• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR BENTUK TES

N/A
N/A
anisa anno

Academic year: 2024

Membagikan "INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR BENTUK TES "

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR BENTUK TES

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Dosen pengampu : Alfun Khusnia, S.Psi, Msi.

Disusun oleh : Kelompok 4

Kholili Amana : 20312289

Nurazizah Anwariani : 20312295

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN ( IIQ) JAKARTA 1444 H/2022 M

(2)

i

ِمْيِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِالله ِمــــــــــــــــــْسِب

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Swt., kami panjatkan atas limpahan Rahmat, Hidayah serta Inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan karya Ilmiah berupa makalah yang singkat dan sederhana ini. Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi akhir jaman, penolong umat, yaitu Baginda Nabi Muhammad Saw. yang telah menunjukkan kita kepada jalan hidup lurus yang di ridhoi oleh Allah Swt., dengan ajarannya agama Islam.

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas dari Ibu Dosen Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran dengan judul “Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Bentuk Tes”, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu Ibu Alfun Khusnia, S.Psi, Msi. yang selalu kami harapkan keberkahannya dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu perlu masukan dari semua pihak terutama Ibu Alfun Khusnia, S.Psi, Msi. dan teman-teman mahasiswi lainnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri umumnya para pembaca makalah ini, apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Tanggerang, 26 September 2022

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Masalah ... 2 BAB II PEMBAHASAN

A. Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif ... 3 B. Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian... 13 C. Tes Hasil Belajar Bentuk Perbuatan ... 19 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ... 24 DAFTAR PUSTAKA ... 25

(4)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di dalam dunia pendidikan, kita mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.

Evaluasi memiliki kedudukan yang penting dalam proses pembelajaran.

Dengan melakukan evaluasi, guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya . Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik di kemudian hari. Selanjutnya didalam melakukan evaluasi ada dua teknik evaluasi yang kita kenal yaitu teknik evaluasi menggunakan tes dan evaluasi dengan teknik non tes, Teknik non tes pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap (affective domain) dan ranah keterampilan (Psychomotoric domain), sedangkan teknik tes lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berfikirnya (cognitif domain).

Melalui makalah ini, maka penulis akan menyampaikan beberapa pengetahuan yang berkaitan dengan instrumen evaluasi hasil belajar bentuk tes.

Semoga makalah ini dapat membantu siapa saja yang membaca untuk menambah lagi pengetahuannya tentang instrumen evaluasi hasil belajar bentuk tes.

(5)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tes hasil belajar bentuk objektif?

2. Bagaimana tes hasil belajar bentuk uraian?

3. Bagaimana tes hasil belajar bentuk perbuatan?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui bagaimana tes hasil belajar bentuk objektif.

2. Untuk mengetahui bagaimana tes hasil belajar bentuk uraian.

3. Untuk mengetahui bagaimana tes hasil belajar bentuk perbuatan.

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

A. Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif

Tes objektif adalah tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau memberikan jawaban singkat dan pemeriksaannya dilakukan secara objektif (seragam) terhadap semua murid. Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap semua murid yang mengikuti sebuah tes. Tes objektif juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test). 1

Tes objektif juga disebut sebagai salah satu tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih), di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing masing items atau dengan jalan menuliskan jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat-tempat yang disediakan untuk masing-masing butir yang bersangkutan.2

Tes objektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:

1. Tes objektif bentuk benar-salah (True-False test) 2. Tes objektif bentuk menjodohkan (Matching Test) 3. Tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test) 4. Tes objektif bentuk isian (Fill in Test)

5. Tes objektif bentuk pilihan ganda (Multiple choice Item Test).3

Item tes objektif yang banyak dipakai dalam evaluasi hasil belajar siswa di sekolah adalah item tes objektif pilihan ganda. Tes pilihan ganda memiliki semua persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat dari segi objektivitas, reliabilitas, dan daya pembeda antara siswa yang berhasil dengan siswa yang

1 Asrul, Rusydi Ananda, dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), h. 45.

2 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996), h. 106-107.

3 Joko Widiyanto, Evaluasi Pembelajaran, (Madiun: UNIPMA Press, 2018), h. 136.

(7)

gagal atau bodoh. Sebagian besar guru merasakan bahwa tes objektif tipe pilihan ganda juga efektif dalam mengungkap materi pembelajaran dengan cakupan pengetahuan yang lebih kompleks, dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.

Kelebihan tes objektif yaitu sebagai berikut:

1. Jumlah materi yang dapat ditanyakan relatif tak terbatas dibandingkan dengan materi yang dapat dicakup soal bentuk lainnya. Jumlah soal yang ditanyakan umumnya relatif banyak.

2. Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai evaluasi.

3. Penskorannya mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup bahan dan materi yang luas dalam satu tes untuk suatu kelas atau jenjang.

4. Sangat tepat untuk ujian yang peserta banyak sedangkan hasilnya harus segera seperti ujian akhir nasional maupun ujian sekolah.

5. Reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan soal uraian.4

Kelemahan tes objektif yaitu sebagai berikut:

1. Kurang dapat digunakan untuk kemampuan verbal.

2. Peserta didik tidak mempunyai keleluasaan dalam menulis, mengorganisasikan, dan mengekspresikan gagasan yang mereka miliki yang dituangkan dalam kata atau kalimatnya sendiri.

3. Tidak dapat digunakan untuk mengukur kemampuan problem solving.

4. Penyusunan soal yang baik memerlukan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan bentuk soal lainnya.

5. Sangat sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen, logis dan berfungsi.

4 Joko Widiyanto, Evaluasi Pembelajaran, (Madiun: UNIPMA Press, 2018), h. 137.

(8)

Tes Objektif dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif karena memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai.5

1. Penggolongan Tes Objektif

a. Tes objektif bentuk benar-salah (true-false test)

Sering dikenal dengan istilah tes objektif bentuk benar-salah atau tes objektif bentu “ya-tidak” (yes-no test). Tes objektif bentuk True-false merupakan salah satu bentuk tes objektif dimana butir- butir soal yang diajukan dalam test hasil belajar berupa pernyataan (pernyataan dimana ada yang benar dan ada yang salah).

Tugas testee adalah membubuhkan tanda tertentu atau mencoret huruf B apabila menurut mereka pernyataan itu benar, atau mencoret huruf S apabila menurut mereka pernyataan itu salah. Jadi, tes objektif bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawab, benar atau salah, dan testee diminta menentukan pendapat mereka mengenai penyataan tersebut dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk cara mengerjakan soal. Bentuk tes benar-salah ada 2 macam jika dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal, yaitu:

1) Dengan pembetulan, yaitu siswa diminta untuk membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.

2) Tanpa pembetulan, yaitu siswa hanya diminta melingkari/mencoret huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul.

Keunggulan tes objektif bentuk benar-salah (true-false test) yaitu sebagai berikut:

1) Mudah dalam menyusun/pembuatannya mudah.

2) Dapat digunakan berulang kali.

5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 164-165.

(9)

3) Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas/tempat karena biasanya pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.

4) Mampu mencakup bahan pelajaran yang luas.

5) Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.

6) Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah.

Tester adalah orang yang melaksanakan tes atau pembuat tes. Testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes).6

Kelemahan tes objektif bentuk benar-salah (true-false test) yaitu sebagai berikut:

1) Mudah ditebak dan diduga.

2) Membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban.

3) Sifatnya terbatas, dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat mengungkap daya ingat dan pengenalan kembali, jadi lebih bersifat hafalan.

4) Umumnya tes objektif jenis ini reliabilitasnya rendah, kecuali apabila butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.

5) Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes objektif ini tidak dapat dijawab dengan dua kemungkinan saja, yaitu betul atau salah.7

Petunjuk dalam menyusun tes objektif bentuk benar-salah (true-false test) yaitu sebagai berikut:

1) Tuliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan, agar mudah bagi testee dalam memberikan jawaban, dan mudah juga bagi tester dalam mengoreksi.

2) Jumlah -20 soal.

6 Abdul Qadir, Evaluasi dan Penilaian Pembelajaran, (Yogyakarta: K-Media, 2017), h.

91.

7 Asrul, Rusydi Ananda, dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), h. 50.

(10)

3) Jumlah butir soal yang jawabannya benar sebaiknya seimbang dengan butir soal yang jawabannya salah.

4) Urutan soal yang jawabannya benar dan yang jawabannya salah sebaiknya jangan ajeg, tetapi dibuat selang seling, agar adapt mencegah adanya spekulasi.

5) Butir-butir soal yang jawabannya benar sebaiknya tidak mempunya corak yang berbeda dari soal yang jawabannya salah.

6) Hindari pernyataan yang susunan kalimatnya persis dalam bahan tes

Cara Mengolah Skor tes objektif bentuk benar-salah (true- false test) yaitu sebagai berikut:

1) Dengan denda S = R-W S = Skor yang diperoleh R= Right (jawaban yang benar) W= Wrong (jawaban yang salah).8 2) Tanpa denda S= R Hanya dihitung yang betul, untuk soal

yang tidak dikerjakan bernilai 0.

