “Dapat”mewajibkan, jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa otoritas sepenuhnyaada di Bapepam, bukan UUPM. Seperti kutipan Pasal 82 ayat (2) UUPM dibawah ini: “Bapepam dapat mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan

berbenturan kepentingan, yaitu antara emiten atau perusahaan publik dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik”. Dalam hal ini UUPM memberikan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dalam hal penitipan efek oleh Kustodian, yaitu pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya yang memberikan hak kepada pemegang saham pada umumnya dan pemegang saham minoritas pada khususnya untuk mendapatkan jaminan keamanan atas seluruh efek yang dititipkan, sehingga secara yuridis kustodian juga harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kelalaian dan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan asas responsibilitas dalam asas GoodCorporate Governanace.

Adapun Upaya Hukum Dari Pemegang Saham Minoritas Berkaitan Dengan Pelanggaran Hak-Haknya Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang- undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. Ada dua macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa pada upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi. Berikut ini merupakan upaya hukum biasa yaitu:

1) Banding Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), Pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang

diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung. Kasasi berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya. Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.

1) VERZET Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Berikut ini merupakan prosedur verzet a) Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, jika putusan tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri maka : b) Perlawanan boleh diterima sehingga pada hari kedelapan setelah teguran. c) Dalam delapan hari setelah permulaan eksekusi Dalam prosedur verzet kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat sedangyang dilawan tetap menjadi Penggugat yang harus memulai dengan pembuktian.11 Verzet dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan tetapi upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya hukum banding.

Upaya yang dapat dilakukan pemegang saham minoritas untuk melindungi haknya apabila ia merasa dirugikan disebutkan dalam Pasal 61 ayat (1) yaitu “setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang tidak wajar sebagai akibat RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris”, dalam Pasal 62 ayat (1) yaitu “ setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :

b) Pengalihan atau peminjaman kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan; atau

c) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Pasal 138 sampai 141 UUPT Tentang pemeriksaan terhadap Perusahaan, melakukan tindakan Derivatif.Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan atau Komisaris telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan : a) Pemegang saham dapat melakukan tindakan- tindakan atau bertindak selaku wakil perseoran dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakanperseroan yang merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dan atau pun oleh komisaris (lihat ps.85 (3) jo.ps.98 (2) UUPT). b) Melalui izin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS (baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan pemanggilan RUPS (lihat ps.67 UUPT). Tindakan Derivatif ini dimaksudkan agar pemegang saham minoritas dapat mengajukan gugatan atas nama perusahaan untuk melindungi haknya. Tindakan derivatif ini diatur dalam Pasal 97 ayat (6 )UUPT dimana disebutkan bahwa “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan”.

Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas.

1) Hak Menggugat Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi

UUPT)

1) Hak Atas Akses Informasi Perusahaan Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap perseroan, permintaan data atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan dan atau anggota direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga (Pasal 110 UUPT).

2) Hak Atas Jalannya Perseroan Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan perseroan.

3) Hak Perlakuan Wajar Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang

bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: a) perubahan anggaran dasar perseroan; b)

penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan;

atau c) penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.

3.2 Bentuk proteksi bagi pemegang saham minoritas akibat kesalahan dan kelalaian direksi

Kedudukan Direksi dalam Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 2 UU PT mengatur bahwa Organ Perseroan Terbatas adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Direksi sebagai salah satu Organ Perseroan adalah pihak yang berwenang atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pada dasarnya setiap anggota Direksi wajib melakukan pengurusan Perseroan tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UU PT. Setiap anggota Direksi wajib bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UU PT. Namun, pada dasarnya anggota Direksi dapat

dibebaskan untuk bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila dirinya dapat membuktikan hal-hal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT, yang menyatakan bahwa: “Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a.

Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.” Dalam UU PT, pemisahan mengenai tindakan Direksi yang tergolong sebagai kesalahan maupun kelalaian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 97 ayat (5) huruf a UU PT tidak diatur dengan jelas.

Menurut pendapat S. Pujiono, dalam prakteknya di Pengadilan, kesalahan maupun kelalaian sebagaimana yang diatur dalam UU PT dianggap sebagai suatu kesatuan.

Oleh karena itu, dalam mengadili perkara perdata dimana anggota Direksi merupakan pihak yang digugat karena telah melakukan kesalahan atau kelalaian

Dokumen terkait