IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BRI SYARIAH KANTOR
CABANG PEMBANTU (KCP) CIPUTAT
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Maya Kristia Ningsih NIM. 15110794
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES) FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1440 H / 2019 M
ii
Skripsi ini dengan judul “Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat”
yang disusun oleh Maya Kristia Ningsih dengan Nomor Induk Mahasiswa 15110794 telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah.
Jakarta, 16 Juli 2019 M Pembimbing
Dra. Hj. Muzayyanah, MA
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat” yang disusun oleh Maya Kristia Ningsih dengan NIM 15110794 telah diujikan pada sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada tanggal 25 Juli 2019. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Jakarta, 25 Juli 2019
Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Dra. Hj. Muzayyanah, MA
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekertaris Sidang
Dra. Hj. Muzayyanah, MA Dra. Hj. Nur Izzah Anshor, MA
Penguji I Penguji II
Dr. Hj. Nadjematul Faizah, SH, M. Hum Syafaat Muhari, ME Pembimbing
Dra. Hj. Muzayyanah, MA
v
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS.al-Insyirah: 6)
“Sesungguhnya diantara orang-orang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar hutang”. (HR. Bukhari dan Muslim)
“Jadilah seperti pohon yang lebat buahnya, tumbuh di tepi jalan, di lempar buahnya dengan batu tetapi tetap di balas dengan buah”. (Abu Bakar Ash-
Shiddiq)
“Bukan karena kelebihan yang akan membuatmu bersyukur, tetapi karena kamu bersyukur semua akan terlihat lebih”. (Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang telah memberi semangat dalam perjalanan hidup penulis.
Untuk ayah dan ibu tercinta, terima kasih atas segala do’a yang selalu dipanjatkan untuk penulis serta kasih sayang yang tidak terhingga kepada penulis.
Kakak penulis tercinta, M. Fadhil, dan M. Ikhsanul Choir terima kasih atas nasihat dan segala dukungannya terhadap penulis.
Kepada pihak BRISyariah KCP Ciputat, terima kasih atas waktu dan kemurahan hatinya dalam memberikan segala data yang dibutuhkan oleh penulis.
Pembimbing ibunda tercinta Dra. Hj. Muzayyanah, MA yang dengan sabar memberikan arahan, support dan penjelasan yang sangat rinci dan mudah dipahami agar terciptanya skripsi dengan hasil yang baik.
Kepada seluruh teman-teman seperjuangan atas semua perhatian, saran dan dukungannya. Selamat berjuang dan semoga apa yang diharapkan dan dicita-citakan dapat terwujud.
vii
مْحَّرلا ِهّللا ِمْسِب ِمْيِحَّرلا ِن
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini.
Shalawat dan salam, penulis mempersembahkan kepada baginda Rasul, junjungan umat Islam yaitu Nabi Besar Muhammad Saw., sebagai uswah hasanah, sehingga menjadi contoh yang harus diteladani oleh setiap insan untuk kemaslahatan dan keselamatan dunia dan akhirat di segala sektor kehidupan.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, Ibu. Prof. Dr. Hj.
Khuzaemah Tahido Yanggo, MA.
2. Dekan Fakultas Syariah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu. Dra. Hj. Muzayyanah, MA. Terima kasih yang tak terhingga, telah menyediakan waktunya untuk mendengar segala keluh kesah penulis, menyediakan pikiran, dan tenaganya untuk
viii
memberikan bimbingan, dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Kepala prodi Hukum Ekonomi Syariah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Ibu. Dra. Hj. Nur Izzah, MA yang telah memberikan motivasi dan selalu mendoakan kebaikan untuk kami.
4. Kepala perpustakaan beserta Staff Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
5. Segenap Civitas Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, para dosen IIQ Jakarta yang telah memberikan fasilitas, kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Staff Fakultas Syariah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Kak Putri S.Sy dan Kak Mila S.Sy. yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Pengasuh Pesantren Takhassus IIQ Jakarta, Bpk. KH. Ahmad Fathoni, Lc, M.A. yang telah meluangkan waktunya untuk menyampaikan keindahan ilmu Al-Qur`an, dan selalu memotivasi kami untuk selalu khidmat bersama Al-Qur`an.
8. Kepala lembaga tahfidz, staff, dan seluruh Instruktur Tahfidz IIQ Jakarta, Ibu Imut, Ibu Istiqomah, Ka Herny, Ibu Muzay, Ibu Mahmudah, Ibu Sami’ah dan Ibu Fatim, terima kasih telah meluangkan waktunya demi mendengarkan setoran hafalan Al-Qur’an selalu sabar dalam memperbaiki kesalahan-kesalahan penulis dalam proses menghafal, memberi motivasi serta dorongan kepada penulis untuk selalu istiqomah dalam menghafal dan menjaga hafalan Al-Qur`an.
9. Karyawan-karyawan BRISyariah KCP Ciputat, Bapak Ramdani Noer, Bapak Zukhruf Alfan, Bapak Iqbal, Bapak Iswari, Bapak Izuddin, Bapak Musa, Bapak Rifqi, Bapak Wahyu, Ibu Rafika Fitria, Ka Erna, dan Ibu Rifa dan lain-lain. Terima kasih tiada tara atas bantuannya dan
ix Ciputat.
10. Kedua orang tua penulis yang tercinta, bapak Zumrowi, dan mamak Maimunah, yang senantiasa memberikan kasih sayangnya, dukungan materi dan non materi, memotivasi, memberi nasehat-nasehat serta do’a dan semuanya yang tak ternilai, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada kakak penulis tercinta M. Fadhil dan M. Ikhsanul Choir, terima kasih atas kasih sayangnya, nasehat-nasehatnya, dukungan serta do’anya. Dan kepada Adikku tersayang M. Faisal yang selalu memberikan keceriaan dan kegembiraan serta kesemangatan kepada penulis.
