• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis yuridis tindak pidana kejahatan panggilan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "analisis yuridis tindak pidana kejahatan panggilan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA KEJAHATAN PANGGILAN VIDEO SEKS (VIDEO CALL SEX) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PIDANA DI INDONESIA

Skripsi

oleh

Rilla Dwi Oktarisa 21801021084

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2022

(2)

RINGKASAN

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA KEJAHATAN PANGGILAN VIDEO SEKS (VIDEO CALL SEX) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PIDANA DI INDONESIA Rilla Dwi Oktarisa

Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dalam skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Tindak Pidana Panggilan Video Seks dalam Perspektif Hukum Pidana Di Indonesiadengan rumusan masalah sebagaimana berikut : 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana? 2.

Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)?

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dan menggunakan pendekatan perundangan-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yakni perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa berbagai macam buku literasi dan bahan hukum tersier yakni berupa kamus.

Hasil penelitian mengenai pengaturan tindak pidana Panggilan Video Seks adalah bagi penyedia jasa Panggilan Video Seks melanggar Pasal 30 jo Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi yang mengatur tentang larangan menyediakan jasa pornografi dan bagi pengguna jasa Panggilan Video Seks melanggar ketentuan pasal 45 jo Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pengaturan tindak pidana Panggilan Video Seks di Indonesia tersebut dibandingkan dengan Kode Revisi tahun 2006 Negara Ohio Bagian 2907.32 tentang Perdagangan Cabul. Kemudian pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana VCS adalah sama dengan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana lainnya yakni dengan didasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hal ini dikarenakan baik Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi maupun Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mengatur secara tersendiri mengenai pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pornografi lebih khususnya panggilan video seks.

Kata Kunci : Pornografi, Panggilan Video Seks, VCS

(3)

SUMARRY

JURIDICAL ANALYSIS OF CRIMINAL ACTIONS OF VIDEO CALL SEX IN PERSPECTIVE OF CRIMINAL LAW IN INDONESIA

Rilla Dwi Oktarisa

Faculty of Law, University of Islam Malang

In this thesis, the author raises the issue of the Crime of Video Call Sex in the perspective of Crimial Law in Indonesia with the formulation of the problem as follow : 1. How is the criminal act of video call sex (VCS) according to criminal law? 2. What is the form of crimial liability for criminal act subject of Video Call Sex (VCS)?

The research method that the author uses is normative juridical and uses a statutory approach, a copcetual approach and a comparative approach. The legal material used are primary data that product of law, secandary legal material in the form of various kinds of literacy books and tertiary legal material in the form of dictionaries.

The result of the research regarding the regulation of video call sex are for video call sex service providers violating Article 30 juncto Article 4 paragraph (2) of Law No. 44 of 2008 concerning Pornography which regulates ther prohibition of providing pornographic service and for users of video call sex violating provisions of Article 45 juncto Article 27 paragraph (1) Law No. 19 of 2016 concerning Amendments to Law No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. The crimial act of Video Call Sex ini Indonesia is compared with the Section 2907.32 Pandering Obscenity Revised Code Ohio 2006. Then criminal liability for subject of criminal act of video call sex is the same as criminal liability of other crime, based on ther Criminal Code, this ini because both Law No. 44 of 2008 concerning Pornography and Law No. 19 of 2016 concerning Amendments to Law No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions does not regulate separately about criminal liability for subject of pornography crimes, especially video call sex

Keywords : Pornography, Video Call Sex, VCS

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang teknologi dan informasinya berkembang pesat. Dilihat dari pemanfaat teknologi informasi saat ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan atau keberhasilan umat manusia.

Namun demikian, disamping keberhasilan dan sisi positif penggunaan teknologi Informasi, di sisi lain juga menimbulkan akses penyalahgunaannya untuk tujuan memperoleh keuntungan material secara tidak sah dan melawan hukum sehingga merugikan kepentingan individu, kelompok, dan Negara yang diidentifikasi sebagai tindak pidana.

Tindak pidana sebelumnya hanya dilakukan dengan cara-cara konvensional, kini dilakukan dengan cara yang lebih modern yakni dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Berbagai tindak kejahatan dapat dilakukan seperti proses prostitusi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan Automated Teller Machine (ATM), pencurian data-data perusahaan lewat internet dan penipuan melalui media elektronik.1

Dalam rangka merespon kejahatan-kejahatan yang dilakukan melalui media elektronik, sejak tahun 2008 silam lembaga legislatif di Indonesia mengeluarkan undang-undang khusus mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan Informasi dan Transaksai Elektronik yaitu Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE).

