Sistem Sumur Gas Lift
Penurunan tekananreservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak yang kemudian menyebabkan penurunan laju produksi sumur. Hal ini terjadi karena dua hal, yaitu ada gangguan pada kondisi masukan (inflow) dan kondisi keluaran (outflow). Yang dimaksud dengan gangguan pada masukan adalah terjadi penurunan kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida ke dasar sumur. Kemudian yang dimaksud dengan gangguan pada keluaran adalah terjadi peningkatan tekanan yang dibutuhkan untuk mengangkat fluida dari dasar sumur ke permukaan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah pada masukan adalah dengan menurunkan tekanan di dasar sumur. Salah satu metodenya adalah dengan metode pengangkatan buatan. Metode ini akan mempengaruhi performa dari keluaran suatu sumur.
Masukan dari reservoir bergantung pada tekanan dasar sumur (Pwf) se- dangkan keluaran yang bergerak dari dasar sumur ke permukaan bergantung pada metode pengangkatan buatan yang digunakan. Ada empat metode peng- angkatan buatan yang sering digunakan, yaituSucker Rod Pump,Gas Lift,Sub- mersible Pumping, dan Hydraulic Pumping. Tugas akhir ini membahas tentang titik injeksi gas pada metodeGas Lift.
Berdasarkan cara kerja metodegas lift, gas injeksi akan didistribusikan ke dalam tubing produksi minyak melalui katup (valve) injeksi. Kedalaman katup in- jeksi dapat disebut titik injeksi. Ketika proses produksi dengan metode gas lift berlangsung, akan terdapat beberapa katup yang sudah tidak digunakan (un-
Gambar 2.1: Ilustrasi Sumur Gas Lift
loading valve) sebelum sampai ke katup injeksi yang optimum. Semakin dalam kedalaman titik injeksi dari permukaan maka semakin banyak katup yang sudah tidak digunakan yang dipasang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menentukan titik injeksi optimum pada sumur gas lift. Kedalaman injeksi yang optimum dapat juga meminimalisasi penggunaan gas injeksi.
2.1 Penurunan model matematika untuk metode Gas Lift
Pemodelan masalahGas Lift akan melibatkan paling sedikit kombinasi tiga aliran fluida. Pertama, aliran fluida dari reservoir menuju dasar sumur. Kedua, aliran fluida padatubing dari dasar sumur sampai sebelum titik injeksi. Ketiga, aliran fluida pada tubing mulai dari titik injeksi sampai ke kepala sumur atau ke per- mukaan.
2.1.1 Aliran Fluida pada Reservoir
Fluida reservoir dalam media berpori terdiri dari gas, minyak, dan air yang me- ngalir bersamaan ke lubang dasar sumur. Aliran tersebut dapat terjadi karena terdapat perbedaan tekanan antara reservoir dan lubang dasar sumur, sebesar
∆P =Pr−Pwf.
Besarnya aliran tersebut dinyatakan oleh laju alir (q). Nilai laju aliran di- tentukan oleh besarnya ∆P, sifat fisik media berpori seperti permeabilitas (k), geometri reservoir (jari-jari reservoir) (re), jari-jari sumur (rw), dan tebal reser- voir (h), dan sifat fisik fluida yang mengalir (viskositas (µ)). Hubungan tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk
q=f(∆P, k, h, re, rw, µ).
Dalam bentuk persamaan dan dengan menggunakan satuan lapangan, hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan Darcy, yaitu [4] :
q= 7.08×10−3kh(Pr−Pwf) Boµo(lnrre
w −0.75) .
Variabel Bo, k, h, µo, re dan rw dapat berharga konstan sehingga berdasarkan variabel produksi dapat dinyatakan q=f(Pwf).
Asumsi pengembangan persamaan Darcy yang menyatakan bahwa fluida yang mengalir hanya satu fasa (liquid) dan q = f(Pwf) merupakan hubungan linier.
Dapat ditulis dalam bentuk persamaan
ql =J(Pr−Pwf), (2.1)
dimana,
ql = jumlah cairan (minyak dan air) yang mengalir dari reservoir (STB/day) J = indeks produktivitas suatu reservoir (STB/day/psia)
Pr = tekanan reservoir (psia) Pwf = tekanan dasar sumur (psia).
Persamaan 2.1 dapat dituliskan kembali menjadi : Pwf =Pr−ql
J =F1(ql). (2.2)
Pada keadaan sebenarnya, fluida yang mengalir direservoir adalah gas, minyak, dan air. Namun untuk sumur-sumur tua, produksi fluida akan didominasi oleh air. Sehingga dapat didekati dengan asumsi Darcy tersebut.
