COVER
BAGIAN IKM-IKK REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2025
UNIVERSITAS HALU OLEO
IBU HAMIL KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) BERHUBUNGAN DENGAN MIKROBIOTA USUS
Penyusun :
Savira Kirana K Ramadaniar, S.Ked K1B1 24 072
Pembimbing:
dr. Nina Indriani Nasruddin, M.Kes., M.Gizi
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
2025
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Savira Kirana K Ramadaniar, S.Ked.
Stambuk : K1B1 24 072
Judul Referat : Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik (KEK) Berhubungan Dengan Mikrobiota Usus
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan tugas referat dengan judul “Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik (KEK) Berhubungan Dengan Mikrobiota Usus” dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada bulan Mei 2025.
DAFTAR ISI
COVER... i
ii
Kendari Mei 2025 Mengetahui,
Pembimbing
dr. Nina Indriani Nasruddin, M.Kes., M.Gizi NIP. 198612202014042001
A. Latar Belakang...2
B. Tujuan...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...2
A. Kurang Energi Kronik (KEK)...2
B. Mikrobiota...2
C. Hubungan Ibu Hamil KEK Dengan Mikrobiota...2
D. Pencegahan Kekurangan Energi Kronik pada Ibu Hamil...2
BAB III PENUTUP...2
A. KESIMPULAN...2
B. SARAN... 2
DAFTAR PUSTAKA...2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik (KEK) Berhubungan
iii
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis harapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nina Indriani Nasruddin, M.Kes., M.Gizi atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala dalam proses penyusunan referat ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis mengucapkan terima kasih.
Kendari, Mei 2025
Penulis
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020, telah menetapkan delapan sasaran strategis dalam rangka mewujudkan Program Pembangunan Kesehatan Indonesia Tahun 2020–2024. Salah satu sasaran strategis tersebut adalah peningkatan kesehatan ibu, anak, dan gizi masyarakat (Kemenkes RI, 2022).
Salah satu aspek penting dalam pemantauan kesehatan ibu hamil adalah kenaikan berat badan selama kehamilan, yang merupakan bagian dari program Antenatal Care (ANC). Namun, aspek ini sering kali kurang diperhatikan dalam praktik pelayanan persalinan. Kenaikan berat badan yang memadai pada ibu hamil menjadi indikator pemenuhan gizi yang baik, fungsi organ tubuh yang optimal, serta pertumbuhan dan perkembangan janin yang normal (Inpresari, I., dkk .2021).
Penelitian dari Suryani dkk., 2021 menjelaskan bahwa kehamilan merupakan periode yang sangat menetukan kualitas manusia di masa depan.
Kekurangan gizi atau kurang energi kronik (KEK) pada ibu dan bayi telah menyumbang setidaknya 3,5 juta kematian setiap tahunnya di ASIA dan menyumbang 11% dari penyakit global di dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), ibu hamil yang menderita KEK yaitu sebanyak 629 ibu (73,2%) hingga dari seluruh kematian ibu dan memiliki risiko kematian 20 kali lebih besar dari ibu dengan LiLa normal. Dari data Kementerian kesehatn mengenai persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) tercapai 8,7% dari target 14,5% atau persentase pencapaian kinerja sebesar 140%. (Kemenkes RI, 2022).
Pada tahun 2017, Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori sedang untuk prevalensi Kurang
1
Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil, dengan angka sebesar 21,9% (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2018). Namun, dalam tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan proporsi ibu hamil yang mengalami KEK, yaitu sebesar 3,59% pada tahun 2021, 5,16% pada tahun 2022, dan melonjak signifikan menjadi 14,16% pada tahun 2023 (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2024).
Kekurangan Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu keadaan malnutrisi, dimana terjadi kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan. Apabila ukuran lingkar lengan atas (LiLa) kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut beresiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan bayi berat lahir rendah. Seorang wanita usia subur (WUS) yang mengalami KEK memiliki risiko tinggi untuk melahirkan anak yang juga akan mengalami KEK di kemudian hari. Disamping hal tersebut, kekurangan gizi menimbulkan masalah kesehatan morbiditas, mortalitas, disabilitas, juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa (Paramata dan Sandalayuk, 2019).
Di sisi lain, berbagai penelitian terkini menunjukkan bahwa status gizi seseorang sangat berkaitan dengan keseimbangan mikrobiota usus, komunitas mikroorganisme kompleks yang mendiami saluran pencernaan manusia. Mikrobiota usus telah diakui sebagai "organ tambahan" karena perannya yang penting dalam fermentasi makanan, produksi vitamin, stimulasi sistem imun, serta proteksi terhadap patogen. Komunitas ini didominasi oleh dua filum utama, yaitu Firmicutes dan Bacteroidetes, serta mencakup kelompok mikroorganisme lain seperti jamur (Candida, Saccharomyces) dan archaea (M. smithii) (Hou et al., 2022).
Ketidakseimbangan komposisi mikrobiota usus, atau dysbiosis, dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk pola makan yang tidak seimbang, stres, penggunaan antibiotik, serta kondisi medis seperti
malnutrisi. Dalam konteks KEK, asupan energi dan nutrisi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam ekosistem mikrobiota usus. Perubahan ini berdampak pada metabolisme dan sistem imun ibu hamil.
