• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of INTERPRETASI NILAI ETNOPEDAGOGI PADA TEMBANG CUBLAK-CUBLAK SUWENG (ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDER PIERCE)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of INTERPRETASI NILAI ETNOPEDAGOGI PADA TEMBANG CUBLAK-CUBLAK SUWENG (ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDER PIERCE)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPRETASI NILAI ETNOPEDAGOGI PADA TEMBANG CUBLAK-CUBLAK SUWENG

(ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDER PEIRCE)

Yusuf Effendi

Dinas Sosial Kabupaten Indramayu [email protected]

Naskah masuk: Agustus disetujui: September revisi akhir: September

Abstrak: Cublak-cublak Suweng merupakan salah satu tembang dolanan yang memiliki nilai etnopedagogi yang membahas mengenai kehidupan serta relasi manusia dalam tiga cakupan meliputi hubungan dengan Tuhan, Alam dan sesama manusia. Merujuk pada hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menganalisis nilai etnopedagogi dalam tembang dolanan cublak- cublak suweng dengan metode semiotika Charles Sander Pierce. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan library research. Penelitian ini menemukan bahwa dalam tembang cublak-cublak suweng memuat nilai etnopedagogi seperti nasihat untuk tidak egois, tamak, serakah serta anjuran untuk tetap berperilaku sesuai dengan hati nurani. Karena dengan berperilaku secara baik akan berdampak baik bagi diri individu sebagai suatu entitas baik dari sisi moral maupun psikis. Pemaknaan terhadap esensi tembang cublak-cublak suweng akan menjadi tuntunan bagi setiap manusia dalam aspek relasi (tuhan, alam dan manusia) serta memberikan ketenanagan batin dan kehabagiaan dalam hidup.

Kata Kunci: Etnopedagogi, Semiotika, Cublak-cublak Suweng

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu landasan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Secara fundamental Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara yang difasilitasi oleh negara melalui berbagai sarana Pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah tinggi. Fasilitasi oleh negara dimanifestasikan melalui beragam kebijakan di bidang Pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu negara sesuai dengan ciri khas dan kapasitas yang dimiliki.

Musik merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau nilai luhur yang efektif digunakan sebagai media untuk menginternalisasi nilai melalui pendekatan budaya.(Hidayat, 2014) Musik juga menjadi sarana ekspresi diri

dari penulis yang dibuat dalam bentuk komposisi musik yang menyisipkan unsur-unsur fundamental dalam music seperti halnya harmoni, melodi dan irama yang dijadikan menjadi satu- kesatuan.(Qusairi, 2017)

Musik memiliki unsur emosional yang kuat karena musik merupakan bentuk ekspresi diri manusia sebagai suatu entitas.(Wiflihani, 2016) Unsur emosional dari musik juga terlihat dari entitas music sebagai wadah aktualisasi diri dari pencipta musik/lagu sehingga musik memiliki variasi yang jamak ditemui seperti terdapat music yang bersifat eksplanasi, menghibur hingga pengungkapan.(Wiflihani, 2016)

Musik selain memiliki unsur emosional yang kuat juga merupakan sarana komunikasi. Pembuat lagu mengkomunikasikan nilai/pesan melalui lirik/lagu. Proses komunikasi dengan

(2)

lagu atau juga turut lekat dalam unsur kebudayaan daerah.(Yuliarti, 2015)

Komunikasi budaya melalui lagu memiliki beberapa kelebihan. Pertama, dengan pendekatan music/lagu dengan menggunakan Bahasa daerah yang dekat dengan kehidupan masyarakat setempat, transfer nilai budaya akan lebih mudah untuk dilakukan. Kedua, lirik lagu yang terditribusi dengan Bahasa setempat akan memudahkan masyarakat untuk menginternalisasi nilai budaya yang disampaikan.(Griyanti et al., 2018)

