Integrasi Pembelajaran STEAM dan Computational Thinking:
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Peserta Didik dalam Sebuah Pembelajaran Inovatif
Epifani Putri Marianaa & Yosep Dwi Kristantob*
a, b Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran abad 21 perlu membekali keterampilan berpikir kritis dan kreatif kepada peserta didik agar mereka siap untuk hidup dan berkontribusi secara produktif di dalam masyarakat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran integratif STEAM-CT. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik di dalam pembelajaran integratif STEAM-CT. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitiannya adalah 26 peserta didik kelas delapan dari salah satu sekolah menengah swasta di Yogyakarta, Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, selama proses pembelajaran integratif STEAM-CT, peserta didik telah menunjukkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif mereka, khususnya dalam hal membuat rencana penyelesaian masalah, keluwesan dalam memberikan solusi permasalahan, dan estetika desain produk mereka. Akan tetapi, peserta didik masih perlu didukung agar mereka dapat melakukan evaluasi secara mendalam dan menggunakan hasil evaluasi tersebut untuk perbaikan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menyematkan praktik umpan balik di dalam pembelajaran.
Kata Kunci Berpikir kritis; kreativitas; pembelajaran integratif STEAM; computational thinking
Pendahuluan
Ketidakpastian dan kompleksitas di abad 21 menuntut adanya transformasi pembelajaran. Pembelajaran abad 21 perlu membekali peserta didik untuk dapat bekerja, hidup, dan menjadi warga masyarakat yang produktif di tengah-tengah berbagai macam tantangan (Kristanto, 2020). Pembelajaran tersebut paling tidak perlu membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir kritis dan kreatif (Ritter et al., 2020; Shavelson et al., 2019; Van Laar et al., 2020). Kedua keterampilan tersebut penting digunakan untuk menghadapi munculnya teknologi-teknologi baru, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, yang membuat informasi semakin mudah untuk berpindah, disajikan, dimanipulasi, dan direpresentasikan kembali (Almerich et al., 2020; Higgins, 2014).
Meskipun keterampilan berpikir kritis dan kreatif dipandang krusial, masih banyak dijumpai peserta didik yang kurang kritis dan kreatif. Studi analis yang dilakukan oleh Benyamin et al. (2021) menemukan bahwa sebagian besar peserta didik jenjang sekolah menengah atas jurusan ilmu pengetahuan alam yang menjadi subjek penelitiannya memiliki keterampilan berpikir kritis dengan kategori sedang atau rendah. Hasil ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Wayudi et al. (2020) terhadap peserta didik dengan jenjang dan jurusan yang sama. Selain kedua penelitian tersebut, cukup banyak penelitian lain yang menunjukkan perlunya peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik (Agnafia, 2019; Hidayat et al., 2019; Hidayati et al., 2021; Li et al., 2021; Ridho et al., 2020).
Tidak jauh berbeda dengan permasalahan tentang keterampilan berpikir kritis, cukup banyak juga peserta didik yang keterampilan berpikir kreatifnya masih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Rasnawati et al. (2019) menemukan bahwa peserta didik sekolah menengah kejuruan yang menjadi subjeknya memiliki keterampilan berpikir kreatif yang masih rendah. Rachman dan Amelia (2020) juga menemukan hasil yang serupa, yaitu bahwa keterampilan berpikir kreatif peserta didik sekolah menengah atas yang menjadi subjek penelitiannya tergolong rendah. Hasil kedua penelitian tersebut dikuatkan oleh hasil beberapa penelitian lainnya (Kadir et al., 2022;
Siregar, 2019; Suparman & Zanthy, 2019).
Adanya permasalahan terkait dengan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik mengindikasikan perlunya inovasi pembelajaran. Vincent-Lancrin et al. (2019) memberikan prinsip-prinsip rancangan pembelajaran untuk mengembangakan keterampilan berpikir kritis dan kreativitas peserta didik. Pembelajaran tersebut perlu memantik minat peserta didik tetapi juga menantang. Pembelajaran tersebut juga perlu mengembangkan keterampilan teknis dan memfasilitasi peserta didik untuk mengkreasi produk atau artefak yang
nyata. Selanjutnya, pembelajaran tersebut juga perlu memberikan ruang kepada peserta didik untuk mendesain bersama-sama bagian dari produk atau solusi. Artinya, pembelajarannya perlu bersifat terbuka terhadap keberagaman minat, ide, dan kemampuan peserta didik, serta memberikan ruang untuk agensi peserta didik.
Prinsip berikutnya adalah prinsip penghargaan terhadap perspektif yang beragam dalam menghadapi permasalahan. Selain itu, pembelajarannya juga perlu memberikan ruang untuk hal yang tidak terduga. Terakhir, pembelajaran tersebut juga perlu memberikan ruang dan waktu bagi peserta didik untuk melakukan refleksi, serta memberikan dan menerima umpan balik. Pemberian dan penerimaan umpan balik tersebut selain dapat mendorong peserta didik untuk memperbaiki pekerjaannya, tetapi juga dapat memfasilitasi mereka untuk belajar (Kristanto, 2018). Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut adalah pembelajaran STEAM.
Pendekatan pembelajaran STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics) merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan lima bidang ilmu secara terpadu, yaitu sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika. Pendekatan STEAM membuat peserta didik lebih menghargai berbagai bidang ilmu secara bersamaan dan memantik pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif mereka dalam mengimajinasikan kembali masalah dunia nyata, baik masalah baru maupun lama (B. Wilson & Hawkins, 2019).
