• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Asbab An-Nuzul Dalam Penafsiran Al-Qur'an

N/A
N/A
Rega Gtg

Academic year: 2024

Membagikan " Implementasi Asbab An-Nuzul Dalam Penafsiran Al-Qur'an"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI ASBABUN-NUZUL TERHADAP INTERPRETASI (PENAFSIRAN) AL-QUR'AN

Abstrack

This research aims to reveal the implementation of asbab an-nuzul in the interpretation of the Al-Qur’an. This research is motivated by the existence of pro’s and con’s the asbab an-nuzul Of the Qu’an. There are scholars who argue that asbab an-nuzul based on narration is very important for understanding the content of the versers of the qur’an or the interpretation of the qur’an, while others argue otherwise. This research includes library research which is crisis analysis.

The results of this research include: undestanding Implementation, Asbab An- Nuzul, Tafsir Qur’an and implementation of Asbab An-Nuzul in interpreting the Al-Qur’an.

Keywords: Implementation, Asbab An-Nuzul, And Interpretation

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap implementasi asbab an-nuzul dalam penafsiran Al-Qur’an. Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pro-kontra dikalangan ulama ketika menyikapi asbab an-nuzul Al-Qur’an. Ada ulama yang berpendapat bahwa asbab an-nuzul berdasarkan periwayatan sangat penting untuk memahami kandungan ayat Al-Qur’an atau penafsiran Al-Qur’an, sementara adapun berpendapat sebaliknya. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) yang bersifat analisis krisis. Hasil dari penelitian ini diantaranya:

Pengertian Implementasi, Pengertian Asbab an-Nuzul, Pengertian Tafsir, Pengertian Al-Qur’an, dan Implementasi Asbab An-Nuzul dalam penafsiran Al- Qur’an.

(2)

Kata Kunci: Implementasi, Asbab An-Nuzul, dan Penafsiran

A. Pendahuluan

Al-Qur'an adalah Pelunjuk, Pedoman Hidup Yang Selalu eksis Sepanjang Perkembangan zaman, Yang mana setiap kata dan kalimatnya mampu menggetarkan hati, menenangkan jiwa. Al Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur dimuka bumi ini selama kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari, Yang merupakan jawaban atas Pertanyaan - Pertanyaan dari peristiwa yang terjadi pada masa nabi muhammah SAW, Atau yang disebut asbabun nuzul Yaitu peristiwa sebab turunnya Al-Qur’an. Namun, setiap kata Perlu di tafsirkan agar mudah dipahami dan diresapi Serta terhindar dari kesalahan dalam memahaminya.

Al-Qur’an begitu sempurna, disetiap kata-katanya mengandung keindahan yang luar biasa, hingga tak seorangpun bisa menandingi dan membuat semisalnya. Hal itu menunjukkan kemaha kuasaan sang pencipta. Keindahan yang terkandung didalamnya terpancar jelas dari segi Bahasa hingga maknanya, agar tidak mengurangi eksistensi kesempurnaannya perlu ditafsirkan secara detail dari segi manapun apalagi sebab turunnya (Asbab an-nuzul) supaya tidak salah dalam memahami dan menempatkan hukum yang terkandung didalamnya.

Didalam memahami dan menafsirkan al-Qur'an Perlu ilmu disegala aspeknya. Salah satunya, ilmu asbabun nuzul yang dalam Penafsiran al- Qur'an Memiliki arti penting Yaitu untuk memahami Bagaimana konteks turunnya ayat yang dari sebab itu akan Melahirkan pengetahuan tentang akibat. Agar lebih jelasnya simak Penjelasan berikut ini.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk pada penelitian kualitatif referensi dengan menggunakan metode studi Pustaka. Teknik pengumpulan data referensi dilakukang dengan cara melacak sumber-sumber yang

(3)

C. Landasan Teori

1. Pengertian Asbabul Nuzul

Ditinjau dari pendekatan Bahasa,maka Asbabunnuzul adalah gabungan dari dua kata Bahasa arab yaitu Asbab An-Nuzul yang merupakan bentuk idhafah dari kata (بابسسسلا) “Asbaba” dan لزسسن) )

“Nazala”, kata ) (بابسلا “Asbaba” merupakan jama’ dari kata ببس))

“Sababa” yang berarti sebab, maka بابسلا “Asbaba” mempunyai arti sebab-sebab. Sedangkan kata ( (لزنلا“an-Nuzul” berasal dari kata لزن))

“Nazala” yang berarti turun. Maka dapat diartikan secara Etimologi, bahwa asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu.1

Sedangkan secara terminology yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya adalah:

1). Jalaluddin as-Suyüțiy, yang menyatakan bahwa asbabun-nuzül ialah sesuatu yang terjadi pada waktu atau masa tertentu dan menjadi pe nyebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur'an."

2). Abdul 'Azīm az-Zarqaniy, yang mengatakan bahwa asbabun-nuzül adalah sesuatu yang terjadi pada waktu atau masa tertentu dan menjadi penyebab turun satu atau beberapa ayat Al-Qur'an sebagai penjelasan kandungan dan penjelasan hukum terkait sesuatu tersebut." Penger- tian serupa juga dikemukakan oleh Muhammad Abū Syuhbah."