11. Teman-teman angkatan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta 2015, terkhusus teman-teman fakultas Syariah yang selalu memberi semangat dan berjuang bersama dalam menggapai cita-cita..
12. Dan seluruh pihak yang belum disebutkan, yang mana telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Terima kasih yang tiada hingga, semoga Allah membalas kebaikan kalian semua baik di dunia maupun di akhirat. Kepada Allah jualah kita serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi penulis.
Jakarta, 13 Dzul Qo’dah 1440 H 16 Juli 2019 M
Maya Kristia Ningsih
x
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing ... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Pernyataan Penulis ... iv
Motto ... v
Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... x
Pedoman Transliterasi ... xiii
Abstrak ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan ... 4
1. Identifikasi Masalah ... 4
2. Pembatasan Masalah ... 4
3. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Kajian Pustaka ... 6
E. Kerangka Teori atau Konsep ... 10
F. Metode Penelitian ... 13
G. Teknik Penulisan ... 15
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Akad ... 17
1. Pengertian Akad ... 17
2. Landasan Hukum Akad... 18
3. Rukun dan Syarat Akad ... 19
4. Macam-macam Akad ... 24
xi
B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan... 28
1. Pengertian Pembiayaan ... 28
2. Tujuan Pembiayaan ... 30
3. Sistem Pembiayaan Bank Syariah ... 31
a. Pembiayaan Modal Kerja ... 32
b. Pembiayaan Investasi ... 38
c. Pembiayaan Konsumtif ... 40
C. Tinjauan Umum Tentang Murabahah ... 42
1. Pengertian Murabahah... 42
2. Landasan Hukum Murabahah ... 44
3. Rukun dan Syarat Murabahah ... 48
4. Jenis-jenis Murabahah ... 50
5. Aspek-aspek Khusus dalam Murabahah ... 53
BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL BRI SYARIAH CIPUTAT A. Sejarah Berdirinya BRISyariah... 57
B. Visi dan Misi BRISyariah ... 59
C. Nilai Utama BRISyariah ... 60
D. Struktur Organisasi BRISyariah KCP Ciputat ... 62
E. Job Disk BRISyariah KCP Ciputat ... 62
F. Kepemilikan Rumah (KPR) BRISyariah ... 68
BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PRODUK KPR DI BRI SYARIAH KCP CIPUTAT A. Operasional Akad Murabahah pada Produk KPR di BRISyariah KCP Ciputat ... 79
B. Implementasi Akad Murabahah Pada Produk KPR di BRISyariah KCP Ciputat ... 85
C. Perhitungan Angsuran Pembiayaan KPR ... 89
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 93
xii
DAFTAR PUSTAKA ... 95 BIODATA PENULIS ... 99 LAMPIRAN
xiii
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi di Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
أ
: aط
: thب
: bظ
: zhت
: tع
: ‘ث
: tsغ
: ghج
: jؼ
: fح
: hؽ
: qخ
: khؾ
: kد
: dؿ
: lذ
: dzـ
: mر
: rف
: nز
: zك
: wس
: sق
: hش
: zyء
: ‘ص
: shم
: yض
: dhxiv 2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Tunggal Vokal Rangkap Fathah : a
أ
: âْ م
: aiKasrah : i
م
:îْ ك
: auDhammah : u
ك
:û 3. Kata Sandanga. Kata sandang yang diikuti alif lam (لا) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) qamariyah dengan bunyinya. Contoh :
ْ اْ لْ ػب
ْ قْ رْ ة :
al-Baqarahْ اْ ل
ْ مْ د
ْ ػيْ نْ ة :
al-MadĬnahb. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (لا) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (لا) syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan didepan dan sesuai dengan bunyinya.
Contoh :
ْ اْ رل
ْ ل ْ ج
:ar-Rajulْ ة ْ يْ د ْ سل ْ ا
: asy-Sayyidahْ ا
ْ راْ م ْ دل
ْ ي :
ad-Dârimĭْ س ْ م ْ شل ْ ا
: asy-Syamsc. Syaddah (Tasydid)
Syaddah (Tasydid) dengan system aksara Arab digunakan lambang (_ ّ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydid. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydid yang berada di tengah kata, di
xv huruf-huruf syamsiyah.
Contoh :
ْٰ للا بْا ن مٰا
ْ ه
: Âmannâ billâhîْ ن م ْٰا ا ه فُّس ْلا
ْ ء ّ
: Âmanâ as-Sufahâ’uْ ن ي ذ لاْ ف إ
: Inna al-Ladzînaلا كُّْر
ْ ع ك
: Wa ar-rukka’id. Ta Marbutha (ة)
Ta Marbutha (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh :
ْ ة د ئ ف لْا
: al-Af’idahْ ة ي م لا س لْاْ ة ع ما لْ ْ ا : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
Sedangkan Ta Marbutha (ة) yang diikuti atau disambungkan (di- washal) dengan kata benda (isim), maka dialihaksarakan menjadi huruf
“t”.