Pendekatan STEAM merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif karena dianggap mutakhir di era industri 4.0 yang mampu mendukung keterampilan berpikir kritis dan kreatif melalui pembelajaran berbasis proyek (Lu et al., 2022; Shatunova et al., 2019). Pembelajaran STEAM yang berbasis proyek ini didasari dengan masalah dunia nyata dan dapat melatih peserta didik untuk meneliti, menyarankan dan memilih solusi, serta membuat desain dan produk (Chistyakov et al., 2023; Diego-Mantecon et al., 2021).
Penerapan pendekatan STEAM pada umumnya menggunakan proses desain rekayasa atau engineering design process (EDP; Ozkan & Umdu Topsakal, 2021). Meskipun terdapat variasi tahapan-tahapan EDP yang ditemukan dalam literatur (Haik et al., 2017, p. 9; Hubka, 2015, p. 31), tahapan-tahapan tersebut biasanya terdiri dari klarifikasi masalah; perakitan program untuk kebutuhan; perencanaan desain; pembuatan, pengujian, dan pengoptimalan prototipe; analisis produk; dan presentasi produk kepada klien atau grup target (Vossen et al., 2020). Untuk kepentingan pembelajaran, tahapan-tahapan tersebut dapat disederhanakan menjadi lima tahapan, yaitu menanya, mengimajinasikan, merencanakan, mengkreasi, dan memperbaiki (Hester & Cunningham, 2007).
Di dalam pendekatan pembelajaran STEAM, EDP tersebut dapat dijadikan jembatan antara konsep-konsep sains dan matematika dalam membuat atau menggunakan teknologi dan mempertimbangkan estetika.
Seperti yang banyak ditemukan di literatur, pendekatan STEAM berpeluang untuk membangun atau meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik. Pendekatan ini mampu memberikan ruang bagi peserta didik untuk menciptakan produk sehingga kreativitas dan kemampuan pemecahan masalahnya berkembang (Katz-Buonincontro, 2018). Implementasi pembelajaran STEAM yang dilakukan oleh Wilson et al.
(2021) terhadap peserta didik sekolah dasar dan menengah menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Selain itu, banyak penelitian lain yang menunjukkan hasil yang serupa, yaitu bahwa pembelajaran STEAM dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik (Alkhabra et al., 2023; Anggraeni & Suratno, 2021; Engelman et al., 2017; Priantari et al., 2020;
Rahmawati et al., 2019).
Pemecahan masalah adalah aktivitas sentral dalam pembelajaran STEAM. Aktivitas pemecahan masalah tersebut dapat didukung desain pembelajaran yang mendukung berkembangnya dimensi-dimensi berpikir komputasional atau computational thinking (CT; Barr & Stephenson, 2011; Wu & Su, 2021). Dimensi-dimensi CT tersebut adalah dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma (Google, 2023). Dekomposisi merujuk pada penguraian permasalahan yang kompleks menjadi beberapa masalah yang lebih kecil sehingga permasalahan tersebut lebih mudah untuk dipahami, ditangani, atau dikelola. Pengenalan pola merupakan pencarian kesamaan antara masalah-masalah yang berbeda. Abstraksi berarti pemfokusan pada informasi yang penting dan pengabaian detail-detail yang tidak relevan. Dimensi terakhir, yaitu algoritma, merujuk pada pengembangan langkah-langkah atau aturan-aturan untuk memecahkan permasalahan. Keempat dimensi CT tersebut dapat disematkan ke dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran di bidang sains, teknologi, rekayasa, seni, maupun seni (Barr & Stephenson, 2011).
Dukungan CT di dalam pembelajaran sering dilakukan dalam bentuk pembelajaran yang menggunakan komputer, khususnya pemrograman. Hal ini dikarenakan pemrograman tersebut memuat aktivitas pembuatan instruksi-instruksi yang terbaca komputer agar komputer tersebut dapat menyelesaikan tugas atau masalah tertentu (Wang et al., 2022). Hal ini sejalan dengan salah satu dimensi CT, yaitu algoritma. Selain itu,
pemrograman tersebut juga merupakan alat kunci untuk mendukung tugas-tugas kunci yang berkaitan dengan CT (Grover & Pea, 2013). Aktivitas pemrograman tersebut juga sering diintegrasikan ke dalam pembelajaran STEAM, misalnya dengan menggunakan Scratch (Oh et al., 2013; Tan et al., 2020) dan Lego Mindstorm (Ding et al., 2019; Ruiz et al., 2019).
Dukungan CT di dalam pembelajaran juga dapat dilakukan tanpa menggunakan komputer. Strategi seperti ini cocok diimplementasikan di sekolah yang tidak memiliki infrastruktur teknologi (Brackmann et al., 2017).
Dengan demikian, integrasi CT dan pembelajaran STEAM memiliki potensi yang semakin besar untuk diimplementasikan secara luas. Selain itu, integrasi tersebut di dalam pembelajaran yang tidak menggunakan komputer atau teknologi yang mahal lainnya memudahkan guru atau praktisi lainnya untuk mengadopsi atau mengadaptasinya.
Sebagai ringkasan, di satu sisi, keterampilan berpikir kritis dan kreatif merupakan dua keterampilan penting yang perlu dimiliki oleh peserta didik untuk mempersiapkan mereka untuk hidup dan berkontribusi secara produktif di abad 21. Di sisi lain, masih ditemukan banyak peserta didik yang kurang memiliki dua keterampilan tersebut. Pembelajaran integratif STEAM yang disertai dengan dukungan terhadap berkembangnya CT memiliki potensi untuk membangun keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik. Pembelajaran seperti itu dapat dilakukan tanpa menggunakan komputer agar aktivitas pembelajarannya dapat diadopsi maupun diadaptasi secara luas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik dalam pembelajaran integratif STEAM-CT yang tanpa menggunakan komputer atau teknologi digital lainnya.