2. Tes objektif bentuk menjodohkan (Matching Test)

Sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes mempertandingkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri jawaban.

Ciri-ciri tes objektif dalam bentuk menjodohkan (Matching Test) yaitu sebagai berikut:

a. Tes terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban

b. Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban yang telah tersedia, sehingga sesuai atau cocok atau merupakan pasangan, atau merupakan jodoh dari pertanyaannya.

8 Gito Supriyadi, Pengantar dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, (Malang: in-Trans Publishing, 2011), h. 73.

(11)

Jadi, dalam bentuk tes ini, disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari pasangan-pasangannya yang sesuai antara yang terdapat pada kelompok pertama dengan yang terdapat pada kelompok kedua, sesuai petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut.

Keunggulan tes objektif bentuk menjodohkan (Matching Test) yaitu sebagai berikut:

a. Pembuatannya mudah.

b. Dapat dinilai dengan mudah, cepat, dan objektif

c. Apabila tes ini dibuat dengan baik, maka faktor menebak praktis dapat dihilangkan.

d. Tes jenis ini berguna untuk menilai berbagai hal, seperti:9 1) Antara problem dan penyelesaiannya.

2) Antara teori dan penemunya.

3) Antara sebab dan akibatnya.

4) Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya.

5) Antara istilah dan definisinya.

Kelemahan tes objektif bentuk menjodohkan (Matching Test) yaitu sebagai berikut:

a. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja.

b. Karena mudah disusun, maka tes ini kadang dijadikan pelarian bagi pengajar, yaitu digunakan apabila pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain.

c. Tes jenis ini kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran (interpretasi).

d. Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap hal-hal yang sebenarnya kurang perlu untuk diujikan.

Petunjuk penyusunan matching test yaitu sebagai berikut:

9 Asrul, Rusydi Ananda, dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), h. 48.

(12)

a. Butir-butir soal yang dituangkan hendaknya tidak kurang dari 10 dan jangan lebih dari 15 (sekalipun tidak ada rumus/ketentuan yang pasti).

b. Pada kelompok item sebaiknya ditambah sekitar 20%

kemungkinan jawab. Hal ini dimaksudkan agar testee tidak terlalu mudah mencari jawabannya jika pasangan yang harus dipilih tinggal sedikit yang belum diisikan.

c. Sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok soal maupun jawabannya berada pada satu halaman kertas (untuk memudahkan testee dalam mengerjakan).

d. Petunjuk mengerjakan soal dibuat setegas dan seringkas mungkin.

Cara mengolah Skor yaitu sebagai berikut:

a. S = R (hanya dihitung jawaban yang benar saja) 3. Tes objektif bentuk Isian (Fill in test)\

Tes objektif bentuk fill in ini biasanya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita beberapa diantaranya dikosongkan, dan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan tersebut.

Keunggulan tes objektif bentuk Isian (Fill in test) yaitu sebagai berikut:10

a. Cara penyusunannya mudah.

b. Masalah yang dujikan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya.

c. Berguna untuk mengungkap pengetahuan testee secara utuh mengenai suatu hal/bidang.

Kelemahan tes objektif bentuk Isian (Fill in test):

a. Karena tertuang dalam bntuk rangkaian cerita, maka test jenis ini umumya banyak memakan tempat.

10 https://www.academia.edu/9644061/Tes_Hasil_Belajar_Bentuk_Obyektif, (diakses 28 September 2022, pukul 09.14 WIB).

(13)

b. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja.

c. Terbuka peluang bagi testee untuk tebak terka.

d. Kurang komprehensif, sebab hanya dapat mngungkap sebagian saja dari bahan yang semestinya diteskan.

Petunjuk menyusun butir-butir item Fill in test:

a. Agar tes ini dapat digunakan secara efisien sebaiknya jawaban yang harus diisikan ditulis pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah.

b. Ungkapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun seringkas mungkin demi menghemat tempat atau kertas serta waktu penyesuaiannya.

c. Apabila jenis mata pelajaran yang akan disajikan itu memungkinkan pengajaran atau pengujian soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar.11

4. Tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test)

Sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau menyempurnakan.

Ciri-cirinya yaitu sebagai berikut:

a. Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan.

b. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diisi dengan titik-titik (…..) c. Titik-titik itu harus dilengkapi/diisi/disempurnakan oleh testee

dengan jawaban.

Jadi, tes objektif bentuk completion ini mirip sekali dengan tes objektif bentuk fill in. Perbedaannya ialah, pada tes objektif bentuk fill in, bahan yang diujikan itu merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes objektif bentuk completion tidak harus seperti itu. Dengan kata lain, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.