Ketiga, pendekatan yang dilakukan dengan lagu akan lebih menumbuhkan minat dan daya Tarik terhadap nilai budaya luhur yang disisipkan.(Purwanto, 2011) Keempat, pendekatan dengan lagu juga dapat meningkatkan motivasi serta semangat hidup yang disesuaikan dengan nilai khas yang dimiliki oleh daerah.(Fitri, 2017) Kelima, lagu dengan Bahasa dan muatan daerah dapat menjadi objek penelitian yang dapat terus dikembangkan.(Afifah & Ainie, 2017) Keenam, lirik yang terkandung dalam lagu daerah merupakan sarana yang efektif untuk melestariakan nilai-nilai luhur daerah.(Kusumawati et al., 2019)

Menilik dari unsur nilai luhur dalam diskursus budaya dapat diketahui bahwa Pendidikan dan budaya memiliki keterkaitan erat. Hubungan antara Pendidikan dan budaya memiliki dua sifat dasar, yaitu reflektif yang dapat diartikan bahwa Pendidikan pada dasarnya merupakan cerminan dari budaya serta progresif yang dapat diartikan bahwa Pendidikan dan kebudayaan berkembang seiring dengan zaman.(Rusdiansyah, 2020) Kelekatan antara Pendidikan dengan kebudayaan ini menginisiasi munculnya etnopedagogi.

Etnopedagogi memiliki pemikiran dasar bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya dapat diintegrasikan dengan sarana Pendidikan.(Suratno, 2010) Sehingga

dapat diketahui bahwa terdapat kelekatan yang era tantara unsur Pendidikan dengan dimensi kebudayaan setempat.(Ramadhan, 2019)

Etnopedagogi yang diambil dapat berasal dari tradisi, lagu atau bahkan permainan tradisional. Konsepsi etnopedagogi yang begitu lekat dengan unsur budaya khusunya bagi negara Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan maupun nilai luhur khas daerah merupakan suatu yang relevan.

Indonesia sebagai negeri yang memiliki keanekaragaman budaya turut disertai dengan nilai budaya luhur yang beragam. Nilai luhur dalam aspek budaya ini salah satunya termanifestasi dalam bentuk sederhana dan umum ditemui yaitu permainan (dolanan) anak.

Permainan anak pada umumnya memiliki kekhasan dari aspek pelestarian dimana tata cara dalam permainan diajarkan secara turun-temurun antar generasi. Sisi khas lain dari permainan tradisional adalah dari teknis permainan yang umumnya dimainkan secara bersama-sama, sehingga secara tidak langsung akan melatih anak untuk bersosialisasi serta mengembangkan rasa kepedulian sosial pada diri anak.(Aine, 2013)

Permainan tradisional di beberapa daerah sebagai contoh di Jawa dalam memainkan turut diiringi oleh lagu. Bentuk lagu dimainkan umunya merupakan lagu yang sudah dihafal dan diajarkan secara tidak langsung secara turun-temurun, sehingga lagu yang dimainkan serta permainnan tradisional dapat tetap lestari secara beriringan.

Lagu dalam permainan tradisional umumnya disajikan dalam bentuk Bahasa daerah. Lagu yang dimainkan dalam permainan tradisional ini merupakan wujud dari budaya lisan, dimana terdapat keunikan dari aspek budaya dalam artian tradisi lisan mengantarkan nilai luhur budaya secara tersembunyi, sehingga meskipun lagu dan permainan tradisional tetap lestari

(3)

namun secara arti/maksud dari lagu/permainan belum banyak difahami secara luas.(Wahyuningsih, 2009)

Lagu dolanan di berbagai daerah salah satunya di Jawa masih diajarkan.

Salah satu lagu dolanan yang sering dimain kan adalah cublak-cublak suweng.

Cublak-cublak suweng juga lekat dengan nuansa historis dimana lagu dolanan ini merupakan salah satu jalan untuk mensyiarkan dan membudayakan Agama Islam pada masa Wali Songo.(Ariesta, 2019).