Metode
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode tersebut digunakan untuk mencapai tujuan penelitian karena metode ini sesuai untuk mendeskripsikan peristiwa atau pengalaman dan mencari pengetahuan yang mendalam tentang fenomena yang dipelajari (Kim et al., 2017;
Neergaard et al., 2009).
Desain Pembelajaran
Pembelajaran integratif STEAM-CT dalam penelitian ini memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merancang dan mengembangkan miniatur jungkat-jungkit yang menyenangkan, efisien, dan aman. Pembelajaran tersebut dilakukan selama empat kali pertemuan. Di setiap pertemuannya, secara berturut-turut peserta didik (1) memikirkan dan merancang jungkat-jungkit; (2) membuat jungkat-jungkit; (3) menguji dan mempresentasikan jungkat-jungkit; dan (4) memperbaiki dan merefleksikan jungkat-jungkit.
Di pertemuan pertama, peserta didik memikirkan jungkat-jungkit yang memenuhi tiga kriteria, yaitu menyenangkan, efisien, dan aman, serta merancangnya. Untuk mendekomposisi karakteristik jungkat-jungkit yang menyenangkan, efisien, dan aman, peserta didik dipandu untuk mempelajari seni, usaha dan pesawat sederhana, jenis dan kekuatan material penyusunnya, dan fungsi linear. Dengan pengetahuan itu, peserta didik kemudian mendaftar alat dan bahan yang diperlukan, serta mensketsa rancangannya dan merencanakan langkah- langkah terurut yang akan digunakan untuk membuat jungkat-jungkit.
Di pertemuan kedua, peserta didik membuat jungkat-jungkit dengan menggunakan alat dan bahan yang telah direncanakan dan sketsa desain yang telah digambar pada pertemuan sebelumnya. Untuk melakukannya, peserta didik perlu mendaftar dan menjelaskan apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam membuat jungkat-jungkit.
Selain itu, peserta didik juga diminta untuk menganalisis dan menjelaskan apa saja yang mempengaruhi jungkat- jungkit untuk dapat seimbang.
Di pertemuan ketiga, peserta didik menguji dan mempresentasikan jungkat-jungkitnya. Mereka melakukan uji coba terhadap jungkat-jungkitnya dan mengevaluasi apakah jungkat-jungkit tersebut sudah sesuai dengan kriteria menyenangkan, efisien, dan aman. Mereka juga menganalisis hal-hal perlu diperbaiki dan mengamati pola jungkat-jungkit dari kelompok lain untuk memberikan inspirasi kepada jungkat-jungkitnya. Setelah itu, peserta didik mempresentasikan jungkat-jungkitnya secara klasikal.
Di pertemuan keempat, peserta didik memperbaiki jungkat-jungkitnya dan merefleksikan pengalaman belajarnya. Kegiatan pembelajaran di pertemuan ini dimulai dengan mendekomposisi langkah-langkah yang digunakan untuk memperbaiki jungkat-jungkitnya. Setelah itu, peserta didik mengidentifikasi variabel-variabel
agar jungkat-jungkitnya sesuai dengan kriteria menyenangkan, efisien, dan aman. Terakhir, peserta didik merefleksikan pengalaman belajarnya untuk mengabstraksi faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pengembangan jungkat-jungkitnya, serta memodelkan jungkat-jungkitnya dengan menggunakan fungsi linear.
Tabel 1 menyajikan pemetaan pembelajaran dalam setiap pertemuan dengan konten STEAM dan dimensi CT. Desain pembelajaran tersebut telah didiskusikan dengan para guru pengampu mata pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam (IPA), dan seni budaya dari peserta didik yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Tabel 1 Pemetaan aktivitas pembelajaran, konten STEAM, dan dimensi CT
Pertemuan Pengalaman belajar Konten STEAM Dimensi CT
1 Memikirkan dan merancang jungkat-jungkit
Pesawat sederhana (IPA); rekayasa produk sederhana (Prakarya); gambar model (Seni Budaya); persamaan garis lurus
(Matematika)
Dekomposisi, algoritma
2 Membuat jungkat-jungkit Pesawat sederhana (IPA); membuat produk sederhana (Prakarya)
Dekomposisi 3 Menguji dan
mempresentasikan jungkat-jungkit
Pesawat sederhana (IPA); pengujian dan komunikasi fenomena (Informatika);
Pengujian dan presentasi karya rekayasa (Prakarya)
Pengenalan pola
4 Memperbaiki jungkat-jungkit dan merefleksikan pengalaman belajar
Pesawat sederhana (IPA); Prosedur rekayasa (Prakarya); Penerapan fungsi linear (Matematika)
Dekomposisi, abstraksi
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 26 peserta didik kelas delapan, yang terdiri dari 14 peserta didik laki-laki dan 12 perempuan. Semua subjek tersebut berasal dari satu kelas di salah satu sekolah menengah pertama swasta di Yogyakarta, Indonesia. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu berdiskusi dengan para guru pengampu subjek tersebut sehingga didapatkan peserta didik yang biasanya aktif dalam pembelajaran dan memiliki kemampuan verbal yang baik. Dengan demikian, data yang diperoleh dari subjek tersebut dapat memberikan informasi yang kaya dan berguna akan keterampilan berpikir kritis dan kreatifnya (Campbell et al., 2020; Kelly, 2010).
Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini merupakan hasil pekerjaan peserta didik di dalam lembar kerja peserta didik dan produk jungkat-jungkit yang mereka hasilkan. Urutan soal-soal dan instruksi dalam lembar kerja tersebut disesuaikan dengan siklus EDP. Soal-soal dan instruksi dalam lembar kerja tersebut juga disusun dengan mengikuti indikator- indikator keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Indikator-indikator keterampilan berpikir kritis didapatkan dengan mensintesis indikator-indikator keterampilan berpikir kritis dari Ennis (2015), Sihotang et al. (2012), dan Wade (1995) sedangkan indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif disintesis dari Treffinger et al. (2002), Mahmudi (2010), dan Guilford (1976).
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis tematik. Skor dari pekerjaan peserta didik dirangkum dengan menggunakan rata-rata di setiap indikator keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Analisis tematik digunakan untuk menemukan tema-tema penting dalam jawaban peserta didik di dalam lembar kerja peserta didik. Analisis tematik dilakukan dengan mengikuti tahapan-tahapan yang diusulkan oleh Braun dan Clarke (2006).
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik disajikan dan dipaparkan dalam dua bagian berikut.
Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik
Tabel 2 menunjukkan rata-rata skor keterampilan berpikir kritis berdasarkan penugasan LKPD dan produk jungkat-jungkit yang disajikan pada setiap indikatornya. Berdasarkan kelima indikator tersebut, rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik memperoleh 73,97.
Tabel 2 Hasil keterampilan berpikir kritis
Indikator Rata-Rata
Merumuskan masalah 72
Mengumpulkan fakta 75,5
Membuat rencana penyelesaian 86
Menentukan strategi 66
Memberikan penjelasan lebih lanjut 70,38
Rata-rata 73,97
Indikator keterampilan berpikir kritis yang memiliki rata-rata tertinggi adalah keterampilan membuat rencana penyelesaian. Terdapat dua tema pembuatan rencana penyelesaian yang ditemukan di dalam jawaban peserta didik dalam lembar kerja. Pertama, peserta didik mampu membuat rencana alat dan bahan yang akan digunakan secara rinci. Kedua, peserta didik mampu merancang fungsi atau kegunaan dari setiap desain yang dibuat.
Gambar 1 Pembuatan rencana alat dan bahan salah satu kelompok
Semua kelompok sudah menyebutkan alat dan bahan dengan rinci di dalam lembar kerja. Pekerjaan salah satu kelompok ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kelompok tersebut selain mampu membuat rencana alat dan bahan secara rinci, tetapi mereka juga mampu memberikan klasifikasi terhadap alat dan bahan secara lengkap. Dengan kata lain, mereka mampu membuat kategori dan mengetahui apa saja anggota dari kategori tersebut. Selain itu, kelompok tersebut memberikan keterangan fungsi pada alat dan bahan yang mereka rencanakan untuk membuat jungkat-jungkit.
Gambar 2 Penyebutan fungsi atau kegunaan desain salah satu kelompok
Tema kedua adalah bahwa peserta didik merancang fungsi atau kegunaan dari desain yang dibuat. Hampir semua kelompok membuat rencana jungkat-jungkit terkait ukuran dan desain jungkat yang digambar. Khusus untuk yang ditunjukkan pada Gambar 2, kelompok tersebut menyertakan alasan di setiap ukurannya dan menjelaskan fungsinya.
Di sisi lain, indikator keterampilan berpikir kritis yang memperoleh skor paling rendah adalah indikator keterampilan menentukan strategi. Terdapat tiga tema terkait dengan penentuan strategi ini, yaitu (1) strategi pembuatan produk, (2) kesadaran akan evaluasi, dan (3) strategi perbaikan.
Gambar 3 Produk awal dan final salah satu kelompok
Gambar 3 menunjukan hasil produk jungkat-jungkit sebelum (kiri) dan setelah (kanan) melakukan perbaikan. Selama proses uji coba dan presentasi, peserta didik yang membuat jungkat-jungkit tersebut telah melihat letak kesalahannya dan mendapatkan umpan balik. Umpan balik tersebut terkait dengan keseimbangan, kenyamanan, dan estetika jungkat-jungkitnya. Meskipun demikian, peserta didik tersebut masih belum menggunakan umpan balik tersebut untuk membuat strategi perbaikan dan menggunakan strategi tersebut untuk memperbaiki jungkat-jungkitnya agar seimbang.
Keterampilan Berpikir Kreatif
Tabel 3 menunjukkan rata-rata skor keterampilan berpikir kreatif berdasarkan penugasan LKPD dan produk jungkat-jungkit di setiap indikatornya. Berdasarkan keempat indikator tersebut, sehingga rata-rata keterampilan berpikir kreatif peserta didik memperoleh 73,05.
Tabel 3. Hasil keterampilan berpikir kreatif
Indikator Rata-Rata
Kelancaran 57
Keluawesan 86
Keaslian 78,83
Keterincian 70,38
Rata-rata 73,05
Terdapat empat indikator keterampilan berpikir kreatif yang dinilai, masing-masing indikator memperoleh nilai yang berbeda-beda. Keterampilan berpikir kreatif yang memperoleh rata-rata skor tertinggi adalah keluwesan. Terdapat dua tema yang diperoleh dari pekerjaan peserta didik mengenai keluwesannya, yaitu tentang (1) variasi ide jawaban dan pemecahan masalah; serta (2) keluwesan dalam membuat desain yang menarik.