11 Asrul, Rusydi Ananda, dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), h. 49.

(14)

Keunggulan tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test) yaitu sebagai berikut:

a. Tes model ini mudah dalam penyusunannya.

b. Jika dibandingkan dengan tes objektif bentuk fill in, tes objektif jenis ini lebih menghemat tempat.

c. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh tes model ini.12

d. Tes ini dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja.

Kelemahan tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test) yaitu sebagai berikut:

a. Pada umunya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja.

b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk diujikan.

c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat-kalimat soalnya.

Petunjuk penyusunan tes jenis ini pada dasarnya sama dengan tes bentuk Fill in.

Cara mengolah skor tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test) yaitu sebagai berikut:

a. S= R (sama dengan bentuk matching)

5. Tes objektif bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test)

Tes pilihan ganda (Multiple Choice Item Test) merupakan tes objektif dimana test tersebut terdiri atas suatu pertanyaan atau keterangan tentang suatu pengertian yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau dengan kata lain, multiple choice

12 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996), h. 117.

(15)

test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternative (option). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar (sebagai kunci jawaban) dan beberapa pengecoh (distractor).13

Keunggulan tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test) yaitu sebagai berikut:

a. Sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup atau mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik.

b. Memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih objektif.

c. Lebih mudah dan cepat dalam mengoreksi.

d. Memberi kemungkinan orang lain untuk ditugasi/dimintai bantuan mengoreksi hasil tes tersebut.

e. Butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis.

f. Sangat tepat untuk ujian yang peserta banyak sedangkan hasilnya harus segera seperti ujian akhir nasional maupun ujian sekolah.14 Kelemahan tes bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test) yaitu sebagai berikut:

a. Menyusun butir tes objektif tidak semudah menyusun tes uraian.

b. Umumnya kurang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi atau mendalam.

c. Terbuka bagi testee untuk bermain spekulasi

Penyusunan tes dalam bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test) yaitu sebagai berikut:

a. Hendaknya antara pernyataan dalam soal dengan alternatif jawaban terdapat kesesuaian.

b. Setiap butir pertanyaan hendaknya hanya mengandung satu masalah, meskipun masalah itu agak kompleks.

13 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 168.

14 Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes- objektif/ , (diakses 28 September 2022, pukul 07.38 WIB).

(16)

c. Untuk dapat menyusun soal tes objektif yang bermutu tinggi, pembuat soal tes harus membiasakan diri sering berlatih

d. Disamping mengungkap aspek ingatan, juga dapat mengungkap aspek yng lebih mendalam, maka dalam merancang soal, hendaknya tester menggunakan Tabel Spesifikasi Soal/kisi-kisi soal/blue print

e. Dalam menyusun butir-butir soal soal tes objektif diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir soal yang menimbulkan penafsiran ganda/rancu dalam pemberian jawabannya.

f. Dalam menyusun kalimat soal-soal tes objektif, bahasa atau istilah- istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas, dan mudah dipahami oleh testee.

g. Hendaknya diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas, sehingga testee dapat bekerja sesuai dengan petunjuk atau perintah yang telah ditentukan.

h. Kunci jawaban harus tidak bias diperdebatkan lagi.

i. Tidak boleh diberikan “clues” secara tidak langsung seperti panjang pendeknya alternative-alternatif, penggunaan kata-kata khusus.15

B. Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian

Tes bentuk uraian adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, jawabannya merupakan karangan (essay) atau kalimat yang panjang. Panjang pendeknya kalimat atau jawaban tes relatif, sesuai dengan kecakapan dan pengetahuan si penjawab Jenis tes uraian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes uraian bentuk jawaban terbuka dan tes uraian bentuk jawaban tertutup. Pada tes uraian bentuk jawaban terbuka, jawaban yang dikehendaki dari testee sepenuhnya diberikan kepada testee untuk menjawab seluas dan sedalam mungkin, sedangkan tes uraian bentuk jawaban tertutup adalah jawaban yang

15 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996), h. 137.

(17)

dikehendaki merupakan jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah dan sudah dibatasi.

Menurut H. M. Sukardi dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya” menyebutkan, secara ontologi tes esai adalah salah satu bentuk tes tertulis, yang susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut jawaban siswa melalui uraian-uraian kata yang merefleksikan kemampuan berfikir siswa. Tes esai dapat juga disebut sebagai tes dengan menggunakan pertanyaan terbuka, dimana dalam tes tersebut siswa diharuskan menjawab sesuai kemampuan yang dimiliki oleh para peserta didik, dan jika dilihat dari aspek jawaban yang diberikan peserta didik, tes esai dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

tes esai jawaban panjang dan tes esai jawaban singkat.16

Tes esai atau tes uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan. Tes uraian yang dalam literature disebut juga essay examination, merupakan alat penilaian belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan peserta didik dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Dalam hal ini kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.