3). Manna Khalil al-Qatțän, yang mengungkapkan bahwa asbabun- nuzül yaitu sesuatu, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan, yang

1 Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2008

(4)

terjadi pada waktu atau masa tertentu,dan menjadi penyebab turunnya Al-Qur’an.2

Meskipun redaksi pendefinisian diatas sedikit berbeda, namun pada intinya penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah- masalah yang timbul dari setiap kejadian. Hal ini mempermudah seorang mufassir atau pembaca secara umum untuk memahami perintah-peirntah dalam Al-Qur’an, karena sudah tentu bahan-bahan sejarah ini melingkupi peristiwa pada masa Al-Qur’an turun.

2. Pengertian Implementasi

Secara Umum jika kita melihat kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita bisa melihat bahwa pengertian dari Implementasi adalah Pelaksanaan atau penerapan. Kata implementasi biasanya selalu dikaitkan dengan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan yang tertentu.

Pandangan beberapa ahli mnegenai Implementasi:

a. Nurdi Usman, Beliau mengemukakan pendapatnya bahwa implementasi merupakan sebuah kegiatan yang tertuju kepada, sebuah aktivitas, sebuah aksi, sebuah tindakan, akan tetapi implementasi bukan hanya sekedar kegiatan biasa melaikan sebuah kegiatan yang tersusun dengan rencana guna untuk mencapai sebuah tujuan.

b. Solichin Abdul Wahab, yang beliau kutib didalam kamus Webster, implementasi bermula dari bahasa ingrish yaitu Implement yang memiliki arti menyediakan sebuah sarana

2 Muchlis M. Hanafi,ASBABUN NUZUL,Lajnah pentashihan mushaf Al- Qur’an,Jakarta, 2015

(5)

untuk melaksanakan seseuatu kegiatan yang menimbulkan sebuah akibat terhadap sesuatu yang tertentu.

Dari bebrapa pengertian diatass kitta bisa mendapatakn sebuah kesimpulan bahwa yang dituju atau yang dimaksd dengan implementasi adalah suatu kegaiatan, yang membutuhkan aksi, ataupun aktifitas yang dilakukan secara terstruktur dan membutuhkan sebuah tujuan yang jelas.

Oleh sebab itu implementasi ini tidak bisa bersiri sendiri dan membutuhkan sebuah obek yang harus ditelii lebih lanjut lagi, dalam hal ini penulis akan menelii sebuah kasus yaitu Implementasi Ashbabun Nuzul derhadap Tafsir Al-qur’an

3. Pengertian Tafsir

Dalam memahami tafsir dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara etimologi dan secara terminology, secara etimologi tafsir dambil dari Bahasa arab Masdar dari kata (اًر ِسسسْفَت-ُر ّسسسَفُي-َر ّسسسَف) yang berarti menyingkap, menjelaskan, keterangan dan menerangkan.secara terminology ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar ulum Al-qur’an yakni:

1. Imam Al-zarkasyi

Menurut imam az-zarkasyi tafsir adalah suatu ilmu yang diginakan untuk memhami kita yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad Saw dengan menerangkan makna-makna yang terkandung didalamnya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang ada pada Al-qur’an.

2. Muhammad Husain Al-dzahabi

Menurut Muhammad husain al-dzahabi tafsir adalah ilmu yang membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-qur’an yang mulia, dari segi indikasi maknanya sebagaimana yang disampaikan oleh Allah, sesui dengan kemampuan manusia.

(6)

Maka dengan beberapa pengertian dapat dipahami bahwa tafsir adalah disiplin ilmu yang berfugsi untuk menjelaskan dan memahami ayat- ayat Al-qur’an secara menyeluruh berdasarkan kemapuan masing-masing manusia, agar memperoleh pemahaman yang utuh dan komperhensif tentang suatu ayat didalam Al-qur’an

4. Pengertian Al-Qur’an

Pandangan para ulama berbeda mengenai pengertian Al-Qur’an, yang mana dari sudut pandang Bahasa. Dimana beberapa para ulama ini mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan isim Musytaq. Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi beberapa kelompok menurut secara Bahasa, yaitu:

1. Kelompok Pertama

Berpendapat bahwasannya Al-Quran berasal dari kata –اَرْقَي – َأَرَق

َانننَأ ْرُق yang artinya bacaan. Dalam hal ini penamaan Al-Quran termasuk kedalam bab maf’ul dengan masdhar.

2. Kelompok Kedua

Berpendapat bahwasannya Al-Quran berasal dari kata

ُءارَقْلا

yang artinya mengumpulkan. Dimana pendapat ini dinisbatkan oleh imam Asy-Suyuthi kepada Az-Zajjaj dan Abu Ubaidah.

3. Kelompok Ketiga

Berpendapat bahwasanya Al-Qur’an berasal dari kata

ءيشلا َنرَق ءي َسسشلاِاب

yang artinya menggabungkan yang satu dengan yang lainnya.