1 O.C. Kaligis, (2010), Koin Peduli Prita; Indonesia Against Injustice, Jakarta : Indonesia Against Injustice, hal. 1-3.

(5)

UU ITE mengatur banyak sekali tindak pidana modern yang menggunakan media elektronik. Salah satunya adalah tindak pidana pornografi. Sebelumnya, terkait tindak pidana pornografi sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP), namun karena perubahan modus tindak pidana pornografi dengan menggunakan media sosial, sehingga dibentuk dan diaturlah dalam UU ITE kemudian dikhususkan lagi dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (selanjutnya disebut UUP)

Kejahatan Pornografi melalui media elektronik saat ini tengah ramai di perbincangkan di masyarakat. Media-media online yang digunakan dalam melancarkan kejahatan Pornografi yaitu Telegram, Whatsapp, Facebook hingga Instagram dan sosial media lainnya. Bahkan saat ini muncul aplikasi- aplikasi media sosial baru yang langsung disalahgunakan atau dinegatifkan oleh masyarakatan atau dapat dikatakan aplikasi ini seakan-akan diciptakan untuk mendukung kejahatan pornografi, seperti Bigo Live dan Michat.

Kejahatan ini dilakukan karena lebih mudah, praktis, dan lebih aman dari razia petugas.

Tindakan penyimpangan seperti ini biasanya di motivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang relatif sulit. Sehingga saat ini banyak sekali oknum yang menjual jasa pornografi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau mungkin hanya untuk kepuasan kebutuhan biologis semata.

Misalnya, jasa Video Call Seks. Biasanya, penyedia jasa ini akan mempromosikan dirinya melalui media sosial dengan tarif yang telah ditentukan. Pengguna yang tertarik dengan jasa ini akan menghubungi si

(6)

penyedia jasa guna melakukan negosiasi terkait tarif, waktu, dan media sosial yang nantinya akan digunakan untuk melakukan tindakan tersebut.

Untuk itulah perlu dilakukan tinjauan terhadap kejahatan pornografi melalui media elektronik komunikasi, agar kemudian dapat ditemukan solusi efektif dalam meminimalisir, menanggulangi dan memberantas tindakan- tindakan negatif atas kejahatan prostitusi. Agar terciptanya kehidupan yang sebagaimana mestinya, dengan dijamin keamanan, merasa tentram, damai dan sehat. Dapat menjalankan pekerjaan halal yang memberikan keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain tanpa menimbulkan efek negatif (tidak merugikan orang lain). Memiliki kualitas pendidikan yang tinggi sehingga dapat dianggap oleh orang lain, bangsa dan dunia. Masyarakat yang berkepribadian baik dan berakhlak mulia serta mampu mengharumkan nama baik keluarga, bangsa dan negara.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan judul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Kejahatan Video Call Sex (VCS) dalam Perspektif Hukum Pidana Positif di Negara Republik Indonesia”

B. Rumusan Masalah

Setelah memaparkan latar belakang tersebut maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana di Indonesia?

(7)

2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana;

2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau landasan dalam mengembangkan ilmu hukum baik dari segi peraturan perundang- undangannya maupun maupun dari segi teori-teori yang lain serta menjadi tambahan literatur untuk kajian atau penelitian selanjutnya yang berkaitan tentang permasalahan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS).

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah mengenai Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) dalam perspektif

(8)

hukum, baik dalam Hukum Pidana Indonesia, Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi maupun Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

E. Orisinalitas Penelitian

Berkaitan dengan penelitian ini, sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama berkaitan dengan Pornografi dalam media elektronik, guna menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian yang sudah ada, penulis mengadakan penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya berkenaan dengan persamaan, perbedaan, kontribusi dan nilai kebaruan dibandingkan dengan eksistensi penelitian ini

Pertama adalah skripsi yang berjudul “TINJAUAN KRIMINOLOGIS

TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK ”, yang disusun oleh Andika Dwiyadi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar pada tahun 2016, memiliki kesamaan dengan penelitin penulis, yaitu sama-sama menganalisis kejahatan pornografi melalui media sosial, sedangkan perbedaannya adalah dalam skripsi tersebut membahas mengenai KejahatanProstitusi melalui Media Elektronik yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan ditinjau dalam perspektif kriminologi. Berbeda dengan penelitian yang saya lakukan dimana pada penelitian ini saya membahas mengenai Kejahatan Pornografi khususnya Video Call Sex (VCS) yang dikaji secara luas dalam perspektif Hukum Pidana Positif di Indonesia