Tes bentuk uraian memiliki karakteristik yaitu:

1. Memberikan kebebasan kepada testee 2. Hilangnya unsur menebak.

3. Mudah dalam membuat dan sulit dalam menentukan skoring.

16 H. M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 94.

(18)

Beberapa keunggulan dalam menggunakan tes hasil belajar bentuk uraian adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan tes bentuk uraian dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.

2. Memberi kebebasan kepada testee dalam menjawab dan mengeluarkan buah pikirannya.

3. Penyusunan tes akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan.

4. Melatih testee untuk berani mengemukakan pendapat dengan menggunakan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil pemikiran sendiri.

Adapun kelemahan dalam menggunakan tes hasil belajar bentuk uraian adalah sebagai berikut:17

1. Kurang dapat menampung atau mencakup luasnya materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diuji sehingga kurang dapat menilai isi pengetahuan testee yang sebenarnya.

2. Jawaban yang sifatnya heterogin akan menyulitkan dalam mengoreksi jawaban.

3. Kecenderungan memberikan skor hasil tes yang bersifat subyektif.

4. Koreksi lembar jawaban sulit untuk diserahkan kepada orang lain.

5. Daya ketepatan mengukur dan keajegan mengukur kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.

Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes bentuk uraian yaitu sebagai berikut:

1. Soal tes mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran-pelajaran yang sifatnya komprehensif.

2. Susunan kalimat soal tidak disalin langsung dari buku pelajaran atau bahan-bahan lain.

17 Rasyid, Harun, dkk, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009), h.

189-190.

(19)

3. Penyusunan soal dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaian.

4. Penyusunan soal diusahakan agar pertanyaannya bervariasi.

5. Soal disusun secara ringkas, padat dan jelas sehingga dapat dipahami oleh testee.

6. Hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara menjawab butir soal.

Dilihat dari cara penyusunannya, Zaenal Arifin dalam bukunya “Evaluasi Pembelajaran” membagi tes menjadi dua yaitu buatan guru (teacher made test) dan tes yang dibakukan (standardized test).

1. Tes Buatan Guru

Tes buatan guru adalah tes yang disusun sendiri oleh seorang guru yang akan mempergunakan tes tersebut. Tes ini biasanya digunakan untuk ulangan harian dan ulangan umum. Tes buatan guru ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang sudah disampaikan. Untuk itu guru harus membuat soal secara logis, dan rasional mengenai pokok-pokok materi apa saja yang patut dan seharusnya ditanyakan sebagai bahan pengetahuan penting untuk diketahui dan dipahami oleh peserta didiknya. Kualitas tes atau tingkat kesahihan dan kendalannya masih belum menjamin kobjektifannya sebab hanya diberikan kepada sekelompok peserta didik, kelas dan sekolah tertentu saja, jadi masih bersifat sektoral karena belum diujicobakan kepada sekelompok besar peserta didik sehingga pengukurannya belum meyakinkan.18

Kegunaan tes buatan guru adalah untuk mengetahui seberapa baik peserta didik menguasai pelajaran yang telah diberikan dalam waktu tertentu, untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai dan untuk memperoleh suatu nilai.19

2. Tes standar atau baku.

18 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdaskarya, 2009), h. 119.

19 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 149.

(20)

Tes baku adalah tes yang sudah memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi berdasarkan percobaan-percobaan terhadap sampel yang cukup besar dan representative. Tes baku adalah tes yang sudah diuji berulang-ulang kepada kelompok besar peserta didik dan item-itemnya relevan serta mempunyai daya pembeda yang tinggi.

Tes baku bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam tiga aspek yaitu kedudukan belajar, kemajuan belajar dan diagnostik. Tes ini juga bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran tertentu secara luas. Secara garis besar kegunaan tes baku atau tes standar antara lain membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok, membandingkan tingkat prestasi siswa dalam ketrampilan perkembangan siswa dalam suatu periode waktu.20

Secara umum perbedaan antara tes baku dan tes buatan guru adalah sebagai berikut:

1. Tes Baku

a. Berdasarkan isi dan tujuan yang bersifat umum.

b. Mencakup pengetahuan dan kecakapan yang luas.

c. Dikembangkan oleh tenaga yang berkompeten dan profesional.

d. Item-item sudah diujicobakan, dianalisis dan direvisi.

e. Memiliki derajat kesahihan dan keandalan yang tinggi.

f. Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh Negara.