Maksunya adalah ketika menggabungkan satu benda ke benda yang lainnya. Demikian maksud tersebut sama dengan Al-

(7)

Quran dimana menggabungkan antara surat dengan surat, antara ayat dengan ayat, dan antara huruf dengan huruf didalamnya.

4. Kelompok Keempat

Berpendapat bahwasannya Al-Qur’an ini berasal dari sebuah nama khusus yang mana tidak Musytaq satu kata pun, melainkan hanya sebuah nama khusus kalam Allah SWT.

Kemudian Pengertian Al-Quran ini juga terdapat secara terminologi, yang dimana terdapat perbedaan beberapa ulama.

Diantaranya ada dua ulama yang mendefinisikan pengertian ini secara terminologi, yaitu:

1. Dikutip pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab, Raudhah an- Nazhir Wa Junnah al-Munazhir bahwa pengertian Al-Qur’an secara istilah ialah:

اًرِتاَوَتُم ًلقَن فَحْصُملا َنْيَب َانيَلِإ لقن َام

Apa yang diriwayatkan kepada kita yang ada di antara dua sisi mushaf dengan periwayatan yang mutawatir”.

2. Dikutip pendapat Syaikh Abdul Karim An-Namlah bahwasannya pengertian ini secara istilah ialah:

اهتاولتِب دبعتملا اَهْنِم ْلُقَأ ْاوَأ ,هنم ُةَرْوُسِب َزاِجْإعلل َلِزْنُملا ُم َلَكلا

“Kalam yang diturunkan sebagai mukjizat dengan suratnya atau yang lebih pendek darinya yang diganjar sebagai ibadah dengan membacanya”.

Dari berbagai penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan terkait makna Al-Qur'an yakni, Suatu lembaran-lembaran yang mana cara pengintegrasiannya secara mutawatir yaitu bersumber dari Allah SWT.

(8)

yang mana bisa diaplikasikan sebagai bacaan, pedoman ataupun landasan hukum sesuai dengan apa yang dibutuhkan ketika diterapkan dalam kehidupan.

Atau kesimpulan secara sederhananya, Al-Qur’an adalah kalam Allah atau Firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.

Sebagai mukjizat terbesarnya diturunkan Melalui malaikat Jibril, secara berangsur-angsur untuk dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan.

D. Pembahasan

1. Implementasi Asbabul nuzul Dalam penafsiran Al-qur’an

Dalam sejarah perkembangan Al-Qur’an ada muncul kecendrungan para ulama untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an hanya bertumpu di tekstual, tanpa mempertimbangkan latar belakang atau sebab turun ayat. Mereka berpendapat sebagai peristiwa masalalu yang telah menjadi sejarah dan tidak ada gunanya. Adapun ulama yang tidak sependapat, salah satunya Imam al-Wahidi, menyatakan bahwa dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an latar belakang atau asbab an-nuzul menjadi hal yang perlu diketahui, dan tanpanya bahkan tidak mungkin bisa menasirkan ayat Al-Qur’an tersebut.

Bila dicermati dan dipahami kegunaan asbab an-nuzul ada dua yang berkaitan langsung dengan Al-Qur’an. Sedangkan kegunaan yang lain berkaitan dengan masalah kejiwaan orang yang mengetahui asbab an-nuzul, penerapan ayat dan tokoh peristiwa asbab an-nuzul.

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Qur’an,maka perlu diketahui sebenarnya apa fungsi dari asbab nuzulnya alqur’an.Daintara fungsinya ialah sebagai berikut : 1. Mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas

pensyariatan hukum.

(9)

2. Mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan kaidah:

"bahwasanya ungkapan (teks) Al-quran itu didasarkan atas kekhususan sebab.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Quran itu bersifat umum, namun membutuhkan pengkhususan yang pengkhususannya itu sendiri justru terletak pada pengetahuan tentang sebab turun ayat itu.

4. Memastikan makna ayat Al-Qur`an dan menghilangkan kerancuan maknanya.

5. Menghilangkan kerancuan dari pembatasan hukum (daf`u tawahhum alHashr).

6. Mengetahui suatu ayat diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang bersalah.

Lebih jelas lagi,Muchlis M. Hanafi dalam bukunya mengutip beberapa komentar ulama terkait peran dan fungsi Asbabun Nuzul dalam penafsiran Alqur’an diantaranya yang Pertama, membantu setiap penafsir untuk memahami kandungan dan maksud ayat-ayat Al- Qur’an. Fungsi penting asbàbun-nuzùl ini ditegaskan sejak dahulu oleh para ulama. Abù al-Èasan ‘Aliy al-Wàëidiy menyatakan, “Asbàbun- nuzùl adalah bidang ‘Ulùm Al-Qur’àn yang paling penting untuk dicermati dan diperhatikan sebab penafsiran dan pengungkapan maksud dari suatu ayat tidak akan dapat dilakukan tanpa mengetahui kisah-kisah yang menjadi penyebab diturunkannya ayat tersebut.”Pendapat serupa dikemukakan Ibnu Daqìq al-‘Ìd. Dia mengatakan, “Pengetahuan tentang asbàbun-nuzùl adalah alat yang paling kuat untuk memahami makna-makna Al-Qur’an.”Demikian pula pernyataan Ibnu Taimiyah, “Pengetahuan tentang asbàbun-nuzùl sangat membantu dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an karena mengetahui sebab dapat memudahkan untuk mengetahui akibat.”Asy-

(10)

Syàíibiy juga menekankan hal yang sama, “Mengetahui asbàbun-nuzùl wajib bagi siapa pun yang ingin mendalami ilmu Al-Qur’an.”3

Surah Al-Baqarah ayat 143 di bawah ini menjadi salah satu contoh fungsi asbàbun-nuzùl yang membantu pemahaman terhadap maksud ayat alqur’an.

