• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jabatan Notaris

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Jabatan Notaris"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan Notaris

Notaris berasal dari kata natae, yang artinya tulisan rahasia, jadi pejabat itu semacam penulis stero.19 Dalam pengertian harian notaris adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk membuat akta otentik atau akta resmi. Notaris adalah pejabat umum, seorang menjadi pejabat umum apabila dia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu.20

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris menyebutkan bahwa

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini.

Selanjutnya dalam penjelasan UUJN dinyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat lainnya.

Salah satu unsur penting dari pengertian notaris adalah notaris sebagai

“pejabat umum”. Hal ini berarti bahwa kepada notaris diberikan dan

dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menjangkau publik (openbaar gezag). Sebagai pejabat umum notaris diangkat oleh

19 Soetarjo Soemoatmodjo, Notaris, PPAT, Pejabat Lelang, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal 4.

20 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal 44.

(2)

Negara/Pemerintah dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum, walaupun notaris bukan merupakan pegawai negeri yang menerima gaji dari Negara/Pemerintah, Notaris di pensiunkan oleh Negara/Pemerintah tanpa mendapat pensiunan dari pemerintah.21

Notaris selaku pejabat umum, oleh penguasa yang berwenang untuk kepentingan setiap warga Negara diangkat secara sah, diberikan wewenang untuk memberikan otentisitas kepada tulisan-tulisannya mengenai perbuatan- perbuatan, persetujuan-persetujuan, dan ketetapanketetapan dari orang-orang yang menghadap kepadanya.22 Untuk menjalankan jebatannya Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 3 UUJN, yang mengatur tentang syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris, beberapa syarat harus dipenuhi adalah :23

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang dua (S-2) Kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, jabatan negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan

8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

21 G. H. S. Lumban Tobing , Pengaturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1991, hal 31.

22 R. Soegondo Notodisoerjo, Asal Usul dan Sejarah Akta Notaris, op.cip. hal 43.

23 Habibi Ajdie, Hukum Notaris Indonesia (Tasir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), PT Reflika Aditama, Bandung, 2008, hal 55-56.

(3)

Menurut Ira Koesoemawati & Yunirman Rijan, masih ada beberapa persyaratan untuk menjadi notaris di Indonesia, yaitu:24

1. Secara umum, syarat menjadi calon notaris adalah orang yang berkewarganegaraan Indonesia;

2. Memiliki kedewasaan yang matang. Dengan kemampuan hukum yang mumpuni dan kedewasaan mental yang baik, maka keputusankeputusan yang diambil merupakan keputusan yang berkualitas;

3. Tidak memiliki catatan kriminal. Terbebas dari catatan kriminal merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ada kekhawatiran bahwa jika seseorang pernah berbuat kriminal maka di masa depan ia tidak segan untuk mengulanginya kembali. Meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka yang bersih dari catatan kriminal akan selamanya bersih, tetapi persyaratan ini akan menyaring calon yang tidak baik;

4. Pengetahuan hukum yang baik. Sebagai wakil negara dalam membuat akta autentik yang sah dan mendidik masyarakat awam terkait masalah pembuatan, pengadaan, serta hal lainnya seputar akta.

Notaris dalam melakukan atau menjalankan Tugas dan jabatanya diatur dalam Pasal 17 UUJN. Jika notaris melanggar larangan, maka Notaris akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UUJN.

Selanjutnya Pasal 17 UUJN, melarang Notaris untuk :

24 Yanti Jacline Jennier Tobing, Pengawasan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris, Jurnal Media Hukum, Jakarta, 2010, hal 23.

(4)

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

3. merangkap sebagai pegawai negeri;

4. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

5. merangkap jabatan sebagai advokat;

6. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

7. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

8. menjadi Notaris Pengganti; atau

9. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Di dalam Pasal 17 UUJN disebutkan bahwa :

Notaris tidak diperbolehkan meninggalkan tempat kedudukanya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut.