(9)

Kedua, adalah skripsi yang berjudul “ANALISIS TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM MEDIA ELEKTRONIK (Studi Kasus Putusan Nomor No. 01/Pid.B/2015/PN.Mks)”, yang disusun oleh Dalle Ambotang, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, pada tahun 2016. Memiliki kesamaan, mengkaji tentang Kejahatan Pornografi melalui Media Elektronik.Perbedaannya, adalah pada skripsi tersebut dikaji pula mengenai penerapan hukum pidana materil tindak pidana pornografi dalam media elektronik dan juga pertimbangan hukum hakim tentang alasan-alasan pemberat dan peringanan pidana dalam putusan No. 01/Pid.B/2015/PN.Mks.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan penulis khusus membahas mengenai Kejahatan Video Call Sex (VCS) yang dikaji secara normatif berdasarkan Hukum Pidana Positif di Indonesia.

Berdasarkan persamaan, perbedaan, dan kontribusi dari tiap penelitian tersebut, terdapat kebaruan atas penelitin ini, yaitu:

No. PROFIL JUDUL

1. ANDIKA DWIYADI,

SKRIPSI FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASAR

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK

ISU HUKUM

1. Apa faktor penyebab terjadinya kejahatan prostitusi melalui media elektronik ?

2. Bagaimana upaya penanganan yang dilakukan kepolisian dalam mengatasi masalah kejahatan prostitusi melalui media elektronik?

HASIL PENELITIAN

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya praktik kejahatan prostitusi melalui media elektronik yaitu faktor perkembangan teknologi yang disalahgunakan, faktor gaya hidup, faktor ekonomi, faktor pendidikan yang rendah, faktor lingkungan pergaulan bebas, faktor kurangnya pengawasan orang tua, faktor kurangnya

(10)

keimanan.

2. Model penanganan yang dilakukan kepolisian dalam menanggapi praktik kejahatan prostitusi melalui media elektronik dilakukan dengan dua upaya, yaitu upaya preventif dan represif. Adapun upaya preventif yang dilakukan kepolisian yaitu penyuluhan hukum mengenai bahaya prostitusi, bekerja sama dengan dinas sosial melakukan penyuluhan mengenai bahaya penyakit akibat prostitusi, mengadakan patroli keliling di daerah yang dianggap rawan prostitusi, menempatkan anggota polisi berseragam di sekitar 58 tempat prostitusi, bekerja sama dengan perusahaan provider telepon selular untuk melacak keberadaan pelaku, pihak kepolisisan melakukan penggerebekan di tempat rawan prostitusi, pihak kepolisian melakukan pemeriksaan di kost eksklusif yang di huni mahasiswi yang telah dicurigai sebelumnya terlibat dalam kejahatan prostitusi melalui media elektronik. Adapun upaya represif yang dilakukan kepolisian yaitu, kepolisian membentuk satuan fungsi menangani kasus prostitusi online, pihak kepolisian menyerahkan para pelacur ke dinas sosial untuk di rehabilitasi, memberikan saran-saran kepada pelaku untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, pihak kepolisian melakukan penerapan hukum kemudian di serahkan kepada pihak yang berwenang.

PERSAMAAN Menganalisis kejahatan pornografi melalui media sosial

PERBEDAAN

Membahas mengenai Kejahatan Prostitusi melalui Media Elektronik yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan ditinjau dalam perspektif kriminologi.

KONTRIBUSI

Memberikan sumbangsih pemikiran dibidang hukum pada umumnya dan di bidang hukum pidana pada khususnya.

Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas wawasan dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

2 DALLE AMBOTANG

SKRIPSI FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASAR

ANALISIS TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM MEDIA

ELEKTRONIK

(Studi Kasus Putusan Nomor No.

01/Pid.B/2015/PN.Mks)

(11)

ISU HUKUM

1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil tindak pidana pornografi dalam putusan No. 01/Pid.B/2015/PN.Mks?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim tentang alasanalasan pemberat dan peringanan pidana dalam putusan No.

01/Pid.B/2015/PN.Mks?

HASIL PENELITIAN

1. Hukum pidana materil dalam kasus ini adalah benar karena terdakwa telah dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana ITE yang merupakan kasus pornografi. Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE telah terpenuhi semua unsur-unsurnya didasarkan pada fakta-fakta hukum baik melalui keterangan- keterangan saksi, keterangan terdakwa, maupun alat-alat bukti.

Majelis Hakim juga tidak melihat adanya alasan penghapus pidana baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf dalam perbuatan terdakwa sehingga perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.