Oleh karena itu, memahami hubungan antara Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil dan mikrobiota usus menjadi penting untuk mengidentifikasi pendekatan pencegahan dan intervensi yang lebih efektif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Referat ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil yang berhubungan dengan mikrobiota usus.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami dampak KEK terhadap kesehatan ibu hamil serta peran mikrobiota usus.
b. Mengidentifikasi pendekatan pencegahan dan intervensi yang efektif untuk mengatasi KEK pada ibu hamil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kurang Energi Kronik (KEK)
1. Definisi ibu hamil dengan Kurang Energi Kronik (KEK)
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi. Ibu KEK menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut satu atau lebih zat gizi (Sipahutar, dkk., 2013).
Definisi Kurang Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu hamil mengalami kekurangan gizi (Kalori dan Protein) yang berlangsung lama dan menahun disebabkan karena ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.
Hal tersebut mengakibatkan perubahan tubuh baik fisik ataupun mental yang tidak seperti seharusnya (Kemenkes RI, 2022).
Indikator yang umum digunakan untuk deteksi dini masalah KEK pada ibu hamil adalah ukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm, yang menunjukkan rendahnya cadangan energi. Persentase ibu hamil kurang energi kronik dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2022).
2. Penyebab Kurang Energi Kronik pada ibu hamil sebagai berikut (Kemenkes RI, 2018b)
a. Rendahnya asupan ibu hamil yang disebabkan oleh ketersediaan rumah tangga yang kurang
b. Tingginya angka kesakitan pada ibu hamil dan ibu hamil yang mengalami penyakit yang berulang dalam jangka waktu pendek c. Rendahnya cakupan PMT pemulihan pada ibu hamil
d. Kurangnya pengetahuan ibu, suami, keluarga, dan lingkungan sekitar tentang pemberian makan tambahan pada ibu hamil
4
3. Faktor- faktor risiko KEK pada ibu hamil
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian KEK. Dalam penelitian, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi kronik (KEK) ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Rowosari Semarang adalah jarak kehamilan, status ekonomi, PBHS, dukungan keluarga dan asupan zat gizi. Variabel yang paling dominan yaitu asupan zat gizi (Rohmawati dan Rahmawati, 2021).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis (KEK) dalam kehamilan antara lain adalah faktor asupan zat gizi, faktor usia, jarak kehamilan, status ekonomi, sosial dan dukungan keluarga, faktor pendidikan dan pengetahuan, dan faktor penyakit atau infeksi (Hasyim, 2023).
a. Paritas
Paritas adalah berapa kali seorang ibu telah melahirkan. Dalam hal ini ibu dikatakan terlalu banyak melahirkan adalah lebih dari 3 kali. Manfaat riwayat obstetrik ialah membantu menentukan besaran kebutuhan akan zat gizi karena terlalu sering hamil dapat menguras cadangan zat gizi tubuh (Kemenkes RI, 2018b).
b. Pendidikan
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap makanan dan praktek-praktek pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik (Kemenkes RI, 2018b).
c. Jarak melahirkan
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi bagi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung (Kemenkes RI, 2018b).
d. Usia Ibu
Ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun. Dengan demikian diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik (Kemenkes RI, 2018b).
4. Deteksi dini dan penentuan KEK a. Deteksi dini KEK
Salah satu alat pengukuran terhadap KEK adalah dengan melakukan pengukuran terhadap LILA. Lingkar lengan atas menggambarkan cadangan lemak keseluruhan dalam tubuh.
Besarnya ukuran lingkar lengan atas menunjukkan persediaan lemak tubuh cukup banyak, sebaliknya ukuran yang kecil menunjukkan persediaan lemak sedikit.
1) Dilakukan pada kontak pertama dengan pelayanan kesehatan dengan mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLA) dengan memakai pita LiLA.
2) Ibu hamil dengan LiLA < 23,5 cm berarti menderita risiko KEK, harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan kesehatan lain untuk mendapatkan konseling dan PMT ibu hamil.
3) Pengukuran LiLA dapat dilakukan oleh petugas kesehatan.
4) Konseling dapat dilakukan oleh kader atau petugas gizi di Puskesmas atau di sarana kesehatan lain (Kemenkes RI, 2022).
b. Penentuan KEK
Penilaian status gizi pada ibu hamil dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas. Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku pada lengan yang tidak aktif. Lengan harus dalam keadaan bebas artinya otot lengan tidak tegang, alat ukur tidak kusut (Kemenkes RI, 2019).
1) Tetapkan letak bahu dan letak siku tangan.
2) Tetapkan titik tengah lengan atas caranya rentangkan pita dari bahu ke arah siku dan tentukan tengah-tengah lengan atas.
3) Lingkarkan pita ukur tepat pada tengah lengan atas ibu 5. Dampak Kurang Energi Kronik Pada Ibu Hamil
Dampak terhadap ibu hamil pada masa kehamilan, bersalin dan nifas ibu yang mendapatkan asupan makanan dan minuman (makanan utama maupun makanan ringan) yang cukup merupakan sumber glukosa.
Glukosa merupakan sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Asupan makanan yang kurang akan mengakibatkan kesulitan pada proses bersalin. Kekurangan energi mengakibatkan komplikasi persalinan baik ibu maupun janin. Pada ibu hamil akan mempengaruhi kontraksi (his) sehingga akan menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan denganntindakan serta meningkatkan resiko pendarahan postpartum. Pada janin, akan mempengaruhi pertumbuhan janin terhambat (IUGR), abortus, kelahiran bayi mati (IUFD), cacat bawaan, berat badan lahir rendah (BBLR), dan asfiksia (Darwin dan Nurdianti, 2014).