Gambar 5 Pekerjaan peserta didik yang menunjukkan tema variasi
Gambar 5 memberikan contoh peserta didik yang memberikan variasi ide jawaban dan pemecahan masalah, serta keluwesan dalam membuat desain yang menarik. Peserta didik tersebut menuliskan alat dan bahan dengan sangat baik. Menariknya, peserta didik tersebut menuliskan kegunaan dari setiap alat dan bahan yang dituliskan.
Jawaban ini juga unik karena menyebutkan play dough yang digunakan sebagai pemberat. Artinya peserta didik memberikan variasi atau ide pemecahan masalah berupa pemberat untuk jungkat-jungkit.
Selain itu, Gambar 5 menunjukan bahwa peserta didik tersebut luwes dalam membuat desain yang menarik.
Peserta didik tersebut memberikan tiga variasi gambar yang masing-masing memberikan perspektif dan fungsi berbeda. Kelompok ini memberikan nuansa yang berbeda dari desain kelompok lain. Gambar 6 menunjukkan produk jungkat-jungkit dari desain yang ditunjukkan Gambar 5. Walaupun jungkat-jungkit kurang sempurna, yaitu tidak seimbang dan bebannya tidak sama dengan perencanaan awal, tetapi peserta didik tersebut telah membuat jungkat-jungkit yang hampir mirip dengan desain yang sudah mereka kerjakan.
Gambar 6 Produk jungkat-jungkit
Di sisi lain, indikator keterampilan berpikir kreatif yang memperoleh nilai yang paling rendah adalah indikator kelancaran. Nilai ketercapaian indikator kelancaran peserta didik yang masih relatif kecil pada penelitian ini terjadi karena adanya faktor-faktor penyebab. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah (1) kurang lengkapnya solusi terhadap permasalahan yang ada; dan (2) kurangnya pemahaman letak kesalahan.
Gambar 7 Contoh jawaban yang tidak detail
Gambar 7 menunjukkan salah satu pekerjaan peserta didik yang kurang lengkap dalam menuliskan solusi dan kurangnya pemahaman letak kesalahan. Peserta didik tersebut menemukan strategi untuk memperbaiki jungkat-jungkitnya dengan mengganti yang baru. Peserta didik tersebut dapat membangun ide bahwa jungkat- jungkit yang mereka buat harus diganti karena kemungkinan banyak kesalahan yang ada. Akan tetapi, peserta didik tersebut tidak memberikan solusi yang detail untuk memperbaikinya. Peserta didik tersebut menyadari adanya kesalahan dalam desain sebelumnya tetapi belum mampu menuliskan ide secara lancar bagaimana memperbaikinya.
Pembahasan
Penelitian ini telah mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik di dalam pembelajaran integratif STEAM-CT. Berdasarkan hasil analisis keterampilan berpikir kritis, peserta didik mampu membuat rencana penyelesaian yang baik. Hal ini dikarenakan mereka diberikan ruang yang luas dan dipandu untuk membuat rencana penyelesaian melalui salah satu tahapan EDP, yaitu merencanakan (National Research Council, 2012). Pembuatan rencana tersebut merupakan aktivitas penting di dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan perencanaan tersebut mempersyaratkan peserta didik untuk memikirkan tujuan yang akan dicapai dan menemukan strategi untuk mencapainya (Eilam & Aharon, 2003). Perencanaan tersebut dapat memantik perilaku belajar yang diinginkan dan pada akhirnya mengarah ke hasil belajar yang lebih tinggi (Raković et al., 2022).
Berdasarkan hasil analisis keterampilan berpikir kreatif, peserta didik telah luwes dalam memberikan alternatif jawaban dan mampu mendesain dengan menarik. Peserta didik telah memberikan alasan dan fungsi terhadap aspek-aspek desain yang dikerjakannya. Desain yang berupa gambar rancangannya juga telah memiliki nilai estetika yang tinggi. Hal ini tidak terlepas dari peran penting seni dalam pembelajaran integratif STEAM yang menumbuhkan kreativitas peserta didik (Liao, 2016).
Penelitian ini juga menemukan ada beberapa aspek keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang perlu menjadi perhatian. Penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada peserta didik yang kurang detail dalam memberikan solusi permasalahan. Pada umumnya peserta didik kurang sadar akan letak kesalahan yang sudah dilakukan. Peserta didik perlu memahami letak kesalahan sebagai suatu bahan evaluasi agar kesalahan tersebut dapat diperbaiki dan tidak terulang lagi. Selain itu, mereka juga perlu menggunakan umpan balik yang mereka terima sebagai bahan perbaikan. Oleh karena itu, praktik evaluasi yang didukung dengan literasi umpan balik peserta didik penting untuk menyelesaikan masalah (Carless & Boud, 2018; Ifenthaler, 2012). Hal ini dapat didukung di dalam pembelajaran STEAM-CT misalnya dengan pemberian aktivitas umpan balik sejawat (Chang et al., 2021; Kristanto, 2018). Praktik umpan balik tersebut mendukung tumbuhnya keterampilan berpikir kritis dan kreativitas peserta didik (Vincent-Lancrin et al., 2019).
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sesuai dengan karakteristik dari metode penelitian yang digunakan, yaitu deskriptif kualitatif, penelitian ini hanya mendeskripsikan secara langsung keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik yang menjadi subjek penelitian ini. Dengan demikian, temuan penelitian ini tidak bisa digeneralisasi pada konteks yang berbeda. Kedua, penelitian ini menggunakan pekerjaan peserta didik di dalam lembar kerja dan hasil karyanya. Dengan demikian, deskripsi keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik yang dipaparkan di sini adalah keterampilan mereka selama proses pembelajaran, bukan setelah pembelajaran.