2. Tes Buatan Guru

a. Berdasarkan isi dan tujuan yang bersifat khusus.

b. Mencakup pengetahuan dan kecakapan yang khusus.

c. Dikembangkan oleh seorang guru tanpa bantuan tenaga luar.

d. Item-item jarang diujicobakan sebelum menjadi bagian tes tersebut.

e. Memiliki derajat kesahihan dan keandalan yang rendah.

20 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdaskarya, 2009), h. 120- 123.

(21)

f. Norma kelompok terbatas kelas tertentu.

Bentuk tes uraian dapat dibedakan menjadi berikut:

1. Tes Uraian Bebas (free essay)

Dalam uraian bebas jawaban peserta didik tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi uraian bebas sifatnya umum. Keberadaan tes ini, direncanakan oleh para evaluator untuk melihat kemampuan siswa dalam menuangkan ide dalam satu kesatuan yang komprehensif, koherensi, dan sistematis sehingga memberikan kejelasan jawaban. Jawaban tes esai yang tidak membatasi ide-ide yang dituangkan oleh siswa untuk menjawab pertanyaan item merupakan tes yang disusun untuk tujuan tertentu.

Disamping itu, tes ini juga diberikan kepada peserta didik untuk mengetahui penguasaan pengetahuan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur kedalaman dan keluasan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas adalah:

a. Jelaskan hikmah puasa dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari!

b. Kemukakan perbedaan puasa wajib dan puasa sunat!21

Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:

a. Mengungkapkan pandangan peserta didik terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya.

b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satupun jawaban yang pasti.

c. Mengembangkan daya analisis peserta didik dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.

21 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : PT.

Rineka cipta, 2005), h. 291.

(22)

Kelemahan tes ini ialah sukar menilainya karena jawaban peserta didik bisa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilaiannya.

2. Tes uraian terbatas

Dalam menjawab para peserta didik hanya menguraikan ideidenya secara singkat dan tepat sesuai dengan spasi atau ruang yang disediakan oleh para evaluator. Jawaban pertanyaan tes esai terbatas ini biasanya mengarah pada jawaban yang lebih spesifik dan lebih pasti seperti kunci jawaban yang telah dibuat evaluator.22

Pembatasan bisa dari segi:

a. ruang lingkupnya,

b. sudut pandang menjawabnya, c. indicator-indikatornya.

Contoh pertanyaan uraian terbatas adalah:

a. Sebutkan lima macam hikmah puasa!

b. Kemukakan perbedaan puasa wajib dengan puasa sunat sebanyak tiga macam!

Pertanyaan jenis uraian terbatas lebih mudah dinilai sebab standarnya (ukurannya) sudah ditetapkan. Aspek yang perlu diungkapkan pada materi ini pada umumnya meliputi: fakta, membandingkan, mencari sebab dan akibat, mencari contoh, membuat penggolongan, mengungkapkan idea tau pendapat baru, dan sebagainya yang dianggap perlu.23

C. Tes Hasil Belajar Bentuk Perbuatan

Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut respon atau jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan dan testee (peserta didik) diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan tester (pendidik /penguji) yang mengobservasi atau mengamati

22 H. M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 95.

23 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : PT.

Rneka cipta, 2005), h. 291.

(23)

penampilan atau kemampuan testee dalam mempraktikannya. Tester (pendidik/penguji) melakukan proses pengukuran dan penilaian serta memutuskan dari kualitas kemampuan siswa dari hasil belajarnya.24 Dalam hal ini dapat dicontohkan testee diminta mempraktikan bagaimana melaksanakan sholat dengan baik dan benar, contoh lain dari tes perbuatan yaitu seperti : tayamum, berwudhu, membaca Al-Qur’an Hanya dengan melaksanakan tes perbuatan membutuhkan waktu yang lama, energi (tenaga) dan biaya yang lebih besar / banyak, serta sarana-prasarana yang memadai, jika semua tersebut tidak dipenuhi maka pelaksanaan tes perbuatan tidak dapat berjalan dengan baik. Selain itu perhatikan pula instrumen yang digunakan untuk mengukur/menilai siswa agar sesuai dengan karakteristik dari testee yaitu dari aspek perkembangan psikologis testee /peserta tes. Begitu pula dalam proses pengamatan dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh testee (peserta didik), tester harus dapat membedakan dalam mensikapi testee dari fase usia atau tingkatan sekolah, antara fase kanak dan remaja berbeda. Jika fase kanak pengamatan dilakukan secara keseluruhan dahulu baru di sekor atau dinilai sedangkan jika fase remaja dapat disekor per-kegiatan dari ketrampilan yang diamati baru kemudian dilakukan pensekoran. Tes perbuatan dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai dikerjaan oleh peserta didik, termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu pekerjaan, kecepatan dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan dan hasil/produk yang dihasilkan.

