• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesian Journal of International Law - UI Scholars Hub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Indonesian Journal of International Law - UI Scholars Hub"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Lihat saja perbandingan dalam perspektif hukum terkait hubungan transnasional, kepentingan negara ini tidak lepas dari perjalanan sejarah pasca Perang Dunia Kedua. Serangkaian resolusi Majelis Umum PBB mengenai kepentingan negara dalam eksploitasi sumber daya alam telah dicanangkan, mulai dari Kedaulatan Permanen atas Sumber Daya Alam, 1962, hingga Tatanan Ekonomi Internasional Baru. Hukum di kancah transnasional tidak cukup untuk mendukung terwujudnya kepentingan ekonomi suatu negara.

Kesadaran akan perlunya meletakkan landasan bagi kepentingan negara dalam pemanfaatan sumber daya alam membuat para pejabat Kementerian Keuangan memasukkan prinsip dasar ini ke dalam konstitusi mereka pada tahun 1991. Ketiga unsur di atas mencerminkan kepentingan dasar dan utama negara. kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam. Situasi Indonesia yang baru merdeka dan sarat dengan perselisihan politik serta permasalahan keamanan yang berkepanjangan, tentu saja tidak memberikan keleluasaan dan waktu yang cukup untuk melaksanakan filosofi kepentingan negara yang ditetapkan dalam konstitusi.

Dari sudut pandang lain terlihat bahwa meskipun kepentingan negara telah menentukan penguasaan sumber daya alam, namun kebutuhan tersebut memerlukan kerjasama dengan pihak lain. Sesuai dengan tradisinya, KK merupakan produk hukum yang merupakan suatu prestasi, setidaknya merupakan hasil langkah bersejarah peningkatan kepentingan negara dan pengusahaan minyak dan gas bumi. Pada dasarnya pemerintah menyadari kepentingan negara yang diamanatkan UUD 1945 agar dapat dilaksanakan secara mutlak.

Jika hal ini dituangkan dalam undang-undang, maka tanggung jawab Pertamina akan menjadi tanggung jawab negara, dan ini berbahaya dan bertentangan dengan kepentingan negara. Setelah menyinggung aspek institusional dan kontraktual, kini kita beralih pada aspek legislasi mengenai upaya mewujudkan kepentingan negara. UU Migas Tahun 1960 dengan KK dan UU Pertamina dengan PSC hendaknya dipahami sebagai upaya mencerminkan sepenuhnya kepentingan negara dengan memberikan posisi yang kuat dan definitif terhadap kepentingan negara sebagai pemegang KP.

ERA GLOBAUSASI 1. Pikiran Dasar

Terkait kepentingan negara di sektor migas, persoalannya bukan karena Pertamina menjadi besar, melainkan apakah kebijakan yang menjadikannya besar itu tepat sehingga perlu dikaji. Kepentingan negara terhadap industri perminyakan di Indonesia :. mulai fokus pada pasar dan peka terhadap keluhan investor, juga di sektor migas. 50 Dalam bahasa Menteri sendiri kepada pers, mi karena Peitamina 1 . “tidak lagi direpotkan oleh lembaga pengatur yang notabene adalah PNS”, Kompas, 21 Juli 2002.

Setelah melalui reformasi dan pergantian pemerintahan yang berlangsung lama, akhirnya pokok-pokok pikiran yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh situasi globalisasi berhasil membuahkan hasil pembentukan peraturan perundang-undangan migas yang baru yaitu UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi C*UU Minyak dan Gas Bumi Penjelasan umum undang-undang ini, selain mengkaji kedudukan strategis minyak dan gas bumi bagi kepentingan bangsa dan negara serta hal-hal yang sejalan dengannya, mengacu pada ketentuan yang berlaku saat ini. permasalahan nyata dalam rangkaian kalimat yang berbunyi: “Menyikapi kebutuhan dan tantangan global. Pertama, negara menguasai seluruh sumber daya migas yang seluruhnya berada dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia, yang sebagaimana Undang-Undang Migas Tahun 1960, adalah diartikan sebagai “seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia.” [Pasal 1 angka 15 jo. Hal ini berbeda dengan UU Migas Tahun 1960 yang memberikan KP kepada Pertamina berdasarkan UU-Pertamina. Pasal 4(1), tujuan pelaksanaannya adalah agar sumber daya minyak dan gas bumi “dieksploitasi”.

34; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Kita juga tahu bahwa BP mengambil alih seluruh aset Pertamina pada masa transisi karena berlakunya Perjanjian Minyak dan Minyak tahun 2001. UU Gas Bumi [Pasal 5(2)(3) Sebagai wujud realisasi konsep pemanfaatan di atas, UU Migas Tahun 2001 juga menekankan dua bagian penyelenggaraan kegiatan migas, yaitu terkait wilayah dan rangkaian kegiatan di dalamnya. industri minyak dan gas bumi, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir.

Dilihat dari tujuan, setidaknya ada lima tujuan yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Migas Tahun 2001 dari sudut pandang kepentingan negara (Pasai3). UU Migas tahun 2001 mencakup kegiatan usaha hulu dan hilir, namun hanya kegiatan hulu yang dibahas dalam artikel ini. Kepentingan dalam negeri ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 22 Undang-Undang Migas Tahun 2001 yang menyatakan bahwa BU dan BUT “wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagian produksinya”. Putusan Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 mengatur bahwa istilah “sebagian besar” harus dihilangkan karena dapat mengakibatkan pihak yang dikenai kewajiban tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Undang-Undang Migas tahun 2001 diharapkan dapat mengubah struktur industri perminyakan menjadi yang baru, yang diharapkan dapat memberikan dampak yang sama. Oleh karena itu, tujuan ideal tersebut menuntut para pelaksana kebijakan untuk bekerja keras membuktikan berbagai argumentasi yang mendukung lahirnya UU Migas tahun 2001. Jika dicermati, uraian di atas tidak lain adalah perwujudan prinsip-prinsip yang bertujuan menyelenggarakan kegiatan migas di Indonesia, sebagai cerminan kepentingan negara – di era globalisasi.

Sebagaimana disebutkan di atas, Undang-Undang Migas Tahun 2001 mengatur bahwa untuk kegiatan nulu, partisipasi pihak lain, termasuk pihak asing, dilakukan dengan “kontrak kerja sama PSC”). Bandingkan permasalahan yang muncul ketika PSC pertama kali muncul pada tahun 1966, padahal Undang-Undang Migas tahun 1960 dengan jelas menyebutkan “perjanjian kerja” [Pasal 6(1) 2] - namun.

PENUTUP DAN KESIMPULAN

  • Sejalan dengan perkerobangan dunia setelah Perang Dunia II, dan sesudah berakhirnya era koloniaUsasi, negara-negara ingin
  • Indonesia jauh maju dalam masalah perlindungan kepentingan negara sehubungan dengan SDA-nya ini. Sebelum munculnya
  • Bra globatisasi mengubah sikap negara dalam melaksanakan kepentingannya, Situasi raonopcHstik dan kekaburan status
  • Dalam perspektif yang strategis, kepentingan negara dalam kaitan dengan pengusabaan migas. tidak hanya terbatas pada
  • Pelaksanaan kepentingan negara, berdasarkan UU Migas 2001, masih harus diuji, berhasil atau tidak dalam perbandingan

Peluang untuk memanfaatkan UUD 1945 baru terwujud pada tahun 1960 dan pada tahun 1963 dimulailah era baru bentuk kerjasama hukum yaitu KK yang ditandai dengan terselenggaranya hubungan kerjasama antara negara sebagai penguasa perekonomian. . sumber daya alam dan investor dalam posisinya sebagai kontraktor. Pada tingkat koperasi, hubungan kerjasama tersebut juga didasarkan pada kenyataan bahwa sektor perminyakan merupakan bisnis yang berisiko. Situasi menurunnya produksi yang dihasilkan oleh perusahaan minyak asing menyebabkan beberapa badan usaha milik negara berada di bawah kekuasaan nasional, yang menurut undang-undang merupakan pemegang izin pertambangan.

Selain tetap memposisikan investor migas sebagai kontraktor, pilar utama PSC adalah pemberian Kuasa Pertambangan kepada Pertamina saja, PSC kemudian diakui sebagai instrumen hukum yang kuat dan diakui sebagai penemuan Indonesia dan digunakan di banyak negara.

Referensi

Dokumen terkait

Linking the EEZ Law 1983 and the Fisheries Law 2004 as well as UN- CLOS 1982, it is possible for Indonesia to legally conduct provisional ar- rangements with neighbouring countries for