Kajian berkaitan dengan etnopedagogi telah dibahas dalam beberapa penelitian sebagai contoh penelitian yang mengkaji tembang gundul- gundul pacul dengan pendekatan etnopedagogi. Ditemukan bahwa dalam penelitian ini berisikan nilai etnopedagogi dalam bentuk nasihat sebagai pemimpin yang baik bagi diri sendiri maupun ketika telah mendapat Amanah untuk memmipin masyarakat secara luas.(Kholid Irsani, 2022)

Kajian etnopedagogi lain dalam ranah yang praktis terlihat dengan melakukan pengembangan dan penyatuan antara nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Jawa yang dipadukan dengan metode pembelajaran yang bersifat kontemporer seperti halnya jigsaw, numbered head together, make a match, TGT.(Bagus Wahyu Setiawan, 2019)

Lagu dolanan cublak-cublak suweng secara muatan sesuai dengan anak-anak sehingga secara tidak langsung nilai-nilai pendidikan yang diajarakan telah masuk melalui lagu yang sederhana. Oleh sebab itu merujuk pada kekayaan nilai yang terkandung dalam lagu dolanan cublak-cublak suweng penulis akan melakukan interpretasi nilai etnopedagogi yang terkandung dalam lagu dolanan cublak-cublak suweng.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif untuk menjabarkan temuan/data yang didapatkan dari proses penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan metode library research (penelitian kepustakaan) dimana sumber primer dalam penelitian berasal dari buku serta rujukan ilmiah lain yang sesuai dengan bahasan penelitian.

Penelitian ini juga menambahkan aspek kajian semiotika untuk mendalami sisi kebahasan dari lagu dolanan cublak- cublak suweng untuk kemudian diinterpretasikan untuk mengahasilkan temuan dalam penelitian.

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membaca dan menganalisis secra berulang-ulang terhadap teks tembang cublak-cublak suweng serta berbagai rujukan yang memiliki keserupaan pembahasaan dalam penelitian.

Langkah kedua adalah dengan menganalisis teks tembang cublak-cublak suweng dengan menggunakan pendekatan Teori Semiotika Sander Peirce. Langkah ketiga adalah menganalisa dan mengkritisi setiap sumber rujukan literatur serta hasil interpretasi yang terkandung dalam lagu dolanan cublak-cublak suweng untuk menemukan nilai moral serta memudahkan penegrtian terhadap nilai luhur yang terkandung dalam lagu dolanan tersebut. Selain itu penulis juga mendialogkan kajian dengan berbagai sumber rujukan terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telaah Semiotka Charles Sander Peirce pada Tembang Dolanan Cublak-cublak Suweng

Pembahasan dalam penelitian ini akan menggunakan dua metode utama yaitu dengan menggunakan kajian semiotika dari Charles Sander Pierce serta kajian etnopedagogi untuk menginterpretasikan nilai yang terkandung dalam tembang dolanan Cublak-cublak Suweng.

(4)

Metode semiotika menurut Charles Sander Peirce lekat dengan konsepsi trikonomi yang terdiri atas representation/ground (seseuatu yang dianggap sebagai tanda), object (sesuatu yang merujuk pada tanda serta interpretan (intrepretasi/pemaknaan oleh seseoarang terhadap suatu objek). Telaah semiotika dengan trikonomi tersebut akan menjadi pisau telaah dalam mengkaji tembang dolanan cublak-cublak suweng.

Tabel 1. Lirik dan Terjemahan Tembang Dolanan Cublak-cublak Suweng

Lirik Tembang dolanan Cublak- Cublak Suweng

Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia

Cublak-cublak

suweng Tempat anting

Suwenge ting

gelenter Anting berserakan Mambu

ketundhung gudel Bau anak kerbau yang lepas

Pak empong lera

lere Bapak ompong

yang

menggelengkan kepala

Sapa ngguyu

ndhelikake Siapa yang tertawa berarti dia yang menyembunyikan Sir sir pong dhele

kopong Kedelai yang

kosong tidak ada isinya

Tembang dolanan Cublak-cublak Suweng merupakan lagu tradisional yang dinyanyikan bersamaan pada saat bermain. Permainan yang diiringi oleh lagu ini memiliki aturan yang sederhana yaitu terdapat satu orang yang menundukkan tubuh dan kepala dengan mata tertutup.