Tes perbuatan atau tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam tes perbuatan, persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Pada intinya, ada dua unsur yang bisa disajikan bahan penilaian dalam tes perbuatan, yaitu proses dan produk. Pengukuran proses merujuk kepada pengukuran keterampilan dari kemahiran siswa melakukan suatu kegiatan, sedangkan pengukuran produk merujuk kepada segi kualitas hasil.

24 https://cendikia.kemenag.go.id/storage/uploads/file_path/file_09-03- 2021_60479194e5367.pdf, (diakses 28 September 2022, pukul 09.22 WIB)

(24)

Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya di perlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskan angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan.

Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan individual. Tes tindakan ini bentuk tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintah, dan ditanyakan.25 Alat yang dapat digunakan tes ini adalah berupa observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut yang hasilnya kemudian diserahkan pada pendidik.

Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan pengamatan kelompok.26 Dalam menilai perbuatan/ kegiatan/ praktik peserta didik dapat digunakan beberapa jenis penilaian diantaranya adalah penilaian kinerja (performance), penugasan (project), dan hasil karya (product). Contohnya menilai keterampilan (psikomotor) shalat yang benar. Dosen menilai praktek salah satu gerakan solat, sujud misalnya, bagaimana gerakan sujud itu dinilai, apakah sudah benar apa belum, atau ada kekurangan yang mengganggu keabsahan solat. Contoh lain, pada praktikum profesi, mahasiswa diminta untuk mempraktekkan menjadi manajer personalia ketika mewawancarai calon pegawai dalam proses seleksi. Maka semua itu menggunakan tes perbuatan sebagai alat evaluasinya.

25 Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional, (Bandung: Remaja Rosdaskarya, 2009), h. 22.

26 http://www.scribd.com/doc/21623525/Panduan-Analisis-Butir-Soal-Budiono- SMANEJA, (diakses 28 September 2022, pukul 08.43 WIB).

(25)

Tes perbuatan untuk mengukur kemampuan siswa pada aspek psikomotor dengan beberapa alasan diantaranya adalah:

1. Tes perbuatan sangat tepat untuk mengukur aspek psikomotorik.

2. Tes perbuatan tepat untuk mengetahui sikap yang merefleksi dalam tingkah laku sehari-hari.

3. Secara langsung dapat mengamati dengan jelas jawaban-jawaban sehingga lebih mudah dalam memberikan penilaian.

Dalam menyiapkan tes ini menggunakan petunjuk praktis, antara lain dikembangkan tes tindakan berpedoman. Tes tindakan yang berpedoman, maksudnya dalam melakukan observasi termasuk dalam memberikan perintah kepada peserta didik, peneliti menggunakan pedoman tertulis. Sehingga setiap peserta didik memperoleh tugas yang sama, baik dari volume, tugas, ataupun tingkat kesukaran tugas tersebut.

Tes perbuatan ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk mengecek kesesuaian antar pengetahuan, teori, dan keterampilan mempraktekannya.

Penggunaan tes tulis dan lisan hanya terbatas kepada pengungkapan pengetahuan teoritis. Dengan menggunakan tindakan, guru akan mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan- pengetahuan teoritisnya dalam kegiatan nyata, sehingga informasi untuk penilaian menjadi lebih lengkap.

2. Tidak ada kesempatan untuk menyontek.

Dalam tes perbuatan, guru bisa mengamati langsung bagaimana siswa meragakan sesuatu kegiatan. Di samping itu, keterampilan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan akan sangat tergantung atas kemampuan dirinya, maksudnya tidak bisa meniru begitu saja.

3. Cocok digunakan untuk mengukur aspek psikomotorik (perilaku).

Salah satu wujud perubahan hasil belajar adalah berupa keterampilan melakukan suatu kegiatan. Aspek keterampilan ini tidak

(26)

bisa diungkap dengan tes tulis, dan hanya cocok diungkap dengan tes tindakan.

Kelemahan dari tes perbuatan ini adalah sebagai berikut:

1. Memerlukan biaya yang mahal.

Pelaksanaan tes perbuatan idealnya dilakukan dalam kondisi sebenarnya, atau sekurang-kurangnya dalam kondisi yang menyerupai keadaan sebenarnya. Hal ini menuntut adanya fasilitas dan perlengkapan yang memadai. Ditambah lagi dengan bahan-bahan yang mungkin hanya digunkan seketika.