6. Penatalaksanaan Kurang Energi Kronis (KEK)
Penanggulangan KEK pada ibu hamil dimulai sejak sebelum hamil bahkan sejak usia remaja putri. Upaya penanggulangan tersebut membutuhkan koordinasi lintas program dan perlu dukungan lintas sektor, organisasi profesi, tokoh masyarakat, LSM dan institusi lainnya (Kemenkes RI, 2020).
a. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
PMT pada kelompok rawan merupakan salah satu strategi suplementasi dalam mengatasi masalah gizi. Makanan tambahan berfokus pada gizi makro maupun zat gizi mikro bagi ibu hamil sangat diperlukan dalam rangka pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan balita pendek (stunting). Pemberian makanan tambahan dilakukan untuk memenuhi kecukupan gizi ibu hamil KEK dan tetap mengkonsumsi makanan keluarga sesuai gizi seimbang. Ketentuan pemberian Makanan Tambahan yaitu (Kemenkes RI, 2018b)
1) Makanan tambahan diberikan pada ibu hamil KEK yaitu ibu hamil yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) dibawah 23,5 cm.
2) Pemberian MT pada ibu hamil terintegrasi dengan pelayanan Antenatal Care (ANC).
3) Tiap bungkus MT ibu hamil berisi 3 keping biskuit lapis (60 gram).
4) Pada kehamilan trimester I diberikan 2 keping biskuit lapis per hari.
5) Pada kehamilan trimester II dan III diberikan 3 keping biskuit lapis perhari.
6) Pemantauan pertambahan berat badan sesuai standar kenaikan berat badan ibu hamil dan atau LiLA. Apabila berat badan sudah sesuai standar kenaikan berat badan dan atau ibu hamil tidak lagi dalam kategori KEK sesuai pemeriksaan LiLA, selanjutnya mengkonsumsi makanan keluarga gizi seimbang.
b. PMT ibu hamil serta kandungan gizi
PMT ibu hamil adalah suplementasi gizi berupa biskuit lapis yang dibuat dengan formulasi khusus dan diformulasikan dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada ibu hamil dengan kategori KEK untuk mencukupi kebutuhan gizi. PMT ditujukan untuk ibu
hamil yang berisiko KEK dengan hasil pengukuran LiLA < 23,5 cm (Kemenkes RI, 2017).
Kandungan zat gizi biskuit PMT ibu hamil menurut (Kemenkes RI, 2018b) sebagai berikut:
1) Makanan Tambahan (MT) ibu hamil adalah suplementasi gizi berupa biskuit lapis yang dibuat dengan formulasi khusus dan diformulasikan dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada ibu hamil dengan kategori KEK untuk mencukupi kebutuhan gizi.
2) Tiap kemasan primer (dua keping)
3) MT Ibu hamil diperkaya 11 macam vitamin (A, D, E, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, Asam Folat) dan tujuh macam mineral (Besi, Kalsium, Natrium, Seng, Ioudium, Fosfor, Selenium).
4) Takaran saji 100 gram
5) Jumlah persajian 500 kkal, terdiri dari energi dan lemak 230 kkal 6) Presentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) lemak total 25 gram (42%), protein 15 gram (19%), karbohidrat total 53 gram (16%), natrium 390 mg (26%)
c. Kegiatan untuk Mencapai Target dari Kemenkes RI Tahun 2022 1) Pemberian Makanan Tambahan (PMT): PMT diberikan untuk
meningkatkan asupan energi dan protein ibu hamil KEK. Cakupan PMT tahun 2021 mencapai 91,4% dari target 80%.
2) Diversifikasi rasa biskuit PMT: menambah variasi rasa menjadi tiga (stroberi, nanas, lemon) untuk meningkatkan daya terima.
3) Pendidikan gizi: dilakukan di 420 desa, 70 puskesmas, 7 kabupaten, dan 7 provinsi.
4) Pendampingan AIPVOGI: dilakukan di 5 kabupaten dengan stunting tinggi: Bogor, Bandung, Cirebon, Jember, dan Lombok Timur.
5) Penguatan koordinasi pusat-daerah: termasuk pertemuan dan evaluasi PMT.
d. Faktor Pendukung
1) Penguatan surveilans dan pelaporan gizi melalui e-PPGBM.
2) Peningkatan cakupan PMT ibu hamil KEK.
3) Pendidikan gizi melalui pemanfaatan pangan lokal.
4) Kerja sama dengan perguruan tinggi (AIPVOGI).
5) Integrasi program dengan lintas sektor, termasuk: Intervensi Gizi Sensitif: Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial juga menjadi bentuk dukungan, dengan menyertakan kehamilan sebagai indikator penerimaan bantuan.
Alternatif Solusinya adalah penguatan pelayanan dan integrasi program gizi dengan layanan keluarga, penyediaan media edukasi gizi yang inovatif, perluasan edukasi gizi sejak remaja dan calon pengantin, pemanfaatan pangan lokal untuk edukasi dan makanan tambahan, penguatan manajemen data dan pemanfaatan informasi (Kemenkes, 2022)
B. Mikrobiota
1. Definisi Mikrobiota
Konsep “mikrobiota” muncul pada awal abad ke-20 ketika penelitian menunjukkan bahwa berbagai mikroorganisme seperti bakteri, dan virus hidup berdampingan di berbagai bagian tubuh manusia, seperti usus, kulit, paru-paru, dan mulut.
Mikrobiota manusia, sering disebut sebagai “organ tersembunyi,”
ditemukan memiliki informasi genetik yang jauh lebih luas, 150 kali lebih besar dari seluruh genom manusia. Meskipun istilah “mikrobiota”
dan “mikrobioma” sering dianggap sama, ada perbedaan signifikan antara keduanya.
Mikrobiota merujuk pada mikroorganisme yang hidup di lingkungan tertentu, seperti mikrobiota mulut dan usus, sedangkan mikrobioma mencakup seluruh genom mikroorganisme dalam lingkungan tersebut, termasuk komunitas mikroba, komponen struktural
mikroba, metabolit, dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, mikrobioma mencakup spektrum yang lebih luas daripada mikrobiota (Hou et Al., 2022).
Kelompok bakteri, archaea, dan eukariota yang menghuni saluran pencernaan disebut “mikrobiota usus” dan telah berevolusi bersama tuan rumahnya selama ribuan tahun, menciptakan hubungan yang kompleks dan saling menguntungkan (Thursby and Juge, 2017).
Mikrobiota usus adalah komunitas mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) yang hidup di saluran pencernaan manusia, terutama di usus besar. Komposisinya sangat beragam dan dipengaruhi oleh faktor seperti diet, genetik, usia, dan lingkungan. (Cuevas, 2019)
2. Manfaat Mikrobiota
Mikrobiota usus dianggap penting untuk menjaga kesehatan kita.
bakteri usus melakukan banyak fungsi. Seperti menghasilkan fermentasi makanan, melindungi terhadap patogen, merangsang respons kekebalan tubuh, dan memproduksi vitamin. Secara umum, mikrobiota usus terdiri dari enam filum termasuk Firmicutes, Bacteroidetes, Actinobacteria, Proteobacteria, Euryarchaeota, dan Verrucomicrobia, dengan filum utama adalah Firmicutes dan Bacteroidetes. Jamur yang paling sering dipelajari (flora usus) adalah Candida, Saccharomyces, Malassezia, dan Cladosporium. Selain bakteri dan jamur, mikrobiota usus manusia juga mengandung vitamin archaea, termasuk M. Smithii (Hou Et al., 2022).
Jumlah mikrobiota paling banyak ditemukan di usus. Bakteri dalam mikrobioma manusia memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh, nutrisi, dan perkembangan manusia. Penelitian menunjukkan bahwa mikrobiota pada setiap individu berbeda, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti diet, gaya hidup, dan paparan bakteri di masa kecil. Mikrobioma memainkan peran penting dalam mengatur proses biologis dan fisiologis tubuh. Disfungsi sistem imun dan kesalahan dalam regulasi inflamasi dapat menyebabkan penyakit dan kondisi non-communicable disease (NCDs). Selain itu, gangguan
pada mikrobioma dapat meningkatkan risiko infeksi. Di saluran gastrointestinal, terdapat sejumlah besar mikroorganisme (mikroflora) yang harus berada dalam keadaan eubiosis, yaitu keseimbangan populasi bakteri, untuk mendukung berbagai fungsi penting dan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Sebaliknya, dalam kondisi dysbiosis, yaitu ketidakseimbangan microflora gastrointestinal, dapat muncul berbagai gangguan kesehatan. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan mikroflora gastrointestinal sangat penting untuk menjaga kesehatan.
Dysbiosis adalah keadaan dimana perubahan ketidakseimbangan komposisi mikrobiota dalam usus. Sehingga, mikrobiota sebagai “organ penting” dari tubuh manusia. Ketidakseimbangan komposisi mikrobiota dalam usus merujuk pada perubahan signifikan dalam bakteri normal yang mendiami saluran pencernaan manusia. Dysbiosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan diet, penggunaan antibiotik, stres, dan kondisi medis tertentu (Madhogaria., et all. 2022).
Sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi menjaga keseimbangan dengan mikrobiota untuk memastikan hubungan mutualisme dengan inang tetap terjaga. Pada saat yang sama, mikrobiota juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia. Oleh karena itu, paradigma baru menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh telah berkembang untuk mengakomodasi kolonisasi mikrobiota simbiotik yang semakin kompleks sambil tetap mampu melawan patogen. Periode perinatal adalah masa krusial karena terjadi perubahan yang memengaruhi sistem kekebalan tubuh serta risiko penyakit yang terkait dengan inflamasi. Proses perkembangan mikrobioma dimulai dengan transmisi mikrobiota dari ibu secara vertikal.
3. Peran Mikrobiota
Bakteri yang terdapat dalam tubuh manusia membentuk koloni yang memberikan manfaat. Fungsi mikrobioma mencakup membantu proses pencernaan, mengatur sistem kekebalan tubuh, serta melindungi
dari bakteri patogen. Mikrobioma ini berada di kulit, sistem pencernaan, saluran pernapasan, dan saluran urogenital; semua area ini berhubungan langsung dengan lingkungan eksternal dan bisa terkena faktor luar seperti makanan, udara, dan obat-obatan. Setiap individu bereaksi berbeda terhadap metabolisme mikrobioma, terutama dalam memproses karbohidrat yang belum tercerna. Beberapa jenis mikrobiota usus menghasilkan enzim yang tidak dapat diproduksi oleh sel manusia, terutama untuk memecah polisakarida. Bakteri mengubah karbohidrat melalui proses fermentasi menjadi asam lemak rantai pendek (SCFAs) dalam proses yang dikenal sebagai fermentasi sakarolitik.
Produk dari fermentasi ini meliputi asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Senyawa-senyawa ini dapat digunakan oleh sel tubuh sebagai sumber energi utama dan nutrisi, serta membantu penyerapan mineral penting seperti kalsium, magnesium, dan zat besi.
Selain itu, gas dan asam organik seperti asam laktat juga dihasilkan dari fermentasi sakarolitik. Asam asetat digunakan oleh otot, asam propionat membantu produksi ATP di hati, dan asam butirat menyediakan energi untuk sel usus serta dapat mencegah kanker. Selain itu, bakteri juga berperan dalam meningkatkan penyerapan dan penyimpanan lipid, yang pada gilirannya membantu tubuh menyerap vitamin penting seperti vitamin K.
Peran mikrobiota usus sebagai penghalang masuknya patogen mikrobiota dalam usus memiliki peran penting sebagai penghalang patogen dengan berbagai mekanisme perlindungan. Salah satunya dengan melalui pembentukan penghalang fisik atau persaingan kompetitif, dimana mikroorganisme usus bersaing dengan patogen untuk sumber daya dan tempat yang tersedia. Selain itu, mikrobiota usus juga menghasilkan senyawa seperti bakteriosin yang secara langsung menghambat pertumbuhan patogen, menjaga keseimbangan mikroba yang sehat dan mengurangi risiko infeksi dalam tubuh. Dengan cara ini, mikrobiota usus berperan penting dalam menjaga kesehatan dan
keseimbangan sistem pencernaan serta melindungi tubuh dari invasi patogen yang berbahaya (Madhogaria, Bhowmik and Kundu, 2022).
4. Jenis Mikrobiota
Sekitar 90% spesies bakteri termasuk dalam filum Firmicutes (yaitu Bacillus spp.) dan Bacteroidetes (Bacteroides spp.), dengan filum penting lainnya adalah Actinobacteria (Bifidobacterium spp.), Proteobacteria (Escherichia, Helicobacter), dan Verrucomicrobia (Akkermansia spp.). Namun, terdapat keragaman yang besar antar subjek, sehingga menghasilkan variabilitas antar individu yang tinggi.
Sampai saat ini, 3 kelompok bakteri (enterotipe) yang didorong oleh proporsi 1 dari 3 taksa yang tinggi telah dideskripsikan: Bacteroides (enterotipe 1), Prevotella (enterotipe 2), dan Ruminococcus (enterotipe 3). Enterotipe Bacteroides dikaitkan dengan pola makan kaya protein dan lemak hewani, sedangkan enterotipe Prevotella dikaitkan dengan pola makan tinggi karbohidrat. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa enterotipe ini tidak mewakili komunitas mikroba berulang di seluruh keragaman populasi manusia dan penggunaan “biomarker”
diusulkan sebagai istilah yang lebih akurat. Mikrobiota usus mengatur banyak proses fisiologis melalui interaksi dengan inang, seperti pencernaan makanan, penyerapan nutrisi dan metabolisme, sintesis vitamin dan asam empedu, serta modulasi imunitas bawaan dan mukosa, pertumbuhan epitel, perkembangan lapisan, pencegahan penyebaran mikroorganisme patogen, dan bahkan pengaturan ekspresi gen inang.
Potensi mikrobiota usus berkontribusi terhadap obesitas telah dikaitkan dengan pengumpulan energi dari pati makanan yang tidak dapat dicerna (produksi SCFA), proses inflamasi yang disebabkan oleh translokasi bakteri LPS dan endotoksemia, dan mekanisme hormonal (aktivasi pada reseptor protein G dan pengendalian nafsu makan inang). Faktor genetik dan ciri epigenetik juga memainkan peran penting dalam hubungan antara komposisi mikrobiota usus dan produksi.
Selain bakteri, mikrobiota usus juga mencakup kelompok jamur (mikobiota) yang paling sering dipelajari, seperti Candida, Saccharomyces, Malassezia, dan Cladosporium. Komponen mikrobiota lainnya mencakup virus, bakteriofag (fag), serta archaea, termasuk spesies seperti Methanobrevibacter smithii (Hou et al., 2022).
5. Proses mikrobiota dalam sistem pencernaan
Membantu sistem pencernaan mikrobiota dalam sistem pencernaan memainkan peran penting dalam menguraikan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh manusia, seperti oligosakarida, pati, serat, dan laktosa. Bakteri yang berada di usus besar mengubah karbohidrat ini menjadi asam lemak rantai pendek (SCFA).