Simpulan
Penelitian ini telah mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik di dalam pembelajaran inovatif yang mengintegrasikan STEAM dan CT. Pembelajaran tersebut telah memantik peserta didik untuk
mampu membuat perencanaan penyelesaian masalah, luwes dalam memberikan solusi, dan membuat desain produk yang memiliki nilai estetika. Meskipun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa perlunya dukungan terhadap peserta didik agar mereka melakukan evaluasi secara mendalam sehingga mereka dapat memberikan solusi yang akurat. Selain itu, peserta didik juga perlu didukung agar mereka memiliki literasi umpan balik. Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar pembelajaran STEAM-CT perlu memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan literasi umpan baliknya.
Daftar Pustaka
Agnafia, D. N. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Biologi. Florea: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 6(1), 45. https://doi.org/10.25273/florea.v6i1.4369
Alkhabra, Y. A., Ibrahem, U. M., & Alkhabra, S. A. (2023). Augmented reality technology in enhancing learning retention and critical thinking according to STEAM program. Humanities and Social Sciences Communications, 10(1), 174.
https://doi.org/10.1057/s41599-023-01650-w
Almerich, G., Suárez‐Rodríguez, J., Díaz‐García, I., & Cebrián‐Cifuentes, S. (2020). 21st‐century competences: The relation of ICT competences with higher‐order thinking capacities and teamwork competences in university students. Journal of Computer Assisted Learning, 36(4), 468–479. https://doi.org/10.1111/jcal.12413
Anggraeni, R. E. & Suratno. (2021). The analysis of the development of the 5E-STEAM learning model to improve critical thinking skills in natural science lesson. Journal of Physics: Conference Series, 1832(1), 012050. https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1832/1/012050
Barr, V., & Stephenson, C. (2011). Bringing computational thinking to K-12: What is Involved and what is the role of the computer science education community? ACM Inroads, 2(1), 48–54. https://doi.org/10.1145/1929887.1929905
Benyamin, B., Qohar, Abd., & Sulandra, I. M. (2021). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas X Dalam Memecahkan Masalah SPLTV. Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 909–922. https://doi.org/10.31004/cendekia.v5i2.574 Brackmann, C. P., Román-González, M., Robles, G., Moreno-León, J., Casali, A., & Barone, D. (2017). Development of Computational Thinking Skills through Unplugged Activities in Primary School. Proceedings of the 12th Workshop on Primary and Secondary Computing Education, 65–72. https://doi.org/10.1145/3137065.3137069
Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77–101.
https://doi.org/10.1191/1478088706qp063oa
Campbell, S., Greenwood, M., Prior, S., Shearer, T., Walkem, K., Young, S., Bywaters, D., & Walker, K. (2020). Purposive sampling:
Complex or simple? Research case examples. Journal of Research in Nursing, 25(8), 652–661.
https://doi.org/10.1177/1744987120927206
Carless, D., & Boud, D. (2018). The development of student feedback literacy: Enabling uptake of feedback. Assessment & Evaluation in Higher Education, 43(8), 1315–1325. https://doi.org/10.1080/02602938.2018.1463354
Chang, D., Hwang, G.-J., Chang, S.-C., & Wang, S.-Y. (2021). Promoting students’ cross-disciplinary performance and higher order thinking: A peer assessment-facilitated STEM approach in a mathematics course. Educational Technology Research and Development, 69(6), 3281–3306. https://doi.org/10.1007/s11423-021-10062-z
Chistyakov, A. A., Zhdanov, S. P., Avdeeva, E. L., Dyadichenko, E. A., Kunitsyna, M. L., & Yagudina, R. I. (2023). Exploring the characteristics and effectiveness of project-based learning for science and STEAM education. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 19(5), em2256. https://doi.org/10.29333/ejmste/13128
Diego-Mantecon, J.-M., Prodromou, T., Lavicza, Z., Blanco, T. F., & Ortiz-Laso, Z. (2021). An attempt to evaluate STEAM project- based instruction from a school mathematics perspective. ZDM – Mathematics Education, 53(5), 1137–1148.
https://doi.org/10.1007/s11858-021-01303-9
Ding, F., Cai, M., & Chen, S. (2019). Application of STEAM Theory in Robot Teaching. Proceedings of the 3rd International Conference on Economics and Management, Education, Humanities and Social Sciences (EMEHSS 2019). Proceedings of the 3rd International Conference on Economics and Management, Education, Humanities and Social Sciences (EMEHSS 2019), Suzhou City, China. https://doi.org/10.2991/emehss-19.2019.24
Eilam, B., & Aharon, I. (2003). Students’ planning in the process of self-regulated learning. Contemporary Educational Psychology, 28(3), 304–334. https://doi.org/10.1016/S0361-476X(02)00042-5
Engelman, S., Magerko, B., McKlin, T., Miller, M., Edwards, D., & Freeman, J. (2017). Creativity in Authentic STEAM Education with EarSketch. Proceedings of the 2017 ACM SIGCSE Technical Symposium on Computer Science Education, 183–188.
https://doi.org/10.1145/3017680.3017763
Ennis, R. H. (2015). Critical Thinking: A Streamlined Conception. In M. Davies & R. Barnett (Eds.), The Palgrave Handbook of Critical Thinking in Higher Education (pp. 31–47). Palgrave Macmillan US. https://doi.org/10.1057/9781137378057_2 Google. (2023). Exploring computational thinking. https://edu.google.com/resources/programs/exploring-computational-thinking/
Grover, S., & Pea, R. (2013). Computational Thinking in K–12: A Review of the State of the Field. Educational Researcher, 42(1), 38–43. https://doi.org/10.3102/0013189X12463051
Guilford, J. P. (1976). Aptitude for Creative Thinking: One or Many? The Journal of Creative Behavior, 10(3), 165–169.
https://doi.org/10.1002/j.2162-6057.1976.tb01019.x
Haik, Y., Sivaloganathan, S., & Shahin, T. M. (2017). Engineering Design Process (3rd ed). Cengage.
Hester, K., & Cunningham, C. (2007, June). Engineering Is Elementary: An Engineering and Technology Curriculum for Children.
American Society for Engineering Education Annual Conference & Exposition, Honolulu, Hawaii. https://doi.org/10.18260/1- 2--1469
Hidayat, F., Akbar, P., & Bernard, M. (2019). Analisis Kemampuan Berfikir Kritis Matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa SMP terhadap Materi SPLDV. Journal on Education, 1(2), 515–523.
Hidayati, A. R., Fadly, W., & Ekapti, R. F. (2021). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPA Materi Bioteknologi. Jurnal Tadris IPA Indonesia, 1(1), 34–48. https://doi.org/10.21154/jtii.v1i1.68
Higgins, S. (2014). Critical thinking for 21st-century education: A cyber-tooth curriculum? PROSPECTS, 44(4), 559–574.
https://doi.org/10.1007/s11125-014-9323-0
Hubka, V. (2015). Principles of Engineering Design. Butterworth-Heinemann.
Ifenthaler, D. (2012). Determining the effectiveness of prompts for self-regulated learning in problem-solving scenarios. Journal of Educational Technology & Society, 15(1), 38–52. JSTOR.
Kadir, I. A., Machmud, T., Usman, K., & Katili, N. (2022). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pada Materi Segitiga. Jambura Journal of Mathematics Education, 3(2), 128–138. https://doi.org/10.34312/jmathedu.v3i2.16388 Katz-Buonincontro, J. (2018). Gathering STE(A)M: Policy, curricular, and programmatic developments in arts-based science,
technology, engineering, and mathematics education Introduction to the special issue of Arts Education Policy Review: STEAM Focus. Arts Education Policy Review, 119(2), 73–76. https://doi.org/10.1080/10632913.2017.1407979
Kelly, S. E. (2010). Qualitative Interviewing Techniques and Styles. In I. Bourgeault, R. Dingwall, & R. De Vries (Eds.), The SAGE Handbook of Qualitative Methods in Health Research. SAGE Publications.
Kim, H., Sefcik, J. S., & Bradway, C. (2017). Characteristics of Qualitative Descriptive Studies: A Systematic Review. Research in Nursing & Health, 40(1), 23–42. https://doi.org/10.1002/nur.21768
Kristanto, Y. D. (2018). Technology-enhanced pre-instructional peer assessment: Exploring students’ perceptions in a Statistical Methods course. Research and Evaluation in Education, 4(2), 105–116. https://doi.org/10.21831/reid.v4i2.20951
Kristanto, Y. D. (2020). Upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika melalui flipped classroom dan gamifikasi: Suatu kajian pustaka. In PRISMA: Prosiding Seminar Nasional Matematika (Vol. 3, pp. 266–278). Universitas Negeri Semarang.
Li, Y., Li, K., Wei, W., Dong, J., Wang, C., Fu, Y., Li, J., & Peng, X. (2021). Critical thinking, emotional intelligence and conflict management styles of medical students: A cross-sectional study. Thinking Skills and Creativity, 40, 100799.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2021.100799
Liao, C. (2016). From Interdisciplinary to Transdisciplinary: An Arts-Integrated Approach to STEAM Education. Art Education, 69(6), 44–49. https://doi.org/10.1080/00043125.2016.1224873
Lu, S.-Y., Lo, C.-C., & Syu, J.-Y. (2022). Project-based learning oriented STEAM: The case of micro–bit paper-cutting lamp.
International Journal of Technology and Design Education, 32(5), 2553–2575. https://doi.org/10.1007/s10798-021-09714-1 Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Konferensi Nasional Matematika XV, Manado.
National Research Council. (2012). A framework for K-12 science education: Practices, crosscutting concepts, and core ideas. The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/13165
Neergaard, M. A., Olesen, F., Andersen, R. S., & Sondergaard, J. (2009). Qualitative description – the poor cousin of health research?
BMC Medical Research Methodology, 9(1), 52. https://doi.org/10.1186/1471-2288-9-52
Oh, J., Lee, J., & Kim, J. (2013). Development and Application of STEAM Based Education Program Using Scratch: Focus on 6th Graders’ Science in Elementary School. In J. J. Park, J. K.-Y. Ng, H.-Y. Jeong, & B. Waluyo (Eds.), Multimedia and Ubiquitous Engineering (Vol. 240, pp. 493–501). Springer Netherlands. https://doi.org/10.1007/978-94-007-6738-6_60
Ozkan, G., & Umdu Topsakal, U. (2021). Exploring the effectiveness of STEAM design processes on middle school students’
creativity. International Journal of Technology and Design Education, 31(1), 95–116. https://doi.org/10.1007/s10798-019- 09547-z
Priantari, I., Prafitasari, A. N., Kusumawardhani, D. R., & Susanti, S. (2020). Improving Students Critical Thinking through STEAM- PjBL Learning. Bioeducation Journal, 4(2), 94–102.