َنْوُكَيَو ِساّنلا ىَلَع َء َدَه ُش اْوُنْوُكَتّل اًطَسّو ًةّمُا ْمُكٰنْلَعَج َكِلٰذَكَوۤا

ْنَم َمَلْعَنِل ّلِا اَهْيَلَع َتْنُك ْيِتّلا َةَلْبِقْلا اَنْلَعَج اَمَو اًدْيِه َش ْمُكْيَلَع ُلْوُسّرلاۗ

َنْيِذّلا ىَلَع ّلِا ًةَرْيِبَكَل ْتَناَك ْنِاَو ْيَبِقَع ىٰلَع ُبِلَقْنّي ْنّمِم َلْوُسّرلا ُعِبّتّيِۗه

ٌمْيِحّر ٌفْوُءَرَل ِساّنلاِب َهّٰللا ّنِا ْمُكَناَمْيِا َعْيِضُيِل ُهّٰللا َناَك اَمَو ُهّٰللا ىَدَهۗ ۗ 4 Terjemahan Kemenag 2019

143. Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan40) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

40) Umat pertengahan berarti umat pilihan, terbaik, adil, dan seimbang, baik dalam keyakinan, pikiran, sikap, maupun perilaku.5

Riwayat asbabun-nuzul berikut ini menjelaskan tentang apa sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat di atas.

3 Muchlis M. Hanafi,ASBABUN NUZUL,Lajnah pentashihan mushaf Al- Qur’an,Jakarta, 2015

4 Qur’an Kemenag 2019

5 Terjemahan Qur’an Kemenag 2019

(11)

َناَكَاو ،اًرْهَش َرَشَإع ِتْيَب ىَلِإ ىّلَص َمّلَسَاو ِهْيَلَإع ُا ىّلَص ِا َلوُسَر ّنَأ : ُهْنَإع ُا َيِضَر ِءاَرَبْلا ِنَإع

َة َلَص ،اَاهلَص ْاوَأ ،ىّلَص ُهّنَأَاو ِتْيَبْلا َلْبق . ةَعْبَس ْاوَأ ،اًرْهَش َرَشَإع ةنس ريدقملا ُهُتَلْبِق َنْوُكَت ْنَأ ُهُبِجْعُي

، َن ْوُعِكاَر ْمُاهَاو ِدِجْسَمْلا ِلْاهَأ ىَلَإع ّرَمَف ُهَعَم ىّلَص َناَك ْنّمِم ٌلُجَر َجَرَخَف ،ٌم ْوَق ُهَعَم ىّلَصَاو ،ِرْصَعْلا

َناَكاو ِتْيَبْلا َلَبِق ْمُاه اَمَك ا ْاوُراَدَف ،َةّكَم َلَبِق َمّلَسَاو ِهْيَلَإع ُا ىّلَص ّيِبّنلا َعَم ُتْيّلص ْدَقَل ِ ّلاِب ُدَهْشَأ :َلاَق اَمَاو ) : ا َلَزنَأَف ،ْمِهيف ُلْوُقَن اَم ِرْدَن ْمَل ،اوُلِتُق ٌلاَجِر ِتْيَبْلا َلْبَق َلّوَحُت ْنَأ َلْبَق ِةَلْبِقْلا ىَلَإع َتاَم يِذّلا

ُميِحَر ٌفاوُءَرَل ِساّنلاِب َ ّا ّنِإ ْمُكَناَمْيِإ َعيِضُيِل ُا َناَك).6

Al-Bara (bin 'Azib) bercerita, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam salat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulum. Selama itu pula beliau ingin sekali salat menghadap Baitullah. Suatu hari (ketika peristiwa pengalihan kiblat terjadi), beliau sedang menunaikan salat Asar bersama sejumlah sahabat. Usai salat, seorang sahabat-Abbad bin Bisyr-yang salat bersama Rasulullah beranjak meninggalkan masjid dan berpapasan dengan sekelompok jamaah yang sedang rukuk (menghadap Baitul Maqdis). la berkata, 'Aku bersaksi demi Allah bahwa aku baru saja salat bersama Rasulullah menghadap Mekah. Mereka pun berputar, meng alihkan arah salat ke Baitullah. Terkait mereka yang wafat sebelum peng- alihan kiblat ini, kami tidak tahu apa yang mesti kami katakan tentang mereka kami tidak tahu apakah salat mereka diterima atau ditolak."

Allah pun menurunkan firman-Nya, wa mā kānallāku liyudi'a imanakum in nallāha bin-nāsi lara üfur rahim."

Ayat ini turun untuk menjawab kekhawatiran beberapa sahabat terkait saudara-saudara mereka yang telah wafat sebelum Allah menu- runkan ayat yang memerintahkan pengembalian kiblat ke Ka'bah.

Mereka khawatir Allah tidak menerima salat mereka. Berdasarkan.

sebab nuzul inilah diketahui bahwa maksud dari kata imän dalam ayat tersebut adalah salat, bukan terkait penerimaan dan ketundukan

6 Diriwayatkan Oleh Al-Bukhariy,Sahih Bukhariy,dalam kitab at-tafsir,bab sayaqulussufaha,hlm.1099-1100,hadis nomor4486

(12)

terhadap Rasulullah. Tanpa mengetahui sebab nuzulnya, boleh jadi seorang penafsir tidak menemukan pengertian yang shahih atas ayat tersebut.

Menurut Qurais Shihab dalam bukunya kaidah tafsir “Semua ulama mengakui peran asbab an-nuzul dalam memahami kandungan ayat atau memperjelasnya bahkan ada ayat yang tidak dapat di pahami dengan benar tanpa mengetahui asbab an-nuzulnya. Namun harus di garis bawahi bahwasanya tidak semua ayat di temukan sabab an- nuzulnya ada beberapa ayat yang dapat di pahami dengan baik tanpa mengetahui sabab an-nuzulnya.

Ketika menggunakan asbab an-nuzul ada hal-hal yang perlu diperhatikan jika dihubungkan dengan teks yang digunakan dalam ayat, seperti teks umum sebab khusus dan teks khusus dengan sebab khusus. Kaidah yang ditetapkan untuk menyikapi hal ini adalah apabila ayat diturunkan sesuai dengan sebab umum atau sesuai dengan sebab khusus, maka yang umum diterapkan pada umumnya dan khusus pada kekhususannya.

Dalam kajian asbab an-nuzul terdapat dua kaidah perinsip yang menjadi landasan bagi seseorang yang ingin menafsirkan atau menjelaskan Al-Quran

1. Al-ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi sabab 2. Al-ibrah bi khususi sabab la bi umumi lafdzi

Untuk lebih jelasnya Al-Zarqanî dalam mengawali pembahasan tentang hubungan antara sebab dengan jawaban sebagai akibat atas sebab itu menyatakan, bahwa jawaban atas suatu sebab, ada dua kemungkinan:

1. Jawaban itu dalam bentuk pernyataan yang bebas, dalam arti berdiri sendiri atau terlepas dari sebab yang ada.

(13)

2. Jawaban itu dalam bentuk pernyataan yang tidak bebas, dalam arti tetap terkait secara langsung dengan sebab yang ada. Misalnya orang bertanya tentang apakah boleh dia berwudhu' dengan air laut, maka pertanyaan itu dijawab dengan pernyataan: "Ya". kata "Ya" di sini, tetap terikat dengan pertanyaannya. Maksud- nya jawaban "ya" itu tidak akan dapat dimengerti, bila tidak dikaitkan secara langsung dengan maksud pertanyaan yang telah diajukan. Tapi sayang dalam hal ini, al-Zarqânî tidak mem- berikan contoh atau keterangan apakah dalam Alqur'an ada ayat yang turun dalam bentuk yang demikian.

Adapun tentang jawaban yang bebas karena dapat berdiri sendiri atau terlepas dari sebabnya, oleh al-Zarqânî dinyatakan ada dua macam kemungkinan; yakni:

1. Searah dengan kapasitas cakupan hukum maupun dari segi kekhususannya.Jadi di sini ada dua mcam kemungkinan juga, yakni:

a. Sebab yang bersifat umum memiliki akibat yang bersifat umum.

Misalnya tentang sebab turunnya ayat dari surat Ali Imran tentang perang Uhud."

b. Sebab yang bersifat khusus memiliki akibat yang bersifat khusus.

Misalnya tentang sebab turunnya ayat ke-17 dari surat Al-Lail dan seterusnya. Huruf alif dan lam pada kata al-atqå dalam surat ini, menunjukkan maksud khusus, karena yang dimaksud adalah Abu Bakar al-Shiddiq. Tetapi Muhammad Abduh tidak setuju dengan pendapat ini.

Menurut Abduh, kata al-atqå di sini bukan hanya untuk Abu Bakar saja, melainkan juga untuk orang-orang lain yang sama perbuatannya dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Menurut Dr. M. Quraisy Syihab, Abduh berpendapat demikian karena bagi Abduh, ayat Alqur'an itu bersifat umum, tidak dibatasi oleh waktu dan tidak untuk orang- orang tertentu saja.

(14)

2. Tidak searah dengan kapasitas cakupan hukumnya antara sebab dengan ayat yang turun. Dalam hal ini, ada pula dua kemungkin- an bentuknya:

a. Sebab yang bersifat umum, sedang lafal ayat sebagai jawab- annya bersifat khusus. Misalnya, ada berbagai peristiwa yang terjadi, kemudian datanglah petunjuk Alqur'an. Şayang al-Zarqânî juga tidak memberikan contoh secara kongkret."

b. Sebab yang bersifat khusus, sedang lafal ayat sebagai jawab- annya bersifat umum. Bentuk ini ada dua kemungkinan pula:

1) Jawaban itu memiliki qarinah. Dalam hal ini, ulama sepakat berpegang pada apa yang dicakup oleh sebab.

