PENDAHULUAN
Permasalahan
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Telaah Pustaka
Ahli waris adalah saudara kandung, baik saudara kandung, ayah maupun ibu. Artinya tidak mungkin mendapat bagian dari harta warisan jika ahli waris meninggalkan ayah dan/atau anak.
Metode Penelitian
- Jenis Penelitian
 - Sumber Data
 - Metode Pengumulan Data
 - Analisis Data
 
Kedua saudara perempuan itu mengambil bagian yang tersisa setelah anak perempuan atau cucu dari pihak laki-laki mengambil bagiannya berdasarkan zu al-fara'id.17. 45 Hazairin, hukum waris bilateral menurut Al-Qur'an dan Hadits, h.37.. a) Anak laki-laki dan perempuan, atau sebagai zawu al-Fara'id atau sebagai zu al-Qaraba, artinya mawali bagi putra dan putri yang meninggal .
Sistematika Penelitian
KALALAH DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM
Dasar Hukum Kalalah
- Al-Qur’an
 - Hadis
 
Dan telah diceritakan kepada kami oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah diceritakan kepada kami oleh Isma'il bin 'Ulayyah dari Sa'id bin Abu 'Arubah. dalam kumpulan lain yang disebut). Diriwayatkan kepada kami oleh Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim dan Ibnu Rafi' dari
Konsep Kewarisan Menurut Imam Syafi’i dan Hazairin
- Konsep Kewarisan Menurut Hazairin
 
Pertama, 'Ashabah bi al-Nafsi, iaitu semua lelaki yang keturunannya kepada ahli warisnya tidak diselingi dengan perempuan. Kedua, 'Ashabah bi al-ghairi; mereka adalah waris wanita zu al faraid yang dikaitkan dengan lelaki yang menjadi mangsa mereka. Sahabat ma'al al-gair; mereka adalah kakak sejati atau lebih setengah adik perempuan, mereka mewarisi bersama kerana ada anak perempuan atau cucu perempuan dari garis lelaki.
Rangkaian ahli waris yang dapat terkena hijab hirman berjumlah enam belas orang, sebelas terdiri dari laki-laki dan lima orang perempuan. Selain itu juga terhalang oleh adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan lain-lain, terutama pada kaum laki-laki) dan juga terhalang oleh adanya dua saudara kandung jika kedua pertiganya telah lengkap. . (2/3) porsi, kecuali ada 'asabah. 5) Saudara perempuan dari pihak ibu akan terhalang oleh kehadiran laki-laki (ayah, kakek, dll) maupun oleh adanya cabang (anak, cucu, cicit, dll), baik laki-laki maupun perempuan. Mereka ikut serta sebagai zu al-Fara'id sekaligus mengambil sisa harta benda (zu al-Qarabat).
Payung Hukum Kewarisan Islam di Indonesia
Perangkat hukum yang secara formil dan materiil memberikan landasan hukum mengenai pelaksanaan perkawinan dan pewarisan bagi warga negara yang beragama Islam. Adapun “kerugian” dijelaskan dalam KHI pada Pasal 181-182 yang berbunyi: 181) Apabila seseorang meninggal tanpa meninggalkan bapak dan anak, maka saudara kandung ibu mendapat bagian masing-masing seperenam. Jika ada dua orang atau lebih, maka mereka berbagi sepertiganya. 182) Apabila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan bapak, padahal ia mempunyai seorang saudara perempuan atau bapak kandung, maka ia mendapat separuh bagiannya.
Apabila saudara perempuan itu bersama saudara laki-laki kandungnya atau bapaknya, maka bagian saudara laki-laki itu adalah dua banding satu untuk saudara perempuannya.” 49. Dapat dipahami, dalam ketentuan yang terdapat dalam KHI bahwa pembagian harta warisan antara saudara laki-laki dan perempuan dari pihak ibu. mempunyai bagian yang sama, yaitu seperenam atau setengah dari harta almarhum, dengan ketentuannya masing-masing. Sedangkan jika ia bersama ayah tiri, maka ketentuannya suami mendapat dua bagian dari istri.
KALALAH MENURUT IMAM SYAFI’I DAN HAZAIRIN
Biografi Imam Syafi’i
Adapun sumber dalil dan sistematikanya adalah Al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas. Imam Syafi’i menggunakan ijma’ sebagai sumber hukum yang ketiga dengan mengartikannya sebagai kesepakatan para ahli hukum di suatu daerah atau kota, namun memperluas maknanya sebagai kesepakatan antara seluruh ahli di bidang itu dan al-Ghazali, salah satu muridnya. , membatasi bisnis di industri yang hanya tinggal pada kesepakatan. Klasifikasi dalam Mazhab Syafi'i: Imam Syafi'i adalah Imam yang melakukan thawilussafar (banyak bepergian).