Ketika satu teman sedang menunudkkan tubuh dan kepala, teman yang lain memutarkan biji atau batu yang terus dipindahkan dari satu anak ke anak yang lain hingga lagu selesai. Setelah lagu selesai, anak yang menundukkan tubuh dan kepala kembali tegak dan menebak

dimana letak batu terakhir kali disimpan.

Mekanisme dalam permainan memiliki banyak arti dan interpretasi yang merupakan bentuk ekplanasi dari nilai yang terkandung dalam tembang dolanan cublak-cublak suweng.

Metode Semiotika dari Charles Sander Pierce memiliki ciri khas dan keunikan dari aspek metode telaah yang dibagi menjadi tiga ranah yang saling berkaitan yaitu meliputi tanda (sign), objek (object) dan interpretasi (interpretation). Dimana ketiga ranah tersebut akan menjadi dasar dari pengembangan kajian dalam penelitian ini.

Tabel 2. Baris Pertama

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Cublak-cublak

Suweng Harta paling

berarti

Baris pertama dalam tembang cublak-cublak suweng secara Bahasa dapat dimaknai sebagai harta yang secara jamak dikonsepsikan sebagai bentuk materiil. Namun, interpretasi yang terkandung dalam tembang ini memiliki nilai filosofis khusus.

Makna cublak-cublak suweng secara Bahasa dapat diartikan sebagai tempat/wadah untuk harta yang berharga. Suweng secara bahasa dapat diartikan sebagai anting yang banyak dimiliki oleh perempuan Jawa. Namun secara maknawi suweng dapat berarti harta sejati.

Menilik pada dua aspek pemaknaan dapat diketahui bahwa suweng merupakan anting yang pada umumnya merupakan jenis perhiasan yang dikenakan di bagian tubuh paling atas dari setiap manusia. Merujuk dari pemaknaan tersebut dapat diketahui suweng merupakan sesuatu yang berharga serta memiliki tempat khusus pada diri setiap manusia.

Baris pertama dapat diinterpretasikan secara khusus sebagai bentuk tujuan akhir yang ingin dicapai

(5)

oleh setiap manusia yaitu dicitrakan sebagai bentuk harta yang paling berharga yaitu ketenangan diri yang diperoleh dengan keyakinan serta kedekatan dengan Sang Maha Pencipta.

Sehingga dalam baris pertama ini merupakan penggambaran dari relasi ilahiah yang lekat dengan dimensi religiusitas pada setiap diri manusia.

Tabel 3. Baris Kedua

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Suwenge ting

gelenter Tujuan yang

dicari oleh setiap manusia pada dasarnya dekat Baris kedua dalam tembang ini memiliki keterkaitan dengan dengan baris pertama yang menggambarkan tentang harta berharga yang dicari serta menjadi tujuan akhir dari setiap manusia.

Baris kedua apabila diinterpretasikan secara kebahasaan masih lekat dengan penggambaran berkaitan dengan aspek materiil. Namun, bila dilakukan penggalian dalam aspek maknawi baris kedua secara khusus juga mengandung nilai filosofis yang lekat.

Baris kedua mengandung satu diksi baru yaitu gelenter yang secara literal dapat diartikan sebagai sebuah kondisi yang menggambarkan sesuatu objek yang banyak dan berserakan.

Secara spesifik gelenter mengandung makna bahwa suweng/harta yang dicari oleh setiap manusia pada dasarnya terdapat di setiap tempat.

Nilai dalam baris kedua apabila diinterpretasikan secara khusus mengandung artian bahwa pada dasarnya harta yang dicari oleh setiap manusia berada di setiap tempat dimana manusia itu berada. Secara khusus hal ini juga menggambarkan bahwa relasi ilahiah juga termanifestasi dalam berbagai aspek/lini kehidupan.

Manusia sebagai makhluk memiliki tujuan akhir yang serupa.