2) Jawaban itu tidak memiliki qarînah. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat tentang mana yang harus dipegangi.

a) Jumhûr ulama berpendapat, bahwa yang harus dipegangi adalah keumuman lafal dan bukan kekhususan sebab. Kaidahnya berbunyi:

ِبَبّسلا ِصوُصُخِب َل ظفللا موُمُعِب ُةَرْبِعْلا

Di antara argumennya adalah sebagai berikut:

(1) hujjah yang harus dipegangi adalah lafal ayat dan sebab-sebab yang timbul hanya berfungsi sebagai penjelasan;

(2) pada prinsipnya, kandungan lafal memiliki pengertian umum terkecuali ada qarînah; dan

(3) para sahabat Nabi dan mujtahid di berbagai tempat dan masa berpegang pada teks ayatnya dan bukan pada sebab yang terjadi.

b) Sebagian ulama lainnya berpendapat, bahwa yang harus dipegangi adalah kekhususan sebabnya. Kaidah yang mereka pergunakan adalah :

ِظْفّللا ِموُمُعِب َل ِبَبّسلا ِصوُصُخِب ُةَرْبِعْلا

Di antara argumennya adalah bahwa ayat yang turun pada hakikatnya merupakan keringkasan kasus yang terjadi beserta petunjuk penyelesaiannya. Sedang- kan pada kasus lain yang serupa dengannya,

(15)

maka hukum yang dipakai tidaklah berasal langsung dari ayat itu sendiri, melainkan berasal dari pemakaia qiyas (analog)

Dengan demikian, sesungguhnya antara pendapat Jumhür dengan sebahagian ulama di atas, tidaklah berbeda bila dilihat dari segi kapasitas aplikasi dan cakupan hukumnya. Yang berbeda hanya- lah bahwa jumhur ulama menggunakan dalil manthüq ayat, sedang yang lainnya menggunakan jalan qiyas (analog)7

Contoh di dalam firman Allah Q.S Al-Baqarah/2:115

ٌمْيِلَإع ٌعِساَاو َ ااا ّنِا ۗ ِ ااا ُه ْجَاو ّمَثَف اْوّلَوُت اَمَنْيَاَف ُبِرْغَمْلاَاو ُقِرْشَمْلا ِ ااِلَاو ١١٥

/ةرقبلا ) 2

: 115 (

Terjemahan Kemenag 2019

115. Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.36) Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Maksud ayat ini adalah arah kiblat yang diridai oleh Allah Swt. saat seseorang tidak bisa menentukan arah kiblat karena alasan tertentu.

Maksud ini tergambar dalam sebab nuzul yang dituturkan oleh ‘Amir bin Rabi‘ah r.a. Dia berkata, “Kami menemani Rasulullah saw. dalam sebuah perjalanan. Tiba-tiba langit tertutup mendung sehingga kami kesulitan menentukan arah kiblat. Kami pun salat dan memberi tanda (pada arah salat kami). Ketika matahari muncul, kami sadar telah salat tanpa menghadap ke arah kiblat. Kami laporkan hal ini kepada Rasulullah, lalu turunlah ayat ini.” (Riwayat Ibnu Majah, al-Baihaqi, dan at-Tirmizi). (Al- Baqarah/2:115)

Secara tekstual, ayat ini menunjukkan bahwa menghadapkan wajah ke arah manapun di waktu solat itu boleh dan tidak wajib menghadapkan wajah ke arah kiblat baik ketika bepergian maupun tidak bepergian. Dan ini tentu bertentangan dengan ijmak ulama. Akan tetapi, jelas akan

7 Nashruddin Baidan,Wawasan Baru Ilmu Tafisr,Pustaka pelajar,2005

(16)

menjadi lain pemahaman dan kesimpulannya ketika mengetahui sabab nuzul ayat tersebut.

Ayat ini turun bagi orang yang shalat sunnah dalam keadaan bepergian atau pun orang yang shalat namun tidak bisa mengenali arah kiblat yang tepat yakni menghadap ke arah ka’bah baitu llah di masjid al Haram lalu dia shalat berdasarkan ijtihadnya namun kemudian ternyata hasil ijtihadnya itu salah.

Ayat di atas menjelaskan tentang kegunaan صوصخب ل ظفللا مومعب ةربعلا ببسلا

Kaidah ini mempunyai peran yang sangat penting dan menentukan dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk menguatkan penggunaan kaidah ini dan membenarkan bahwa adanya kaidah ini,Ulama telah membahas tentang hubungan antara sebab yang terjadi dengan ayat yang turun. Hal ini dianggap penting, karena sangat erat kaitannya dengan penetapan hukum, sebagai akibat darinya, berdasarkan ayat yang bersangkutan. Yakni, apakah ayat itu berlaku secara umum berdasarkan bunyi lafalnya, ataukah tetap terikat dengan sebab turunnya ayat itu. Puncak perselisihan paham ini melahirkan dua kaidah yang saling berhadapan, yang masing- masing berbunyi:

ِبَبّسلا ِصوُصُخِب َل ِظْفّللا ِم ْوُمُعِب ُةَرْبِعْلا

(Yang menjadi ibrah (pegangan) ialah keumuman lafal bukan kekhususan sebab)

ِظْفّللا ِم ْوُمُعِب َل ِبَبّسلا ِصوُصُخِب ُةَرْبِعْلا

(Yang menjadi 'ibrah (pegangan) ialah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal)8

8 Nashruddin Baidan,Wawasan Baru Ilmu Tafisr,Pustaka pelajar,2005

(17)

Meskipun mayoritas ulama membenarkan dan mengakui kegunaan kaidah Al-ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi sabab dalam kajian asbab an-nuzul, mereka pada prinsipnya memberikan peran yang sangat terbatas dalam penafsiran Al-Qur’an. Tidak semua makna yang terkandung dalam Al-quran menggunakan kaidah Al-ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi sabab Hal ini disebabkan adanya kaidah yang mereka pegang, yaitu:

ظفللا مومعب ل ببسلا صوصخب ةربعلا

“yang dijadikan pegangan dalam penafsiran ayat adalah kekhususan sabab bukan keumuman lafad

Contoh dalam surah asy-syura 224

َنٗواَغْلا ُمُهُعِبّتَي ُء َرَع ّشلاَوۗ ۤا ٢٢٤

/ء رعشلا ) ۤا 26

: 224 (

9

Terjemahan Kemenag 2019

224. Para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.

(Asy-Syu'ara'/26:224)

Adapun asbabu an-nuzul dari ayat di atas adalah Ibnu Abbas berkata, "Ada dua orang saling menghina dengan mengunakan syair pada masa Rasulullah saw, salah satunya dari Ansar dan yang lain dan suku yang lain, masing-masing memiliki pengikut dari kaum yang sesat, yaitu orang-orang bodoh. Lalu allah menurunkan ayat ini.

Ayat di atas ini dipahami secara tekstual tanpa adanya dikontekskan dengan kondisinya orang Arab pada waktu itu, maka mucullah pemahaman bahwasannya Al-Quran ini ialah kitab yang tidak moderat yang membenarkan perilaku serta tidak toleran kepada peradaban dan kebudayaan seperti halnya seni sya’ir.

9 Qur’an Kemenag 2019

(18)

Maksud dari seni sya’ir ini adalah semua para penyair ialah orang- orang yang sesat, dalam bentukan semua sya’ir ini di haramkan oleh Al-Quran. Dalam ayat ini dimaksudkan syair-syair yang ada pada Masyarakat arab. Syair-syair pada waktu itu beredar untuk menghujat, mejelek-jelekkan, serta menghina Nabi Muhammad SAW, mengadu domba, membanggakan suku sendiri, meminum- minuman keras, merangsang nafsu birahi. Maka maksud dari syair- syair yang diharamkan Al-Quran itu ialah maksud dari penjelasan diatas. Adapun halnya syair-syair yang menjelaskan tentang keimanan, menurut Al-Jaza’iri mengatakan bahwa syair yang mengandung keimanan itu ialah sebuah hikmah pesan-pesan keimanan, pesan-pesan moral, serta untuk membela agama islam dan kaum muslimin di sesuatu yang diperbolehkan.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa seseorang jika tidak bisa merasakan keindahan seni maka digolongkan sebagai seseorang yang mengalami gangguan jiwa. Maka dengan Ayat tersebut harus dipahami dengan mengacu pada kaidah Al-Ibrah bi khusus sabab la bi umumil lafadz bahwasannya ayat ini tidak boleh dimaknai dengan makna keumuman ayat yang berakibat atas keharaman semua syair atau semua jenis kesenian. Akan tetapi syair-syair yang diharamkan itu adalah syair-syair yang khusus untuk menghujat, menghina, menjelekkan Nabi Muhammad SAW, mengadu domba, mebanggakan keturunan yang dilakukan bangsa arab pada saat itu. Tetapi jika ayat ini di maknai dengan mengacu pada keumuman lafalnya maka menghasilkan pemahaman ayat yang tidak tepat sehingga menimbulkan konsekuensinya, bahwa agama islam adalah kaku dan tidak toleran terhadap kebudayaan yang ada.

Berdasar pada dua Analisa diatas bahwa fungsi asbabul nuzul dalam penafsiran Al-qur’an sangatlah penting terutama dalam