Contoh :
ٌْة ل ما ع
ْ ة ب صا ن
:„Âmilatun Nâshibahْ ة ي لْا
ل ر ػب ك لا ْ
: al-Âyat al-Kubrâe. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
xvi
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh : Ali Hasan al-Aridh, al-Asqallani, al-Farmawi dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh : Al-Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fatihah dan seterusnya.
xvii
Maya Kristia Ningsih (15110794) Skripsi dengan judul
“Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat”. Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES), Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam, Institut Ilmu Al- Qur’an (IIQ) Jakarta, 2019.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif yaitu memahami secara mendalam mengenai masalah yang diteliti melalui pengumpulan data-data dan informasi yang terkait dengan implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRI Syariah KCP Ciputat. Bahwa penelitian ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian seperti wawancara langsung dengan Account Officer BRISyariah KCP Ciputat yang dapat memberikan informasi secara jelas.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung seperti data-data dari dokumen-dokumen (buku-buku, brosur, majalah, maupun internet), serta sumber-sumber lainnya yang dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan implementasi akad Murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
Dari hasil penelitian maka penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, karena pada pembiayaan KPR ini akad yang digunakan adalah akad murabahah bil wakalah, tidak sepenuhnya menggunakan akad murabahah saja. Dengan demikian akad jual beli murabahah yang dilakukan oleh BRISyariah KCP Ciputat telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah bagian pertama, ketentuan umum Murabahah dalam bank syari’ah nomor 9 yang berbunyi: jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lekang dari kegiatan bermuamalah. Islam menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk membantu orang-orang yang lemah, memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan.1
Masyarakat banyak memerlukan fasilitas pembiayaan dari bank berdasarkan prinsip jual beli. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tertentu, bank syariah perlu memiliki fasilitas pembiayaan Murabahah bagi nasabah yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.2
Dalam dunia perbankan kata Murabahah dikenal sebagai praktek transaksi yang disamakan dengan jual beli. Perbankan Syariah di Indonesia dalam hal akad Murabahah menjadi suatu produk unggulan dalam berbagai transaksi. Produk pembiayaan Murabahah merupakan salah satu cara yang ditempuh bank dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat. Murabahah diartikan sebagai suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah.3 Pada perjanjian Murabahah ini, bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian
1 M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 121.
2 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta:
Erlangga, 2014), hal. 60.
3 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal.
62.
menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan keuntungan.
Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus profit (biaya dengan laba).4
Salah satu produk pembiayaan bank syariah adalah murabahah.
Murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan margin (keuntungan) yang disepakati penjual dan pembeli, dengan pembayaran yang ditangguhkan.5
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank membeli barang yang diinginkan oleh pemesan.6 Sedangkan murabahah tanpa pesanan artinya bank menyediakan barang atas kehendak bank sendiri kemudian dijual ke nasabah.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain makanan dan pakaian. Rumah sangat penting bagi keluarga, karena rumah merupakan tempat untuk istirahat dan mencurahkan kasih sayang setelah sibuk bekerja atau beraktivitas di luar. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan pembiayaan rumah selalu bertambah dikarenakan meningkatnya populasi penduduk.
Namun harga rumah yang terus melambung tinggi menyebabkan jarang orang mampu membeli rumah secara tunai. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh BRISyariah sehingga membuat produk pembiayaan konsumtif yang banyak dikenal dengan Kepemilikan Rumah (KPR) BRISyariah iB.
Kelebihan KPR syariah dibandingkan KPR konvensional diantaranya adalah masyarakat yang mengambil pembiayaan pada bank syariah
4 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 5.
5 Warkum Sumitro, Asas–Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BAMUI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 36-37.
6 M. Umar Capra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 135.
3
merasa lebih tenang, sebab pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Syariah merupakan varian pembiayaan dengan akad murabahah dalam bidang penyaluran dana, sehingga cicilan KPR syariah tetap, tanpa terpengaruh tingkat suku bunga.
KPR BRISyariah iB menggunakan akad murabahah. Murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada perjanjian murabahah bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu keuntungan. Dengan kata lain, penjual barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus profit.7
Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) dengan akad murabahah ini telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Hanya saja dalam pelaksanaannya belum diketahui apakah aturan-aturan dalam fatwa tersebut telah diaplikasikan dengan baik dalam operasional pembiayaan KPR BRISyariah iB.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diadakan lebih lanjut penelitian tentang masalah mengenai praktek murabahah karena demi kemaslahatan umat dan menegakkan keadilan serta membantu dalam pencapaian hak milik manusia. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat”.
7 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Gratifi, 1999), hal. 64.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah dimana objek dalan suatu jalinan tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah.8 Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan mengidentifikasi masalah yang ada pada BRISyariah KCP Ciputat sebagai berikut:
a. Penerapan operasional akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
b. Pengajuan dan pencairan pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) yang menggunakan akad murabahah di BRISyariah KCP Ciputat.
c. Jumlah nasabah yang menggunakan akad Murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
d. Kendala bagi nasabah yang menggunakan akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
e. Menganalisa terhadap proses pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
f. Kesesuaian akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat dengan fatwa DSN-MUI yang ada.
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan bagian yang diawali dengan pembatasan masalah apa saja, dari keseluruhan masalah yang
8 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2001), h.309.
5
didefinisikan di bagian latar belakang, yang akan menjadi fokus perhatian penelitian.9
Berdasarkan Identifikasi masalah diatas, penulis akan membatasi masalah-masalah yang ada dengan tujuan agar penulis lebih fokus terhadap apa yang akan diteliti dengan pembatasan masalah yaitu Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat;
3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana operasional Akad Murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat?
2. Apakah implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI NO. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian “Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Di BRI Syariah KCP Ciputat”
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui operasional akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
b. Untuk mengetahui implementasi akad Murabahah pada pembiayaan Kepemilika Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat apakah
9 Huzaemah T. Yanggo, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, (Jakarta: IIQ Press, 2011), h. 9.
sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis, memperkaya hazanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang perbankan tentang operasional akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) BRISyariah iB dan kesesuaian dengan Fatwa DSN-MUI.
b. Secara praktis: menambah wawasan masyarakat dan memberikan informasi yang akurat serta kontribusi bagi yang ingin melanjutkan penelitian ini lebih dalam tentang implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat dan kesesuaiannya dengan Fatwa DSN- MUI secara hukum Islam.
D. Kajian Pustaka
Setelah menelaah dan melakukan tinjauan kepustakaan penulis telah membaca beberapa skripsi dari beberapa sumber yang ada. Adapun setelah mengadakan kajian kepustakaan tersebut, penulis akhirnya menemukan skripsi yang memiliki judul yang hampir sama dengan apa yang penulis tulis antara lain sebagai berikut:
1. Ainurrohmah, Analisis Operasional Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Modal Usaha (Studi Kasus: BMT Syahida IKALUIN), Fakultas Syariah, Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Skripsi Tahun 2016.10
10 Ainurrohmah, Analisis Operasional Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Modal Usaha (Studi Kasus: BMT Syahida IKALUIN), (Skripsi: Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ), Jakarta, 2016).
7
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini lebih fokus membahas tentang aplikasi Murabahah dalam pembiayaan modal usaha di BMT Syahida IKALUIN. Ditinjau dari segi aspek murabahah yang terjadi di BMT Syahida IKALUIN, pelaksanaan tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai aturan-aturan pada akad murabahah karena mengenai syarat murabahah belum terpenuhi dimana penjual harus memiliki atau menguasai barang yang akan dijual dan kepemilikan barang hendaknya berada ditangan penjual. Adapun faktor yang menghambat proses pembiayaan modal di BMT Syahida IKALUIN adalah kredit macet, apabila terjadi pailit dari nasabah sehingga pembayaran tidak rutin kemudian dilakukan lagi renovasi pembiayaan.
2. Azma, Kontrak Pembiayaan Kepemilikan Rumah Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Bank Syariah Mandiri Cabang Bojonegoro Jawa Timur), Fakultas Syariah, Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Skripsi Tahun 2016.11
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini lebih fokus membahas tentang penerapan/implementasi akad pembiayaan kepemilikan rumah yang aplikasinya dituangkan dalam sebuah draft kontrak yang diterbitkan oleh notaris dimana pada penerapan/
implementasi kontrak pembiayaan kepemilikan rumah tersebut, Bank Mandiri Syariah menggunakan skema Murabahah yang dinilai selaras dengan prinsip hukum Islam yang termuat dalam Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, namun terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau lebih mendalam lagi yakni ketentuan bagi uang muka (urbun) dan tentang implikasi hukum.
11 Azma, Kontrak Pembiayaan Kepemilikan Rumah Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Bank Syariah Mandiri Cabang Bojonegoro Jawa Timur), (Skripsi: Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, 2016).
3. Putri, Analisis Kelayakan Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Kantor Cabang BSD City, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Manajemen Lembaga Keuangan Islam), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.12
Hasil dari penelitian ini adalah prosedur pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro iB BRISyariah Kantor Cabang BSD City dilakukan dalam beberapa tahap pembiayaan yaitu tahap permohonan pembiayaan, tahap analisis pembiayaan, tahap pemberian putusan pembiayaan, tahap pencairan/akad pembiayaan dan tahap pemantauan pembiayaan atau monitoring. Sedangkan dalam menganalisis kelayakan pembiayaan PT. Bank BRISyariah melihatnya dari 5 aspek yaitu karakter, modal, kapasitas usaha, kondisi ekonomi dan jaminan/agunan. Pada implementasinya lebih mengedepankan tiga aspek yaitu karakter, kapasitas dan jaminan/agunan. Akan tetapi untuk pembiayaan KUR Mikro iB BRISyariah, bank lebih terfokus pada aspek karakter dan kapasitas karena dalam produk ini agunan tidak diwajibkan, boleh saja memberikan agunan tapi tidak terkait dan diperbolehkan meski tidak mengcover seluruh jumlah pembiayaan.
4. Rosiyani, Implementasi Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan Cicil Emas BSM iB di Bank Syariah Mandiri KC Majenang Cilacap, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Skripsi Tahun 2018.13
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini lebih fokus membahas tentang Implementasi Akad Murabahah
12 Putri, Analisis Kelayakan Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pada PT.
Bank Rakyat Indonesia Syariah Kantor Cabang BSD City, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Manajemen Lembaga Keuangan Islam), (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
13 Rosiyani, Implementasi Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan Cicil Emas BSM iB di Bank Syariah Mandiri KC Majenang Cilacap, (Skripsi: Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Purwokerto, 2018).
9
pada produk pembiayaan cicil emas BSM iB di Bank Syariah Mandiri KC Majenang Cilacap yaitu bank selaku penjual membeli emas kepada supplier. Setelah emas tersebut dimiliki oleh bank, emas tersebut akan dijual kepada nasabah dengan harga penjualan yang sudah termasuk keuntungan (margin) yang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini telah sesuai dengan PBI No.101/16/PBI/2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Jasa Bank Syariah, Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, dan Fatwa DSN No.
77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.
5. Sahvitri, Analisis Pembiayaan KPR Syariah Terhadap Nasabah Berpenghasilan Rendah (Studi pada Bank BRI Syariah Kantor Cabang Bandar Lampung Kedaton), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Skripsi Tahun 2018.14
Hasil penelitian pada Bank BRISyariah KC Bandar Lampung Kedaton mengenai implementasi pembiayaan KPR Syariah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yaitu adanya penetapan minimal penghasilan pemohon sebesar 2.700.000, hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 36 Tahun 2016. Hal tersebut terkait dengan resiko kredit yang akan ditimbulkan oleh nasabah jika terjadi gagal bayar kepada bank.
Menurut perspektif ekonomi syariah implementasi akad KPR Sejahtera BRISyariah iB, yang menggunakan akad murabahah bil wakalah diperbolehkan, sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9, dan adanya dasar hukum
14 Sahvitri, Analisis Pembiayaan KPR Syariah Terhadap Nasabah Berpenghasilan Rendah (Studi Pada Bank BRI Syariah Kantor Cabang Bandar Lampung Kedaton), (Skripsi: Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung, 2018).
mengenai akad murabahah pada Al-Qur‟an Surah al-Baqarah ayat 275 dan akad wakalah pada Al-Qur‟an Surah al-Kahfi ayat 19.
Dari beberapa skripsi yang sudah dipaparkan di atas sangatlah jelas bahwa dalam penelitian ini persamaannya, sama-sama meneliti tentang penerapan akad murabahah. Sedangkan pada perbedaannya dengan skripsi sebelumnya dalam penelitian ini titik penekanannya pada implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Apakah pembiayaan tersebut sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI NO: 04/DSN- MUI/IV/2000 tentang murabahah.
E. Kerangka Teori atau Konsep 1. Akad
Akad menurut bahasa adalah ikatan, perjanjian atau sampul tali.15 Sedangkan menurut istilah akad adalah ikatan antara ijab dan qabul yang menunjukkan adanya kerelaan para pihak dan memunculkan akibat hukum terhadap objek yang diakadkan.
Akad dalam pembahasan ini adalah adanya kesepakatan antara nasabah dengan pihak BRISyariah KCP Ciputat dimana akad tersebut menimbulkan akibat hukum terhadap objek yang diperjanjikan.
2. Pembiayaan
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yaitu „saya percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟.
Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku shahibul maal. Dana
15 Hasbi ash-Shidiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 8.
11
tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin menjelaskan, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.16
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.17
Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.18
Sedangkan pada Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menyatakan:
16 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, h.698
17 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.304
18 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan pasal 1 ayat 12
“Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bit-tamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
3. Murabahah
Murabahah merupakan bagian akad dalam jual beli. Murabahah secara bahasa adalah memberi keuntungan atau laba. Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahukan produk yang dibeli dan menentukan keuntungan sebagai tambahannya.19
Murabahah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual beli dimana bank membiayai atau membelikan kebutuhan barang ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembayaran nasabah dilakukan secara mencicil/diangsur dalam jangka waktu yang ditentukan.
4. Kepemilikan Rumah (KPR)
Kepemilikan Rumah (KPR) adalah pembiayaan Kepemilikan Rumah kepada perorangan untuk memenuhi sebagian atau
19 Syafi‟I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 101.
13
keseluruhan kebutuhan akan hunian dengan prinsip jual beli (murabahah) dimana pembayarannya secara angsuran dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan dimuka dan dibayar setiap bulan.20 Keuntungan KPR BRISyariah iB adalah persyaratan yang mudah, proses cepat dan jangka waktu hingga 15 tahun.
F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan
Penelitian ini merupakan jenis/tipe penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif yaitu memahami secara mendalam mengenai masalah yang diteliti melalui pengumpulan data-data dan informasi yang terkait dengan implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan berupa studi kasus yaitu penulis mengadakan penelitian dengan cara melihat kemudian menggambarkan permasalahan yang diteliti dengan mengumpulkan data-data dan informasi tentang implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian seperti wawancara langsung dengan Account Officer BRISyariah KCP Ciputat yang dapat memberikan informasi secara jelas.
Sedangkan data sekunder diperoleh secara tidak langsung seperti data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen (buku-buku, brosur,
20 Tim BRISyariah, Buku Pintar Pembiayaan Konsumer, (BRISyariah: Retail Banking Group, 2017), hal. 23.
majalah, maupun internet), serta sumber-sumber lainnya yang dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
3. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini adalah:
a. Studi kepustakaan, adalah studi yang dilakukan dengan membaca, mempelajari serta merangkum dan mengumpulkan sumber-sumber yang dianggap penting seperti buku-buku, koran, brosur dan sebagainya. Penulis menggunakan studi kepustakaan untuk memperoleh data tentang implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat.
b. Wawancara adalah hal yang sangat penting dalam mengumpulkan data. Observasi dilakukan jika data yang diperoleh melalui wawancara kurang merefleksikan informasi yang diinginkan.21 Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur (unsructured interview) yang dalam arti wawancara yang bebas dimana penulis tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis- garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.22
Wawancara merupakan studi yang dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak BRISyariah KCP Ciputat untuk memperoleh informasi tentang apa yang diteliti.
21 Prasetyo Irawan, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), Cet.
Ke-5, hal.25.
22 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2014), hal. 137.
15
Dalam hal ini terutama kepada pihak Account Officer BRISyariah KCP Ciputat. Adapun pengolahan dan analisa data dengan mengubah data ke dalam bentuk yang bisa dipahami dengan menyusun, meringkas, dan menganalisa data hasil wawancara dengan penjabarannya melalui uraian-uraian yang akan dianalisa secara kualitatif.
G. Teknik Penulisan
Teknik penulisan laporan dalam penelitian ini merujuk pada “Pedoman Penyusunan Skripsi, Tesis, dan Disertasi “IIQ Press, 2017.23 Penulisan skripsi ini mengikuti sistematika yang ada di buku tersebut.
H. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, merupakan rencana penelitian secara utuh yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori atau konsep, metode penelitian, teknis penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori, bab ini akan dibagi menjadi beberapa sub bab yang meliputi: a. Tinjauan Umum Tentang Akad yang meliputi:
pengertian akad, landasan hukum akad, rukun dan syarat akad, macam-macam akad, dan berakhirnya akad, b. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan yang meliputi: pengertian pembiayaan, tujuan pembiayaan, sistem pembiayaan Bank Syariah yang dibagi menjadi pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Konsumtif, c. Tinjauan Umum Tentang Murabahah yang meliputi: pengertian murabahah, landasan
23 Tim Penyusun IIQ, Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Dan Skripsi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, (Jakarta: LPPI IIQ Jakarta, 2017), h. 1-8.
hukum murabahah, rukun dan syarat murabahah, jenis-jenis murabahah, aspek-aspek khusus dalam murabahah.
BAB III : Gambaran umum Profil BRISyariah KCP Ciputat, bab ini membahas tentang sejarah BRISyariah, visi dan misi BRISyariah, nilai utama BRISyariah, struktur organisasi BRISyariah KCP Ciputat, job disk BRISyariah KCP Ciputat, dan Kepemilikan Rumah (KPR) BRISyariah iB.
BAB IV : Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat, bab ini berisi tentang operasional akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat, serta implementasi akad murabahah pada pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) di BRISyariah KCP Ciputat apakah sudah sesuai dengan Fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, dan perhitungan angsuran pembiayaan KPR.
BAB V : Penutup, bab ini memuat kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka Lampiran
17 BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Akad
1. Pengertian Akad
Salah satu prinsip muamalah adalah „an-taradin atau asas kerelaan para pihak yang melakukan akad. Rela merupakan persoalan batin yang sulit diukur kebenarannya, maka manifestasi dari suka sama suka itu diwujudkan dalam bentuk akad. Akad pun menjadi salah satu proses dalam kepemilikan sesuatu.1
Kata akad berasal dari bahasa arab ُدْقَعْلا dalam bentuk jamak yang disebut ُدْوُقُعْلا yang berarti ikatan atau sampul tali.2 Secara bahasa akad adalah:
طْبِر َناَكَأ ٌءاَوَس , ِءْيَّشلا َفاَرْطَأ َْيَْ ب ُطْبَّرلا ِناَج ْنِم , ا يِوَنْعَم ْمَأ ا يِّسِح ا
ٍب
ِْيَْ بِناَج ْنِمْوَأ ٍدِحاَو
3
“Ikatan antara ujung-ujung sesuatu, baik ikatan itu secara nyata atau maknawi yang berasal dari satu sisi atau dua sisi”.
Sedangkan secara istilah, ulama fiqh membagi pengertian akad dilihat dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara umum berarti segala sesuatu yang diinginkan manusia untuk mengerjakannya baik bersumber dari keinginan satu pihak seperti wakaf, pembebasan, talak, atau bersumber dari dua pihak, seperti jual
1 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 45.
2 Hasbi Ash-Shidiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 8.
3 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 4, (Libanon: Dar al-Fikri, 1984), hal. 80.
beli, ijarah (sewa-menyewa) dan rahn (gadai).4 Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh terhadap objeknya (berpindahnya barang menjadi milik pembeli dan uang menjadi milik penjual pada akad jual beli).5
Dengan demikian, akad merupakan ikatan antara ijab dan kabul yang menunjukkan adanya kerelaan para pihak dan memunculkan akibat hukum terhadap objek yang diakadkan. Dengan dilakukannya ijab kabul maka suatu perbuatan atau pernyataan guna menunjukkan suatu kerelaan dan keridhaan dalam berakad serta berpengaruh terhadap dua orang atau lebih agar nantinya tidak menimbulkan kesalahpahaman di antara keduanya.
2. Landasan Hukum Akad
Landasan hukum yang digunakan mengenai kebolehan berakad guna diterapkan dalam kehidupan sehari-hari telah disebutkan dan dijelaskan dalam al-Qur‟an yaitu Surah al-Maidah ayat 1 dan Surah Ali Imran ayat 76.
a) Surah al-Maidah ayat 1 yang berbunyi6:
4 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet Ke-2, 2004), hal. 43.
5 Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal. 71.
6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, hal 156.
19
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki”. (QS. al-Maidah: [5]: 1)
b) Surah Ali Imran ayat 76 yang berbunyi:
“Sebenarnya barang siapa yang menepati janji dan bertakwa, maka sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran: [3]: 76).
3. Rukun dan Syarat Akad a. Rukun Akad
1) „Aqid adalah orang yang berakad, seperti pihak-pihak yang terdiri dari penjual dan pembeli. Masing-masing pihak terkadang terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.
Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah terjadi akad manakala tidak ada „aqid.7
2) Ma‟qud „alaih adalah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli. Benda-benda yang dijadikan akad harus yang bentuknya tampak dan membekas.
Barang tersebut dapat berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam upah- mengupah dan lain-lain.
3) Maudhu‟ al-Aqd adalah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam
7 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 46.
akad jual beli tujuan pokoknya adalah memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi ganti.
4) Sighat al-Aqd adalah ijab dan qabul, ijab adalah ungkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, maka orang tersebut disebut mujib. Sedangkan qabul adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuannya untuk mengikatkan diri, maka pelaku qabul disebut qabil.8
Sighat akad dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat dan tulisan.9
a) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad yang paling banyak digunakan orang, sebab paling mudah digunakan dan paling mudah dipahami.
b) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan dengan suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu sudah maklum adanya.
Sebagaimana contoh penjual memberikan barang dan pembeli menyerahkan sejumlah uang, dan keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun. Akad semacam ini sering terjadi pada masa sekarang. Namun menurut pendapat Imam Syafi‟i, akad dengan semacam ini tidak dibolehkan. Jadi, tidak cukup dengan serah terima tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.
c) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan oleh orang yang tuna wicara dan mempunyai keterbatasan dalam hal kemampuan tulis-menulis. Namun apabila dia mampu untuk
8 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal. 47.
9 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, hal. 51.
21
menulis, maka dianjurkan agar menggunakan tulisan supaya terdapat kepastian hukum dalam perbuatannya yang mengharuskan adanya akad.
d) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan oleh „Aqid dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak dapat dipahami oleh para pihak, baik dia mampu berbicara, menulis dan sebagainya, karena akad semacam ini dibolehkan.10 Namun demikian menurut ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah tidak membolehkannya apabila orang yang berakad hadir pada waktu akad berlangsung.
b. Syarat akad
Syarat-syarat akad yang harus dipenuhi ada tiga macam:11 1) Syarat „aqid
Syarat-syarat „aqid, ia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) „Aqid harus memenuhi kriteria ahliyah.12 Maksudnya, orang yang bertransaksi atau berakad harus cakap dan mempunyai
10 Ibn Al-Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hal. 128.
11 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 150.
12 Ahliyah atau kecakapan hukum adalah kepatutan seseorang untuk menerima hak dan kewajiban bagi dirinya, serta melaksanakan hak dan kewajiban tersebut terhadap orang lain. Macam-macam kecakapan hukum ada dua macam yaitu ahliyatul wujub dan ahliyatul ada. Ahliyatul wujub adalah kemampuan atau kecakapan seseorang untuk menerima hak-hak yang ditetapkan syara' dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Kecakapan ini ada dua macam yaitu ahliyatul wujub naqisah dan ahliyatul wujub kamilah. Ahliyatul wujub naqisah dimiliki oleh seorang bayi (janin) yang masih dalam kandungan. Ahliyatul wujub kamilah dimiliki sepanjang hidup, sejak lahir sampai ia meninggal, dan tidak terganggu oleh penghalang-penghalang kecakapan. Ahliyatul ada adalah kemampuan atau kecakapan seseorang untuk melaksanakan hak dan kewajiban. Dengan adanya sifat ahliyatul ada, seseorang layak dibebani taklif (perintah dan larangan) sehingga dengan demikian semua perbuatan yang dilakukannya atau perkataan yang diucapkannya dianggap sah oleh syara‟. Ahliyatul ada ada dua macam yaitu ahliyatul ada naqisah dan ahliyatul ada kamilah.
Ahliyatul ada naqisah dimiliki oleh anak usia tamyiz antara usia 7-15 tahun. Ahliyatul ada kamilah dimiliki oleh usia baligh dan berakal. Lihat: Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 57.
kepatutan untuk melakukan transaksi. Biasanya, orang yang telah memiliki ahliyah adalah orang yang sudah baligh dan orang yang berakal.
b) „Aqid harus memenuhi kriteria wilayah
Maksudnya, hak atau kewenangan seseorang yang memiliki legalitas secara syar‟i untuk melakukan objek akad. Artinya, orang tersebut memang merupakan pemilik asli suatu objek transaksi, sehingga ia memiliki hak otoritas untuk mentransaksikannya.
Syarat seseorang untuk mendapatkan wilayah akad adalah orang yang cakap bertasarruf secara sempurna.
Seseorang yang kecakapan bertindaknya tidak sempurna tidak memiliki wilayah, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain untuk melakukan tasarruf. Bagi seseorang yang tidak memiliki wilayah, maka segala transaksinya dilakukan oleh walinya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh wali dalam mendapatkan wilayah:
1. Mempunyai kecakapan yang sempurna dalam melakukan tasarruf.
2. Memiliki agama yang sama antara wali dan yang diwakili.
3. Mempunyai sifat adil yaitu istiqamah dalam menjalankan ajaran agama dan berakhlak mulia.
4. Mempunyai sifat amanah, dapat dipercaya.
5. Menjaga kepentingan orang yang ada dalam perwaliannya.
23 2) Syarat objek akad
Objek akad adalah benda-benda yang menjadi objek akad.
Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan bahwa objek akad harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:13
a) Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang dilakukan. Tidak dibolehkan melakukan transaksi terhadap objek akad yang belum jelas dan tidak ada waktu akad, karena akan menimbulkan masalah saat serah terima.
b) Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan syariah untuk ditransaksikan dan dimiliki penuh oleh pemiliknya. Tidak boleh bertransaksi atas bangkai, darah, babi dan lainnya. Begitu pula barang yang belum berada dalam genggaman pemiliknya, seperti ikan masih dalam laut, burung dalam angkasa.
c) Objek akad bisa diserahterimakan saat terjadinya akad atau dimungkinkan dikemudian hari. Walaupun barang itu ada dan dimiliki „aqid, namun tidak bisa diserahterimakan, maka akad itu akan batal.
d) Adanya kejelasan tentang objek transaksi. Artinya, barang tersebut diketahui secara detail oleh kedua belah pihak, hal ini untuk menghindari terjadinya perselisihan dikemudian hari. Objek transaksi tidak diketahui dan mengandung unsur gharar.
e) Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis. Syarat ini diajukan oleh ulama selain mazhab Hanafiyah.
13 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 4, hal. 173.
3) Syarat sighat akad
Syarat-syarat sighat akad meliputi:14
a) Sighat akad harus jelas pengertiannya. Kata-kata dalam ijab kabul harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian.