Namun dalam pencapaian tujuan akhir, manusia memiliki beragam jalan yang dapat ditempuh sesuai dengan kapasitas diri setiap individu.

Relasi ilahiah dapat diejawentahkan dalam bentuk yang dekat dengan diri individu seperti halnya berbuat baik pada sesama manusia maupun makhluk ciptaan tuhan lain (hewan dan tumbuhan). Sehingga dalam baris kedua dicitrakan bahwa relasi vertikal (ilahiah) dapat ditempuh salah satunya dengan memiliki relasi yang baik secara horizontal.

Tabel 4. Baris Ketiga

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Mambu

ketundhung gudel Orang yang mencari

kesenangan dunia dengan cara yang tidak baik

Baris ketiga memiliki perbedaan dengan baris satu dan dua dimana pada baris ketiga ini lekat dengan unsur yang bersifat konotatif. Baris ketiga secara khusus menggambarkan realita kehidupan yang terjadi dan dihadapi oleh setiap manusia sebagai entitas.

Baris ketiga dimulai dengan kata diksi mambu yang secara literal dapat diartikan sebagai bau. Seacara makna mambu dapat dilekatkan dengan unsur panca indra sebagai alat yang digunakan oleh setiap manusia untuk belajar, berinteraksi serta memahami setiap unsur yang ada di sekitar individu.

Diksi kedua yang ada pada baris ketiga adalah kethundung yang secara Bahasa dapat diartikan sebagai dituju.

Secara makna kethundung merupakan gambaran bahwa manusia sebagai sebuah eksistensi sedang menuju pada tujuan akhir yang ingin diraih.

Diksi ketiga dalam baris ketiga adalah gudhel yang secara Bahasa berarti anak kerbau. Namun secara makna kata gudhel memiliki makna satir, yaitu

(6)

merupakan representasi orang yang memiliki standar moral dan etika yang rendah sehingga individu yang digambarkan dengan diksi gudhel akan melakukan apapun untuk memiliki harta yang bersifat materiil sebanyak mungkin.

Interpretasi pada baris ketiga ini memiliki ciri yang berbeda dengan dua baris terdahulu dimana dari segi Bahasa nilai diasampaikan dalam bentuk satir/sindiran kepada setiap manusia yang berperilaku tidak sesuai dengan etika.

Pemaknaan dari segi moral dalam baris ketiga ini mengindikasikan bahwa sebetulnya individu yang melakukan berbagai cara dengan tujuan untuk mendapatkan materiil sebanyak mungkin sejatinya tidak berada pada jalan yang tepat.

Diksi gudhel merupakan interpretasi yang jelas ditujukan untuk menggambarkan bagi setiap individu yang tamak, serakah dan egois. Setiap individu yang memiliki karakter buruk cenderung melakukan berbagai macam cara untuk mencari kesenangan dunia yang berbentuk materiil. Contoh nyata dari penggambaran ini adalah munculnya berbagai kasus korupsi yang dilakukan dalam lingkup kecil maupun oleh pihak yang memiliki kewenangan yang besar dengan tujuan untuk memperkaya diri tanpa melihat dampak yang ditimbulkan serta meminggirkan aspek moralitas sebagai seorang manusia.

Unsur materiil pada dasarnya merupakan kebutuhan

bagi setiap manusia sebagai suatu entitas.

Namun, untuk memenuhi kebutuhan ini harus dengan cara yang sesuai dengan tuntunan dan standar etika, karena sejatinya unsur materiil bersifat sementara dan seyogyanya dijadikan sebagai jalan untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan oleh setiap individu.

Tabel 5. Baris Keempat

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Pak empong lera

lere Orang yang

memiliki kekayaaan

duniawi yang masih tetap merasakan gelisah Baris keempat berisi dua pokok bahasan. Pertama adalah penggambaran dengan diksi pak empong dan yang kedua adalah lera lere. Kedua pokok dalam baris keempat ini sama seperti pada baris ketiga yaitu memuat penggambaran yang bersifat kontatif.

Diksi pertama adalah pak empong yang secara Bahasa memiliki arti orang tua yang ompong. Pak empong apabila dimaknai secara mendalam merujuk pada orang yang memiliki kekayaan secara materiil namun dalam aspek moral mengalami kekosongan.

Diksi kedua adalah lera lere yang secara Bahasa merujuk pada arti terus menoleh ke kanan dan ke kiri. Secara makna lera lere merujuk pada kondisi individu yang terus cemas dan gelisah dalam menjalani kehidupan meski memiliki kekayaan secara meteriil.

Baris keempat secara interpretasi menggambarkan bahwasanya kekayaan secara materiil tidak memiliki arti apabila diraih dengan cara yang tidak seusai dengan tatanan moral dan perilaku.

Karena sejatinya kekayaan secara materiil bersifat sementara dan bukan merupakan tujuan akhir yang diinginkan oleh setiap diri manusia.

Baris keempat ini mengandung nasihat apabila individu menginginkan ketenangan batin sebagai jalan untuk mencapai ke tujuan akhir maka seyogyanya berperilaku sesuai dengan tuntunan moral dan etika.

(7)

Tabel 6. Baris Kelima

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Sapa ngguyu

ndhelikake Penggambaran individu yang telah menemukan kebahagiaan sejati Baris kelima terdiri dari tiga diksi yaitu sapa, ngguyu dan ndhelikake. Baris kelima memiliki perbedaan dengan baris- baris sebelumnya dimana pada baris ini memuat kata kiasan yang bersifat positif yang secara umum menggambarkan kondisi individu yang telah berada di jalan yang sesuai dengan tatanan moral dan perilaku.

Diksi pertama adalah sapa yang secara Bahasa memiliki arti siapa yang merujuk pada subjek yang dibahas.

Subjek yang dirujuk dalam baris keenam ini adalah individu yang yang telah mencapai kedekatan dengan sang pencipta akan merasa tenang dalam menjalani kehidupan.

Diksi kedua adalah ngguyu yang secara Bahasa memiliki arti tersenyum atau tertawa. Secara makna ngguyu merupakan penggambarkan kondisi jiwa pada individu yang telah menemukan ketenangan sebagai buah dari kesesuaian perilaku individu dengan nilai moral perilaku yang baik.

Diksi ketiga adalah ndhelikake yang secara Bahasa memiliki arti menyembunyikan. Secara makna ndhelikake tidak merujuk pada kesengajaan untuk menyembunyikan kebenaran, namun lebih kepada gambaran kondisi hati dari individu yang telah menemukan jalan yang tepat untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Baris kelima secara interpretasi menggambarkan kondisi individu yang telah mengetahui dan menjalankan tuntunan yang sesuai dengan nilai moral dan perilaku yang baik sehingga berdampak pada diri individu berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan yang dirasakan dalam hidup.

Tabel 7. Baris Keenam

Lirik (Tanda) Maksud (Objek) Sir sir pong dhele

kopong Nasihat untuk

tetap jernih dan bersih dalam berperilaku di tengah

ketidaksesuaian perilaku yang ditemui dalam kehidupan

Baris keenam terdiri dari dua diksi utama yaitu sir dan dhele kopong.

Baris keenam memiliki kesamaan isi dengan baris kelima dimana kedua baris ini memuat pesan moral/nasihat yang dicurahkan dalam bentuk penggambaran.

Diksi pertama adalah sir yang secara Bahasa memiki arti hati/Nurani.

Secara makna sir memiliki arti bahwa hati/Nurani merupakan bagian yang penting pada diri manusia yang berpengaruh pada keseluruhan diri manusia. Baik atau buruk perilaku dan kondisi dari suatu individu ditentukan oleh kondisi hati atau nurani dari setiap individu.

Diksi kedua adalah dhele kopong yang secara Bahasa adalah kedelai yang kosong. Secara makna dhele kopong memiliki arti yang memuat nasihat bagi setiap manusia untuk terus berperilaku secara baik dengan tetap mengosongkan hati dari perilaku dan sifat tercela.

Interpretasi dari konsepsi hati yang kosong yang termuat dalam baris keenam merupakan nasihat untuk setiap manusia untuk selalu bertindak dan berperilaku seusai dengan nilai moral dengan mengesampingkan pengaruh dan hasutan negative yang ditemui di lingkungan kehidupan. Karena sejatinya tujuan akhir yang diinginkan oleh setiap manusia dicapai dengan jalan yang baik sesuai dengan tuntunan kata hati.

(8)

Nilai Etnopedagogi dalam Tembang Dolanan Cublak-cublak Suweng

Tembang Dolanan Cublak-cublak Suweng memiliki pemaknaan yang mendalam dalam aspek nilai etnopedagogi yang berbentuk nasihat atau tuntunan dengan menggunakan Bahasa kiasan untuk menginternalisasi nilai luhur yang ingin disampaikan oleh sang pencipta tembang Cublak-cublak Suweng.

Kosnepsi nilai etnopdagogi dalam tembang ini lekat dengan pengamalan relasi yang bersifat vertikal maupun horizontal. Relasi yang bersifat vertikal termanifestasi secara lekat dengan hubungan yang bersifat ilahiah yaitu relasi manusia sebagai makhluk dengan Tuhan sebagai pencipta semesta alam.

Relasi yang bersifat horizontal juga dijabarkan dalam tembang ini yang terwujud dalam nasihat untuk berperilaku secara baik kepada sesama manusia. Selain itu terdapat pula nasihat luhur untuk menjaga lingkungan sekitar dan alam sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Tembang Cublak-Cublak Suweng selain memuat nilai etnopedagogi dalam bentuk relasi yang bersifat vertikal dan horizontal juga mengandung nilai etnopedagogi dalam ranah psikis yang secara umum diejawentahkan dalam bentuk ketenangan hati/jiwa.

Tembang Cublak-cublak Suweng memuat pengajaran untuk setiap individu agar senantiasa berperilaku baik dan tidak terpengaruh dengan hasutan atau bujukan dari lingkungan dimana individu berada. Karena dengan tetap berperilaku baik sesuai dengan hati nurani akan memunculkan rasa ketenangan dalam hati.

Tembang Cublak-cublak Suweng juga memuat penegasan untuk setiap manusia bahwa kekayaan yang bersifat materiil merupakan hal yang bersifat sementara dan seyogyanya tidak dijadikan prioritas utama dalam hidup.

Sehingga dengan adanya persepsi ini

manusia akan terhindar dari sifat serakah, tamak dan egois yang memunculkan rasa kecukupan dan ketenangan dalam hidup.

KESIMPULAN

Tembang Cublak-cublak Suweng sebagai objek dalam diskursus semiotika dan etnopedagogi memeiliki pemaknaan yang mendalam dalam aspek nilai dan kandungan karena memuat nilai moral yang diselipkan dengan aspek kebahasaan yang khas Kajian semiotika dalam tembang ini memunculkan pengertian bahwa dalam tembang ini memuat nilai moral yang mendalam yang tercurah dalam enam baris tembang Cublak-cublak Suweng.

Baris pertama merupakan penggambaran tentang harta paling berharga bagi diri manusia. Baris kedua mengandung pemaknaan bahwa harta yang dicari oleh manusia sebetulnya ada di semua lini kehidupan. Baris ketiga menginterpretasikan individu yang tetap tidak tahu dan tidak mau tahu akan keberadaan harta yang paling berharga meskipun sejatinya terdapat di segala penjuru bumi karena telah terbutakan oleh hasutan yang bersifat duniawi.

Baris keempat berisi gambaran kondisi individu yang tetap gelisah meski memiliki kekayaan materiil karena tidak berperilaku sesuai dengan hati nurani.

Baris kelima merupakan gambaran kondisi individu yang telah mengetahui jalan yang mesti dituju untuk mencapai tujuan akhir. Baris keenam memuat nasihat bagi setiap individu untuk terus berperilaku baik sesuai dengan hati nurani meskidihadapkan dengan hasutan dan godaan yang didapatkan dari lingkungan di kehidupan sehari- hari.

