Bagaimana aturan hukum tindak pidana terorisme yang dilakukan prajurit TNI dalam perspektif sistem peradilan pidana? Mencari tahu dan menganalisis peraturan hukum tindak pidana terorisme yang dilakukan prajurit TNI dalam perspektif sistem peradilan pidana. Sebagai informasi bagi masyarakat dan aparat penegak hukum mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan prajurit TNI dalam perspektif sistem peradilan pidana.
Sebagai informasi untuk memberikan inspirasi bagi semua mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan prajurit TNI dalam perspektif sistem peradilan pidana.
Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori
Kerangka Konseptual
Penegakan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan gagasan tentang keadilan, keamanan hukum, dan kemaslahatan sosial.38 Menurut Barda Nawawi, penegakan hukum merupakan upaya untuk menangani kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, yang disertai dengan ancaman (sanksi) berupa hukuman tertentu, bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Suatu tindak pidana dapat pula dikatakan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan dan diancam dengan suatu tindak pidana, sepanjang diingat bahwa larangan itu ditujukan kepada suatu perbuatan (yakni suatu keadaan atau peristiwa yang disebabkan oleh perbuatan seseorang). , sedangkan ancaman kejahatan ditujukan kepada orang yang menyebabkan kejadian itu.40.
Terorisme adalah suatu tindakan atau tindakan yang dilakukan oleh orang-orang, baik secara individu maupun kolektif, yang menimbulkan ketakutan dan keresahan/penghancuran secara fisik dan kemanusiaan dengan tujuan atau motif untuk memperoleh kepentingan politik, ekonomi, atau ideologi melalui penggunaan kekerasan, yang dilakukan pada masa damai.41 Terorisme sesuai dengan ayat 2 pasal 1 sesuai dengan ayat 2 pasal 1 UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. Terorisme menjadi legal: tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan iklim teror atau ketakutan yang meluas sehingga menimbulkan korban jiwa secara massal dan/atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap fasilitas vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas umum atau fasilitas internasional untuk kepentingan ideologi, gangguan politik atau keamanan. Tindak pidana terorisme sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah setiap perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana menurut ketentuan undang-undang ini.
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendefinisikan Tentara Nasional Indonesia sebagai angkatan bersenjata suatu negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sistem peradilan pidana merupakan sistem masyarakat dalam menangani kejahatan.42 Coping diartikan sebagai pengendalian kejahatan agar berada dalam batas toleransi masyarakat. 42 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Jakarta, 2016, hal.15.
Asumsi
Tindakan hukum terhadap oknum TNI yang melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan KUHP Militer terancam hukuman pidana.
Keaslian Penelitian
Tesis Sarwanen, mahasiswa program Magister Universitas Medan Medan Area Tahun 2019 dengan judul skripsi “Peran Polisi Dalam Penanggulangan Kejahatan Terorisme (Kajian Polda Sumut)”, dengan rumusan masalah: a. Yehosua, mahasiswa Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2018, dengan judul skripsi “Analisis Penanganan Kasus Kejahatan Terorisme”, dengan rumusan masalah. Penelitian ini orisinil karena sesuai dengan kaidah ilmiah yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan dan saran yang membangun mengenai pendekatan dan rumusan masalah.
Metode Penelitian
- Jenis Penelitian
 - Metode Pendekatan
 - Alat Pengumpulan Data
 - Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
 - Analisis Data
 
Pengertian tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah kriminalitas dan dalam literatur hukum pidana sering digunakan secara deliktual, sedangkan pembentuk undang-undang merumuskan undang-undang dengan menggunakan istilah peristiwa pidana atau tindak pidana atau tindak pidana.52 . Andi Hamzah merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pada tempat, waktu dan keadaan tertentu dilarang (atau. 54Leden Marpaung, Prinsip-Prinsip Teoritis Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafa, Jakarta, 2012, hal. 8. diwajibkan) dan diancam dengan pidana. hukum pidana Hukum itu melawan hukum, dan kesalahan itu dilakukan oleh seseorang (yang bertanggung jawab) 55 Mulyatno menyebut tindak pidana adalah perbuatan pidana yang diartikan sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu yang dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan, yang mana larangan itu adalah disertai ancaman (sanksi) berupa hukuman tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.56.
Hukum pidana mengenal beberapa rumusan pengertian tindak pidana atau istilah tindak pidana sebagai pengganti istilah Strafbaar Feit. Melihat maksud di atas, pembentuk undang-undang selama ini konsisten menggunakan istilah tindak pidana. Moeljatno menyatakan, tindak pidana adalah suatu pelanggaran yang dilarang oleh aturan hukum pidana dan diancam dengan pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.