Proses ini menghasilkan asam asetat, propionat, dan butirat sebagai produk sampingan. Propionat, memiliki kemampuan untuk menekan sinyal lapar dari otak, bertindak sebagai molekul yang menginduksi kenyang, serta mendukung produksi energi dalam hati dengan memfasilitasi produksi ATP. Di sisi lain, butirat membantu menginduksi apoptosis pada sel epitel ganas yang melapisi usus besar, yang mengurangi risiko kanker usus, sambil juga memberikan sumber energi bagi sel-sel usus. Asam asetat, yang juga dihasilkan dalam proses ini, digunakan oleh otot sebagai bahan bakar energi. Selain itu, produksi SCFA oleh mikrobiota usus sering menyertai pembentukan gas dalam saluran pencernaan, termasuk hidrogen, karbon dioksida, dan metana.
Meskipun sebagian besar gas tersebut tidak berbau, sedangkan hidrogen sulfida, yang dihasilkan dalam jumlah kecil, dapat memberikan aroma yang menyengat. Semua ini adalah hasil fermentasi serat makanan oleh bakteri sangat penting dari mikrobiota dalam memecah dan memanfaatkan komposisi makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia (Madhogaria, Bhowmik and Kundu, 2022).
Metabolisme bakteri yang terdapat di dalam usus memiliki kemampuan untuk memproduksi berbagai vitamin yang sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Selain itu,
mereka juga mampu mensintesis semua jenis asam amino, baik yang esensial maupun non esensial, serta melakukan biotransformasi pada empedu. Beberapa vitamin yang larut dalam air, seperti asam folat (B9), riboflavin (B2), biotin (B7), cobalamin (B12), asam nikotinat (B3), asam pantotenat (B5), dan tiamin (B1), bersama dengan vitamin larut lemak seperti vitamin K, dapat diproduksi oleh komunitas mikroba yang kaya akan jenis bakteri seperti Bifidobacterium, Lactobacillus, dan E.
Coli yang mendiami usus. Kemampuan ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap asupan vitamin dan nutrisi yang penting bagi kesehatan kita. Selain itu, mikrobiota usus juga membantu zat besi, dan kalsium, yang merupakan unsur penting dalam menjaga fungsi tubuh yang optimal (Vyas and Ranganathan, 2012).
6. Faktor Yang Mempengaruhi Komposisi Mikrobiota Usus a. Faktor Internal
Komposisi mikrobiota usus terus berkembang dan memengaruhi kesehatan sejak lahir hingga dewasa. Mikrobiota usus berperan penting dalam perkembangan anak mulai dari perubahan biologis, psikologis, dan emosional. Mikrobiota usus pada bayi belum sempurna dan stabil dibandingkan orang dewasa. Faktor- faktor seperti mode persalinan, diet, dan penggunaan antibiotik dapat memengaruhi komposisi mikrobiota usus bayi (Ronan, Yeasin and Claud, 2021).
b. Faktor Eksternal
Pola makan merupakan faktor kunci yang memengaruhi komposisi mikrobiota usus, menjadikannya sasaran yang paling logis untuk dimanipulasi. Penelitian intervensi telah menunjukkan bahwa perubahan dalam pola makan dapat menghasilkan perubahan yang signifikan dan cepat dalam komposisi mikrobiota usus.
Konsumsi makanan tinggi lemak, misalnya, dapat memodifikasi populasi bakteri usus dan mengakibatkan kondisi dysbiosis, yang
pada gilirannya dapat menyebabkan berbagai penyakit (Wen and Duffy, 2017).
C. Hubungan Ibu Hamil KEK Dengan Mikrobiota
Asupan makanan ibu hamil sangat mempengaruhi berat badan ibu hamil serta perkembangan janin. Asupan energi dan protein yang kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan kekurangan energi kronis (KEK) (Widatiningsih, 2017). Banyak kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) di Indonesia yang dapat terjadi karena asupan makanan yang tidak seimbang, terutama karena tubuh kekurangan zat gizi yang dibutuhkan. Berdasarkan PSG 2016, 53,9% ibu hamil kekurangan energi (<70 % LBE) dan 13,1%
sedikit kurang (70-90% LBE) adalah mengenai kecukupan protein, 51,9%
ibu hamil kekurangan protein (<80% ACP) dan 18,8% sedikit kekurangan (80-99% ACP). Salah satu penanda ibu untuk KEK adalah lingkar lengan atas (ungu) < 23,5 cm (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Kurang energi kronis mengacu pada lebih rendahnya masukan energi, dibandingkan besarnya energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun. Pola makanan adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya KEK. Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anak-anaknya (Muhamad dan Liputo, 2017).
Interaksi antara mikrobiota usus dan sumbu usus-otak atau microba gut brain axis telah menjadi fokus penelitian beberapa tahun terakhir. Studi menunjukkan bahwa komunikasi dua arah antara bakteri usus dan sistem saraf pusat dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stres.
Mikroorganisme di usus dapat mempengaruhi aktivitas saraf otak melalui berbagai mekanisme, termasuk produksi neurotransmitter dan metabolit sekunder. Penelitian juga menyoroti peran probiotik dalam mengatur
kesehatan sistem saraf pusat. Beberapa strain probiotik, terutama dari Genus Bifidobacterium dan Lactobacillus, Telah menunjukkan potensi dalam meredakan gejala gangguan sistem saraf pusat seperti kecemasan dan depresi (Foster and McVey Neufeld, 2013).