Pemaknaan terhadap esensi tembang cublak-cublak suweng akan menjadi tuntunan bagi setiap manusia dalam aspek relasi (tuhan, alam dan manusia) serta memberikan ketenanagan batin dan kehabagiaan dalam hidup.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, H., & Ainie, I. (2017). Makna Lirik Lagu Tradisional Anak-Anak Amefuri (Kajian Semiotika). Jurnal Ayumi, 4(2).

Aine, I. (2013). Makna Lirik Dolanan Cublak-Cublak Suweng.

Universitas Dr. Soetomo.

Ariesta, F. W. (2019). Nilai Moral Dalam Lirik Dolanan Cublak-Cublak Suweng. Jurnal Ilmu Budaya, 7(2).

Bagus Wahyu Setiawan. (2019). Metode Pembelajaran Berbasis Budaya

Jawa Dalam Rangka

Menyukseskan Pendidikan Multikultural Di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(3).

Fitri, S. (2017). Analisa Semiotik Makna Motivasi Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut”

Karya Payung Teduh. Jurnal Komunikasi, 8(3).

Griyanti, H. E, S., & Warto. (2018).

Penerapan Media Lagu Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Kesadaran Budaya Lokal Siswa. Seminar Nasional Pakar Ke 1, 2.

Hidayat, R. (2014). Analisis Semiotika Makna Motivasi Pada Lirik Lagu

“Laskar Pelangi” Karya Nidji.

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, 2(1).

Kholid Irsani. (2022). Konsep Pendidikan Kepemimpinan Berbasis Tradisi:

Telaah Etnopedagogi Pada Tembang Tradisional Gundul- Gundul Pacul. Diakronika, 22(1).

Kusumawati, H. S., Rahayu, N. T., &

Fitriana, D. (2019). Analisis Semiotika Model Roland Barthes Pada Makna Lagu “Rembulan”

Karya Ipha Hadi Sasono. Klitika:

Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1(2).

Purwanto, S. (2011). Penggunaan Model Lagu Sebagai Media Pendidikan Karakarter Anak Usia Dini.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Qusairi, W. (2017). Makna Kritik Sosial Pada Lirik Lagu Merdeka Karya Grup Musik Efek Rumah Kaca.

Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, 5(4).

Ramadhan, Z. H. (2019). Etnopedagogi Di Sd Negeri 111 Kota Pekanbaru.

Elementary School Journal Pgsd Fip Unimed, 9(3), 190–199.

Rusdiansyah, R. (2020). Pendidikan Budaya; Di Sekolah Dan Komunitas/Masyarakat. Iqro:

Journal Of Islamic Education, 3(1), 45–58.

Suratno, T. (2010). Memaknai Etnopedagogi Sebagai Landasan Pendidikan Guru Di Universitas Pendidikan Indonesia. 4th International Conference On Teacher Education, Jointly Organized By Upi (Indonesia University Of Education) And Upsi (Sultan Idris University Of Education) In Bandung, Indonesia, On, 8–10.

Wahyuningsih, T. (2009). Permainan Tradisional. Pt Sandiarta Sukses.

Wiflihani. (2016). Fungsi Seni Musik Dalam Kehidupan Manusia.

Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial Dan Budaya, 2(1).

Yuliarti, M. S. (2015). Komunikasi Musik:

Pesan Nilai-Nilai Cinta Dalam Lagu Indonesia. Jurnal Ilmu

Komunikasi, 12(2).

Https://Doi.Org/10.24002/Jik.V 12i2.470

Referensi

Dokumen terkait

Background: Facilitated by Community Outreach Centre, the Packaging Design class of Visual Communication Design major at Petra Christian University implements Service-Learning

(a) Natural Source of Si by Volcanis ash, iirigation water and Top soil; (b) Translocation of Si by Topography and Soil erosion; (c) Low and deficiency of Si