Persamaan Darcy tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menen- tukan produktivitas sumur. Kemudian dapat ditentukan dengan melakukan peng- ujian sumur. Pengujian dilakukan dengan mengukur tekanan reservoir, dan mengukur besar tekanan dasar sumur pada suatu nilaiql yang konstan.
2.1.2 Aliran Fluida Sepanjang Tubing
Persamaan aliran fluida dalam tubing diturunkan dari persamaan konversi energi [2]. Hukum ini menyatakan, energi fluida yang masuk dari titik 1 pada pipa, ditambah beberapa usaha tambahan yang dikerjakan terhadap fluida di antara titik 1 dan 2, dikurangi beberapa energi yang hilang dalam system di antara titik 1 dan 2, adalah sama dengan energi fluida yang meninggalkan titik 2 pada pipa.
Berdasarkan hukum konversi energi tersebut, persamaan kesetimbangan energi dapat dituliskan menjadi:
U1+mv12
2gc +P1V1+q−W =U2+mv22
2gc + mgh2
gc +P2V2 (2.3)
dimana,
U = energi dalam, mv2
2gc = energi kinetik, mgh
gc = energi potensial, P V = tekanan volume,
q = perpindahan panas,
W = usaha yang dilakukan oleh fluida,
Penurunan persamaan perhitungan perbedaan tekanan dalamtubing diper- oleh berdasarkan persamaan kesetimbangan massa(2.3) yang kemudian dapat di-
tuliskan menjadi
∆U + ∆ mv2
2gc
+ ∆
mgh gc
+ ∆(P V) +W −q= 0. (2.4)
Dalam azas termodinamika, diketahui bahwa faktor entalpi H, merupakan fungsi dari energi dalam dan tekanan volume, H =U +P V. Jika entalpi ini di- substitusikan dalam persamaan(2.4) maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
∆U + ∆ mv2
2gc
+ ∆
mgh gc
+W −q= 0.
Menurut definisi termodinamika, ∆U dapat dinyatakan sebagai fungsi entropi, S, yaitu
∆U =
S2
Z
S1
T dS+
v2
Z
v1
p(−dV) + Z
F,
Dengan F menyatakan gaya luar lainnya. Jika diasumsikan R
F = 0, maka diperoleh
∆U =
S2
Z
S1
T dS+
v2
Z
v1
p(−dV) (2.5)
dengan menyubstitusikan persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) maka diperoleh
S2
Z
S1
T dS−
v2
Z
v1
p(dV) + ∆ mv2
2gc
+ ∆
mgh gc
+
P2
Z
P1
V dP+
v2
Z
v1
p(dV) +W −q = 0 (2.6) Selanjutnya diketahui dari hukum termodinamika bahwa
S2
R
S1
T dS =q+lw, denganlw adalah usaha yang hilang yang disebabkan karena gesekan fluida pada dinding pipa, kelicinan, efek pergesekan antara beberapa fasa, efek kekentalan, efek tegangan permukaan, dan lainnya. Dengan mensubstitusikan persamaan
S2
R
S1
T dS =q+lw ke dalam persamaan (2.6), akan diperoleh
P2
Z
P1
V dP + ∆ mv2
2gc
+ ∆
mgh gc
+W +lw= 0. (2.7)
Untuk m= 1, persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : Z
V dP¯ + ∆ v2
2gc
+ g
gc
(∆z) +W +lw= 0.
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk dP
ρ + vdv gc + g
gcdz+d(lw) +dW.
Jika diasumsikan fluida tidak melakukan usaha atau tidak ada usaha yang di- lakukan terhadap fluida tersebut maka diperoleh
dP
dz + ρvdv gcdz + g
gcρ+ρd(lw) dz = 0, atau
dP dz =−
g
gcρ+ ρvdv
gcdz +ρd(lw) dz
(2.8)
Persamaan (2.8) menyatakan nilai perbedaan tekanan pada suatu pipa produksi secara umum. Jika ρd(lw)dz = f pv2g 2
cd disubstitusikan pada persamaan (2.8) maka persamaan di atas menjadi [3] :
dP dz =−
g
gcρsinθ+ρvdv
gcdz +ρf ρv2 2gcd
(2.9)
Dari persamaan (2.9), persamaan perhitungan perbedaan tekanan sepanjang pipa terdiri atas 3 komponen yang sangat mempengaruhi, yaitu
1. Komponen elevasi gg
cρsinθ.
2. Komponen friksi f ρv2g 2
cd. 3. Komponen akselerasi ρvdvg
cdz.
Persamaan perbedaan tekanan dalam pipa di atas, akan diterapkan pada tubing vertikal (sudut kemiringan pipa, =90) yang digunakan pada proses pro- duksi minyak bumi. Sehingga persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
dP dz =−
g gc
ρ+ ρvdv
gcdz +ρf ρv2 2gcd
. (2.10)
Dan jika aliran dalam tubing terdiri dari dua fasa yaitu liquid dan gas maka persamaan (2.10) dapat dituliskan menjadi
dP dz =−
g
gcρm+ρvmdvm
gcdz +ρfmρmv2m 2gcd
.
Berdasarkan persamaan umum kehilangan tekanan tersebut, Hagedorn and Brown [2] mengembangkan korelasi kehilangan tekanan alir dalam pipa untuk fluida dua fasa secara empiris, yang ditunjukkan oleh persamaan (2.11).
144dP
dz =ρm+ f w2
2.9652×1011d5ρm +ρm d
v2m 2gc
dh atau
144dP
dz =ρm+ f w2
2.9652×1011d5ρm
+ρmvm gc
d v2m
dh , (2.11)
dimana, d adalah diameter tubing (in), P menyatakan tekanan sepanjang tubing (psia), ρm menyatakan kerapatan campuran antara liquid dan gas (cuf tlbm), f sebagai faktor gesekan antaratubing dengan fluida. wmewakili laju alir massa (lbdaym),vm mewakili kecepatan campuran dua fasa dangc menyatakan gaya gravi- tasi.
Persamaan (2.11) dapat disederhanakan dengan mensubstitusikan d(vm)
dh = d(vsl+vsg) dh
d(vm) dh =
d
vsl+ q
l(GLRt−Rs(1+W OR1 ))(14.7+(T+460)Z) 86400Ap(520)P
dh
d(vm)
dh =−ql(GLRt−Rs(1+W OR1 )) 86400Ap
14.7 P2
(T + 460)Z 520
dP dh.
Dengan demikian, persamaan perbedaan tekanan untuk korelasi Hagedorn- Browndapat dituliskan sebagai berikut :
dP
dh = ρm+2.9652×10f w211d5ρm
144 + (ρmgvm
c )q
l(GLRt−Rs(1+W OR1 )) 86400Ap
14.7 P2
(T+460)Z
520
.
Dengan demikian, persamaan gradien di atas dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tekanan dan kedalaman, dimana untuk suatu laju injeksi gas akan dicari besar laju produksi minyak.
Pada sumur produksi, fluida yang berasal dari reservoir akan mengalir se- panjang tubing menuju permukaan. Ketika metode gas lift digunakan, terdapat dua macam aliran berdasarkan komposisi cairan. Kedua macam aliran tersebut, yaitu aliran satu fasa fluida dan aliran dua fasa fluida.
Aliran Fluida Pada Tubing Di Bawah Titik Injeksi Gas
Aliran fluida di bawah titik injeksi diasumsikan hanya satu fasa fluida. Asumsi tersebut menyebabkan fluida yang mengalir masih berkomposisi sama dengan fluida yang masuk dari reservoir ke dasar sumur sampai sebelum titik injeksi gas.
Sehingga persamaan aliran fluida pada system ini dapat ditulis menjadi [3]
dP dz =−
g
gcρ+ ρvdv
gcdz +ρf ρv2 2gcd
. (2.12)
Dapat dinyatakan sebagai berikut dP
dh =F2(P;ql), (2.13)
dengan kondisi batas
P(L) =Pwf, (2.14)
P(Li) =Pi. (2.15)
Aliran Fluida Pada Tubing Di Atas Titik Injeksi Gas
Aliran fluida di atas titik diinjeksi terdiri dari dua fasa fluida yaitu liquid dan gas. Gas ini berasal dari penginjeksian gas yang dilakukan melalui katup injeksi.
Persamaan (2.10) dapat dituliskan menjadi dP
dz =− g
gcρm+ρvmdvm
gcdz +ρfmρmv2m 2gcd
. (2.16)
Dapat dinyatakan sebagai berikut dP
dh =F3(P;ql, qg), (2.17) dengan kondisi batas
P(Li) =Pi, (2.18)
Dan
P(0) =Pwh. (2.19)