Bakteri anaerob obligat seperti Bacteroides dan Clostridium, yang mendiami usus manusia secara alami, memainkan peran penting dalam pencernaan serat makanan kompleks menjadi metabolit yang berguna untuk tubuh manusia. Selain itu, penelitian juga menyoroti peran sel epitel kolon dalam menjaga keseimbangan mikrobiota usus (Lippi et al., 2017). Sel-Sel ini, yang juga dikenal sebagai sel koanosit, memiliki peran penting dalam mengkonsumsi oksigen dan menjaga kondisi anaerobik di lumen usus, yang mendukung pertumbuhan bakteri anaerob yang menguntungkan bagi kesehatan usus. Namun, perubahan drastis dalam kondisi anaerobik usus dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk diet tinggi lemak atau penggunaan antibiotik. Hal ini dapat mengganggu fungsi mitokondria dan menyebabkan produksi hidrogen peroksida yang berkontribusi pada dysbiosis (Tang., et al, 2017).
Disfungsi mitokondria juga dapat memicu peradangan dan menurunkan produksi asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti butirat, propionat, dan asetat, yang diperlukan untuk kesehatan usus dan sistem kekebalan tubuh. Dengan merusak sinyal PPAR-γ dalam sel epitel yang pada gilirannya memicu sintesis nitrogen oksida sintase yang mengarah pada pembentukan lebih banyak nitrogen oksida yang berkontribusi dalam kolonisasi Enterobacteriaceae dan menciptakan disbiosis. Modulasi sel T regulator akibat pengobatan antibiotik juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan hipoksia epitel yang mengakibatkan disbiosis (Lippi et al., 2017).
Proses lain juga mungkin terlibat dalam interaksi antara mikrobiota dan metabolisme energi, termasuk penginderaan rasa, metabolisme istirahat anaerobik, dan thermogenesis. Keseimbangan mikrobiota dan hubungannya dengan ibu hamil KEK. Mikrobiota mempunyai hubungan komensal
dengan inangnya dan memainkan peran penting dalam kesehatan dan penyakit manusia. Dengan demikian, keseimbangan homeostatis mikrobioma usus sangat bermanfaat bagi manusia. Faktanya, beberapa penyakit disertai dengan perubahan komposisi mikroba yang menyebabkan ketidakseimbangan drastis antara bakteri menguntungkan dan bakteri yang berpotensi patogen. Contoh penyakit yang berhubungan dengan perubahan mikroba termasuk penyakit autoimun dan alergi, penyakit radang usus, dan obesitas. Ketidakseimbangan mikroba ini didefinisikan sebagai gangguan homeostasis mikrobiota yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan ekologi di usus; perubahan kekayaan gen mikroba, komposisi fungsional, dan aktivitas metabolisme; atau perubahan distribusi lokal. Disbiosis dikaitkan dengan 3 fenomena berbeda, yang dapat terjadi secara bersamaan yaitu hilangnya organisme bermanfaat, pertumbuhan berlebihan bakteri yang berpotensi membahayakan, dan hilangnya keanekaragaman mikroba secara keseluruhan.
Asupan gizi yang adekuat pada ibu hamil merupakan faktor penting untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi selama masa kehamilan. Jika kebutuhan gizi ibu, baik dari segi jumlah maupun kualitas, tidak terpenuhi, maka kenaikan berat badan ibu dan janin akan terhambat. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko kesehatan bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan.
D. Pencegahan Kekurangan Energi Kronik pada Ibu Hamil 1. Edukasi dan Konseling Gizi
Penyuluhan gizi bertujuan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya asupan gizi seimbang. Metode yang digunakan meliputi ceramah, diskusi, dan evaluasi melalui pre-test dan post-test.
Hasilnya menunjukkan peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai pentingnya gizi seimbang selama kehamilan.
2. Pendampingan dan Kelas Ibu Hamil
Program pendampingan dan kelas ibu hamil dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga mengenai pencegahan KEK dan anemia.
Kegiatan ini mencakup pembuatan e-booklet, pelatihan kader, dan
demonstrasi memasak menu sehat. Hasilnya menunjukkan peningkatan skor pengetahuan ibu hamil dan pendampingnya.
3. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
Kegiatan KIE di tingkat desa dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai pencegahan KEK. Partisipasi aktif ibu hamil dalam kelas prenatal dan penerapan pedoman kesehatan sangat penting untuk memastikan asupan gizi yang cukup selama kehamilan.
4. Pendampingan Terpadu
Pendampingan yang melibatkan pemberian makanan tambahan tinggi kalori dan protein, suplementasi tablet tambah darah, kalsium, dan asam folat, serta edukasi melalui ceramah dan diskusi dapat meningkatkan berat badan ibu hamil, kadar hemoglobin, dan pengetahuan tentang gizi dan ASI eksklusif. Hasilnya menunjukkan peningkatan status gizi ibu dan bayi.
5. Penyuluhan Gizi Seimbang
Penyuluhan mengenai pentingnya gizi seimbang selama kehamilan dapat menambah pengetahuan ibu hamil tentang kebutuhan nutrisi, sehingga mereka dapat mengonsumsi makanan yang mengandung gizi yang diperlukan untuk kesehatan ibu dan janin.
Pada ibu hamil dengan KEK perlu memperbaiki pola makan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang yang mengandung cukup energi, protein, zat besi, vitamin, dan mineral. Penambahan asupan energi sekitar 0,5 kg per minggu dianjurkan untuk mendukung kebutuhan kehamilan. Pemberian makanan tambahan (PMT) berbasis bahan lokal juga dianjurkan sebagai sumber nutrisi tambahan terutama saat nafsu makan menurun
Langkah-langkah pencegahan ini menunjukkan bahwa kombinasi edukasi, pendampingan, dan dukungan keluarga dapat efektif dalam mencegah KEK pada ibu hamil (Kulsum, 2022).
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil merupakan masalah serius yang tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan janin, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas generasi mendatang, di mana ketidakseimbangan asupan gizi yang memicu KEK turut memengaruhi keseimbangan mikrobiota usus (dysbiosis) yang menjadi faktor penting dalam metabolisme, sistem imun, dan perlindungan tubuh sehingga pemahaman hubungan keduanya menjadi kunci dalam merancang intervensi gizi yang lebih efektif.
B. SARAN
1. Perlu adanya peningkatan edukasi dan deteksi dini untuk mencegah adanya kejadian KEK dengan memberikan pemahamaman pada ibu hamil dan pengukuran LILA secara rutin.
2. Perlu adanya intervensi gixi yang tepat yaitu dengan mengoptimalkan PMT dan konseling berkala.
3. Perlu adanya penelitian lajuran mengenai mikrobiota usus untuk dapat mengetahui peran mikrobiota terhadap KEK.
4. Perkuat sinergi antara tenaga kesehatan, pemerintah, dan masyarakat dengan kolaborasi lintas sektoe agar menudukung dalam pencegahan KEK.
21
DAFTAR PUSTAKA
Cuevas-Sierra, A., Ramos-Lopez, O., Riezu-Boj, J. I,. 2019. Diet, gut microbiota, and obesity: Links with host genetics and epigenetics and potential applications. Advances in Nutrition, 10(5), 517-530.
Darwin A, Nurdianti, K. 2014. Perbedaan Citra Tubuh Primigravida dengan Multigravida.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2018. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2024. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara
Fakhriyah, Meitria Syahadatina Noor, Muhammad Irwan Setiawan, dkk. 2021. Buku Ajar Kekurangan Energi Kronik (KEK). Yogyakarta: CV Mine.
Hasyim, H., Aulia, D. G., Agustine, F. E., Rava, E., Aprillia, N., &
Iswanto. 2023. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronik (KEK) pada ibu hamil (literatur review). JIK (Jurnal Ilmu Kesehatan), 7(1): 87.
Hou, K, Wu, ZX, Chen, XY., 2022. Microbiota in health and diseases. Signal transduction and Targeted Therapy.
Inpresari, I., dkk .2021. Determinan kejadian berat bayi lahir rendah. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 7(3): 141-149.
Kemenkes RI. 2021. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2022. Laporan Kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat Tahun 2021.
Jakarta: Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemkes RI.
Kemenkes RI. 2018. Laporan Kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat Tahun 2017.
Jakarta: Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.
Kulsum, U, dan Wulandari, DA. 2022. Upaya Menurunkan Kejadian KEK pada Ibu Hamil Melalui Pendidikan Kesehatan. Jurnal Pengemas Kesehatan. 1(1):
23-30.
Lippi, I, Perondi, F, Ceccherini, G, .2017. Effects of probiotic VSL# 3 on glomerular filtration rate in dogs affected by chronic kidney disease: A pilot study. The Canadian Veterinary Journal. 58(15): 1301-1305.
Madhogaria, B, Bhowmik, P, & Kundu, A .2022. Correlation between human gut microbiome and diseases. Infectious Medicine, Elsevier. 8(1) : 180-191.
Muhamad, Z, dan Liputo, S .2017. The role of the local government policy in eradication of chronic energy in Gorontalo district. Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(2): 113-122.
Paramata, Y., Sandalayuk, M .2019. Kurang energi kronis pada wanita usia subur di Wilayah Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Gorontalo Journal of Public Health. 2(1): 120-125.
Rizqoh, D, Laudy, NP, Atiqah, RF. 2024. HUBUNGAN ANTARA KETIDAKSEIMBANGAN KOMPOSISI MIKROBIOTA USUS TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN: TELAAH LITERATUR.
Jurnal Medika Malahayati. 8(2): 397-410.
Rohmawati, D., dan Rahmawati, A. 2021. FAKTOR FAKTOR BERHUBUNGAN YANG DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIK ( KEK ) PADA IBU HAMIL Kalimantan. Universitas Muhammadiyah, 4(1): 1672–1678.
Suryani, L., Riski, M., Sari, RG. 2021. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekurangan energi kronik pada ibu hamil. Jurnal Ilmiah Universitas. 21(1): 311-316.
Thursby, E, and Juge, N. 2017. Introduction to the human gut microbiota.
Biochemical journal. 474(11): 1823-1836.
Vyas, U, and Ranganathan, N. 2012. Probiotics, prebiotics, and synbiotics: gut and beyond. Gastroenterology research and Practice Wiley Online Library.
Wei, T, Tang, Z, Yu, Q, Chen, H. 2017. Smart antibacterial surfaces with switchable bacteria-killing and bacteria-releasing capabilities. ACS applied materials
&interfaces, ACS Publications.
Wen, L, and Duffy, A .2017. Factors influencing the gut microbiota, inflammation, and type 2 diabetes. The Journal of nutrition, Elsevier. 147(7): 1468-1475.