(19)

memahami makna ayat secara menyeluruh supaya tidak salah dalam memahami ayat-ayat Al-qur’an, yang menyampaikan pesan yang berbeda-beda ada ayat yang menyampaikan kuumuman lafadz dan kekhususan sebabnya seperti pada surah Al-baqarah 115 yang menyampaikan keharusan bagi seorang muslim untuk menghadap kiblat ketika akan melaksanakan ibadah sholat yang merupakan keumuman lafadz ayat, namun ayat ini turun disebabkan oleh pristiwa sahabat yang sedang Bersama rasul yang tidak dapat melihat arah sholat disaat mendung dan mereka berijtihad untuk menentukan arah kabah, setelah sholat meraka memberi tanda tempat sholat dan Ketika matahari muncul maka ternyata tanda itu tidak menghadap kiblat dan melaporkan peristiwa ini kepada rasul maka turun ayat Al-baqarah ayat 115. Sedangkan pada surah Asy- syura 224 menjelaskan tentang khususan sebab turun dan kehususan lafadz, ayat ini turun disebabkan oleh orang-orang arab yang mengolok-olok; menghina dan mencaci nabi membanggakan suku, memancing syahwat, meminum minuman keras dengan syair mereka maka turunlah ayat ini, namun tidak seperti Al-baqarah 115 yang lafazdnya umum untuk umat muslim, ayat ini lafadznya hanya untuk orang-orang arab yang menggunakan syair mereka untuk hal- hal yang tercela pada saat itu, tidak berlaku kepada seluruh umat islam. Jika tidak dipahami dengan asbabul nuzul ayat 224 surah Asy-syura ini akan terjadi salah pemahaman dalam penafsiran Ayat ini, dengan adanya asbabul nuzul maka ayat ini bisa dipahami dengan utuh sesuai dengan Allah sampaikan kepada rasul.

Kesimpulan

Peran asbabun nuzul sangat penting dalam penafsiran ayat-ayat Al-qur’an, dengan adanya asbabul nuzul dapat membantu para mufasir dalam menafsirkan ayat secara menyeluruh sehingga tidak

(20)

terjadi kesalahan dalam menafsirkan makna yang disampaikan ayat yang mengakibatkan kesalahan dalam memaknainya, dengan adanya asbabul nuzul dapat dilakukan panafsiran ayat-ayat Al- qur’an dengan kaidah-kaidahnya sebab ada ayat yang menggunakan kaidah Al-ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi sabab dan Al-Ibrah bi khusus sabab la bi umumil lafadz kedua kaidah ini membantu dalam memahami ayat-ayat didalam Al-qur’an secara utuh, sehingga disimpulkan bahwa asbabul nuzul juga memiliki peran yang penting dalam penafsiran ayat-ayat Al-qur’an oleh para mufasir.

Asbabun nuzul juga menjadi tolak ukur seorang mufassir atau pembaca secara umum dalam mengambil hikmah dari suatu ayat al- qur’an yang itu kemudian selaras dengan fungsi dari pada asbabun nuzul itu sendiri,selain itu juga masih banyak aspek dalam fungsi asbabun nuzul yang menjadi keberhasilan seorang mufassir memaknai ayat alquran dan pembaca secara umum untuk memahami isi kandungan dalam ayat al-quran.Dari sini dapat dipahami bahwa betapa besar dampak keterkaitan ilmu Asbabun Nuzul terhadap Penafsiran Alquran.

Daftar Pustaka

Syukraini ahmad ASBAB NUZUL: urgensi dan fungsinya dalm penafsiran ayat al-Quran El-Afkar Vol. 7 Nomor II, Juli- Desember

Muhammad Qurais Shihab kaidah tafsir tangerang: lentera hati Ibnu Qudamah, Raudah an-Nazhir Wa Junnah al-Munazhir Abdul Karim an-Namlah, al-Muhadzdzab Fii ‘Ilmi Ushul al Fiqh as-Suyuthi, al-Itqhan fi Ulumi al-Quran

(21)

Fikri Mahmud, 2021, qawaid tafsir (kaidah-kaidah menafsirkan Al-qur’an), kota Bengkulu, azka Pustaka

Nurdin Usman, Konteks Implemntasi Berbasis Kurikulum, 2002 Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2008

Muchlis M. Hanafi,ASBABUN NUZUL,Lajnah pentashihan mushaf Al- Qur’an,Jakarta, 2015

Nashruddin Baidan,Wawasan Baru Ilmu Tafisr,Pustaka pelajar,2005

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, untukmenafsirkan al-Qur‟an bukan hanya mengacu kepada sebab- sebab dari riwayat para sahabat melainkan juga harus melihat asbabun nuzul Qur‟an makro dan mikro

Metode maudhu‟i adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al- Qur‟an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-

Dalam dunia penafsiran al- Qur‟an ada sebuah corak yang bernama corak sufi yaitu penafsiran al-Qur‟an dengan menggunakan pemahaman atau pemberian pengertian

Antara kesilapan-kesilapan yang terdapat dalam periwayatan Asbab al-Nuzul di dalam Tafsir Nurul Ihsan. Pertama: Per’anggahan antara sebab turun dan ayat al-Qur’an dari sudut

Sementara itu, menurut Nashruddin Baidan (2011: 67) ilmu tafsir membahas teori-teori yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an, jadi penafsiran Al-Qur`an

1) Menjadikan petunjuk al-Qur‟an bersifat parsial. Al-Qur‟an merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang

2 pengetahuan tentang materi al-Qur‟an pembicaraan ayat, tidak memperhatikan konteks, baik asbab nuzul, hubungan antar ayat, maupun kondisi sosial masyarakat, dan tidak memperhatikan

Macam-macam Asbabun Nuzul Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun sebab an-nuzul dibagi menjadi dua yaitu: Ta’addud Asbab Al-Nazil Sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan