• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAS BELIMBING DAN DAS SIDUTAN)

Dalam dokumen hathi (Halaman 132-142)

Gede Suardiari1*dan Lalu Ramanhadi2

1Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I

2Satuan Kerja OP Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I

*[email protected]

Intisari

WS Lombok tersebar pada 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota yaitu Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kota Mataram yang terdiri dari 197 DAS. Perubahan iklim, penurunan tutupan hutan dan tingginya tekanan penduduk telah mengakibatkan penurunan kondisi hidrologis DAS yang diindikasikan telah terjadi penurunan debit sungai, meningkatnya fluktuasi debit, meningkatnya aliran permukaan dan berkurangnya ketersediaan air per kapita.

Kajian perubahan iklim di WS Lombok dilaksanakan pada tiga DAS yaitu DAS Jangkok, DAS Belimbing dan DAS Sidutan dengan tinjauan status hidrologi periode tahun 2000- 2015. Analisis dilakukan terhadap data hidrologi yang meliputi data hujan dan debit sungai pada masing-masing DAS. Dari hasil analisis pada 3 DAS kajian dapat diketahui trend parameter hidrologi WS Lombok periode tahun 2000-2015 adalah: a) Debit rata-rata terjadi penurunan sebesar 4% setiap tahun), b) KRA terjadi peningkatan sebesar 9% setiap tahun, c) Nilai C terjadi peningkatan sebesar 9% setiap tahun dan d) Nilai IKA terjadi penurunan sebesar 4% setiap tahun. Memperhatikan trend ke empat parameter hidrologi tersebut dan bila tidak dilakukan upaya pelestarian sumber air, maka dari analisa regresi diprediksikan pada tahun 2025 yaitu debit rata-rata menurun menjadi 0,180 m3/det, nilai KRA meningkat menjadi 30 (sangat jelek), nilai C meningkat menjadi 0,8 (sangat jelek) dan nilai IKA menjadi 1000 m3/kapita/tahun (sangat kurang).

Dengan diketahuinya trend parameter hidrologi periode tahun 2000-2015 dan prediksi sampai tahun 2025, maka dapat dikatakan status hidrologi DAS pada WS Lombok telah mengalami penurunan fungsi khususnya semakin terbatasnya ketersediaan air permukaan.

Kondisi parameter hidrologi tersebut dapat menjadi indikator dalam pengelolaan DAS untuk mendukung ketahanan air di masa depan melalui upaya peningkatan ketersediaan air dan pelestarian sumber air.

Kata Kunci : Debit, Koefisien Rejim Aliran, Koefisien Aliran, Indeks Ketersediaan Air

PENDAHULUAN Latar Belakang

WS Lombok merupakan WS Strategis Nasional dengan luas 4.738 km2 dan mempunyai penduduk 3,23 juta jiwa tersebar pada Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kota Mataram yang terdiri

dari 197 Daerah Aliran Sungai (DAS). Mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air WS Lombok) terdapat hujan rerata 1.423 mm, total ketersediaan air permukaan andalan (80% probabilitas) sebesar 2.615 juta m3 yaitu dari limpasan langsung di sungai 2,20 Mm3 dan mata air 415 juta m3. Potensi cekungan air tanah (CAT) Mataram-Selong seluas 2.484 km2 mempunyai potensi 670 juta m3 dan CAT Tanjung-Sambelia seluas 1.277 km2 dengan potensi sebesar 246 juta m3.

Adapun total kebutuhan air multi sektor tahun 2010-2015 adalah 1,96 Mm3 terdiri dari untuk irigasi 77,50%, rumah tangga, komersial dan industri (RKI) 15,72%, perikanan dan peternakan 6,61%).

Perubahan iklim di Pulau Lombok telah terjadi dengan dampak meliputi : terjadi peningkatan suhu udara rata-rata 0,5 oC periode Januari 1971 – Desember 2006, terjadi pergeseran periode hujan dari bulan Januari-Maret ke Oktober-Desember, hilangnya 180 titik mata air dari 702 titik mata air yang ada, peningkatan bencana banjir, peningkatan areal keringan lahan pertanian 6.272 ha dan puso mencapai 2.712 ha serta terjadi kenaikan permukaan air laut sehingga ribuan warga mengungsi dan masyarakat nelayan hampir tidak dapat melaut sepanjang tahun.

Pada pihak lain, dampak perubahan iklim tersebut sangat berkaitan erat dengan kondisi penutupan lahan yang sebagian besar sudah mengalami pembukaan.

Kerusakan hutan dan penurunan tutupan hutan telah mengakibatkan penurunan kondisi hidrologis dan juga diperparah dengan masih terjadinya ketidakseimbangan siklus hidrologi dan tingginya tekanan penduduk di beberapa DAS pada WS Pulau Lombok. Dampak penurunan kondisi hidrologis DAS dicirikan oleh telah terjadi penurunan debit sungai, meningkatnya fluktuasi debit, meningkatnya koefisien aliran permukaan dan indeks ketersediaan air kurang.

Memperhatikan permasalahan adanya penurunan fungsi hidrologi DAS sebagai akibat perubahan iklim maka perlu dilakukan kajian analisis status hidrologi DAS pada WS Lombok sehingga dapat dijadikan indikator dalam pengelolaan DAS untuk mendukung ketahanan air.

Kajian Pustaka

Sirkulasi hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Asdak, C, 1995). Air berevaporasi dari lautan, danau, sungai dan permukaan tanah ke atmosfer. Di atmosfer uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan kembali dievaporasikan ke atmosfer. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration), mengalir sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di permukaan kembali ke atmosfer melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah, kemudian muncul sebagai mata air di sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap ke atmosfer.

Gambar 1 menunjukkan skema siklus hidrologi.

Gambar 1. Gambar 1. Skema siklus hidrologi (NWS 2009)

Mengacu pada laporan sintesis kajian risiko dan adaptasi terhadap perubahan iklim pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, disebutkan bahwa dari data curah hujan dan temperatur yang diamati di Mataram, dapat diketahui bahwa pola curah hujan tahunan di Lombok pada umumnya adalah pola monsunal dengan puncak bulan-bulan basah sekitar Desember – Februari dan puncak bulan-bulan kering sekitar Juli-September. Pola curah hujan antara tahun 1961-1990 menunjukkan bahwa Januari secara rata-rata merupakan periode puncak musim hujan. Namun demikian, setelah tahun 1990-an dan terutama selama sepuluh tahun terakhir pola ini berubah drastis dimana curah hujan Januari menjadi lebih rendah daripada Desember dan Februari. Pergeseran pola curah hujan yang menyebabkan berkurangnya curah hujan bulan Januari pada tahun “normal” secara signifikan merupakan salah satu bahaya perubahan iklim utama yang perlu diwaspadai saat ini di P. Lombok.

Perbandingan temperatur rata-rata bulanan dalam periode 1991-2007 dengan rata- rata baseline 1961-1990 menunjukkan adanya kenaikan temperatur berkisar 0-5ºC (Anonim, 2010).

Sektor yang berpotensi terkena dampak perubahan iklim secara signifikan di Pulau Lombok meliputi sektor sumber daya air, pertanian, serta pesisir dan kelautan. Pada sektor sumber daya air, bahaya iklim (climatological hazard) yang terkait dengan sektor air adalah bencana kekeringan, penurunan ketersediaan air dan bencana banjir (Anonim, 2010).

Menurut Sri Harto (2000), karakteristik DAS akan berpengaruh besar terhadap besarnya aliran permukaan. Karakteristik tersebut adalah (a) luas dan bentuk DAS, (b) topografi dan (c) tata guna lahan. Pengaruh tata guna lahan dinyatakan dengan koefisien aliran permukaan (C), yaitu perbandingan antara besar aliran permukaan dengan besar curah hujan. Dengan kisaran 0-1, semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati satu yang berarti hampir semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan sedikit sekali yang berinfiltrasi ke dalam tanah. Penentuan indeks rejim air (water regime index) dimaksudkan untuk mengetahui nilai fluktuasi debit limpasan air sungai dengan cara membandingkan nilai atau nisbah antara debit limpasan air sungai maksimum (Qmax) dengan debit limpasan air minimum (Qmin) pada suatu DAS (Suyono, 1999).

Landasan Teori

Menurut Suyono (1999) kajian kriteria parameter status hidrologi pengelolaan DAS adalah sebagai berikut :

a. Perhitungan Koefisien Rejim Aliran (KRA)

Untuk mengetahui koefisien rejim aliran pada suatu DAS diperhitungkan dari debit bulanan tertinggi dibandingkan dengan debit minimum. Sedangkan debit minimum diperoleh dari debit bulanan terendah dalam tahun-tahun terakhir.

Perhitungan tersebut menggunakan persamaan sebagai berikut:

min max Q

KRA=Q ... (1) dengan :

Qmax : debit bulanan tertinggi dalam tahun-tahun terakhir Qmin : debit bulanan terendah dalam tahun-tahun terakhir

b. Perhitungan Koefisen Aliran Tahunan (C)

Besarnya koefisien aliran tahunan pada suatu wilayah sungai diperhitungkan dengan cara membagi debit rata-rata tahunan (m3/dt) dengan debit aliran (m3/

dt) dari besarnya curah hujan (mm/th) yang turun pada luasan DAS (km2).

Perhitungan tersebut menggunakan persamaan sebagai berikut :

... (2) dengan :

C : koefisien aliran tahunan

k : faktor konversi = 365x86400 (det/hari), nilai k bisa didapat dari analisis respon lahan terhadap hujan

A : luas DAS (ha)

Q : debit rata-rata tahunan (m3/dt) CH : curah hujan rerata tahunan (mm/th)

c. Indeks Ketersediaan Air (IKA)

Data yang diperlukan untuk analisis ketersediaan air adalah data debit bulanan atau harian dengan periode pencatatan yang cukup panjang, dibagi dengan jumlah penduduk (m3/kapita/tahun). Data debit harus merupakan hasil rekaman pos duga air di sungai atau disebelah hulu atau hilirnya. Bila data debit terlalu pendek atau bahkan tidak tersedia, debit bulanan dapat disimulasi berdasarkan data hujan dan data evapotranspirasi potensial pada daerah studi dengan bantuan model hubungan hujan-limpasan. Ketersediaan air yang diperhitungkan hanya meliputi air permukaan dan untuk analisis perhitungan debit andalan menggunakan metode bulan dasar perencanaan (metode basic month).

METODOLOGI STUDI Lokasi Studi

Kajian analisa hidrologi dilaksanakan pada 3 (tiga) DAS di WS Lombok yaitu DAS Jangkok, DAS Belimbing dan DAS Sidutan. Lokasi ke tiga DAS kasus ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Lokasi ketiga DAS kajian Pendekatan Analisis

Tinjauan kondisi hidrologi yaitu dimulai pada tahun 2000, 2005, 2010 dan 2015 diperlukan untuk mengetahui “trend” parameter status hidrologi WS Lombok.

Selanjutnya dari trend masing-masing parameter hidrologi periode tahun 2000-2015 tersebut, dibuat suatu persamaan yang memberikan hubungan antara masing-masing parameter dengan tahun menggunakan analisis regresi. Selanjutnya berdasarkan hasil persamaan regresi tersebut, digunakan untuk memprediksi besaran nilai masing-masing parameter hidrologi pada tahun 2025.

Analisis dilakukan terhadap data hidrologi yang meliputi data hujan dan debit sungai pada masing-masing DAS. Hasil analisis selanjutnya digunakan untuk penilaian terhadap debit rata-rata (Q = musim hujan dan musim kemarau dirata- ratakan), koefisien rejim aliran (KRA = Qmak/Qmin), koefisien aliran (C= volume hujan/volume debit) dan indeks ketersediaan air (IKA = Q andalan dibagi jumlah penduduk masing-masing DAS). Selengkapnya bagan alir analisis hidrologi ditunjukkan pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Bagan alir analisis status hidrologi

HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN

Dari hasil kajian status hidrologi pada tiga DAS yaitu DAS Jangkok, DAS Belimbing dan DAS Sidutan dapat diketahui trend rata-rata parameter hidrologi WS Lombok yang meliputi debit rata-rata (Q rata-rata), koefisien rejim aliran (KRA), koefisien aliran (C) dan indeks ketersediaan air (IKA) ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Q Rata-rata, KRA, C dan IKA WS Lombok Tahun 2000-2015

Indikator Tahun

Deviasi Status

2000 2005 2010 2015

Q (m3/dt) 1,52 1,22 0,94 0,75 Penurunan 51% (atau 4% setiap tahun)

- KRA 9,84 13,61 17,84 21,61 Peningkatan 120% (atau

9% setiap tahun)

Sangat Jelek C 0,27 0,37 0,48 0,58 Peningkatan 118% (atau

9% setiap tahun)

Sangat Jelek IKA (m3/kapita/

tahun)

9.599 7.494 5.814 4.483 Penurunan 53% (atau 4% setiap tahun)

Kurang

Dari tabel 1 tersebut di atas, diketahui telah terjadi penurunan debit rata-rata Sungai WS Lombok sebesar 4% setiap tahun menunjukkan adanya potensi kelangkaan

air dimasa depan. Dengan tingkat penurunan tersebut, debit rata-rata Sungai WS Lombok pada tahun 2015 sebesar 0,75 m3/dt. Penurunan debit rata-rata mengindikasikan adanya peningkatan aliran permukaan dan menurunnya aliran dasar. Penurunan debit rata-rata Sungai WS Lombok sejalan dengan peningkatan rata-rata KRA setiap tahun dan pada tahun 2015 KRA rata-rata menjadi 21,61, nilai tersebut berada pada kriteria KRA>20 artinya menggambarkan kondisi rejim aliran sangat jelek. Dibandingkan nilai rata-rata KRA tahun 2000 sebesar 9,84 terjadi peningkatan sebesar 120% (atau sebesar 9% setiap tahun), hal ini menunjukkan akan semakin besarnya variasi aliran dan perbedaan debit maksimum dengan debit minimumnya akibatnya adalah potensi banjir dan kekeringan akan semakin besar. Selain itu terjadi peningkatan C sebesar 9% setiap tahun. Pada tahun 2010, nilai C rata-rata DAS WS Lombok menjadi 0,58 berada pada kriteria C>0,5 menggambarkan kondisi aliran sangat jelek yaitu 58% dari curah hujan yang turun menjadi limpasan, hal ini berarti bahwa aliran sungai telah didominasi oleh aliran permukaan.

Nilai IKA tahun 2015 sebesar 4.483 m3/kapita/tahun berada pada rentangan 1.000–

5.000 m3/kapita/tahun artinya IKA kurang. Dibandingkan dengan nilai IKA tahun 2000 sebesar 9.599 m3/kapita/tahun terjadi penurunan sebesar 53% (atau sebesar 4% setiap tahun).

Dari ke empat parameter hidrologi periode 2000-2015 tersebut, menunjukkan trend debit rata-rata mengalami penurunan, KRA menunjukkan kenaikan, C menunjukkan kenaikan dan IKA menunjukkan penurunan, maka dapat dikatakan bahwa status hidrologi DAS pada WS Lombok telah mengalami penurunan fungsi khususnya semakin terbatasnya ketersediaan air permukaan.

Memperhatikan trend ke empat parameter hidrologi tersebut dan bila tidak dilakukan upaya pelestarian sumber air, maka dari analisa regresi diprediksikan pada tahun 2025 yaitu debit rata-rata menurun menjadi 0,180 m3/det artinya debit yang ada hanya dapat memenuhi kebutuhan pemeliharaan sungai. Secara grafik penurunan debit rata-rata periode tahun 2000-2015 dan prediksi penurunan debit sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini.

1.52

1.22

0.94

0.75

0.18 0

0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

Debit Terhadap Tahun

Debit Y= -19.11 x + 2028

R2= 0.990

Gambar 4. Prediksi debit sampai dengan tahun 2025

Nilai KRA pada tahun 2025 dirediksikan meningkat menjadi 30 artinya bahwa kualitas DAS sangat jelek. Secara grafik peningkatan nilai KRA periode tahun 2000- 2015 dan prediksi peningkatan nilai KRA sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada gambar 5 berikut ini.

9.84

13.61 17.84

21.61

30

0 5 10 15 20 25 30 35

1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030

Nilai KRA Terhadap Tahun

KRA

Y= 1.263x + 1987 R2= 0.999

Gambar 5. Prediksi nilai KRA sampai dengan tahun 2025

Nilai C pada tahun 2025 dirediksikan meningkat menjadi 0,8 artinya curah hujan yang turun 80% nya akan menjadi aliran permukaan dan ini menunjukkan bahwa kualitas DAS sangat jelek. Secara grafik peningkatan nilai C periode tahun 2000- 2015 dan prediksi peningkatan nilai C sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada gambar 6 berikut ini.

0.27 0.37

0.48 0.58

0.8

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030

Nilai C Terhadap Tahun

Nilai C

Y= 48.05x + 1987 R2= 0.999

Gambar 6. Prediksi nilai C sampai dengan tahun 2025

Diprediksikan pada tahun 2025, indeks ketersediaan air menurun menjadi 1000 m3/kapita/tahun artinya debit yang ada untuk memenuhi kebutuhan air penduduk sangat kurang. Secara grafik penurunan nilai IKA periode tahun 2000-2015 dan prediksi penurunan IKA sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini.

Y= -0.002 x + 2027 R2= 0.989

Gambar 7. Prediksi nilai IKA sampai dengan tahun 2025

Dari prediksi ke empat parameter hidrologi tersebut pada tahun 2025, maka dapat dikatakan bahwa status hidrologi DAS pada WS Lombok apabila tidak dilakukan upaya-upaya pelestarian sumber air akan mengalami penurunan fungsi hidrologi pada tahun 2025 sampai kepada tingkat kritis khususnya semakin terbatasnya ketersediaan air permukaan dalam menunjang ketahanan air.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Dari hasil analisis parameter status hidrologi pada 3 DAS kasus yaitu DAS Jangkok, DAS Belimbing dan DAS Sidutan di WS Lombok dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Secara umum trend status hidrologi WS Lombok :

a. Debit rata-rata pada tahun 2015 sebesar 0,75 m3/dt, jika dibandingkan debit rata-rata tahun 2000 sebesar 1,52 m3/dt telah terjadi penurunan sebesar 51% (atau 4% setiap tahun).

b. KRA tahun 2015 sebesar 21,61, nilai tersebut berada pada kriteria KRA>20 artinya menggambarkan kondisi rejim aliran sangat jelek. Dibandingkan nilai KRA tahun 2000 sebesar 9,84 terjadi peningkatan sebesar 120% (atau sebesar 9% setiap tahun).

c. C tahun 2015 sebesar 0,58 berada pada kriteria C>0,5 artinya menggambarkan kondisi aliran sangat jelek. Dibandingkan nilai C tahun 2000 sebesar 0,27 terjadi peningkatan sebesar 118% (atau sebesar 9% setiap tahun).

d. Nilai IKA tahun 2015 sebesar 4.483 m3/kapita/tahun berada pada rentangan 1.000–5.000 m3/kapita/tahun artinya IKA kurang. Dibandingkan dengan nilai IKA tahun 2000 sebesar 9.599 m3/kapita/tahun terjadi penurunan sebesar 53% (atau sebesar 4% setiap tahun).

Dari ke empat parameter hidrologi tersebut, menunjukkan trend debit rata-rata mengalami penurunan, KRA menunjukkan kenaikan, C menunjukkan kenaikan dan IKA menunjukkan penurunan, maka dapat dikatakan bahwa status hidrologi DAS pada WS Lombok telah mengalami penurunan fungsi khususnya semakin terbatasnya ketersediaan air permukaan.

2. Memperhatikan trend status hidrologi pada WS Lombok tersebut, maka apabila tidak dilakukan upaya-upaya signifikan dalam pengelolaan sumber daya air maka di masa depan akan terjadi kelangkaan air di WS Lombok. Dari analisis regresi, diprediksikan tahun 2025 yaitu debit rata-rata menurun menjadi 0,180 m3/det artinya debit yang ada hanya dapat memenuhi kebutuhan pemeliharaan sungai.

Nilai KRA meningkat menjadi 30 artinya bahwa kualitas DAS sangat jelek.

Nilai C meningkat menjadi 0,8 artinya bahwa kualitas DAS sangat jelek. Indeks ketersediaan air menurun menjadi 1000 m3/kapita/tahun artinya debit yang ada untuk memenuhi kebutuhan air penduduk sangat kurang.

3. Untuk meningkatkan ketersediaan air dalam mendukung ketahanan air di masa depan, maka diperlukan upaya pengelolaan DAS di WS Lombok meliputi pelestarian dan perlindungan sumber air, peningkatan ketersediaan air melalui pengawetan air, efisiensi penggunaan air permukaan (reuse, reduce dan recycle) dengan mengacu pada fungsi hidrologi sebagai kesatuan pengelolaannya.

Rekomendasi

Untuk memperoleh hasil studi yang lebih baik dan komprehensif tentang status hidrologi DAS akibat perubahan iklim, maka parameter hidrologi yang dianalisis perlu ditambah diantaranya yaitu erosi, sedimen, frekwensi banjir dan kualitas air sebagai panduan pengelolaan DAS di WS Lombok dari waktu ke waktu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Kepala dan Staf Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I serta Kepala dan Staf Balai Informasi Infrastruktur Wilayah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi NTB yang telah memberikan motivasi, membantu menyelesaikan makalah ini dan menyediakan data hujan, debit, peta DAS dan peta WS Lombok.

REFERENSI

Anonim, 2010. Laporan Sintesis Kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, GTZ, Jakarta.

Asdak, C, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Saihul, A, 2009. Pengelolaan Sumber Daya Air, Mediatama Saptakarya, Jakarta.

Sri Harto Br, 2000. Hidrologi (Teori, Masalah, Penyelesaian), Naviri, Yogyakarta.

Suyono, 1999. Kekritisan Daerah Aliran Sungai, Materi Pelatihan Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Air Angkatan IV, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.

MODEL HIDRAULIK FISIK PERCEPATAN ALIRAN PADA

Dalam dokumen hathi (Halaman 132-142)