2. Memerlukan banyak waktu.

Pelaksanaan tes perbuatan sulit dilakukan secara bersamaan, karena akan menyulitkan guru dalam melakukan pengamatan. Dengan demikian, tes perbuatan perlu dilakukan secara individual, dan ini akan memerlukan waktu yang relative lama.

3. Sulit dalam mengadakan pengukuran.

Dalam pelaksanaan tes tindakan, guru dituntut untuk mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan siswa secara cermat.

Guru dituntut untuk mengamati semua unsur-unsur perilaku yang perlu dinilai secara serempak, dan ini akan sulit dilakukan. Jika penguji hanya seorang, mungkin ada beberapa unsur perilaku yang tidak teramati.27

27 https://www.detikpendidikan.id/2019/04/penilaian-hasil-belajar-bentuk-tes.html, (diakses 28 September 2022, pukul 09.05 WIB).

(27)

24 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respons yang harus dipilih oleh peserta tes. Pemeriksaan atau penskoran jawaban/respons peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa dan dapat menggunakan alat bantu. Terdapat beberapa jenis tes bentuk objektif, misalnya: bentuk melengkapi (completion test), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), bentuk pilihan benar-salah (true false).

Tes bentuk uraian adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, jawabannya merupakan karangan (essay) atau kalimat yang panjang. Panjang pendeknya kalimat atau jawaban tes relatif, sesuai dengan kecakapan dan pengetahuan si penjawab jenis tes uraian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes uraian bentuk jawaban terbuka dan tes uraian bentuk jawaban tertutup.

Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut respon atau jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan dan testee (peserta didik) diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan tester (pendidik /penguji) yang mengobservasi atau mengamati penampilan atau kemampuan testee dalam mempraktikannya. Dan tester (pendidik/penguji) melakukan proses pengukuran dan penilaian serta memutuskan dari kualitas kemampuan siswa dari hasil belajarnya.

(28)

25

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdaskarya, 2009 Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,

2006.

Asrul, Rusydi Ananda, dkk, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Citapustaka Media, 2014.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT. Rineka cipta, 2005.

Qadir, Abdul, Evaluasi dan Penilaian Pembelajaran, Yogyakarta: K-Media, 2017.

Rasyid, Harun, dkk, Penilaian Hasil Belajar, Bandung: CV. Wacana Prima, 2009.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996.

Sukardi, H. M, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2008.

Supriyadi, Gito, Pengantar dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, Malang: in-Trans Publishing, 2011.

Wakhinuddin, S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes- objektif/ , (diakses 28 September 2022, pukul 07.38 WIB).

Widiyanto, Joko, Evaluasi Pembelajaran, Madiun: UNIPMA Press, 2018.

http://www.scribd.com/doc/21623525/Panduan-Analisis-Butir-Soal-Budiono- SMANEJA, (diakses 28 September 2022, pukul 08.43 WIB).

https://www.detikpendidikan.id/2019/04/penilaian-hasil-belajar-bentuk-tes.html, (diakses 28 September 2022, pukul 09.05 WIB).

https://www.academia.edu/9644061/Tes_Hasil_Belajar_Bentuk_Obyektif, (diakses 28 September 2022, pukul 09.14 WIB).

https://cendikia.kemenag.go.id/storage/uploads/file_path/file_09-03-

2021_60479194e5367.pdf, (diakses 28 September 2022, pukul 09.22 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Daya pembeda butir tes adalah kemampuan suatu butir tes dapat membedakan antara peserta tes yang telah menguasai materi dan peserta yang belum atau tidak menguasai

Tujuan utama penelitian adalah untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar sejarah antara peserta didik yang diberikan power test (tes kemampuan) dengan peserta

Tujuan utama penelitian adalah untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar sejarah antara peserta didik yang diberikan power test (tes kemampuan) dengan peserta

Validitas item dari suatu tes adalah ketapatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas),

Gagasan para ahli dan persoalan pendidikan di atas menjadi gambaran bahwa permasalahan urgensi alat pengukuran hasil belajar jenis tes maupun non-tes dan

kelas yang berbeda, kelas yang satu dengan tes bentuk esai dan kelas lainnya.. dengan tes bentuk

Kompetensi dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik diperlukan berbagai macam kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan Agama Islam

(2) Instrumen tes Kemampuan Berpikir Kritis untuk peserta didik kelas X MIPA semester genap di SMA Negeri 9 Sinjai memenuhi kriteria valid ditinjau secara