Tentunya pasal tersebut diatas bila dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (2) UUJN yang menyebutkan bahwa :

Notaris tidak berwenang secara teratur dalam menjalankan tugas jabatanya diluar tempat/wilayah kedudukannya.

Menurut Habib Adjie, jika hal ini terjadi maka notaris mendapatkan sanksi yang didasarkan ketentuan pasal 1868 dan 1869 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu dinilai tidak berwenangnya notaris yang bersangkutan yang berkaitan dengan tempat dimana akta dibuat, maka akta yang dibuat tidak diperlakukan sebagai akta otentik tapi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, jika ditandatangani para pihak.25

Dalam Pasal 1 UUJN, menyatakan secara tegas bahwa notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,

25 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tasir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), op.cit. hal 91.

(5)

kecuali jika undang-undang ada yang menentukan lain. Tugas dan wewenang notaris bila dilihat dari Undang-Undang Jabatan Notaris hanyalah membuat akta, melegalisasi akta di bawah tangan dan membuat grosse akta serta berhak mengeluarkan salinan atau turunan akta kepada para pihak yang berkepentingan membuatnya. Padahal sesungguhnya dalam praktek tugas dan wewenang notaris lebih luas dari apa yang ada dan diatur dalam Undang- Undang Jabatan Notaris. Dalam prakteknya notaris mampu menjadi ahli penemuan hukum dan penasehat hukum.

Tugas notaris adalah mengontrol hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik dia dapat membuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.26 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN meyebutkan bahwa kewenangan notaris adalah

Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan dan dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selain kewenangannya untuk membuat akta otentik dalam arti

verlijden” (menyusun, membacakan dan menanda-tangani), akan tetapi juga

berdasarkan dalam Pasal 16 huruf d UUJN wajib untuk membuatnya, kecuali terdapat alasan yang mempunyai dasar untuk menolak pembuatannya.27

26 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notariat, Buku I, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal 59.

27 G. H. S. Lumban Tobing, Pengaturan Jabatan Notaris,op.cip. hal 32.

(6)

Tanggung jawab notaris sendiri jika di telaah dari UUJN adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan notaris. Dengan demikian oleh karena selain untuk membuat akta otentik, notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan mengesahkan dan pendaftaran (legalisasi dan waarmerken) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak.

Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh Notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam UUJN dan di dalam daerah hukum tersebut Notaris mempunyai wewenang. Apabila ketentuan itu tidak diindahkan, akta yang dibuat oleh Notaris menjadi tidak sah. Adapun wewenang yang dimiliki oleh Notaris meliputi 4 (empat) hal yaitu sebagai berikut :28

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; dan

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

28 Ibid, hal 49-50.

(7)

Beberapa kewenangan Notaris selain yang ada dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang menerangkan bahwa notaris juga memiliki wewenang untuk :29

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; penjelasan : ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

dan

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan kewenangan notaris diatas dapat melihat salah satu kewenangan notaris yaitu melakukan legalisasi atau dalam bahasa hukum nya mempunyai arti mengesahkan akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan sendiri sudah sangat lazim dalam kehidupan bemasyarakat, tidak sedikit dari mereka meminta jasa notaris untuk melegalisasi atau mengesahkan akta dibawah tangan ini dengan tujuan agar apabila dikemudian hari terdapat persengketaan dapat menambah kekuatan pembuktian terhadap akta dibawah tangan tersebut.

29 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tasir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), op.cit. hal 73-74.

(8)

B. Hak-hak Klien yang menggunakan Jasa Notaris

Hak secara definisi merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi, kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai unsurunsur sebagai berikut: pemilik hak, ruang lingkup penerapan hak dan pihak yang bersedia dalam penerapan hak. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.30

Hak telah terpatri sejak manusia lahir dan melekat pada siapa saja.

Diantaranya adalah hak kemerdekaan, hak mahluk dan harkat kemanusian, hak cinta kasih sesama, hak indahnya keterbukaan dan kelapangan, hak bebas dari rasa takut, hak nyawa, hak rohani, hak kesadaran, hak untuk tentram, hak untuk memberi, hak untuk menerima, hak untuk dilindungi dan melindungai dan sebagainya.31 Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa hak adalah :32

1. yang benar;

2. milik kepunyaan;

3. kewenangan;

30 Yunardi, Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani, Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 199.

31 Mansur Fagih, Panduan Pendidikan Polik Rakyat, Insist, Yogyakarta, 1999, hal 17.

32 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hal 174.

(9)

4. kekuasaan untuk berbuat sesuatu;

5. kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; dan 6. derajat atau martabat.

Pengertian yang luas tersebut mengandung prinsip bahwa hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.

Sudikno Merto Kesumo dikutip dari bukunya Satya Arinanto, mengatakan bahwa setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yaitu satu pihak sebagai hak dan pihak lain adalah sebagai kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban atau sebaliknya hal ini bahwa hukum berbeda dengan hak dan kewajiban walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan sehingga lahirlah hak dan kewajiban.33

Lembi lanjut Sudikno Merto Kesumo menyebutkan bahwa hak dan kewajiban menurutnya adalah, bukanlah kumpulan peraturan atau kaedah melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual disatu pihak yang tercermin pada kewajiban bagi pihak lain dengan kata lain Sudikno

33 Sudikno Merto Kesumo, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial Budaya, Pustaka Jasa, 2010, hal 37.

(10)

mengatakan bahwa hak dan kewajiban merupakan perwenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum.34

Hubungan hukum antara seorang Notaris dengan setiap orang yang menggunakan jasa notaris tentunya melahirkan konsekuensi hukum dalam hal hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut. Setiap orang yang menggunakan jasa notaris disebut sebagai klien. Pada prinsipna sebuah hak akan melahirkan sebuah kewajiban dan sebuah kewajiban pun akan melahirkan sebuah hak sehingga antara hak dengan kewajiban akan menjadi suatu koorelasi hubungan sebab akibat atau kasualitas antara satu dengan yang lain dalam pemenuhannya.

Sebelum mengetahui hak-hak klien yang menggunakan jasa notaris dalam melakukan perbuatan hukum, terlebih dahulu kita mengetahui kewajiban-kewajiban seorang notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewajiban Notaris ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai berikut:

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.

d. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai

34 Ibid, hal 39.

(11)

dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ke Notariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang NegaraRepublikindonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m.Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

n. Menerima magang calon Notaris.

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta dalam bentuk Akta in Originali.

(3) Akta in Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Akta:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. AktaKeterangan kepemilikan; atau

f. Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang- Undangan.

(4) Aktain Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata

“BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.

(5) Akta in Originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

(12)

(6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas serta penutup Akta.

(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat 7 tidak terpenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan.

Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan peraturan Perundang-Undangan,Undang- Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.35

Tentunya dari kewajiban Notaris diaatas melahirkan hak dari seseorang (klien) yang menggunakan jasa notaris. Hak-hak tersebut secara umum sebagai berikut :36

1. Hak mendapat kepastian hukum

Mengenai hak klien ini, berdasarkan undang-undang Jabatan Notaris, diatur dalam pada bagian konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: “NegaraRepublik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan

35 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Di Indonesia, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2006, hal 72.

36 Ibid, hal 73.

(13)

perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan”. Sehingga untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para pihak.37 Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta Otentik yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka Akta Otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pihak.

2. Hak mendapat pelayanan atas dasar persamaan tanpa membeda-bedakan.

Hak ini mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan Akta Otentik khususnya kepada para pihak, Notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya.

Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap pelayanan hukum yang diberikan oleh Pejabat umum tidak dibenarkan membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, mengingat profesi Notaris merupakan jabatan Publik, maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam

37 Putri A. R, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Sofmedia, Jakarta, 2011, hal 64.

(14)

norma dasar yaitu dalam UndangUndangDasar 1945.38 asas persamaan diakui dalam konstitusi. Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan Negara hukum (rechstaat).

3. Hak mendapat pelayanan yang baik (profesionalitas)

Profesionalisme menghendaki bagi Notaris harus peka, tanggap, mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat.39 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di samping itu Notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan Akta yang bertentangan dengan hukum, Moral, etika, dan kepentingan umum.40 Hak ini mengutamakan pelayanan dari notaris yang benar-benar memiliki kealihan (keilmuan) Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki seorang Notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya.

38 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1992, hal.

29.

39 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 33.

40 Ibid, hal 34.

(15)

C. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia.Perlindungan hukum timbul karena adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum adalah interaksi antara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat hukum (timbulnya hak dan kewajiban).41

Perlindungan Hukum juga dapat diartikan sebagai segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip

"Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaaf) dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)", elemen pokok negara hukum adalah pengakuan & perlindungan terhadap "fundamental rights".

Hubungan hukum tersebut dilakukan antara subyek hukum, baik manusia (naiurlijke person), badan hukum (recht persoon) maupun jabatan (ambt) merupakan bentuk dari perbuatan hukum, yang mana masingmasing

41 Soeroso, Pengahantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal 49.

(16)

subyek hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan atas kemampuan dan kewenangan. Hubungan hukum yang terjadi akibat interaksi antar subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya relevansi serta adanya akibat-akibat hukum. Sehingga nantinya agar suatu hubungan hukum tersebut dapat berjalan dengan seimbang serta adil dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya serta dapat menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main yang mengatur, melindungi serta menjaga hubungan tersebut.42

Dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalme, yaitu menjamin kebebasan/hak warga, maka menaati hukum dan konstitusi pada hakekatnya menaati imperatif yang terkandung sebagai substansi maknawi di dalamnya imperatif hak-hak warga yang asasi harus dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun, juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mempengaruhi jalannya proses pembuatan kebijakan publik.

Begitu banyaknya hak-hak kita sebagai manusia dan begitu maraknya pelanggaran-pelanggaran serta tindakan-tindakan yang dalam hal ini mengancam hak-hak asasi kita maka pemerintah mengadakan perlindungan hukum dimana itu semua sangat memerlukan perhatian yang tidak biasa karena menyangkut hak-hak kita sebagai manusia.Adapun wujud

42 Ibid, hal 50.

(17)

perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan hukum terhadap pengguna jasa notaris oleh subjek hukum (klien).

Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif, sebagaimana penjelasan sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum Preventif

Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati hati dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus M.Hadjon preventif merupakan keputusan keputusan dari aparat pemerintah yang lebih rendah yang dilakukan sebelumnya.Tindakan preventif adalah tindakan pencegahan.43

Jika dibandingkan dengan teori perlindungan hukum yang represif, teori perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan, namun akhir-akhir ini disadari pentingnya teori perlindungan hukum preventif terutama dikaitkan dengan asas freies ermesen (discretionaire bevoegdheid). Asasfreies ermesen, yaitu kebebasan bertindak

43 Hadjon Hadjon dkk, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University, Yogyakarta, 2002, hal 28.

(18)

untuk memecahkan masalah yang aturannya belum ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera.44

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa.Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.45

Output dari suatu perlindungan hukum adalah sebuah keadilan.

Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan

44 Philipus M. Hadjon. Op Cit. hal 30.

45 Ibid.

(19)

keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee) dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4 (empat) unsur :46

1. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit) 2. Kemanfaat hukum (Zeweckmassigkeit) 3. Keadilan hukum (Gerechtigkeit) 4. Jaminan hukum (Doelmatigkeit).

Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hukum dan isi hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya suatu perkara. Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan baik serta memenuhi, menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara sistematis, artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum.47

Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, dan tertib.

Aturan hukum baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis,

46 Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 43.

47 Ibid, hal 44.

(20)

dengan demikian, berisi aturan-aturan yang bersifat umum yang menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.

Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan dua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.48

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak menimbulkan keragua-raguan (multi tafsir) dan logis dalam arti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

48 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal.

157-158.

Referensi

Dokumen terkait