Misalnya, “aku serahkan benda ini kepadamu sebagai hadiah atau titipan”.
b) Harus bersesuaian antara ijab dan kabul. Antara yang berijab dan menerima tidak boleh berbeda lafadz. Adanya kesimpangsiuran dalam ijab dan kabul akan menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh Islam, karena bertentangan dengan islah di antara manusia.
c) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa, dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti oleh orang lain, karena dalam tijarah (jual-beli) harus saling merelakan.
d) Ijab itu berjalan terus, tidak dapat dicabut sebelum terjadinya kabul. Maka apabila orang yang berijab menarik kembali ijabnya, sebelum kabul maka batallah ijabnya.
e) Ijab dan kabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
4. Macam-Macam Akad
Macam-macam akad beraneka ragam tergantung pada sudut tinjauannya. Adapun macam-macam akad terbagi menjadi dua bagian:
14 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 53.
25 1. Akad sahih
Akad sahih adalah akad yang telah memenuhi rukun dan syarat- syaratnya. Menurut Hanafiyah sebagaimana dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili mengartikan akad sahih sebagai berikut15:
ِوِفْصَوَو ِوِلْصَأِب ا عْوُرْشَم َناَكاَم َوُى ُدْقَعْلا
Akad yang sahih adalah suatu akad yang disyariatkan dengan asalnya dan sifatnya.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa akad yang sahih adalah suatu akad yang terpenuhi asalnya dan sifatnya. Maksud dari asalnya yaitu rukun akad, yakni ijab dan qabul, para pihak yang melakukan akad, dan objeknya. Sedangkan maksud dari sifatnya, yaitu hal-hal yang tidak termasuk rukun dan objek seperti syarat.
2. Akad ghairu sahih (akad tidak sahih)
Akad gahiru sahih adalah sesuatu yang rusak pada salah satu unsur dasar (rukun dan syarat) seperti jual beli bangkai. Dari aspek hukumnya, akad ini tidak menimbulkan akibat hukum, yakni tidak adanya hak dan kewajiban yang harus terpenuhi oleh para pihak yang berakad. Akad tidak sahih terbagi menjadi dua bagian:
1) Akad batil
Akad batil menurut Hanafiyah yaitu suatu akad yang rusak (tidak terpenuhi) rukunnya atau objeknya, atau akad yang tidak disyariatkan dengan asalnya dan tidak pula sifatnya.
Maksudnya, akad tersebut tidak memenuhi sama sekali rukun, objek dan syarat akad. Contohnya, akad jual beli orang gila, jual beli babi, jual beli minuman keras, dan jual beli ikan yang masih ada di dalam air laut.
15 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 4, hal. 234.
2) Akad fasid
Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya dibolehkan oleh syariat. Namun, ada unsur-unsur yang tidak jelas yang menyebabkan akad itu menjadi terlarang.16 Misalnya, melakukan jual beli sebuah rumah dari beberapa rumah yang tidak dijelaskan mana rumah yang dimaksud. Terhadap akad fasid wajib di-fasakhkan, baik oleh salah seorang dari dua orang yang berakad, maupun oleh hakim karena akad tersebut terlarang secara syar‟i.
5. Berakhirnya Akad
Akad berakhir dengan sebab fasakh, kematian dan berakhir akad karena tidak ada izin untuk akad mauquf. Berikut ini akan diuraikan satu-persatu hal-hal yang menyebabkan akad berakhir:
1. Berakhirnya akad dengan sebab fasakh, karena beberapa kondisi:
a. Fasakh dengan sebab akad fasid (rusak)
Apabila terjadi akad fasid, seperti bai‟ majhul (jual beli yang objeknya tidak jelas), atau jual beli untuk waktu tertentu, maka jual beli itu wajib difasakhkan oleh kedua belah pihak atau oleh hakim, kecuali apabila terdapat penghalang untuk menfasakhkan, seperti barang yang dibeli telah dijual atau dihibahkan.
b. Fasakh dengan sebab khiyar
Terhadap orang yang punya hak khiyar boleh menfasakhkan akad. Akan tetapi, pada khiyar aibi kalau serah terima menurut Hanafiyah tidak boleh menfasakhkan akad, melainkan atas kerelaan atau berdasarkan keputusan hakim.
c. Fasakh dengan iqalah (menarik kembali)
16 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah, hal. 59.
27
Apabila salah satu pihak yang berakad merasa menyesal dikemudian hari, ia boleh menarik kembali akad yang dilakukan berdasarkan keridhaan pihak lain.
d. Fasakh karena tidak ada tanfiz (penyerahan barang/harga).
Misalnya, pada akad jual beli barang rusak sebelum serah terima maka akad ini menjadi fasakh.
e. Fasakh karena jatuh tempo (habis waktu akad) atau terwujudnya tujuan akad. Akad fasakh dan berakhir dengan sendirinya karena habisnya waktu akad atau telah terwujudnya tujuan akad, seperti akad ijarah berakhir dengan habisnya waktu sewa.
2. Berakhirnya akad karena kematian
Akad berakhir karena kematian salah satu pihak yang berakad di antaranya ijarah. Menurut ulama Hanafiyah akad ijarah berakhir dengan sebab meninggalnya salah seorang yang berakad karena akad ini adalah akad lazim (mengikat kedua belah pihak). Menurut para ulama selain Hanafiyah akad ijarah tidak berakhir dengan meninggalnya salah satu dari dua orang yang berakad. Begitu juga dengan akad rahn, kafalah, syirkah, wakalah, muzara‟ah dan musaqah. Akad ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang dari dua orang yang berakad.
3. Berakhirnya akad karena tidak ada izin untuk akad mauquf.17
17 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah, hal. 62.
B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yaitu „saya percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟.
Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku shahibul maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin menjelaskan, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.18
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.19
18 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, h.698
19 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.304
29 Menurut M. Syafi‟i Antonio, pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.20
Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan