• Tidak ada hasil yang ditemukan

hathi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hathi"

Copied!
831
0
0

Teks penuh

Tantangan pengelolaan sumber daya air dalam menghadapi perubahan iklim untuk mendukung ketahanan air, pangan dan energi. Penyusunan neraca air DAS Serayu untuk mengetahui potensi sumber daya air di Daerah Aliran Sungai (WS) Serayu Bogowonto.

HATHI

Sub Tema 1

Tantangan Pengembangan dan Pengelolaan SDA

Daerah Perbatasan NKRI

IDENTIFIKASI POTENSI LAHAN RAWA WILAYAH KALIMANTAN UTARA

UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Luas lahan basah yang ada di wilayah penelitian (Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kota Tarakan) adalah 781.510 ha. Terdapat enam sistem lahan basah di wilayah penelitian, yaitu; (1) Sistem Pertanahan Kajapah (KJP) digambarkan sebagai dataran lumpur pasang surut di bawah hutan bakau dan nipah, (2) Sistem Pertanahan Kahayan (KHY) digambarkan sebagai gabungan dataran pantai/sungai, (3) Sistem Pertanahan Mendawai (MDW) adalah digambarkan sebagai rawa gambut dangkal, (4) Sistem Lahan Gambut (GBT) digambarkan sebagai rawa gambut dalam dengan permukaan sebagian besar melengkung, (5) Sistem Pertanahan Klaru (KLR) digambarkan sebagai dataran banjir yang terus-menerus tergenang air, dan (6) Lahan Beliti Sistem (BLI) digambarkan sebagai dataran banjir berawa di lembah-lembah sempit.

Tabel 1.  Luas Lahan Rawa di Indonesia
Tabel 1. Luas Lahan Rawa di Indonesia

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA WILAYAH PERBATASAN NKRI –

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR SEJAK BERDAULATNYA TIMOR LESTE)

Keterlibatan ini erat kaitannya dengan perumusan kerangka pengembangan dan pengelolaan sumber daya air di wilayah perbatasan. Pembangunan dan pengelolaan sumber daya air di wilayah perbatasan memerlukan perhatian khusus untuk mewujudkan nawacita.

Gambar 1.  Kriteria dan penetapan wilayah sungai (Permen PU No.4, 2015) Harry Jacom, dkk
Gambar 1. Kriteria dan penetapan wilayah sungai (Permen PU No.4, 2015) Harry Jacom, dkk

IDENTIFIKASI ZONASI MAKRO SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN LAHAN IRIGASI RAWA

DI KABUPATEN MERAUKE

Penyusunan zonasi rawa makro di Kabupaten Merauke menghasilkan empat kawasan yaitu kawasan lindung, kawasan pengelolaan adaptif, kawasan pengelolaan pesisir, dan kawasan pengembangan. Mengacu pada Peta Zonasi Makro Rawa (Gambar 5), wilayah pengembangan terlihat dominan tersebar di Kesatuan Hidrologi Kota Merauke, Kesatuan Hidrologi Maro-Kumbe bagian selatan, dan Kesatuan Hidrologi Bian-Bulaka, atau di sekitar Sungai Bian. , Sungai Kumbe dan Sungai Maro (BIKUMA).

Gambar 1.  Diagram Alir Skema Macro-Zoning (Azdan, 2012)
Gambar 1. Diagram Alir Skema Macro-Zoning (Azdan, 2012)

TANTANGAN PENGELOLAAN SUNGAI FLY SEBAGAI WS LINTAS NEGARA

DAS Rhine 2,6 kali lebih besar dari DAS Fly (170.000 km2) dan mencakup sebagian negara (Italia, Austria, Liechtenstein, Luksemburg, dan Belgia). Tailing PT.OTM yang dibuang ke Sungai Fly mengandung Hg yang dapat membahayakan nyawa manusia melalui adanya rantai makanan.

Gambar 1.  Karakteristik Sungai Fly dan Sungai Rhine sebagai DAS Tasgara Sungai Fly panjang total 770 Km, di Papua 150 Km (19,5 % dari total panjang),  melintasi  dua  negara  yaitu  PNG  dan  Papua  di  Indonesia
Gambar 1. Karakteristik Sungai Fly dan Sungai Rhine sebagai DAS Tasgara Sungai Fly panjang total 770 Km, di Papua 150 Km (19,5 % dari total panjang), melintasi dua negara yaitu PNG dan Papua di Indonesia

PERTIMBANGAN TEKNIS HIDROLOGIS POTENSI AIR BAKU GUNA PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU

DAERAH PERBATASAN PROVINSI KALTARA

Berdasarkan hasil penghitungan kebutuhan air ketiga wilayah tersebut, yang terbesar terdapat di wilayah Long Nawang (Kayan Hulu), dan berikut hasil penghitungan total kebutuhan air bersih. Perbandingan kebutuhan air bersih di wilayah Long Nawang (Malinau), Long Bawan (Krayan) dan Long Layu (Krayan Selatan).

Tabel 1.  Kategori kebutuhan domestik perkotaan
Tabel 1. Kategori kebutuhan domestik perkotaan

KAJIAN PENYEDIAAN AIR IRIGASI DI KABUPATEN MERAUKE

Ketersediaan Air pada DAS Bian, Kumbe, dan Maro

Hasil model kemudian ditampilkan untuk masing-masing cekungan, seperti terlihat pada Tabel 1 untuk aliran ketersediaan air di cekungan Bian. Berdasarkan ketersediaan air Q80 di Das Bian, debit terendah terjadi pada bulan Agustus dengan debit 87,12 m3/s dan debit tertinggi pada bulan Maret dengan debit 525,75 m3/s. Dari segi ketersediaan aliran air, Q80 di Cekungan Kumba terendah pada bulan Agustus dengan debit 32,42 m3/s dan debit tertinggi.

Seperti terlihat pada Tabel 3, debit air Q80 terendah yang tersedia di Maro Das terjadi pada bulan Oktober dengan debit 73,72 m3/s, dan debit tertinggi pada bulan Maret dengan debit 300,39 m3/s.

Kebutuhan Air pada DAS Bian, Kumbe, dan Maro

Seperti terlihat pada Tabel 5, kebutuhan air untuk peternakan terbesar adalah DAS Kumbe dengan debit 0,006 m3/s. Jumlah kebutuhan air untuk irigasi dihitung dengan menggunakan Petunjuk Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut. Jumlah kebutuhan air irigasi di DAS Bian, Kumbe dan Maro dalam satuan l/s/ha dapat dilihat pada Tabel 6.

Kebutuhan air irigasi yang dihitung tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung neraca air dengan skenario wilayah irigasi yang berlaku saat ini dan skenario pengembangan wilayah irigasi berdasarkan zonasi pengembangan irigasi lahan basah.

Neraca Air pada DAS Bian, Kumbe, dan Maro

Seperti halnya di DAS Bian dan Kumbe, neraca air di DAS Maro, dalam kondisi dasar, memberikan nilai tambah. Berdasarkan Tabel 10, neraca air DAS Bian untuk skenario pembangunan memberikan defisit pada bulan September dan Oktober. Seperti terlihat pada tabel 11, skenario pengembangan DAS Kumbe mengakibatkan neraca air defisit selama beberapa bulan yaitu pada bulan Mei, September dan Oktober.

Berdasarkan hasil neraca air di DAS Bian, Kumbe dan Maro diketahui bahwa seluruh DAS mengalami kekurangan air dalam beberapa bulan.

Tabel 8.  Neraca Air DAS Kumbe
Tabel 8. Neraca Air DAS Kumbe

Sub Tema 2

Tantangan dalam Konservasi dan Pengendalian Daya

Rusak Air Akibat

Bencana Alam Ekstrim Berbasis Kearifan Lokal

ALTERNATIF PENGENDALIAN BANJIR PADA KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH BANDUNG BARAT

Hal ini dijelaskan lebih lanjut dengan menghilangkan pengalihan dan penyempitan yang terjadi di Sungai Citunjung. Seperti terlihat pada Gambar 10, Sungai Citunjung sebenarnya mempunyai kemampuan mengalirkan banjir yang terjadi pada kala ulang 2 tahun dengan aman. Banjir yang terjadi di pemukiman warga disebabkan oleh adanya pengalihan alur Sungai Citunjung dengan sudut 900 dan penyempitan bagian sungai di sisi hilir.

Penyesuaian alur Sungai Citunjung dengan sudut 450 ditambah dengan normalisasi penampang sungai mampu mengendalikan aliran hanya dalam kurun waktu 2 tahun ulang.

Tabel 1.  Perbandingan laju pertumbuhan penduduk perkotaan dan pedesaan
Tabel 1. Perbandingan laju pertumbuhan penduduk perkotaan dan pedesaan

EFISIENSI CHECKDAM TYPE GRID TERHADAP PENGENDALIAN ALIRAN DEBRIS DI HULU SUNGAI

Dari hasil penelitian di laboratorium dengan menggunakan debit yang telah ditentukan, berat sedimen yang tertahan di depan check dam dan berat sedimen yang keluar. Pada penelitian ini, kemiringan yang besar dan peningkatan debit menyebabkan peningkatan konsentrasi sedimen yang mengarah ke muka check dam. Meningkatnya konsentrasi sedimen akan meningkatkan jumlah sedimen yang tertahan dan berhasil keluar (overflow) melalui tubuh bendungan.

Dengan kemiringan yang relatif kecil maka konsentrasi sedimen yang menuju ke check dam juga relatif kecil (Maricar et al., 2011).

Gambar 1.  Flume dan Posisi perletakan model dalam saluran
Gambar 1. Flume dan Posisi perletakan model dalam saluran

ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA UNTUK PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI SIBORGONYI

DISTRIK ABEPURA KOTA JAYAPURA

Menghitung proyeksi curah hujan dengan metode Log Person III, berikut langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person III. Perhitungan intensitas curah hujan terjadwal menggunakan metode mononobe Persamaan penghitungan intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus mononobe. Data curah hujan yang dibutuhkan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Provinsi Papua.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab banjir di Sungai Siborgonyi adalah curah hujan dengan intensitas tinggi, banyaknya sedimentasi, pemukiman di sepanjang bantaran sungai, sampah dan dimensi saluran.

Gambar 1.  Chathment Area Lokasi Studi
Gambar 1. Chathment Area Lokasi Studi

ANALISA DESAIN PENANGGULANGAN BANJIR KOMPLEKS ORGANDA KOTA JAYAPURA

Permasalahan sumber daya air yang sering terjadi di kota Jayapura salah satunya adalah genangan akibat banjir, lokasi rawan banjir salah satunya Komplek Perumahan Organda (Padang Bulan) Kecamatan Heram Organda DAS. Tujuan dari analisis Desain Penanggulangan Banjir Komplek Perumahan Organda Kota Jayapura dalam tulisan ini adalah diharapkan dapat digunakan oleh Pemerintah Kota Jayapura atau instansi terkait lainnya sebagai pedoman dan acuan dalam penanganan banjir di Organda Kota Jayapura. Kota Jayapura. Kompleks apartemen. Data curah hujan tahunan yang diperoleh disajikan pada Tabel 1, rata-rata curah hujan maksimum tahunan kota Jayapura disajikan pada Tabel 2.

Untuk mengurangi dampak banjir di Perumahan Organda Kota Jayapura dengan luas banjir 7,20 ha dan kedalaman banjir m, kondisi yang paling layak adalah membangun kolam retensi seluas 6,6 ha dengan rencana kedalaman 3,5 m. 00 m dan kapasitas debit kolam retensi 8 m³ l/s.

Gambar 1.  Peta Lokasi Dampak Banjir
Gambar 1. Peta Lokasi Dampak Banjir

ANALISIS BANJIR BERDASARKAN POLA ALIRAN DAN KARAKTERISTIK DAS PADA BATANG KURANJI

KOTA PADANG

Berdasarkan nilai kepadatan jaringan sungai sebesar 1,744 termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa Batang Kuranji mempunyai laju aliran permukaan yang cepat dan akan terjadi banjir dalam waktu yang singkat. Dari perhitungan rasio panjang DAS Batang Kuranji diperoleh nilai sebesar 0,496 yang berarti DAS Batang Kuranji mempunyai bentuk yang sangat memanjang. 5%, hal ini menunjukkan kemiringan DAS Batang Kuranji cukup curam sehingga waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya banjir lebih singkat dan kemampuan erosi lebih besar.

Untuk mengurangi frekuensi dan luasnya banjir di Batang Kuranji, sebaiknya dilakukan penghijauan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji.

Gambar 1.  Lokasi studi KAJIAN PUSTAKA
Gambar 1. Lokasi studi KAJIAN PUSTAKA

PERUBAHAN IKLIM DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

DAS BELIMBING DAN DAS SIDUTAN)

Hasil analisis tersebut kemudian digunakan untuk mengevaluasi rata-rata limpasan (Q = rata-rata musim hujan dan musim kemarau), koefisien rezim aliran (KRA = Qmak/Qmin), koefisien aliran (C = volume curah hujan/volume limpasan) dan air. ketersediaan. indeks (IKA = Q andalan dibagi jumlah penduduk tiap wilayah sungai). Keempat parameter hidrologi periode tahun 2000-2015 menunjukkan tren debit rata-rata mengalami penurunan, KRA menunjukkan peningkatan, C menunjukkan peningkatan dan IKA menunjukkan penurunan, sehingga dapat dikatakan kondisi hidrologi daerah tangkapan air di wilayah tersebut. Daerah tangkapan air di Lombok semakin memburuk, terutama ketersediaan air permukaan yang semakin terbatas. Secara grafis penurunan rata-rata debit periode 2000-2015 dan prediksi penurunan debit hingga tahun 2025 ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

Dari keempat parameter hidrologi menunjukkan tren debit rata-rata mengalami penurunan, KRA menunjukkan peningkatan, C menunjukkan peningkatan dan IKA menunjukkan penurunan, sehingga dapat dikatakan status hidrologi DAS Lombok DAS mengalami penurunan fungsi terutama ketersediaan air permukaan yang semakin terbatas.

Gambar 1.  Gambar 1. Skema siklus hidrologi (NWS 2009)
Gambar 1. Gambar 1. Skema siklus hidrologi (NWS 2009)

MODEL HIDRAULIK FISIK PERCEPATAN ALIRAN PADA SUDETAN KALI CILIWUNG KE KANAL BANJIR TIMUR

Kecepatan putaran baling-baling mempunyai arah radial (sesuai jari-jarinya), sedangkan kecepatan aliran air diharapkan mempunyai arah lurus, sejajar sumbu (aksial) sehingga debit aliran yang dihasilkan dapat optimal. Pompa ulir aksial horizontal yang digunakan pada model fisik 3 dimensi Penyeberangan Sungai Ciliwung ke Saluran Banjir Timur mempunyai radius luar 0,0975 m dan radius dalam 0,0125 m. Pada saat baling-baling pompa belum berputar (RPM masih nol) pada model fisik telah terjadi kecepatan aliran.

Pada putaran 650 RPM nilai koefisien α sebesar 0,38 menunjukkan bahwa bentuk pompa kipas aksial horizontal yang digunakan kurang ideal.

Gambar 1.  Ilustrasi tinggi energi yang bekerja pada pompa aksial
Gambar 1. Ilustrasi tinggi energi yang bekerja pada pompa aksial

Rumus Talbot (1881)

IT: Intensitas hujan pada periode ulang T tahun dan durasi t menit (mm/jam) a, b: Konstanta ditemukan melalui analisis regresi dari data intensitas yang dikumpulkan t: Durasi hujan (menit).

Metode Ishiguro (1953)

Persamaan Mononobe

Terkait stasiun hujan Cileunyi, hasil analisis frekuensi yang diperoleh justru menunjukkan adanya penurunan curah hujan rencana. Seperti terlihat pada Gambar 5, stasiun Talaga Bodas mempunyai nilai curah hujan terencana yang jauh lebih tinggi dibandingkan stasiun curah hujan lainnya. Tren curah hujan rencana jangka pendek BMKG Kota Bandung pada berbagai periode ulang. a) Lengkungan IDF pada periode ulang 2 tahun.

Hasil analisis frekuensi terhadap berbagai variasi panjang data observasi menunjukkan adanya tren peningkatan curah hujan rencana yang signifikan untuk wilayah Kota Bandung.

Gambar 2.  Kecenderungan curah hujan rencana BMKG Kota Bandung
Gambar 2. Kecenderungan curah hujan rencana BMKG Kota Bandung

Struktur terumbu yang permeabel dapat mengurangi jumlah angkutan sedimen di sepanjang pantai sesuai dengan besarnya kepadatan tumpukan terumbu. Tulisan ini membahas bagaimana hasil analisis berkurangnya jumlah angkutan sedimen di sepanjang pantai diterapkan ketika diterapkan perlindungan pantai berupa struktur terumbu permeabel di pantai Mattirotasi Pare-Pare Sulawesi Selatan. Kemudian menghitung jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai pada kondisi tanpa struktur terumbu (Persamaan 3) dan menentukan berapa besar reduksi sedimen yang diperlukan untuk menghitung jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai jika struktur terumbu permeabel diterapkan pada pantai. (Persamaan 4).

Hasdinar, 2016, Mengurangi Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai Melalui Tanjung Permeabel (Studi Kasus Pantai Glagah), Jurnal JPE, Vol.

Tabel 2. Hasil pengujian koefisien oxygen uptake
Tabel 2. Hasil pengujian koefisien oxygen uptake

GLPDQD

Langkah-langkah kegiatan penelitian ini diawali dengan pencarian data dan survey lokasi di APO River Check Dam, setelah itu dilakukan perhitungan dengan memperhitungkan perkiraan laju sedimen, curah hujan bulanan, erosivitas curah hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng (LS), retensi tanah. , dan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan, laju erosi potensial (EPOT), laju erosi aktual (EAKT) dan laju pelepasan sedimen (SDR).

7 (URVL$NWXDOGL'$6WRQKDWK (327 (URVL3RWHQVLDOWRQKDWK

5DWLR3HOHSDVDQ6HGLPHQ6'5

HQJDQ

6'5 5DWLRSHOHSDVDQVHGLPHQQLODLQ\DDQWDUD6'5

DPEDU/RNDVL6WXGL

Berikut analisa potensi sedimen dengan menggunakan data curah hujan bulanan tahun 2015 di kota Jayapura. Data curah hujan bulanan tahun 2015 diperlukan untuk mengetahui erosivitas hujan, yaitu sifat hujan yang turun dan ketahanan tanah terhadap dampak tetesan air hujan dan aliran air di atas permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 341,17 mm/bulan, terlihat erosivitas hujan sebesar 6154,98 ton m/ha tahun.

Indeks Rosivity Curah Hujan (Rb ton m/Ha tahun) Hasil perhitungan sedimen transpor dapat dilihat pada tabel 2.

Gambar 3. Lokasi Studi
Gambar 3. Lokasi Studi

Secara khusus, artikel ini akan mengulas pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA) di DAS Brantas dan Bengawan Solo, dua wilayah aliran sungai yang berperan strategis dalam meningkatkan pemanfaatan sumber daya air bagi masyarakat melalui berbagai infrastruktur prasarana perairan yang bersifat Geologis. Terletak di daerah aliran sungai Brantas dan Bengawan Solo berada pada formasi vulkanik yang bercirikan rangkaian pegunungan vulkanik yang membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Iklim DAS Brantas dan Bengawan Solo mempunyai pola muson tropis – seperti halnya seluruh Pulau Jawa – ditandai dengan musim hujan pada bulan November hingga April dan musim kemarau pada bulan Mei hingga Oktober.

04/PRT/M/2015 tentang kriteria dan penetapan wilayah sungai, DAS Branta ditetapkan sebagai salah satu sungai strategis nasional.

Gambar 1. DAS Brantas di Provinsi Jawa Timur
Gambar 1. DAS Brantas di Provinsi Jawa Timur

Gambar

Tabel 3.  Sistem Lahan, Jenis Batuan / Mineral dan Asosiasi Tanah Berdasarkan  Peta RePPProt Series
Gambar 1.  Sistem Lahan Relasi antara sistem lahan dan tipe penggunaan  lahan adalah:
Gambar 2.  Peta Potensi Lahan Rawa Wilayah Kalimantan Utara Arahan Pengembangan Lahan Rawa
Gambar 4. Peta Kriteria Kawasan Zonasi Makro Rawa di Kabupaten Merauke
+7

Referensi

Dokumen terkait

luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap respon anggota kelompok tani dalam melaksanakan program tanam padi gogo rawa karena semakin luas lahan yang