Rachman, A. F., & Amelia, R. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA di Kabupaten Bandung Barat dalam Menyelesaikan Soal pada Materi Trigonometri. Maju, 7(1), 83–88.
Rahmawati, Y., Ridwan, A., Hadinugrahaningsih, T., & Soeprijanto. (2019). Developing critical and creative thinking skills through STEAM integration in chemistry learning. Journal of Physics: Conference Series, 1156, 012033. https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1156/1/012033
Raković, M., Bernacki, M. L., Greene, J. A., Plumley, R. D., Hogan, K. A., Gates, K. M., & Panter, A. T. (2022). Examining the critical role of evaluation and adaptation in self-regulated learning. Contemporary Educational Psychology, 68, 102027.
https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2021.102027
Rasnawati, A., Rahmawati, W., Akbar, P., & Putra, H. D. (2019). Analisis Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis Siswa SMK pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) di Kota Cimahi. Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 164–177. https://doi.org/10.31004/cendekia.v3i1.87
Ridho, S., Ruwiyatun, R., Subali, B., & Marwoto, P. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pokok Bahasan Klasifikasi Materi dan Perubahannya. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 6(1), 10–15. https://doi.org/10.29303/jppipa.v6i1.194 Ritter, S. M., Gu, X., Crijns, M., & Biekens, P. (2020). Fostering students’ creative thinking skills by means of a one-year creativity
training program. PLOS ONE, 15(3), e0229773. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0229773
Ruiz, F., Zapatera, A., Montés, N., & Rosillo-Guerrero, N. (2019). From STEM to STEAM Using Lego Mindstorms in Learning Projects Obtained From Lomce. 5592–5598. https://doi.org/10.21125/inted.2019.1374
Shatunova, O., Anisimova, T., Sabirova, F., & Kalimullina, O. (2019). STEAM as an Innovative Educational Technology. Journal of Social Studies Education Research, 10(2), 131–144.
Shavelson, R. J., Zlatkin-Troitschanskaia, O., Beck, K., Schmidt, S., & Marino, J. P. (2019). Assessment of University Students’
Critical Thinking: Next Generation Performance Assessment. International Journal of Testing, 19(4), 337–362.
https://doi.org/10.1080/15305058.2018.1543309
Sihotang, K., K., F. R., Molan, B., Ujan, A. A., & Ristyantoro, R. (2012). Critical Thinking: Membangun Pemikiran Logis. PT Pustaka Sinar Harapan.
Siregar, H. M. (2019). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Materi Lingkaran. AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 8(3). https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2379 Suparman, T., & Zanthy, L. S. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Journal on Education, 1(2),
503–508.
Tan, W.-L., Samsudin, M. A., Ismail, M. E., & Ahmad, N. J. (2020). Gender Differences in Students’ Achievements in Learning Concepts of Electricity via STEAM Integrated Approach Utilizing Scratch. Problems of Education in the 21st Century, 78(3), 423–448. https://doi.org/10.33225/pec/20.78.423
Treffinger, D. J., Young, G. C., Selby, E. C., & Shepardson, C. (2002). Assessing Creativity: A Guide for Educators. National Research Center on the Gifted and Talented.
Van Laar, E., Van Deursen, A. J. A. M., Van Dijk, J. A. G. M., & De Haan, J. (2020). Determinants of 21st-Century Skills and 21st- Century Digital Skills for Workers: A Systematic Literature Review. SAGE Open, 10(1), 215824401990017.
https://doi.org/10.1177/2158244019900176
Vincent-Lancrin, S., González-Sancho, C., Bouckaert, M., De Luca, F., Fernández-Barrerra, M., Jacotin, G., Urgel, J., & Vidal, Q.
(2019). Creativity and critical thinking in everyday teaching and learning. In S. Vincent-Lancrin, C. González-Sancho, M.
Bouckaert, F. De Luca, M. Fernández-Barrerra, G. Jacotin, J. Urgel, & Q. Vidal, Fostering Students’ Creativity and Critical Thinking (pp. 127–164). OECD. https://doi.org/10.1787/10f841e0-en
Vossen, T. E., Henze, I., De Vries, M. J., & Van Driel, J. H. (2020). Finding the connection between research and design: The knowledge development of STEM teachers in a professional learning community. International Journal of Technology and Design Education, 30(2), 295–320. https://doi.org/10.1007/s10798-019-09507-7
Wade, C. (1995). Using Writing to Develop and Assess Critical Thinking. Teaching of Psychology, 22(1), 24–28.
https://doi.org/10.1207/s15328023top2201_8
Wang, C., Shen, J., & Chao, J. (2022). Integrating Computational Thinking in STEM Education: A Literature Review. International Journal of Science and Mathematics Education, 20(8), 1949–1972. https://doi.org/10.1007/s10763-021-10227-5
Wayudi, M., Suwatno, S., & Santoso, B. (2020). Kajian Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 5(1), 67–82. https://doi.org/10.17509/jpm.v5i1.25853
Wilson, B., & Hawkins, B. (2019). Art and Science in a Transdisciplinary Curriculum. CIRCE Magazine: STEAM Edition, 27–36.
Wilson, H. E., Song, H., Johnson, J., Presley, L., & Olson, K. (2021). Effects of transdisciplinary STEAM lessons on student critical and creative thinking. The Journal of Educational Research, 114(5), 445–457. https://doi.org/10.1080/00220671.2021.1975090 Wu, S.-Y., & Su, Y.-S. (2021). Visual Programming Environments and Computational Thinking Performance of Fifth- and Sixth-
Grade Students. Journal of Educational Computing Research, 59(6), 1075–1092. https://doi.org/10.1177/0735633120988807