Adapun perbedaan kedua versi tersebut, fatwa qaul Jadid diamalkan karena itulah yang dianggap sah mazhab Syafi’i. Penyebaran mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh para santrinya sejak awal berkembangnya mazhabnya di Bagdad, kemudian diperkuat dengan hadirnya santri-santri yang belajar di Mesir baik secara langsung dengan Syafi’i maupun dengan sahabat-sahabat generasi pertama yang menjadi penerusnya. Penyebaran mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh para santrinya dari awal berkembangnya mazhabnya di Bagdad kemudian diperkuat dengan hadirnya para santrinya yang menuntut ilmu di sana.
Biografi Hazairin
Profesor” diberikan oleh Senat Guru Besar Universitas Indonesia atas prestasinya dalam kedua bidang hukum yaitu hukum Islam dan hukum adat, dengan keahlian guru besar hukum adat dan hukum Islam pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. , penghargaan Guru Besar dianugerahkan kepadanya pada tahun 1952. Sedangkan gelar "Pangeran Alamsyah Harahap" dianugerahkan kepadanya atas jasa-jasanya menjaga adat istiadat Tapanul Selatan, ketika diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Padang Sidempuan. Pengadilan Negeri dengan tugas tambahan sebagai sarjana hukum adat disana. Sebagai seseorang yang mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan Barat yang sekuler, namun karena dilahirkan di lingkungan yang taat beragama, pemikirannya terutama di bidang hukum selalu tertuju pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Hal lain yang juga mempengaruhi adalah kepiawaiannya dalam bidang hukum adat di Indonesia dan hukum Islam.14 Sedangkan di bidang hukum Islam, Hazairin telah berjuang sejak tahun 1950-an untuk menerapkan sistem hukum Islam di Indonesia, baik sipil maupun dirinya. . perjanjian hukum pidana membangun formasi “mazhab nasional”. 15. Keberanian Hazairi mengkritisi hukum yang berkembang di masyarakat terlihat dari tulisannya yang berjudul Hukum Keluarga Islam, ia tidak segan-segan menyebut teori penerimaan Snouck Hurgronje sebagai “teori setan” karena ia menganggap bahwa hukum Islam hanya dapat diterima setelah diterima. diakui oleh common law, dan teori ini merupakan antitesis dari teori Receptio in Complexu karya Van Den Berg yang ditentangnya. Dalam pewarisan Islam melalui tulisannya yaitu ‘Hukum Warisan Bilateral Menurut Al-Qur’an, ‘Kemana perginya hukum Islam’, membawa implikasi munculnya pemahaman baru yang utuh dan menyeluruh atas dasar Al-Qur’an. sebuah dan hadis.
Pembagian Warisan Kalalah
- Pembagian Warisan Kalalah Menurut Imam Syafi’i
 - Pembagian Warisan Kalalah Menurut Hazairin
 
Rasul tidak membeda-bedakan saudara laki-laki dan perempuan ketika beliau memberikan sisanya berdasarkan ayat 11 dan 12. Sedangkan ahli waris ayah dan saudara laki-laki termasuk keturunannya adalah asaba bi al-nafsi. Sedangkan saudara kandung dari pihak ibu ditanggung oleh kehadiran seorang kakek yang mewarisi saudara kandung yang mempunyai ayah yang sama.
Sedangkan cara penyelesaian harta warisan kakek dan nenek yang mempunyai saudara kandung lebih sesuai dengan pendapat Umar bin Khattab dan Zaid bin Sabit, yaitu: kakek mendapat bagian yang sama (muqasamah) dengan saudara laki-lakinya sampai 1/3 batasnya jika tidak ada ahli waris yang lain. . Oleh karena itu, baik keturunan laki-laki maupun perempuan mutlak berjilbab bagimu, jika tidak, kamu dapat mewarisi bersama-sama. Jika dibandingkan pendapat Hazairin dengan Imam Syafi’i nampaknya masih konsisten, yang pada prinsipnya: anak laki-laki dan perempuan adalah ahli waris, baik orang tua maupun semua saudara kandung (laki-laki dan perempuan yang berasal dari ayah atau ibu yang sama) juga merupakan ahli waris. .
Jika saudara perempuan itu bersama saudara laki-laki atau ayah kandungnya, maka bagian saudara laki-laki itu adalah dua banding satu untuk saudara perempuannya.” Sebab menurutnya, kakek dan saudara kandung dari garis keturunan laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama.
ANALISIS
Faktor Perbedaan antara Pendapat Imam Syafi’i dan Hazairin 90
Manakala Hazairin pula mengenai bahagian datuk tidak bersandar kepada hadis yang menurutnya tiada hadis yang menjelaskannya dengan jelas, tetapi bahagiannya berdasarkan surat al-Nisa’ ayat 33 iaitu datuk hanya tersirat mempunyai letak dalam ayat, ia adalah mawali (pengganti) kepada bapa. Mengenai surat al-Nisa’ ayat 33, menurut al-Qurtubi, bahwa mawali berasal dari kata maula yang merupakan kata musytarak (yang banyak makna) yang bergantung pada konteksnya, mawali dapat disebut mu’tiq (orang yang membebaskan. ) atau tuan) mu'tiq (yang dimerdekakan), al-Asfal (yang rendah), al-A'la (yang terhad), al-Nasir (yang menolong), juga Ibn al-'Am (bapa saudara). , tetapi yang dimaksudkan ialah waris 'asabah. Sesuai dengan Imam Syafi'i menafsirkan ayat ini sebagai pewaris 'asabah sebagaimana menurut Musa bin 'Imran al-'Imrani, 'asabah dalam mazhab Syafi'i berdasarkan surat al-Nisa' ayat 33, yaitu "wa likulli. .
Al-Tabari juga memetik pendapat Khalifah Abu Bakar r.a. bahawa Surah al-Nisa ayat 12 diturunkan untuk mengatur hak pusaka suami isteri dan saudara seibu, manakala ayat 176 mengatur harta pusaka saudara kandung dan saudara kandung. 10. Dalam Surah Nisa: 176, ia mengatur harta pusaka seseorang yang mati tanpa keturunan, tetapi meninggalkan saudara, iaitu dalam kes bapa meninggal dahulu, (jadi mungkin bapa dan ibu meninggal dahulu, atau mungkin bapa meninggal dunia. , tetapi ibunya masih hidup) dan dalam Surah al-Nisa: 12, susunan harta pusaka orang yang mati tanpa keturunan, tetapi ada kemungkinan saudara lelaki dan bapa (maka kemungkinan ibu masih masih hidup, atau mungkin ibunya telah mati). Dari sudut persamaan hanya antara Imam Syafii dan Hazair sahaja dalam harta pusaka kaum kerabat, berdasarkan surah al-Nisa ayat 12 dan 176, tetapi tafsirannya berbeza seperti yang diterangkan di atas, begitu juga dengan kecenderungan datuk. harta pusaka.
Perbedaan Pendapat antara Imam Syafi’i dan Hazairin . 96
Manakala adik-beradik perempuan dan adik-beradik perempuan yang sahih selain tergolong dalam zu al-feraidi juga termasuk 'asabah bi al-ghairi, iaitu waris perempuan zu al-feraidi yang dikaitkan dengan lelaki yang menjadi mu'asibnya. , manakala saudara perempuan sebelah ibu hanya termasuk zu al-feraid. Datuk jika bersama saudara lelaki boleh mewarisi jika tidak ada waris yang menutupnya (bapa dan keturunan ahli waris) atau disebut juga dalam keadaan kalalah (pada pandangan Imam Siyafi, tiada bapa. . dan keturunan lelaki). Namun sekiranya datuk dan saudara lelaki masih mempunyai waris lain (seperti ibu atau suami), maka baki harta pusaka selepas pelepasan harta zawi al-furud dibahagikan sama rata antara datuk dan saudara lelaki semasa bahagian datuk.
Jika disambungkan dengan surat al-Nisa' ayat 33, waris langsung hendaklah ditambah dengan mawali anak yang meninggal dan mawali si mati saudaranya. 20. Maka dapat disimpulkan bahawa ulama Indonesia menerima konsep (penggantian ahli waris dalam Pasal 185), tetapi tidak berdasarkan penggantian ahli waris dengan tafsir Hazairin terhadap surat al-Nisa’ ayat 33, tetapi berdasarkan maqasid syariah. , iaitu maslahah mursalah, bahawa perundangan itu tidak dimaksudkan selain untuk mendatangkan kemaslahatan bagi umat 27. Al Yasa Abu Bakar, Pewaris Berkaitan Darah: Kajian Perbandingan Akal Hazairan dan Akal Fiqh Mazhab, Jakarta: Kerjasama Indonesia-Belanda dalam Pengajian Islam (INIS ), 1998.
KE SIMPULAN