Menjadikan perbuatan tersebut sebagai tindak pidana dilarang oleh peraturan hukum pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman pidana, sedangkan melanggar hukum dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat menunjukkan sifat perbuatan tersebut. Suatu perbuatan yang melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu merupakan tindak pidana, sampai ditetapkan adanya larangan atau hukum pidana (Pasal 1 KUHP) yang mengancam pelakunya. Suatu perbuatan termasuk tindak pidana atau tidak, harus ditentukan dari ketentuan hukum pidana yang berlaku (hukum pidana positif).
Terorisme adalah setiap perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.77. Pengertian tindak pidana teroris menurut pasal 1 angka 1 dan angka 2 undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Ketentuan Peraturan Pemerintah menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Kejahatan Terorisme. Menjadi undang-undang bahwa tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana menurut ketentuan undang-undang ini.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Terorisme
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme diatur dalam Bab III, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24. Tindak pidana terorisme adalah kejahatan berat yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana sehingga menimbulkan suasana teror atau ancaman kekerasan. perasaan teror, ketakutan yang meluas terhadap sasaran aparat negara, warga sipil dan objek vital yang sembarangan atau tidak terdeteksi. Tindak pidana terorisme pada dasarnya bersifat transnasional dan terorganisir karena mempunyai ciri-ciri gerakan klandestin, terselubung, atau bawah tanah lintas negara, yang didukung dengan pemanfaatan teknologi modern dalam bidang komunikasi, informatika, transportasi, dan persenjataan modern, sehingga memerlukan penanganan internasional. kerjasama untuk mengatasinya. .
Tindak pidana terorisme dapat dikaitkan dengan motif ideologi atau politik, atau dengan tujuan tertentu dan tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, atau radikal yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan: setiap orang yang secara melawan hukum masuk ke wilayah Indonesia, membuat, menerima, berupaya memperoleh, menyerahkan atau berupaya memindahtangankan, menguasai, mengangkut, membawa atau mempunyai perbekalan, penyimpanan, pengangkutan, menyembunyikan, menggunakan atau menyerahkan senjata api, amunisi atau sejenisnya ke dan/atau dari Indonesia. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan: Setiap orang. yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan kepada pelaku tindak pidana terorisme, dengan cara:
Pasal ini mendefinisikan pelaku tindak pidana terorisme sebagai orang yang memfasilitasi atau memberikan bantuan. Setelah suatu tindak pidana dilakukan disebutkan pula bahwa pelaku intelektuallah yang merencanakannya. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan: Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan: Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan atau bantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 diancam dengan pidana yang sama dengan pelakunya. Selain dilakukan oleh perseorangan, tindak pidana terorisme juga dilakukan oleh korporasi/perkumpulan, dan mengenai korporasi sebagai objek tindak pidana terorisme tertuang dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terorisme, yaitu :.
Tindak Pidana Teororisme oleh Oknum Anggota Tentara Nasional Indonesia
Seorang militer merupakan subjek hukum pidana umum dan subjek kejahatan militer.83 Pasal 46 KUHP menyatakan: Apabila militer melakukan tindak pidana militer campuran, maka militer sekaligus menjadi sasaran tindak pidana umum dan tindak pidana militer yang juga bersifat konkuren (eendarse samenloop. Kejahatan militer murni adalah kejahatan yang hanya dilakukan oleh seorang militer karena memang demikian adanya). khususnya militer.
Tindak Pidana Militer Murni Sebagaimana telah dikemukakan di atas, terdapat 3 (tiga) jenis Tindak Pidana Militer Murni yaitu Absen Tanpa Izin (THTI), Desersi, dan Pembangkangan. Ketiga jenis kejahatan tersebut hanya dilakukan oleh anggota TNI dan diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan TNI yang berlaku. Kejahatan militer campuran yang dilakukan oleh militer dalam kegiatan kriminalnya dapat dilakukan oleh warga sipil, seperti kejahatan pencabulan, kejahatan pencurian, kejahatan pembunuhan, dan sejenisnya, yang tidak termasuk dalam kategori kejahatan militer murni. .
Contoh tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anggota TNI adalah penjualan amunisi yang dilakukan pihak militer kepada teroris dari Organisasi Merdeka Papua. Penetapan OPM sebagai teroris didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Kejahatan Teroris. Tindak Pidana Terorisme. Dalam KUHP yang khusus mengatur tentang tindak pidana terorisme telah memberikan pengertian tentang terorisme, sehingga penyebutan terorisme pada OPM adalah tepat karena mereka sering melakukan teror dan menimbulkan korban jiwa baik masyarakat sipil maupun angkatan bersenjata.
Dalam penuntutan terhadap pelaku tindak pidana desersi, tindak pidana pembangkangan, dan tindak pidana tidak hadir sebelum diserahkan ke Pengadilan, ditunjuk Jaksa Militer atau Jaksa Militer. Meningkatnya tindak pidana desersi, tindak pidana pembangkangan, dan tindak pidana ketidakhadiran yang dilakukan oleh TNI secara tidak langsung mencerminkan menurunnya tingkat kedisiplinan prajurit dan penegakan disiplin prajurit.