2. Majelis hakim dalam perkara ini telah mempertimbangkan aspek yuridis maupun aspek sosiologis dalam pertimbangannya. Dalam pertimbangannya terdapat hal-hal yang memberatkan yakni akibat perbuatan terdakwa tersebut merugikan nama baik orang lain dan adanya pertimbangan yang meringankan yakni (1) Terdakwa sopan dipersidangan, tidak menyulitkan persidangan dan mengakui perbuatannya, (2) Terdakwa belum pernah dihukum. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 81 selama 2 (dua) bulan. Pidana penjara yang dijatuhkan hakim adalah seperdua dari ancaman maksimum pidana dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yakni pidana penjara paling lama 6 tahun. Penulis berpendapat bahwa hukuman yang diberikan hakim kepada terdakwa tergolong ringan mengingat kerugian terhadap korban sangat besar.

PERSAMAAN

Mengkaji tentang Kejahatan Pornografi melalui Media Elektronik.

PERBEDAAN

Perbedaannya, adalah pada skripsi tersebut mengkaji pula mengenai penerapan hukum pidana materil tindak pidana pornografi dalam media elektronik dan juga pertimbangan hukum hakim tentang alasanalasan pemberat dan peringanan pidana dalam putusan No. 01/Pid.B/2015/PN.Mks.

KONTRIBUSI Memberikan manfaat dalam

(12)

pengembangan ilmu hukum, terutama untuk memahami tentang tindak pidana pornografi dalam media elektronik. Selain itu, juga sebagai wahana informasi baik bagi aparat penegak hukum maupun kepada masyarakat untuk memahami tentang tindak pidana pornografi dalam media elektronik Sedangkan penelitian ini adalah :

PROFIL JUDUL

RILLA DWI OKTARISA SKRIPSI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA KEJAHATAN PANGGILAN VIDEO SEKS (VIDEO CALL SEX) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

DI INDONESIA ISU HUKUM

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana di Indonesia?

2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)?

NILAI KEBARUAN

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana di Indonesia;

2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)

(13)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS) menurut hukum pidana di Indonesia

Dalam KUHP, tindak pidana menyediakan jasa pornografi dalam bentuk VCS belum diatur, namun menurut UUP penyedia jasa VCS telah melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUP yang mengatur tentang larangan bagi setiap orang untuk menyediakan jasa pornografi.

Sedangkan untuk pengguna jasa VCS tindakanya belum diatur dalam KUHP maupun UUP, namun dalam UU ITE pengguna jasa telah melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang mengatur tentang larang bagi setiap orang untuk mentransmisikan muatan yang melanggar kesusilaan.

Sedangkan di Negara Bagian Ohio, Amerika Serikat, pelaku tindak pidana VCS maupun tindak pidana serupa tindakannya telah melanggar ketentuan Section 2907.32 Pandering Obscenity Revised Code Ohio 2006 yakni tindakan “Mempromosikan atau mengiklankan termasuk menyetujui untuk menjual,mengirimkan atau menyebarkan material yang bersifat cabul”

(14)

2. Bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana kejahatan Panggilan Video Seks (Video Call Sex/VCS)

Pelaku tindak pidana Panggilan Video Seks (Video Call Sex) dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan UUP maupun UU ITE namun tetap didasarkan pada KUHP. Penyedia Jasa VCS yang telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana dikenakan ancaman hukuman berdasarkan pasal 30 UUP dengan pidana penjara 6 bulan – 6 tahun dan/atau denda Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) - Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah). Sedangkan pengguna jasa VCS yang telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana dikenakan ancaman hukuman berdasarkan pasal 45 UU ITE yaknidengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Sedangkan di Negara Ohio pelaku tindak pidana VCS diancam dengan hukuman maksimum 12 -18 bulan penjara dan/atau denda maksimun $2.500 - $5.000 atau setara dengan Rp.

35.920.000,- sampai Rp. 71.840.000,-.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menyampaikan saran-saran agar dapat digunakan sebagai perbaikan di masa yang akan datang, antara lain sebagai berikut:

1. Perlu dibentuk suatu lembaga yang secara khusus menangani kasus pornografi.

(15)

2. Perlu dilakukannya amandemen pada Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi agar undang-undang ini dapat menyeimbangi berbagai bentuk kasus kejahatan pornografi di Indonesia karena teknologi semakin hari semakin berkembang pesat.

3. Perlu dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya bersosial media secara positif sehingga tindakan penyalahgunaan atau penyimpangan media sosial dapat diminimalisir.

(16)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ali, Mahrus.1993.Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika.

Ali, Mahrus. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.

Chazawi, Adami. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Chazawi, Adami. 2016. Tindak Pidana Pornografi. Jakarta: Sinar Grafika Chazawi, Adami. 2011. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2 :Penafsiran

Hukum Pidana, Dasar Pemidanaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Hamzah, Andi. 2019. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Hiariej, Eddy OS. 2014. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Kaligis, O.C. 2010. Koin Peduli Prita; Indonesia Against Injustice, Jakarta:

Indonesia Against Injustice.

Kholiq, M. Abdul. 2002. Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hal. 129

Lamintang, P.A.F. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung;

PT. Citra Aditya Bakti

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Marzuki, Peter Mahmud. 2019. Penelitian Hukum. Cetakan ke-14. Jakarta:

Prenadamedia Group.

Samidjo. 1985. Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana. Bandung;

Penerbit Armico

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cetakan Ke-11. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2018. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-18. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sofyan, Andi dan Nur Azisa. 2016. Hukum Pidana Cetakan Kesatu. Makasar : Pustaka Pena Press

Sugiarto, Said Umar. 2017. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

(17)

Wirjono Prodjodikoro. 1981. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta- Bandung : Penerbit Eresco.

Zaidan, Ali. 2015. Menuju Pembaruan Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika,

B. Kitab Undang-undang

Moeljatno. 2014. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Soesilo, R. 1989. Kitab Undang-undag Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politeia

C. Jurnal, Skripsi, dan Laporan

Hardijan Rusli, “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006.

Yitzhak B. Bagilaha. “Peran Perintah Jabatan dan Perintah Jabatan tanpa Wewenang menurul Pasal 51 KUHP”. Lex Crimen Vol. VIII No. 11 Tahun 2019.

Rahman. 2019. Pidana Terhadap Pelaku Pendistribusi Dan Pentransmisi Konten Pornografi Di Media Komunikasi “Line Messenger” ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.

217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Indra Apriadi, S.Ip. 2010. Laporan Akhir Penulisan Karya Ilmiah Tentang Implementasi Regulasi Pornografi di Indonesia, Kementrian Hukum dan HAM Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta

Erinda Sinaga, Tinjauan Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pornografi menurut Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 4 Tahun 2014 D. Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(18)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

E. Internet

Rinal Sagita, (23 Juni 2021), VCS Artinya di Dalam Bahasa Gaul, Kata yang Trend di Media Sosial, website https://pekanbaru.tribunnews.com /2021/06/23/vcs-artinya-di-dalam-bahasa-gaul-kata-yang-trend-di-media- sosial

Arasy Pradana A. Azis, SH., MH, (29 Juli 2021), Dapatkah Konsumen Video Call Sex Dipidana?, website http://www.hukumonline.com/klinik /detail/ulasan/lt5eb9b709b9 0be/dapatkah-konsumen-ivideo-call-sex-i- dipidana/

2006 Ohio Revised Code - 2907.32 Pandering Obscenity, diakses pada tanggal 18 Desember melalui https://law.justia.com/codes/ohio/2006/orc/jd 290732-9965.html

Jessica Gillespie, Ohio Felony Crime by Class and Sentences, , Criminal Defence Lawyer. Melalui website https://www.criminaldefenselawyer- com.translate.goog/resources/criminal-defence/state-felony-law/ohio- felony-class.htm

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Asrini Hanifah (2009:7) pada skripsinya yang berjudul Pengaturan Penegakan Hukum Terhadap Pornografi di Internet ( cyberporn ) sebagai

Adapun yang dimaksud dengan ”pengkhususan” disini adalah suatu diferensiasi dan spesialisasi yang terbatas pada Struktur Organisasi, Personil dan Hukum Acara guna

Pengaturan tindak pidana pornografi melalui handphone dalam KUHP pada intinya sama dengan pengaturan tindak pidana pornografi konvensional atau yang terjadi pada

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI MELALUI SITUS JEJARING SOSIAL

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap masalah yang sama maka sebelumnya Penulis telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan

Dari hasil penelitian, peneliti menyarankan bagi remaja untuk lebih memahami bahaya pornografi, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan pornografi misalnya seperti

Orisinalitas Berkaitan dengan penelitian ini, sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama berkaitan tentang penyelesaian sengketa perjanjian jual beli hak milik atas tanah, dan

Berkaitan dengan penelitian ini, sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama berkaitan dengan jual beli di kantin kejujuran , dan atas penelitian tersebut terdapat persamaan,