ISSN:2722-6026
Identifikasi dan Isolasi Mikroalga dari Perairan Rawa Gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru Provinsi Riau
Agung Arnando Nainggolan*1, Eddiwan2, Windarti2
1Program Sarjana Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
2Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
*e-mail: [email protected]
Abstract
Microalgae are aquatic organisms that are able to adapt to various environmental conditions, including the low pH water in the peat ecosystem. To determine the types of microalgae, present in the peat area, a study has been conducted from August to November 2021. The microalgae samples were taken from peat swamp in the Air Hitam Village, Pekanbaru, using a plankton net no 25. One hundred liters of water sample was filtered using the plankton net into 150 ml of water sample. The microalgae present were then identified and three of the most common species were isolated and cultured. The microalgae were identified using a binocular microscope. Results shown that there were 14 types of microalgae present, they were belonged to three classes. They were Chlorophyceae (Chlorella sp, Haematococcus pluvialis, Desmodesmus denticulatus, Scenedesmus dimorphus, Westella botryoides, Desmodesmus abundans, Coelastrum microporum, Scenedesmus serratus, Pediastrum duplex), Zygnematophyceae (Closterium moniliferum, Spirogyra condensata, Bambusina brebissonii, Closterium ehrenbergii), and Cyanophyceae (Mycrocystis sp). The abundance of microalgae ranged from 64 – 13,696 cells/L, and it can be classified as oligotrophic. The most common were Haematococcus pluvialis, Chlorella sp and Scenedesmus dimorphus. These microalgae were then cultured for 15 days on a laboratory scale. The peak of microalgae growth was on day 8 and the population of Haematococcus sp was 183,398 cells/L, Scenedesmus dimorphus was 223,341 cells/L and Chlorella sp was 281,563 cells/L. The maximum organic weight was on day seven of Haematococcus sp was 0.80 gr, Scenedesmus dimorphus was 0.82 gr and Chlorella sp was 0.75 gr.
Keywords: low pH water, phytoplankton, abundance, organic weight.
1. PENDAHULUAN
Lahan Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai (Ma’ruf dan Yulianto, 2016). Lahan gambut (peat land) dikenal juga dengan istilah lain yaitu air hitam (blackwater). Menurut Radjaguguk (2010), air gambut mempunyai ciri-ciri yaitu intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan), keasamannya tinggi (pH yang rendah), kandungan zat organik yang tinggi, kekeruhan dan kandungan pertikel tersuspensi yang rendah dan kandungan kation yang rendah.
Populasi biota yang menghuni lahan rawa gambut cenderung merupakan populasi kecil dan unik (Shah et al., 2006). Pertimbangan kondisi air yang tersimpan di rawa gambut menumbuhkan suatu ekosistem unik dengan keragaman makhluk hidup endemik seperti mikroalga. Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga dengan diameter antara 3-30μm, baik berupa sel tunggal maupun koloni yang hidup di perairan, yang lazim disebut fitoplankton (Romimohtarto, 2004). Mikroalga sangat menarik karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi, mampu menyesuaikan pada kondisi lingkungan
ISSN:2722-6026
yang bervariasi. Keanekaragaman hayati pada ekosistem rawa gambut khususnya mikroalga diduga mempunyai keunikan tersendiri, yaitu spesies yang mampu menyesuaikan dengan kondisi perairan yang asam dan nutrisi yang kurang baik. Sehingga perlu dilaksanakan penelitian mengenai “Identifikasi dan Isolasi mikroalga dari perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru Provinsi Riau”.
2. METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, Bahan dan Alat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada periode bulan Agustus – November 2021, pengambilan sampel mikroalga dan pengukuran parameter kualitas air (kecerahan, suhu, pH, oksigen terlarut dan karbondioksida bebas) dilakukan pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Identifikasi, isolasi, nitrat dan fosfat, dilakukan di Laboratorium Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau.
Bahan yang digunakan Air sampel (air rawa gambut), Lugol 1%, Alkohol, Pupuk walne, asam sulfat, NaOH-KI, MnSO4, amilum, Na-Thiosulfat (Na2S2O3), Penolphtalein dan Na2CO3. Alat yang digunakan Plankton net, thermometer, secchi disk, coolbox, kertas pH, wadah (5 Liter), botol sampel, Mikroskop Olympus CX 21, buku identifikasi, Objek glass, cover glass, pipet tetes, spuit, kamera digital, tabung reaksi,toples plastik, aerator/bowler, timbangan analitik digital, kertas saring Whattman no. 41 dan lampu.
Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan merupakan salah satu penunjang untuk keberhasilan dalam melakukan kegiatan identifikasi, isolasi dan kultur mikroalga. Persiapan alat dan bahan isolasi/pemeliharaan dilakukan dengan melakukan sterilisasi seluruh alat yang digunakan seperti toples, botol gelap, selang aerasi, batu aerasi, dan alat lainnya dengan menggunakan detergen dan spons. Alat yang telah dicuci kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan.
Setelah dikeringkan alat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% dan aquades.
Penggunaan alkohol berfungsi untuk membunuh mikroorganisme lainnya seperti plankton, bakteri, protozoa, dan jenis lainnya yang menempel pada alat dan media pemiliharaan yang digunakan yaitu pupuk walne, aquades, wadah pemliharaan dan lampu sebagai pencahayaan.
Prosedur Identifikasi Mikroalga
Identifikasi sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel mikroalga pada setiap stasiunnya dan sudah diawetkan. Kemudian satu tetes sampel diteteskan diatas objek glass dan ditutup dengan cover glass. Kemudian sampel diamati dibawah mikroskop dengan 9 lapang pandang. Jumlah tetes yang diamati dibawah mikroskop adalah 20 tetes (1 ml) atau sebanyak 20 kali pengamatan pada setiap stasiun. Mikroalga yang ditemukan dalam pengamatan ini difoto untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi fitoplankton Yunfang 1995.
Pengamatan Mikroalga dilakukan dengan cara air sampel diambil sebanyak 1 tetes dan diletakkan di objek glass lalu ditutup dengan cover glass. Amati dibawah mikroskop menggunakan mikroskop. Perhitungan kelimpahan plankton dilakukan dengan menggunakan metode “Lackey drop microtransect counting” (APHA, 2004) yang rumusnya sebagai berikut.
N = n x A
x C
x 1
B D E
Keterangan:
N = Kelimpahan total fitoplankton (sel/L)
n = Jumlah rata-rata sel mikroalga pada setiap lapangan pandang
ISSN:2722-6026
A = Luas cover glass (20 x 20) mm2
B = Luas lapangan pandang (9 x 1,81 x 20) mm2 C = Volume air sampel yang tersaring (150 ml)
D = Volume 1 tetes air sampel di bawah cover glass (0,05 ml) E = Volume air yang disaring (100 L)
Prosedur Isolasi Mikroalga
Isolasi murni dilakukan guna mendapatkan hanya satu jenis mikroalga. Mikroalga dengan jumlah sel/kelimpahan terbanyak dan sering ditemukan dalam pengamatan diisolasi sebanyak 3 jenis dengan menggunakan teknik pengenceran bertingkat (berseri). Sampel mikroalga dari wadah penampung diambil dengan menggunakan pipet tetes. Setelah itu sampel diteteskan ke objek glass dan ditutup dengan cover glass. Kemudian sampel diamati hingga jenis mikroalga yang akan diisolasi terlihat di mikroskop dan sampel yang diamati dari mikroskop diencerkan dengan menyemprotkan aquades pada objek glass secara perlahan hingga mikroalga yang diisolasi turun kedalam botol pengenceran dan diaduk. Kemudian Sampel dari botol pengenceran diamati kembali dengan mikroskop dan diencerkan kembali.
Pengamatan dan pengenceran dilakukan hingga hanya mendapatkan satu jenis mikroalga.
Mikroalga yang sudah diisolasi murni, dipindahkan kedalam wadah pemeliharaan.
Pemeliharaan mikroalga dilakukan dengan cara wadah pemeliharaan diberikan pupuk walne 10ml/hari dan diberikan pencahayaan yang cukup dengan lampu pemeliharaan. Setelah pemeliharan mikroalga selama 15 hari, dihitung berat bahan organik mikroalga dengan menggunakan rumus persamaan menurut Eddiwan dan Efawani (2021), sebagai berikut:
BO = Bb – Bk - Bab Keterangan:
BO = Berat Bahan Organik (gr) Bb = Berat Basah (gr), Bk = Berat Kering (gr), Bab = Berat Abu (gr),
Pengukuran Parameter Kualitas air
Data parameter kualitas air yang diambil di lokasi sampling adalah data fisika kimia perairan. Pengambilan parameter fisikia kimia dilakukan secara langsung dengan metode visual dan analisis labolatorium terhadap kecerahan air, suhu, kedalaman, pH, DO (Disolved Oxygen), Karbondioksida Bebas (CO2), Nitrat (NO3-), dan Fospat (PO43-).
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan dibahas berdasarkan literatur yang berkaitan dengan jenis, kelimpahan, pola pertumbuhan dan berat bahan organik mikroalga. Data yang dikumpulkan selanjutnya di kelompokkan dan ditabulasikan dalam bentuk tabel, gambar, diagram dan grafik.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi mikroalga yang teridentifikasi
a. Closterium sp.
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga memiliki sel warna hijau, berbentuk panjang, pada bagian ujung sel lebih menyempit dibanding dengan bagian tengah sel dan bersifat uniseluler. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018), Closterium sp memiliki sel memanjang dan menyempit ke arah ujung serta membentuk kurva atau lurus. Ujungnya meruncing atau membulat. Sel umumnya dibagi menjadi dua bagian, tetapi tidak ada pembatas di antara dua bagian sel tersebut. Dinding sel bisa halus atau memiliki striae yang memanjang. Umumnya terdapat dua kloroplas dan terdapat beberapa pyrenoid di sepanjang kloroplas. Mikroalga yang ditemukan pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam: Closterium ehrenbergii dan Closterium
ISSN:2722-6026
moniliferum.
b. Coelastrum microporum
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Sel berbentuk bulat segitiga seperti telur, berkoloni dan saling terhubung antar satu sel dengan sel yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018), Sel berkoloni dan berbentuk bulat, ovoid (bulat telur), atau berkoloni yang tersusun tidak teratur dan terbungkus mucilage. Koloni sel terdiri atas 4–16 individu sel. Individu sel berbentuk kurva atau seperti bulan sabit. Tiap sel diisi oleh sepasang kloroplas.
c. Microcystis sp.
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Sel berukuran kecil dan berbentuk bulat, berwarna biru kehijauan, sel berkoloni serta koloni tidak beraturan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018) Mikroalga ini memiliki pigmen phycocianin sehingga terlihat berwarna biru, koloninya bisa berbentuk seperti bola atau tidak beraturan, sel tersebar rata ke seluruh matrik dari koloni.
Mikroalga tersusun secara tidak teratur dalam mucilage yang bersifat mikro atau makroskopik dan berisi ratusan sel.
d. Pediastrum duplex
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Sel bebrbentuk pipih dan polygonal, sel berkoloni dan koloni sel terdiri dari lebih dari 4 individu sel, koloni sel mempunyai rongga seperti jaring. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018) Sel mikroalga datar berbentuk seperti piring. Melingkar dan berkoloni serta bebas mengapung. Koloni sel terdiri atas 4–64 individu sel. Di sekeliling koloni sel, terdapat satu atau dua cuping (lobe). Koloni sel tersusun seperti membentuk jaringan yang berlubang-lubang. Bagian dalam sel memiliki bentuk yang sama, sedangkan bagian tepi berbeda-beda.
e. Scenedesmus sp.
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga berkoloni, terdiri dari 4 sel, berwarana hijau, berbentuk silindris, beberapa mikroalga memiliki duri atau tanduk pada ujung koloni. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018) Sel berbentuk silinder memanjang, berkoloni, bergabung, dan berdampingan satu sama lain, membentuk segi empat datar. Koloni terdiri atas 2, 4, 8, dan 18.
Sel tertata secara linier atau zig-zag dalam satu atau dua baris. Sel juga bisa berbentuk ovoid, oblong, atau bulan sabit (crescent-shaped), yang ujungnya membulat atau meruncing.
Beberapa jenis ada yang memiliki duri terletak pada ujung koloninya. Dinding sel ada yang halus, bergerigi, atau berduri. Mikroalga yang ditemukan pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam: Scenedesmus dimorphus, Scenedesmus serratus, Desmodesmus denticulatus dan Desmodesmus abundan.
f. Haematococcus pluvialis
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga berkoloni, sel berbentuk bulat atau elipsoid. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulastri (2018) Sel berbentuk bulat seperti bola atau oval. Terdapat mucilage yang tebal pada dinding sel. Terdapat pigmen hijau pada kloroplas, berbentuk seperti mangkok.
g. Spirogyra condensata
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga berwarna hijau, memiliki kloroplas yang membentuk spiral, sel memanjang dan tidak bercabang. Hal ini sesuai dengan pendapat Edmonson (1959) Sel memiliki pigmen berwarna hijau, tubuhnya berbentuk filamen sederhana tidak bercabang, kloroplas satu atau lebih dan tidak berlapis, kloroplas berbentuk spiral.
h. Chlorella sp.
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga memiliki satu sel atau bersel tunggal, sel berwarna hijau, berbentuk bulat seperti telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Merizawati (2008) Bentuk sel Chlorella bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal (uniseluler), dan kadang-kadang bergerombol. Chlorella memiliki diameter sel berkisar antara 2 − 8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan.
i. Bambusina brebissonii
Berdasarkan pengamatan saat penelitian, dapat diketahui deskripsi mikroalga yang ditemukan yaitu: Mikroalga memiliki sel berwarna hijau, sel berkoloni, bentul sel memanjang,
ISSN:2722-6026
sel tersusun berbentuk seperti dua vas bunga yang terbalik. Hal ini sesuai dengan pendapat Astuti (2017) Bentuk sel khas, seperti tumpukan terbalik dua vas bunga, menyatu di bagian apeks, membentuk filamen, terdapat matriks lendir tipis. Kelompok Divisi Chlorophyta, filamen, tidak bercabang. Warna sel hijau dan dua kloroplas tiap sel.
j. Westella botryoides
Sel Wesella botryoides berkoloni himgga 16 atau 32 sel; badan sel berbentuk bulat; setiap sel saling terhubung satu sama lain oleh sisa-sisa dinding sel induk; kloroplas tunggal berbentuk cangkir yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (pirenoid).
Kelimpahan mikroalga dari perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam
Berdasarkan hasil jumlah spesies mikrolaga yang ditemukan dari perairan rawa gambut di Keluarahan Air Hitam selama penelitian pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 4 menunjukan bahwa jumlah spesies terbanyak adalah Chlorella sp, Scenedesmus dimorphus, dan Haematococcus pluvialis. Spesies mikroalga terbanyak selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kelimpahan jenis mikroalga dari perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam.
Berdasarkan hasil penelitian, Kelimpahan setiap spesies mikroalga pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, sebanyak 64 - 13.969 sel/L, tergolong pada tingkat kesuburan rendah (oligotrofik). Hal ini sesuai dengan Goldman dan Horne (1983) yang mengklasifikasikan kesuburan perairan atas tingkat kesuburan rendah (oligotrofik) dengan kelimpahan <104 sel/L, (mesotrofik) jika total kelimpahan fitoplankton 104 - 107 dan (eutrofik) jika kelimpahan total fitoplankton >107 sel/L. Perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam memiliki kesuburan rendah, dikarenakan perairan tersebut memiliki kualitas air yang cukup ekstrim sehingga mikroalga yang bertahan hanya sedikit dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim.
Pola pertumbuhan isolat mikroalga selama masa pemeliharaan
Mikroalga yang memiliki kelimpahan spesies tertinggi dari perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, diisolasi sebanyak 3 jenis (Haematococcus pluvialis, Chlorella sp. dan Scenedesmus dimorphus) dipelihara dengan skala laboratorium selama 15 hari. Pola pertumbuhan ketiga jenis mikroalga isolat dapat dilihat pada Gambar 2.
ISSN:2722-6026
Gambar 2. Pola pertumbuhan 3 isolat mikroalga
Berdasarkan hasil penelitian ini, ketiga isolat memiliki pola pertumbuhan yang sama, hal ini dikarenakan ketiga isolat diberi perlakuan yang sama pada media pemeliharaan. Media pemeliharaan tersebut yaitu, pupuk Walne cair diberi sebanyak 2 ml pada setiap jenis mikroalga diwadah pemeliliharaan setiap harinya selama 15 hari dan kualitas air pada media pemeliharaan ketiga isolat diasumsikan memiliki kondisi yang optimal. Pertumbuhan rata-rata dari ketiga isolat mikroalga yaitu, yang tertinggi pada jenis Chlorella sp sebanyak 127.024 sel/L, sedangkan pada jenis Haematococcus pluvialis sebanyak 83.269 sel/L dan pertumbuhan terendah pada jenis Scenedesmus dimorphus sebanyak 73.054 sel/L. Berdasarkan hasil pertumbuhan diatas dapat diasumsikan bahwa Chlorella sp mengalami pembelahan sel yang lebih cepat dibandingkan jenis Haematococcus pluvialis dan Scenedesmus dimorphus.
Pada penelitian ini juga didapatkan beberapa fase pertumbuhan pada ketiga jenis isolat mikroalga yang dipelihara selama 15 hari di laboratorium. Pertumbuhan mikroalga pada hari ke-1 dan ke-2 memasuki fase adaptasi (lag phase), pada fase ini biasanya terjadi stressing secara fisiologi karena terjadi perubahan kondisi lingkungan media kultivasi dari media awal ke media baru, maka mikroalga mengalami proses penyesuaian terlebih dahulu sebelum mengalami pertumbuhan (Kawaroe et al., 2010). Hari ke-3 hingga hari ke-8 memasuki fase eksponensial (log phase), Hal ini ditunjukkan dengan penambahan jumlah sel yang sangat cepat melalui pembelahan sel mikroalga dan fase ini struktur sel masih berada pada kondisi normal serta nutrisi dalam keadaan seimbang, pada hari kedelapan merupakan pertumbuhan puncak atau maksimal (Kawaroe et al., 2010). Hari ke-9 hingga hari ke-12 memasuki fase penurunan pertumbuhan (Declining Growth Phase) terjadi dengan indikasi pengurangan kecepatan pertumbuhan sampai sama dengan fase awal pertumbuhan, yaitu kondisi yang stagnan dimana tidak terjadi penambahan sel (Kawaroe et al., 2010). Hari ke-13 hingga hari ke-15 (hari terakhir) memasuki fase kematian (death phase) diindikasikan oleh kematian sel mikroba yang terjadi karena kemampuan metabolisme mikroalga yang menurun akibat dari umur yang sudah tua. Kenyataan ini biasanya ditandai dengan penurunan jumlah sel yang cepat dan secara morfologi pada fase ini mikroalga banyak mengalami kematian dibandingkan dengan melakukan pertumbuhan melalui pembelahan. Warna air media kultivasi berubah, terjadi buih di permukaan media kultivasi dan warna yang pudar serta gumpalan mikroalga yang mengendap di dasar wadah kultur (Kawaroe et al., 2010).
Berat Bahan Organik Isolat Mikroalga
Berat basah, berat kering, berat abu dan berat bahan organik dari 3 jenis mikroalga yang dikultur di laboratorium menunjukkan pola yang serupa. Ketiga jenis mikroalga tersebut, yaitu Chlorella sp, Haematococcus pluvialis dan Scenedesmus dimorphus.
ISSN:2722-6026
Gambar 3. Berat bahan organik (a) Scenedesmus dimorphus, (b) Chlorella sp, (c) Haematococcus pluvialis
Berat bahan organik tertinggi dari ketiga isolat mikroalga adalah jenis Scenedesmus dimorphus memiliki berat bahan organik rata-rata 0,82 gr/gr berat basah. Hal ini dikarenakan Scenedesmus dimorphus memiliki ukuran sel yang berat, yaitu panjang 5–30 μm dan lebar 2–
10 μm (Sulastri, 2018). Scenedesmus dimorphus memiliki kelimpahan yang terendah dibandikan kedua isolat lainya, akan tetapi dikarenakan ukuran sel yang besar sehingga mikroalga yang tersaring pada kertas whattman lebih padat dan berat dibandingkan dengan jenis mikroalga isolat lainnya. Menurut Kawaroe et al., (2010) Scenedesmus sp memiki potensi sebagai makanan tambahan pada pakan ternak karena mengandung gizi yang tinggi, dikarenakan terdapat 8-56 % protein, 10-52 % karbohidrat, 2-40 % lemak dan 3-6 % nucleic acid pada Scenedesmus sp.
Berat Bahan organik pada jenis Chlorella sp. memiliki berat yang sedang Haematococcus pluvialis 0,80 gr/gr berat basah. Hal ini dikarenakan ukuran sel Haematococcus pluvialis memiliki diameter 8–30 µm (Sulastri, 2018). Sehingga mikroalga yang tersaring tidak sepadat jenis mikroalga isolat lainnya. Haematococcus pluvialis mengandung senyawa astaxanthin yang berpotensi sebagai bahan suplemen kesehatan karena memiliki kapasitas sebagai antioksidan serta memiliki fungsi kesehatan yang lain (Kim et al., 2016). Haematococcus pluvialis sebaiknya dipanen pada pemeliharaan hari ke-7 untuk mengetahui potensi mikroalga lebih lanjut.
Berat Bahan Organik terendah dari ketiga jenis isolat mikroalga adalah jenis Chlorella sp. 0,75 gr/gr berat basah. Hal ini dikarenakan Chlorella sp memiliki ukuran sel yang ringan atau kecil, yaitu diameter berkisar 2-8 μm (Sulastri, 2018), sehingga berat bahan organik yang tersaring pada kertas Whattman tidak sepadat jenis Scenedesmus dimorphus. Menurut Rachmaniah et al., (2010) Chlorella sp. memiliki potensi sebagai pakan alami benih ikan, dikarenakan mengandung gizi yang tinggi dan memiliki kandungan nutrisi protein sebesar 51–
58%, minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14- 22%, dan asam nukleat 4-5%.
Pemanenan pada jenis Chlorella sp, sebaiknya dilakukan pada pemeliharaan hari ke-7, karena pada hari ke-7 merupakan pertumbuhan puncak sehingga memiliki kepadatan yang optimal.
Parameter Pendukung Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan dan organisme yang ada di perairan. Parameter pendukung kualitas air yang diamati selama penelitian tersebut antara lain: suhu air, pH, kecerahan, karbondioksida bebas, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat.
Pengamatan kualitas air dilakukan pada stasiun penelitan selama tiga minggu dan kualitas air diukur satu kali dalam setiap minggunya. Untuk lebih jelasnya masing-masing parameter baik fisika maupun kimia dapat dilihat pada Tabel 1.
ISSN:2722-6026
Tabel 1. Parameter Kualitas Air.
Hasil pengukuran kualitas air dari perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru. Suhu air berkisar 26 – 29 0C, hal ini menunjukkan bahwa suhu di perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru masih dapat mendukung kehidupan organisme air termasuk mikroalga. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Harmoko et al., (2017) suhu yang optimal untuk pertumbuhan mikroalga berkisar 20 – 30 ºC.
Kecerahan air berkisar 20-33 cm, kecerahan air rawa gambut tergolong rendah. Hal ini dikarenakan dangkalnya perairan rawa gambut, perairan gambut berwarna merah kehitaman dan sama seperti perairan rawa gambut pada umumnya, serta perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam Kota Pekanbaru masih dikategorikan produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Zamroni et al., (2015) menyatakan karakteristik kecerahan rawa gambut berkisar antara 15-73 cm dengan air berwarna merah kehitaman. Menurut Chakroff (1976), kecerahan yang produktif untuk pertumbuhan organisme perairan adalah apabila pinggan secchi mencapai 20-40 cm dari permukaan air.
Derajat Keasaman (pH) berkisar 4 – 5, hal ini dikarenakan perairan tersebut terbentuk dari proses dekomposisi selama puluhan tahun sehingga dari proses dekomposisi tersebut membentuk asam fulvat, humin dan asam humat yang menyebabkan pH diperairan rawa gambut tersebut menjadi asam. Menurut Effendi (2003) kisaran pH optimal pada mikroalga adalah 4,5-9,3. Perairan Rawa Gambut di Kelurahan Air Hitam masih ditemukan organisme, hal ini disebabkan ekosistem rawa gambut memiliki karakteristik yang khas, dimana organisme yang hidup di rawa adalah yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap pH dan oksigen yang rendah.
Kandungan rata-rata nitrat pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, Kota Pekanbaru berkisar 1 – 1.5 mg/L dan perairan tersebut dikategorikan pada perairan mesotrofik (kesuburan sedang). Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) yang mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat atas tiga tingkatan, yaitu konsentrasi 0,01-1,0 mg/L disebut perairan oligotrofik (kurang subur), 1,0-5,0 mg/L disebut perairan mesotrofik (kesuburan sedang) dan diatas 5,0 mg/L disebut perairan eutrofik (kesuburan tinggi). Perairan tersebut dikategorikan mesotrofik, diduga karena masuknya limpasan dari sisa pupuk yang berasal dari perkebunan kelapa sawit di sekitar perairan rawa gambut, dari proses dekomposisi pada dasar perairan rawa gambut serta dikarenakan rendahnya kelimpahan mikroalga yang berada diperairan, sehingga diduga nitrat tidak banyak dimanfaatkan oleh mikroalga dan menyisakan banyak nitrat diperairan tersebut.
Kandungan rata-rata fosphat pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, Kota Pekanbaru berkisar 0.0142 – 0.0187 mg/L dan perairan tersebut dikategorikan pada kesuburan rendah (oligotrofik). Hal sesuai dengan pendapat Nurachmi (1999) yang menyatakan tingkat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 4 yaitu; (1) kesuburan rendah (oligotrofik) konsentrasi fosfat berkisar 0,00 - 0,020 mg/L, (2) kesuburan sedang (mesotrofik) konsentrasi fosfat berkisar 0,021-0,050 mg/L, (3) kesuburan baik (eutrofik) 0,051 - 0,100 mg/L dan (4) kesuburan sangat baik (Hipertrofik) 0,101-0,201 mg/L.Perairan tersebut dikategorikan oligotrofik, diduga mikroalga banyak memanfaatkan fosphat untuk tumbuh sehingga fosphat dalam air yang tersisa hanya sedikit.
Kadar oksigen terlarut atau Dissolved oxygen (DO) pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, Kota Pekanbaru berkisar 3.74 – 4.76 dan oksigen terlarut masih mendukung organisme air untuk hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismail (1994) bahwa kandungan minimal yang cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal yaitu 2 mg/L. Rendahnya kadar oksigen, dikarena kecerahan air (<50 cm) sehingga
Parameter STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3 STASIUN 4 Waktu (WIB) 08:20 -08:45 09:15 - 09:30 10:00 - 10:10 10:30 - 10:55 suhu air (0C) 27 - 28 26 - 27 27 - 28 27 - 29
Kecerahan (cm) 20 - 38 22 - 33 20 - 25 25 - 29
pH (indk) 5 4 5 4
Nitrat (mg/L) 1 1.5 1.5 1.2
Fosphat (mg/L) 0.0146 0.0187 0.0187 0.0142
DO (mg/L) 4.76 3.74 4.08 4.76
CO2 (mg/L) 5.13 8.07 8.07 6.09
ISSN:2722-6026
menghambat proses fotosintesis didalam air dan terdapat tumbuhan air yang menutupi beberapa bagian perairan.
Kadar karbondioksida bebas (CO2) pada perairan rawa gambut di Kelurahan Air Hitam, Kota Pekanbaru berkisar 5.13 – 8.07 mg/L dan kadar karbondioksida dalam air masih mendukung kehidupan organisme diperairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lumbangaol (2013) yang menyatakan bahwa kandungan Karbondioksida bebas maksimal dalam suatu perairan 20 mg/L.Tingginya kadar karbondioksida dalam air, dikarenakan kelimpahan mikroalga yang sedikit sehingga karbondioksida banyak yang tidak dimanfaatkan oleh mikroalga pada perairan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Mikroalga yang teridentifikasi sebanyak 14 spesies, yang terdiri dari 3 kelas yaitu Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Zygnematophyceae dan perairan rawa gambut tergolong pada tingkat perairan kesuburan rendah (Oligotrofik). Kelimpahan tertinggi mikroalga dari rawa gambut yaitu Haematococcus pluvialis, Chlorella sp dan Scenedesmus dimorphus.
Puncak Populasi mikroalga yang diisolasi pada hari ke-8 yaitu Chlorella sp 127.024 sel/L, Haematococcus pluvialis 83.269 sel/L dan Scenedesmus dimorphus 73.054 sel/L. Berat bahan organik Chlorella sp 0,75 gr/gr berat basah, Haematococcus pluvialis sebanyak 0,80 gr/ gr berat basah dan Scenedesmus dimorphus sebanyak 0,82 gr/ gr berat basah.
Saran
Penelitian ini sebaiknya dilakukan dengan teliti dan alat yang digunkanan dalam keadaan steril agar tidak terjadi kontaminasi pada objek penelitian. Peneliti selanjutnya disarankan menggunakan teknik lain seperti: teknik isolasi menggunkan pipet kapiler, teknik isolasi goresan (media agar) dan teknik isolasi lainnya. Pihak jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, sebaiknya melengkapi alat yang mendukung penelitian mengenai mikroalga di Laboratorium, agar peneliti dapat lebih nyaman saat melakukan penelitian dan tidak melakukan peminjaman ketempat lain.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih disampaikan kepada Dekan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan Kepala Laboratorium serta rekan-rekan di Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas yang telah banyak membantu penyelesaian riset mandiri ini.
DAFTAR PUSTAKA
APHA (American Public Health Association). 2004. Standar Methods for The Examination of Water and Wastewater. American Public Control Federation. 20th edition, Washington DC. American Public Health Asosiation.
Astuti, F. D. 2017. (Skripsi) Jenis-jenis Protista di Perairan Mengalir Kota Palembang dan Sumbangannya pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurusan Pendidikan Biologi FKIP UNSRI.
Chakroff, M. 1976. Freshwater Fish Pond Culture and Management. Peace Corp Programe Training. 169 p.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Kansius. Yogyakarta.
ISSN:2722-6026
Edmonson, W.T. 1959. Fresh Water Biology. John Willey and Sons. New York.
Goldman CR and AJ. Horne. 1983. Limnology. United States of America (US) McGrawHill Book Company.
Harmoko, Lokaria, E., & Misra, S. (2017). Eksplorasi Mikroalga di Air Terjun Watervang Kota Lubuklinggau. Bioedukasi, 8(1), 75-82.
Ismail, M. Z. 1994. Zoogeography and Biodiversity of the Fresh Water Fishes of Southeast Asia. Hydrobiologia. 285: 41- 48.
Kawaroe, Tri Prartono, Andriani Sanuddin, Dahlia Wulansari, dan Dina Augustine. 2010.
Mikroalga Potensi dan pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar: Bandung. ITB.
Kim, D.Y., D. Vijayan, R. Praveenkumar, J.I. Han, K. Lee, J. Y. Park, W.S. Chang, J. S. Lee and Y. K. Oh. 2016. Cell-wall disruption and lipid/astaxanthin extraction from microalgae: Chlorella and Haematococcus.Bioresour. Technol. 199 : 300–310.
Lumbangaol, P. S. 2013. Distribusi Vertikal Klorofil-a di Danau Pinang Luar Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. (Tidak Diterbitkan).
Ma’ruf, M. A dan F. E. Yulianto. 2016. Tanah Gambut Berserat: Solusi dan Permasalahannya dalam Pembangunan Insfastruktur yang Berwawasan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Geoteknik, Banjarmasin, 1 Oktober, 2016: 279-292.
Merizawati. 2008. Analisis sinar merah, hijau dan biru untuk mengukur kelimpahan fitoplankton Chlorella vulgaris. Institut Pertanian Bogor. 87 hal.
Nurachmi, L. 1999. Kualitas Fisika-Kimia Perairn Sekitar ‘Dumping Area’ Lumpur Pengerukan Pelabuhan Minyak Dumai. Berkala Perikanan Terubuk 27(76):2 – 13.
Romimohtarto, K., 2004, Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut yang Menjadi Plankton, Djambatan, Jakarta.
Radjaguguk, B. 2010. Perubahan Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat Reklamasi Lahan Gambut untuk Pertanian. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, (2): 1-15.
Shah A.S.R M, Zarul H.H, Chan K.Y, Zakaria R, Khoo K.H, Mashhor M. 2006. A recent survey of freshwater fishes of the Payau Beriah Peat Swamp Forest, North Perak, Malaysia. Journal Biosains 17 (1): 51-64.
Sulastri. 2018. Fitoplankton Danau-Danau di Pulau Jawa Keanekaragaman dan Perannya sebagai Bioindikator Perairan. Jakarta : LIPI Press 2018.
Zamroni M, Musa A, Satyani D, Rohmy S. 2013. Studi Bioekologi Ikan ringau (Datnioides microlepis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas dan Musi. Laporan Seminar Hasil Tahun Anggaran 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok.