JENIS DAN ORIENTASI KRITIK SASTRA INDONESIA PADA SURAT KABAR DI KOTA SURABAVA-)
Yulitin Sungkowati
Balai Bahasa ProvinsiJawa Timur
Pos-ef :
yulitins@yahoo.com
Inti Sari \
Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan jenis dan orientasi kritik sastra Indonesia pada dua surat kabar
di
kota Surabaya dengan pendekatankritik
sastra. Sumber data penelitianini
adalah surat kabar Surabaya Post dan larua Pos tahun 2001-2010. Data penelitian berupa data tulis.Pengumpulan datanya dilakukan dengan metode studi pustaka yang bertumpu pada teknik baca dan catat. Analisis data dilakukan secara deduktif-induktif-deduktif. Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan jenisnya,
kritik
sastradi
surat kabar Surabaya Posf dan fawa Pos adalahkritik
impresionistik ataukritik
nonilmiah dan kritik judisial ataukritik
ilmiah dengan kecenderungankritik
impresionistik lebih dominan. Kedua, berdasarkan orientasinya, kritik sastra di Surabaya Posl dan lawa Pos dap4t dikelompokkan menjadi empat, yaitu kritik mimetik,kritik
ekspresif,kritik
objektif, dan kritik pragmatik. Kritik yang paling dominan adalah kritik yang berorientasi pada karya sastra atau kritik objektif.Kata Kunci: kritik sastra, jenis, orientasi
Abstract
This paper aims to describe kind and orientation of Indonesian literary critic in newspfrpers in Surabaya
city using literary
citic
approach. Wriften data source were taken from Surabaya Post and lmna Post newspapers during 2001,*201.0 and were analysed using library research utith reading and recording technique. The data was performed deductioe-inductitse-deductioe analysis. The result shows; first, literury critic in Surabaya Post and Jawa Post newspnpers, based on type, is imqressionistic or non-scientific and judicial or scientific critics. lt means the impressionistic c"ritics is more dominant. Second, literary citic in Surabaya Post and lawa Post newsprpers, based on orientation, is classified into four; mimetic, expressitse, objectiae, and pragmatic uitics. The most dominant critic is critic that is oriented to literary works or objectioe citics.Key w or ds: liter ary critics, kinds, orientation
L. pendahuluan
Indonesia. Sejak tahun 1856itu,
media massaDilihat dari
perjalanan sejarahnya,ke- til{ !:"19*ti
muncul di surabaya' Akdn tetapi'hidupan
saska Indonesiadi surabayl-iarr. gelkybangan yang
menggembirakan baru dapat dilepaskan dari peran media-r;r. ;;-
terjadi pada periode tahun 197o-'1980-an kare-,r{KrborBohasaMelaiiiyangterbitdisurabay,
}1t"t11,k1bat'seperti surabayaPost'RadarKota' pada tanggal 12 ]anuari 1856*"*pukur, ;;ra
Karya Dharma' lawa Pos' dart suata lndonesia set- kabarberbahasa Melayu pertamayr.g;;i;;i
ta majalah Liberty dan sketsamasa telah meng-") Naskah masuk tanggal 8 Oktober 2012 Editor: Dhanu Priyo P.. Edit I: 9-12 Oktober 2012. Edit tr: 22*25 Oktober 2012
63
hadirkan lembaran kebudayaan yang memuat
artikef
esai, dan cerpen (Hutomo,1995:135).Sesudah
tahun
1990,kehidupan
sastra Inclonesiadi
Surabaya semakin semarak de- ngan munculnya pengarang-pengarang baru.Meskipun telah ada sastra
buku
media massa seperti Surabaya Posf (SP) danJawaPos (/P) ma- sih menjadi penyokong utama kehidupan sastra Indonesiadi
wilayahini.
Kontribusi dua surat kabar tersebutdi
kota Surabaya terhadap ke- hidupan dan perkembangan sastra lokal ]awa Timur terlihat dari adanya ruang yang memuat tulisan para penulis ]awaTimur
dengan objek karya Jawa Timur pula, seperti tulisan "Sajak-Sajak
TengsoeTj&jono, Antara
Komitmen Sosial dan Pengembangan Estetik" (SP,19la-
nuari, 2003) karya Tjahjono Widijanto, "Gagal Pemberontakan Para Perempuan: Resepsi Atas Cerpen-Cerpen Rabra Indraswari Ibrahim" (SP,24 November 2002)
karya M.
Shoim Anwar,"Belajar Sentosa dengan
Arrt"
UP,15 Agustus 2010)karya
BeniSeti4 dan
"Mantra-Mantra Me1eleh" UP,26 Desember 2010) karya Fakhru- din Nasrulloh.Kritik
berobjek karya sastra pe- ngarang ]awaTimur
tersebut dapat menutupi ruang kosong langkanyakritik
terhadap sastra lokal yangditulis
olehkritikus
sastra nasional.Dengan demikian, karya-karya
sastra ]awa Timur, yang tidak terjangkau atau dibicarakan olehkritikus
sastra di ]akarta, tetap mendapat sorotan dari kritikus lokal.Surabaya Post (SP) dan Jawa Pos (/P) juga
telah menjadi media komunikasi
antarkriti-kus
JawaTimur dan luar
JawaTimur
serta antarpenggiat sastradi
berbagai komunitas atau sanggar sastra di Jawa Timur, seperti Fo-rum
Studi Sastra dan SeniLuar
Pagar/FS3LPKomunitas
Rebo Sore,Komunitas Cak
DieRezim, Komunitas Lembah Pri.g
]ombang,Barisan Senirnan Muda Blitar, dan Forum Ber- sama Saska Surabaya. Beberapa esai
kritik
me- nunjukkanhal tersebuf
misalnyakritik Arief
B. Prasetya yang
berjudul
"]awaTimur
Nege-ri Puisi"
(JP, 25]uli
2010) ditanggapi oleh W.Haryanto dengan
fulisan "lawa Timur
Tidak Butuh Perspektiflakatta"
(/P,l
Agustus 2010).Tulisan W. Haryanto tersebut mendapat
kritik
dari Beni Setia melalui tulisan "Belajar Sentosa denganArif"
(JP,15 Agustus 2010). Dialog an-tarkritikus
dari berbagai komunitas atau sang-gar
dapatdilihat,
antaralain melalui
tulisan"Dilema Logika dalam Permainan Teks" (5P,7 Desember 2007)karya
Didik
Wahyudi dari ko- munitas Rebo Sore sebagai bentuk tanggapan atas esaikritik
Ribut Wijoto dari FS3LP minggu sebelumnyaterhadap monolog
"Merdeka"Putu Wijaya yang dipentaskan
di
Universitas Airlangga. TulisanDidik
Wahyudi kemudian jugadikritik
oleh Indian Manggara dari Komu- nitas Rebo Sore dalam tulisan"Ketika Kritik
Bertolak pada Pemikiran: Tanggapan Atas Tu- lisanDidik
Wahyudi" dan oleh Risang Anom Pujayanto dari Komunitas Cak Die Rezim me- laluikritik
berjudul "Ruang Kompleksitas Per- mainan Teks". Krititt berjudul'Pembunuh Cer- penis adalah Koran (1)" (SP, 28]uni
2008) dan"Pembunuh Cerpenis adalah Koran (2-habis)"
(SP, 5
]uli
2009) karya Eko Darmoko dari Ko-munitas
Rebo Soreditanggapi oleh
Fakhru-din
Nasrullohdari
Komunitas LembahPtitg
]ombang melalui tulisan "Cerpenis Koran Tak Akan
Mati"
(5P, 19juti
2009).Kehadiran
kritik
sastr a di Surab ay a P ost dan Jawa Pos telsebut belum mendapat perhatian yang memadai. Sebagai sebuahdisiplin
ilmu,kritik
sastra memang merupakan bagian dari ilmu sastra yang sejajar dengan teori sastra dan sejarah sastra (Wellek dan Warren, 1993), tetapi keberadaannya masihkurang
mendapat per- hatian. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha fokus pada bidang tersebut. Tahun 2001-2010dipilih
karena beberapa alasan. Pertama, pada tahun 2000-an terjadi perkembangan dalam ka- jian sastra seiring dengan terbukanya kebebas- anberpikir
yang memungkinkan semakin ter-bukanya aktivitas kritik
sastradan
semakin beragamnya cara pandang dalam mengapre- siasi karya sastra.Kritik
sastra yang sebelum- nya oleh sebagian kalangan, khususnya dalam masyarakat|awa, dianggap
"menyakitkan"karena bersifat
"menghakimi" (Widati, et
al, 2001,:227) menemukan momentumuntuk
ber- kembang. Kedua,pada akhir tahun
1990-an muncul berbagai komunitas sastra,baik
yang berbasis kampus maupun nonkampus di ]awaTimur
yang meniadikan media massa sebagaialternatif publikasi karya-karyanya
(Sung- kowati, 2010).Di
sampingitu,
Pradopo (2005)mencatat
bahwa tahun
2G00-ansudah
ber- kembangkritik-kritik
sastra dengan teori-teori64 Widyapanui,
Volume 40, Nomor 2, Desember 2012baru yang diterapkan secara khusus, tidak se-
perti
perkembangankritik
pada periode per- tama (1950-1980) yang masih menggunakanteori
dan metode campuran.Di
samping itu, konsep-konsepkritik sastra
formal-objektif(kritik judisial)
yang dibangun oleh parakri- tikus
sastra akademikus aliran Rawamangundan kritik
sastra nonformal-subjektif(kritik impresionistik) aliran
Ganzheitpada
tahun 1950-an hingga L960-an hinggakini
masihhi-
dup secara berdampingan.Kritik
sastra objek-tif
terus dikembangkan oleh para akademikus di perguruan tinggr, sedangkankritik
totalitas- subjektif atauimpresionistik
berkembangdi media
massa. Bahkan, perkembangankritik
sastra menunjukkan mengikisnya perbedaan pandangan kedua aliran tersebut. Dalam upaya mengembangkan dan meluaskan
kritik
sastra agar menjangkau pembaca yang lebih luas, para akademikusturut
memublikasikankritiknya
melalui media massa dengan cara mengubahkritik judisial
menjadi impresionistik (Widati, et al, 2008:304). Ketiga beberapakritik
dan esai yang dimuat surat kab ar Surabaya Post danlawa Pos sampaitahun
L990-antelah
dibicarakan oleh Suripan Sadi Hutomo dalam buku WaiahSastra lndonesia di Surabaya. Dengan demikian, penelitian terhadap
kritik
sastra Indonesiadi
Surnbaya Posf
dan
lawa Pos tahun 2001-2010perlu
dilakukanuntuk
melengkapi dan mem-perluas kajian
terhadap sastra Indonesiadi
Jawa Timur, khususnya di bidang
kritik
sastra.2.
MasalahBerdasarkan latar belakang sebagaimana terpapar pada bagian pendahuluan, masalah yang menjadi fokus kajian, yaitu (1) bagaimana jenis
kritik
sastra yang ada dalam surat kabardi
Kota Surabaya?; dan (2) bagaimana orien- tasikritik
sastra yang ada dalam surat kabardi
Kota Surabaya?
3. Tujuan
Trlr* dari
penulisan makalahini
ada- lah (1) mendeskripsikan jenis-jeniskritik
sastra yang ada dalam surat kabardi
Kota Surabaya, dan (2) mendeskripsikan orientasikritik
sastra yang ada dalam surat kabar di Kota Surabaya.4,
TeoriKritik
sastra merupakan salah satu ca- bangstudi
sastradi
sampingteori
sastra dan sejarah sastra.Ketiganya saling terkait
se-hingga tidak dapat
dipisahkan.Teori
sastra adalah studi yang berkaitan dengan pengertian sastra, hakikat sastra, dasar-dasar sastra, teori dalam bidang sastra, dan jenis-jenis sastra. Se-jarah sastra berhubungan dengan penyusunan perkembangan sastra sejak tumbuhnya hingga perkembangannya
yang terakhir,
sedangkankritik
sastra adalahstudi
yang berkaitan de-ngan pendefinisian,
penggolongan, pengu- raian, dan penilaian (Abrams, 1981:35).Kata
"kritik"
bdtasaldari
bahasa Yunanikritis'seorang hakim',
krinein'menghakirni',krit erion'dasar penghakiman', dan kritikos' ha-
kim
kesusasteraan'(Wellek
1978:22-36, Pra-dopo,
2002:31). Ist'rlah-istilah tersebut meng-alami
perkembangansejak
kemunculannyayang pertama pada abad ke-4 SM
hinggakini. William Henry
Hudson mengemukakan bahwakritik
sastra dalam artinya yang tajam adalah suatd judgement'penghakiman' tentang baik atau buruk suafu karya sastra, sedangkanI.A. Richard
mengatakan bahwakritik
sastra adalah usaha-usahauntuk
membeda-bedakan pengalamanjiwa dan
memberikan penilaiankepadanya (Pradopo,
2003:10).H.B.
Jassin(1959:44,45) mengatakan bahwa
kritik
sastra adalah pertimbanganbaik
atauburuk
karyasastr4
penerzrngan,dan
penghakiman karya sastra. Dalam penelitianini,
istilahkritik
sas-tra yang digunakan mengacu pada pandangan Abrams (1985:35) yang menyatakan bahwa
kri- tik
sastra adalah studi yang berkaitan dengan pendefinisian, penggolongan, penguraian, dan penilaian. Pendapat Abramsini memiliki
ca-kupan yang
cukup
luastidak
hanya semata-mata menghakimi karya
sastra,tetapi
juga berkaitan dengan aktivitas pendefinisiankritik
sastra, penggolongan-penggolongan jenis-je- nis atau genre sastra berdasarkan periodenya,dan aktivitas
analisiskarya
sastra (Pradopo, 2002:33).Berdasarkan pelaksanaan atau
praktiknya kritik
sasha dapat digolongkan menjadi tiga je- nis,yatit
judicial criticism'kritik
judisial', induc- tiae criticism'kritik induktif',
dan impressionistic*iticism'kritik
impresionistik'. PenggolonganJenis dan Orientasi Kritik Sastra lndonesia pada Surat Kabar di Kota Surabaya 65
itu
merupakan gabungandari
pengelompok-kan Abrams
(1981:30)yang
menggolongkankritik
sastra menjadidua yaitu kritik
impre-sionistik dan kritik judisial, dan
penggolon-gan Hudson
(Pradopo, 2002:19),yaitu kritik judisial
dankritik induktif.
Menurut Abrams(1981,:36, Pradopo, 2002:19),
kritik
judisial ada-lah kritik
sastra yang berusaha menganalisis dan menjelaskan efek-efek sastra berdasarkanpokok,
organisasi,teknik, dan
gayanya, ser- ta mendasarkan pertimbanganindividual kri-
tikus atas dasar standar-standarumum tentang kehebatan karya sastra, sedangkankritik
im- presionistik berusaha menggambarkan bagian- bagian khusus dalam karya sastra dan menge- mukakan kesan (impresi)kritikus
yangtimbul
dari karya sastra yang dibacanya. Menurut Pra- dopo (2002:L9),
kritik
impresionistikini
disebut oleh T.S. Elliot sebagaikritik
estetik karenakri- tikus
mengemukakan kesan-kesannyauntuk
menimbulkan kesan yang indah kepada pem- baca.Kritik
induktiJ menurut Hudson (Prado- po,2002:19) adalahkritik
sastra yang berusaha menguraikan bagian-bagian karya sastra ber- dasarkan fenomena-fenomena yang ada secetraobjektif
tanpa menggunakan standar-standar di luar karya sastra yang dibicarakan.Abrams (1981,:1,
-
37) menggolongkankri- tik
berdasarkan orientasi atau pendekatannya terhadap karya sastra menjadi empat jenis, ya- ifu karya sastra, pengaran& semesta, dan pem- baca.Kritik
sastra yang menghubungkan karya sastra dengan semesta disebutkritik
mimetik;yang
menghubungkankarya
sastra dengan pembaca disebutkritik
pragmatik; yang meng- hubungkan karya sastra dengan pengarang di- sebutkitik
ekspresif; dan yang mengangggap karya sastra sebagai karya otonom disebutkri- tik
objektif .Kritik
mimetik melihat karya sastra sebagaitiruan
semesta yang menggambarkan atau mencerminkan kehidupan dunia sehinggakriteria penilaiannya
didasarkanpada
"ke- benaran" atau "ketepatan" dalam menggam- barkan semesta kehidupan.Kritik
pragmatik memandangkarya
sastra sebagaialat untuk
mencapaitujuan
sehinggakriteria
penilaian-nya
terletak pada keberhasilannya mencapai tujuan, baik tujuan pendidikan, kesenangan es- tetik maupun tujuan politik. Keberhasilan tuju- anitu
dapatdilihat
dari efeknya kepada pem-baca melalui tanggapan-tanggapan yang mun- cul.
Kritik
ekspresif memandang karya sastra sebagai curahan, ucapan,dan
proyeksipiki- ran
serta perasaan pengarang.Kritik
ekspre-sif
berangkatdari
asumsi dasar bahwa karya sastra dilahirkan oleh pengarang untuk meng- ekspresikan pandangan dan pikirannya.kitik
ini
kemudian menjadikan pengarang sebagai fokus utama dalam kaitannya dengan produksi sastra dan penilaian sehinggakriteria
penilai- annya berfumpu pada kesesuaian karya sastra dengan pandangandan pikiran
pengarang- nya.Kritik
dengan orientasi ekspresifini
akan mencari fakta-fakta' tentang karakter khusus, pengalaman-pengalaman, dan pikiran-pikiran pengarang yang tergambar atau muncul dalamkarya
sastrahasil
ciptaannya.Kritik
objektif menganggap karya sastra sebagai karya yangmandiri,
otonom, terlepasdari
semesta, pe- ngarang, pembaca, dan masyarakat sekitarnya.Karya
sastra dipandang sebagaikarya
yangutuh dan mencukupi dirinya,
tersusun dari unsur-unsuryang saling terkait
membenfuk satu kesatdanutuh.
Dengan demikian, krite- ria penilaiannya berdasarkan pada keberadaanintrinsiknya
yarrgmencakupi
kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan keter- kaitan atau kepaduan antarunsur-unsumya.5.
MetodeSecara
umum,
penelitianini
merupakan penelitian deskriptif, yaitu bertujuan membuatdeskripsi atau gambaran
secara sistematis,faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, si-fat-sifat
dan hubungan-hubungan antarfeno- menayang diteliti (Nazil
t999:63). Sumber data penelitianini
adalah surat kabar harian Surabaya Posf dan lawa Pos yangterbit
antara tahun 2001,-2010. Surabaya Post dan Jawa Posmerupakan surat kabar harian yang berisi ber-
bagai macam informasi bidang
kehidupan, seperti masalahsosiaf
ekonomi,politik,
dan kebudayaan (termasuk sastra).Kedua
surat kabarifu
menyediakan mang sastra pada hariMi.ggr,
tetapi artikelkritik
sastra tidak selalu ada. Data yang dijadikan sampel penelitianini
adalah seratus artikel.
Pengumpulan data penelitian
ini
dilaku-kan
denganmetode studi pustaka
dengan teknik baca dan catat. Data yang telah dibaca55
Widyaparwa, volume 40, Nomor 2, Desember 2012dan dicatat
kemudian
dikumpulkan, diinven-tarisasi, dan diklasifikasikan
sesuai dengan pokok-pokok masalahyang
dibicarakan, ya-itu
berdasarkan jenis dan orientasi kritiknya.Analisis dilakukan
secaradeduktif-induktif- deduktif
kemudian hasilnya disajikan secara deskriptif.6.
Hasil dan Pembahasan 6.L ]enisKritik
Para kritikus yang menulis di Surabaya Post danJawa Pos tahun 2001.-2010 menggunakan beragam cara dalam praktik penilaiannya: ada
kritikus yang
menggunakan konsep-konsepdan teori tertentu
sehinggakritiknya
cende- rung itmiah (judisial), tetapi ada pula yang ha-nya
memberikan kesan-kesan selintas tanpapijakan
konsepatau teori tertentu
sehinggakritiknya
cenderungbersi{at
impresionistik.Kritikus dengan latar belakang pendidikan sas- tra dari perguruan
titggr,
seperti Ribut Wijoto, Mashuri, Imam Muhtarom, Tengsoe Tjahjono, M. Shoim Anwar, W. Haryanto, Indra Tjahjadl Tjahjono Widarmanto, dan Tjahjono Widijanto seringkali muncul dengankritik
yang berpijak pada dasar-dasar pemikiran atau teori tertentu yang dijabarkan secara memadai sehinggakri- tiknya
cenderungbersifat ilmiah
(tergolongkritik
judisial), tetapi kadang-kadang pula teori kritiknya hanya disebutkan secara selintas.Ribut Wijoto
dalamtulisan
"Skizofrenia pada Gejala EstetikPuisi"
(5P,29 September2002) menggunakan pendekatan psiko-struk- tural.Ia memaparkan teoriyang digunakan dan secara khusus menjelaskan teoribahasa Roman Jacobson dan psikoanalisis ]aques Lacan secara memadai seperti penggalan kutipan berikut ini.
Istilah skizofrenia berasal dari psikoanalisis Freud. Istilah ini digunakan untuk menyebut penyakit yang ditandai terpecahnya identi- tas kepribadiary tampak antara lain dalam ketidaksesuaian antara fungsi-fungsi intelek- tual dan fungsi-fungsi alektif. Penderita yang belum parah, dalam batasan tertentu masih dapat berinteraksi dengan masyarakat.
Roman Jakobson (L895-1982), ahli bahasa kelahiran Rusia, menerapkan model bahasa Saussure terhadap pengidap skizofrenia.
Hasilnya ada dua model kesalahan yaitu,
pertama kekurangan dalam substansi (pa- radigmatik) akan mengambil jalan menuju ekspresi metonimis,
kedua
kekurangandalam kombinasi (sintagmatik) yang menja- jarkan kata-kata khusus atau metafora. Pada kasus pertama, penderita masih mengguna- kan tata bahasa yang benar, hanya saja kate- gorinya acak. Misalnya, ketika mengidentifi- kasi "hitam", akan dijawab dengan "kemati- an". Sedangkan pada kasus kedua, penderita sudah kesulitan dalam membina tata bahasa.
Yang dilakukan menjajarkan beberapa kata yang berbeda-beda untuk tujuan yang sulit dimengerti. Misalnya untuk menggambar- kan orang yang sedpng sakit, penderita akan
bilang "sapi,
kursi
dorong, suster, lantai, suntik, aduh!".Model-model pengucapan penderita skizo- frenia diadopsi para pemikir post-modem- isme dalam mencari alternatif logika berba- hasa. Jaques Lacan (1901-1981), ahli psiko- analisis postmodernisme, mendefinisikan skizofrenia sebagai putusnya rantai pertan- daan, yaifu rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ung- kapan atau makna. Seseorang telah meng- gunakan bahasa di dalam bawah sadamya'
Dalam
kritik
berjudul "Sastra dari Bahasa yang Rapuh" (5P,3 November 2002) dan esai"Perihal Puisi Cerda s" (SP , 11 Januari 2009), Ri- but
Wijoto
kembali menguraikan konsep yang digunakan sebagai dasarkritiknya,
tetapi ha-nya disinggung secara selintas. Kecenderungan serupa tampak dalam esai Tjahjono Widijanto
berjudul
"Pramoedya: ParadoksSpirit
Kema-nusiaan dan IdeologI" (5P,8 Februari 2009).
Tidak sedikit pula tulisan para kritikus
berlatar belakangpendidikan
sastra tersebuthanya berupa
kesan-kesanselintas
tanpa mengeksplisitkanteori yang digunakan
se- hingga tergolong jeniskritlk
impresionistik, se-perti
terlihat dalam tulisan Ribut Wijoto yangberjudul "Melacak
Penyair Perempuan Kita (1)" (SP, 12April
2009) saat membicarakan pui- si-puisi perempuiul penyair Jawa Timur, Deny Tri Aryanti berikutini.
Kelengkapan puisi Deny dalam mengolah tubuh membuat saya seakan dibawa ber- keliling dalam aneka macam pariwisata tu- buh. Berbagai konteks diciptakan hingga
Jenis dan Orientasi Kritik Sastra lndonesia pada Surat Kabar di Kota Surabaya 67
penafsiran atau pengalaman tentang tubuh mudah diikuti. Pengetahuan terbuka dari tu- buh. Lompatan-lompatan pikiran pun dapat dipahami secara ketubuhan. Hasilnya, teks puisi dengan struktur ketubuhan.
Dengan begitu Deny pandai mengolah kata yang memiliki struktur ketubuhan. Bisa jadi,
ini
terkait dengan dunia kesenian yang dia geluti sehari-hari.Secara umum, berdasarkan jenisnya,
kritik
sastra
di
Surabaya Post dan Jawa Pos didomi-nasi oleh kritik
impresionistik,yaitu
hanyaberupa
kesan-kesantanpa
didasarkan pada konsep-konsep atau teori-teori tertentu. Salah satu sebab terjadinya kecenderunganitu
ada-lah
karena adanyapembatasan kolom
atau ruarrg oleh media tersebut. Tulisankritik
sas- tra, sebagaimana tulisan bidang lainnya, diberi ketentuanjumlah
maksimalkarakter HaI itu membuat kritikus tidak dapat
mencantum- kanteori
dan konsep yang digunakan secara eksplisit dan mendetail karena dapat menyita ruafrg yang disediakan.Di
samping itu, media massa seperti Surabaya Posf dan lawa Pos mem- punyai segmen pembaca yang sangat luas, ya-itu
masyarakatumum, bukan
hanya masya- rakat akademis. Jika karyakritik
sastra meng- gunakankriteria
seperti karya ilrniah, tulisankemungkinan kurang dapat dipahami
oleh masyarakat awam. Demi kepentingan masya- rakat yang lebih luas itulah, parakritikus
aka- demisiini
berusaha "mempopulerkan" karya ilmiahnya dengan tujuankitik
yang ditulisnya dapat menjadi penerang jalan bagi masyarakat secara luas.5.2 Orientasi
Kritik
Sastra 6.2.1Kritik Mimetik
Kritik mimetik
adalahkritik
yang berori- entasi pada semesta.Kritik
ini berusaha meng- hubungkan karya sastra dengan semesta ber- dasarkan pandangan bahwa karya sastra me- rupakantiruan
kehidupan dunia nyata.Kritik
yang berorientasi pada semesta yang disebutkrifik
mimetik ini berjumlah dua pulutr, antara lain dapat dilihat pada tulisan berikut ini.Suhartono
dalam tulisan berjudul
"Pre- manisme dalam Karya Sastra" (SP, 6 Apri12003) mengemukakan bahwa sastra, sebagaiamanadinyatakan Rene
Wellek,
merupakan potret realitas sosialdan
premanisme.Hal itu
me- rupakan fenomena yang ada dalam kehidupan nyata sehari-hari masyarakat. Oleh karena itu,tidak sedikit karya
sastrayang
membicara- kannya,seperti
cerpen "Tergusur" karya TanTjing
Siongdan
"SenyumKaryamin"
karya Ahmad Tohari. Kedua ce{pen itu menceritakan tokoh-tokoh korban penggusuran oleh orang- orang yang seolah-olah berperilakubaik
dan berusaha sepenuhhati
menolongnya, tetapi sebenamya meminggirkan dan menindas me- reka. Perilaku para penggusuritu
merupakan bentukpremanisme. Banyak juga preman yang berlaku keras, kasar,\dan sadis, seperti terlihatpada karakter Patih Wiroguno dalam
novelt ilog
Roro Mendhut, Gendhuk Duku, dan LusiLindri karya YB.
Mangunwijaya. Suhartono melihat fenomena premanisme dalam masya- rakat yang terekam dalam karya-karya tersebut merupakan gambaran kehidupan yang sesung- guhnya. Oleh karenaitu,
karya-karya tersebut tergolong berhasil karena mampu mengangkat realitas prerhanisme yang ada dalam masya- rakat secara baik.S. Yoga dalam
tulisan "Puisi,
Surabaya, dan Peradaban" (SP,f
Februari 2009) menyo-roti puisi-puisi yang
berobjek Surabaya de- ngan pendekatan karya sastra sebagai refleksimasyarakat. Fenomena kehidupan
masya- rakat kota Surabaya menjadi sumber inspirasibagi banyak
sastrawan.Idrus dalam
cerpen"Surabaya"
menggambarkankota
Surabaya yangdikenal
sebagaikota
pahlawan melalui kebobrokanmoral para
pejuangnya. Dalam novel Bumi Manusia, Prarnoedya Ananta Toer menggambarkanKota
Surabayadi
era kolo-nialisme
Belanda sebagai arena perlawanan perempuanpribumi
bernama Nyai Ontosorohterhadap
penjajahan.Melalui novel
Rafilus,Budi
Darma menggambarkankota
Surabaya sebagai belantara yang tidak mudah ditakluk- kan, membuat manusia terasing dan terping- girkan. Seorang penyair ]erman, Berthold Bre-cht melalui
Surabaya Jhonyjuga
mengangkat kehidupan kota Surabaya. Pada umumnya, pe- nyair-penyair Jawa Timur memotret Surabaya dengan wama murung. Dalam puisi "MontaseKota Mati",
F.Aziz
Manna menggambarkan modernitas kota Surabaya hanya menjadi im-58
Widyaparwa, Volume 40, Nomor 2, Desember 2012pian bagi para pendatang karena secara sosial dan
struktural
merekatidak
akan dapat ber- saing.Dalam puisi "Melawat ke Kota
Tua",Mashuri
menegaskan Surabaya sebagai fata- morgzrna, sedangkanAkhudiat
dalam "Wono- kromo" menggambarkan Surabaya sebagaiwi-
layah hunian orang-orimg yang kalah dan ter- singkir, seperti pencopef pelacur, buron, dan
krirninal
lainnya.Aming Aminoedhin
dalam puisi "Surabaya AjariAku
tentang Benar" me- nyoroti kebijakan pemerintahan kota dan para pejabahrya yangtidak
berpihak pada masya-rakat.
Secara khusus S. Yoga membicarakan puisi-puisi Indra Tjahjadi dalam antologi Kitab Syair Diancuk laran yangterdiri
atas tigapuluh
dua puisi. Menurutrrya, antologi Kitab Syair
Di-
ancuklaran menampilkan Surabaya secara lebih kompleks.
Mashuri
dalam esai "Sastra Pesisir:An-
tara Religiusitas dan Perlawanan" (5P,15 De-sember
2002)menyoroti
keberadaan karya sastra berlatar belakang pesisiran,di
antara- nya karya-karyaD.
ZawawiImron
dan H.U.Mardi
Luhung. Menuruhrya, sebagai gambar- an realitas, karya sastra di wilayah pesisir tidak dapat dilepaskandari tradisi
pesantren yang mengagungkan religiusitas. Akantetapi
sejak kekuasaan ]awa pindah ke Mataram/pedalam- an, pesisir menjadi penentang kekuasaan pe- dalaman tersebut. Oleh karenaifu,
pada safu sisi, sastrawan pesisir berpegang pada aspek religiusitasnya, tetapi pada sisi yanglain
me- nyarankan sebuah perlawanan sebagaimanatercermin dalam
sajak-sajakZawawi
Imron yang mengusung potensi lokalitas Madura dan sajak-sajakH.U. Mardi Luhung
dengan loka- litas Gresiknya. Keduanya tidak mengidentik- kandiri
dengan pusat (Mataram), tetapi tetap berakar pada tradisi masyarakat pesisir tempat mereka hidup dan berkarya.Sementara
itu,
dengan objek pentas tea- ter "Mengapa Kau Culik Anak Kami" garapan Seno GurrriroAjidarma dan "Kala"
garapan Teater Koma, Mashuri menuangkankritiknya
dalam fulisan "Realitas Sosial dan Teater" (SP,9 Februari 2003). Mashuri mengemukakanbah- wa kedua teater itu menampilkan realitas yang tidak jauh berbeda dengan realitas sosial dalam
kehidupan sehari-hari, seperti
kebobrokan masyarakat. Menurut Mashuri, meskipun sas-tra dan masyarakat
tidak
terpisahkan, pekerja teater seharusnyatidak
memotret realitasitu
secaraapa adanya melainkan
memberikan tekanan pada sublimitas persoalan yang lebihhakiki
agar dapat merangsang masyarakat un-tukberpikir.
6.2.2
Kritik
EkspresifKritik
ekspresif adalahkritik yang
ber- orientasi pada pengarang. Pengarang menjadi fokus utama dalam kaitannya dengan produk- si sastra dan penilaian.Ada
enarn belaskritik
sastra yang berorientasi ekspresif mencakupi pembicaraan pada karya sastra sebagai ekspre- si jiwa pengarangnyA, tanggung jawab seorang pengarang melalui karya-karyanya, peran pe- ngarang terhadap perkembangan sastra, dan kurang luasnya wawaseul pengarang terhadap sastra dunia.
Tulisan yang tergolong dalam kritik
ekspresif, antara
lain
dapatdilihat pada
be- berapakdtik
berikut. Dalam tulisan berjudul"Membaca
Zawawi Imron"
(SP,B
Agustus 2004), Akhudiat mengemukakan bahwa mem- bacapuisi-puisi
dalam antologi Kujilat Manis Empedu (2003) karya D. Zawavm Imron seperti membaca kembaliZawawi
dan Madura. Pui- si-puisi tersebut merupakan curahan jiwa Za- wawi sebagai orang yang lahir dan tumbuh be- sar dalambalutan alam Madura. Puisi-puisinya sarat dengandiksi
alam, seperti angm, pasr, pohon,sungal laut, bafu,
matahari,dan
ca-pung.Alam
Madura yang keras namun indah sangat mempengaruhi jiwaZawawi hingga ter- curah dalam puisi-puisinya.Dalam tulisan "Pramoedya: Paradoks Spi-
rit
Kemanusiaan dan Ideologi" (SP, A Februari 2009),Tjahjono Widijanto menyoroti
keter-kaitan antara
PramoedyaAnanta Toer
dan karya-karyanya. Karya-karya Pramoedya pada umumnya memuat ketragisandan
kegetiranhidup
manusia sebagaimana kehidupan Pra- moedya sendiri yang mengalami nasib tragis:pernah dipenjara "berkuasa" melalui LEKRA, dan kemudian dipenjara
lagi.
Liminalitasnya sebagai pengarangyang
senantiasa berada dalam ketegangan antara menerima dan mem- persoalkan kebudayaan juga tercermin dalam novel Gadis Pantai danArus Balik.Sebagai orang Jawa, ia tidak mau menerima kebudayaanJawaJenis dan Orientasi Kritik Sastra lndonesia pada Surat Kabar di Kota Surabaya 69
itu sebagai hal yang sudah terberi, tetapi jushrr mengkritiknya.
Beberapa
kitik
yang berorientasi ekspresif menyoroti tanggung jawab pengarang sebagaibagian
masyarakatyang harus
men)ruara- kan masalah tingkungannya. Tulisan berjudul"Penciptaan Sastra sebagai Pengembangan Wa- cana Sastra" oleh I.B. Putera Manuaba (SP, 8 September 2002) membicarakan posisi penga- rang dalam penciptaan karya sastra.
Kritik
ber-judul
"Indonesia Merdeka dengan Sastrawan dan Seniman" (5P,8 ]anuari 2008) karya Mat-rony
El-Moezany menyoroti peran sastrawan dan seniman dalam kehidupan, baik kehidup- an sastra maupun kehidupan secara luas dalam kontekspolitik.
"Masa Depan Sastra di Era Ke- bebasan Berkarya" (SP, 15]anuari
2008) me- nyoroti keberadaan pengarangdi
era kebebas-an.
Pengarangharus mampu
memanfaatkan kebebasan dalam kehidupanpolitik
dan bu- daya dengern cara membaca buku karya-karya sastra dari berbagai negarauntuk
menambah wawasar:ldan
daya kreativitasnya."Puisi di
Tengah Arus Konsumerisme" (SP, g
luli
2007)karya Fathor
L.
menyoroti peran yang harus dimainkan oleh penyairdi
tengah masyarakat yang sedangberubah. Pada eramodern dengan ideologi modernismenya, penyair telah dijauh- kan dari masyarakat pembacanya. Oleh karena ifu, perlu adanya revitalisasi unfuk membenahi kembali relasi-relasi yang telah renggang itu.Keterlambatan regenerasi
penyair
juga menjadi sasarankritik yang
tergolongkritik
ekspresif karena berorientasi pada pengarang.
Dalam tulisan
"Malacak Penyair PerempuanKita"
(SP, 12April
2009), Ribut Wijoto menge- mukakan bahwa penyair perempuzuldi
]awa Timur jumlahnya sangat sedikit dan pencapai- an estetikanya masihjauh di
bawah laki-laki.Satu-satunya perempuan penyair |awa
Timur
yang karyanya dapat disejajarkan dengan laki-
laki di
tingkat nasional hanyalah Stuikit Syrh.Namun, proses
kreatif Sirikit
Syahtidak
ber-usia
panjangdan
generasi setelahnya hanya memunculkurn neunaDeny Tri Aryanti
yangkaryanya juga memiliki
pencapaian estetikyang tidak kalah
denganlaki-laki.
Tengsoe Tjahjono dalam esai "Pengembangan Sastradi
Jawa
Timur (l)"
(SP, L0Mei
2009) menyoroti kehidupan sastra di ]awa Timur dan upaya un-tuk
mengembangkannya. Menuruhrya, secarakualitas,
pengarang-pengarangJawa Timur tidak
kalah dengan pengarang-pengarang na-sional. Karya sastra
pengarang-pengarang ]awaTimur justru memiliki
karakteristik dan keunikan yangtidak dimiliki
oleh pengarang- pengarang"nasional". Meskipun
demikian, karya-karya pengaranglawa Timur kurang di- kenal secara nasional karena adanya hegemoni sastrawan"nasional" atau
Jakarta terhadap kehidupan dan perkembangan sastradi
Indo- nesia. PuputAmiranti N
dalam esai "Regene-rasi
Penyair]awa Timur"
(SP, 21]uni
2009)menyoroti lambannya pertumbuhan generasi muda penyair ]awa
llimur.
Menuruturya salah satu penyebabnya adalah keengganan penga- rang generasi tua memberi ruang dan melibat- kan penyair-penyair mudauntuk
belajar me- nempadiri
dalam proses kreatif.S.
Yogadalam kritiknya yang
berjudul"Panorama Sastra
Religius"
(SP, 1.6 Novem- ber 2008) mengkritik kelangkaan sastrawandi
]awa Timur pada masakini
yang menulis sas-tra
religius,' sebagaimana penyair sebelumnyaseperti Iamil
Suherman, MuhammadAti
Ab- dul Hadi W.M., D. Zawawilmron, dan Fudholi Zaint.Abdul Hadi W.M. mampu menunjukkan kedekatanpenyair
dengan Tuhan tanpa me- ninggalkan aspek estetiknya. Sastrawan ]awaTimur
masakini lari dari
sastrareligius
dan memilih sastra liberal yang lebihbanyak meng- eksploitasi seksualitas. "Mengembalikan Keja- yaan Pengarang Laki-Laki dalam Novel Rema- ia" (5P,25 Maret 2}l7)karyaMuhammadArief
Iskandar menyoroti langkanya pengarang laki-laki di
tengah-tengah kebebasan berkarya dan membanjimya perempuan pengarang. Dunia sastra Indonesiakini
kekuranganlaki-laki
pe- ngarangyang
memunculkandunia
laki-laki dengan gaya komedi seperti Hilma melalui Lu- pus pada tahun L980-an. Arief Rachman dalamkritik
berjudul "Masalah Naskah Teater di ]awaTimur"
(SP,z4Maret 2009) mengkritik langka- nya penulis naskah teaterdi
JawaTimur
sejak eraAkhudiat
pada tahun 1980-an sebagai pe- nyebab langkanya naskah teater di Jawa Timur.Kalaupun
ada, naskah teaterhanya
sebagai rangka pementasan, tidak ada alur, tokokL dan latar. Pementasan teater hanya mengandalkan olah tubuh dan gerak.70
Widyapanrva, Volume 40, Nomor 2, Desember 2012Dalam
tulisan
"Mantra-Mantra Meleleh"UP, 26 Desember 2010), Fakhrudin Nasrullah
menyoroti
kepengaranganAmal
Sejati yangluput
dari perhatian sastrawan Jawa Timur se-hingga karyanya
tidak
pemahdimuat
dalam antologi bersama.Meskipun
karya-karyanya tidak pernah dilibatkan dalam antologr, Amal Sejati tetap bertekad terus berkarya. Antologi puisi Mantra-Mantra Meleleh yang berisi seribu puisi karyanya merupakan bukti kreativitasnya yang seharusnya mendapat apresiasi.6.2.3
Kritik Objektif
Kritik
objektif menjadikan karya sastra se- bagai fokus pembahasan. Pada umumnya,kri- tik
sastra Indonesiadi
Surabaya Post dan Jawa Pos didominasi olehkritik
berorientasi objektif ini, yaitu lima puluh empat tulisan dengan ob- jek berbagai genre, seperti puisi" cerPerL novel,dan
teater serta dengan beragam cara Pztn- dang atau teori yang digunakan. Akan tetaPl, meskipun fokus utamanya pada karya sastra, kritikus kadang-kadang secara sekilas juga me- ngaitkannya dengan pengarang, pembac4 dan masyarakat.Arief B.
Prasetyadalam fulisan
"Puisi-Puisi Amis Mardi Luhung" AP, 7
Februari 2010) membicarakanpuisi-puisi Mardi
Lu- hung yang menurutrya menggunakan bahasa puisi yang cenderung melenceng dari standar estetika konvensional dengan semangat anti- romantik dan dipenuhidiksi
yang cenderung kasar dan vulgar. Pilihan kata tersebut diber- dayakan untuk mengkritik hegemoni akalbudi
dan mengguncang kemapanan.Ribut
Wijoto dalam "sastradari
Bahasa yang Rapuh" (SP,3 November
2002)menyoroti
Penggunaanbahasa sebagai bahan penciptaan sastra de- ngan fokus pada puisi Indra Tjahjadi berjudul
"Katastrope" dalam antologi Manifesto Sureal- isme (F53LP,2002).
Menurutrya
puisi berjudul"Katastrope"
menunjukkanproduksi
bahasa secara maksimal dengan mengambilpuitika tradisional
Puitika tradisional yang mengins- pirasipuisi
tersebut adalah mantra, tetapi de- ngan berbagai reduksi dan penambahan aspek.Sementara
itu, dalam fulisan yang
ber-judul
"PerihalPuisi
Cerdas" (SP, 11 Januari 2009),Ribut Wijoto
mengatakan bahwa puisi harus lebih cdrdas dari penyairnya karena iikapenyairnya lebih cerdas dari puisi, yang,terjadi adalah puisi hanya menjadi produk "kerajinan tangan". Puisi cerdas adalah
puisi
yangpilih- an
kata-katanyamampu
menjelajahi banyak tema, persoalan, dan mampu menembuswila-
yah asing yangtidak
dikenal oleh penyairnya.Ribut
Wijoto mencontohkanpuisi
"Meditasi"karya Asep Zamzam Noor, "Tetua Kampung"
karya W. Haryanto, dan
"Aku Lgit
MenjadiBatu di Dasar Kali" karya Kriapur sebagai
puisi
cerdas.
Tjahjono Widijanto dalam
"Sajak-Sajak Tengsoe Tj&jono, Antara Komitmen Sosial dan PengembaraanEstetik"
(SP, 19]anuari
2003) mengemukakanbahwa puisi-puisi
Tengsoe Tjahjono selalu setia dengan tema-tema sosiald an keseharian. Pilihan estetikanya " sederhana dan
komunikatif".
Dengan bahasa yang seder-hana dan komunikatif, puisi-puisinya
mam-pu
menyentuh kesadaran sosial pembacanya meskipun tema-tema sosialyang
dihadirkan diambil dari berbagai sudut kehidupan dalam masyarakat.Dalam fulisan "Pengaruh Surealisme dan Puisi Terkini" (SP, 29 Juni 2003), lndra Tjahjadi mengemukakan bahwa pengaruh wacana su- realisme dalam puisi-puisi karya W. Haryanto,
Mashurl H.U. Mardi Luhung,
MuhammadAris,
danZakrlubaidi
sangat kuat. Pengaruhitu terlihat dari
banyaknyapuisi
yang meng- gunakan ledakan-ledakanimaji
yang sifatrya spontan dan tidak logis.Kritik
dengan objek cerita pendek, antara lain dapat dilihat pada tulisan lmam Muhtarom,lndra
Tjahjadi,dan Ribut Wijoto. Dalam
tu- lisanberjudul
"Narasi dan Risiko LenyapnyaAura
Tokoh" (SP, 12 Desember 2004),ImamMuhtarom
mempertanyakan keberadaan cer- pen-cerpen terkini yang tidak meninggalkan je- jak kontemplatif. Penokohantidak
didasarkan pada interaksi antartokokr, tetapi justru dari ke- tiadaan interaksi tersebut. Teknik penokohan sepertiitu
dinilai Imam lebih revolusioher dan canggih dibandingkan dengan cerPen-cerPen tahun 1970-an. Akan tetapi, ce{Pen-cerPen ter- sebut pada akhimya menjadi beku dan mono- tafsir karena menjadikan teknik narasi sebagai safu-safunya sandaran. Sementaraitu,
dalamtulisan "Menilik Tipikal
Cerpen]umal"
(SP, L6 November 2003),Ribut Wijoto
menyorotiJenis dan Orientasi Kritik Sastra lndonesia pada Surat Kabar di Kota Surabaya 7L
beberapa cerpen
di
Jurnal Cerpen 2 yangdini- lai
mampu merangsangpikiran
dan perasaan karena eksplorasibahasa dan cara menarasikan temanya menunjukkan keberanian dibanding- kan dengan ce{pen-cerpen koran.Dalam tulisan berjudul "Bukan
Sekadar Cerita yang Pendek" (SP, 24 Desember 2005),Indra Tjahjadi
mengemukakanbahwa
ke- beradaan cerpen dengan segala kependekan-nya dalam ranah
kesusasteraan lrdonesiaseringkali menuai
cemoohan.Akan
tetapt, cerpen-cerpen karya Bonari Nabonenar dalam antologi Cinta Merah Jambu (JP Books, 2005) sa- ngat menarik justru karena kependekkannya.M.
ShoimAnwar
dalam tulisan berjudul"Gagal, Pemberontakan Para Perempuan: Re-
sepsi atas
Cerpen-Cerpen Rahra Lrdraswari Ibrahim" (SP, 24 November 2002) mengungkap-kan bahwa karya-karya Ratra
hrdraswariIbrahim
selalu mengedepankan masalah gen-der
yang stereotip,yaitu
pada permasalahan hubungan suami-istri, hubungan anak-orang tua, dan hubungan pertemanan yang mengarah ke asmara. Masalah-masalah yang dibicarakan seputar dunia kaumnya dan tidak pemah ber- usahakeluar
darinya. Tokoh utamanya ham-pir
selalu perempuan dengan sudut pandang perempuanpula
sehinggaalur
cerita berawal dan berujung pada perempuan. Tokoh-tokoh perempuan yang ditampilkan seringkali bukan perempuiul biasa karena berpendidikan ting-gi
dan tergolong intelektual. Akan tetapi, pen- didikantirggi
dan intelektualismenya temyata tidak mampu menyelamatkannya dari pende-ritaan
dan keterpurukan.Alih-alih
memper- juangkan kaumnya, karya-karya Ratna justru mengukuhkan mitos perempuan lemah tidak berdaya.Bandung
Mawardi
dalamkritiknya
"Sas- traMudik"
(5P,28 Oktober 2008) membicara- kan cerpen-cerpen Indonesia yang mengangkat persoalan mudik dari berbagai sudut pandang.Cerpen-cerpen yang dibicarakan adalah
"Mu- dik"
karya Pufu Wijaya,"LebarattKami'
karyaYudhistira ANM Massardi, 'Mudik'
karyaMustofa W. Hasyim, "Ke Solo Ke
Njati"
karyaUmar Kayam, "Menjelang Lebaran"
karya karya Umar Kayam, "Lebaranini
Saya Harus Pulang" karya Umar Kayam, dan "Sardi" karya Umar Kayam. Sastra mudik sarat dengan peris-tiwa lebaran sehingga tidak sekadar persiapan
mudik, tetapi juga
berbagai persoalan yang melingkupinya. Sastramudik
menjadi sararla pengarangunfuk
membaca dan menafsirkan realitas kehidupan secara lebih luas.Mulyo
Sunyotodalam "Menabur
Puisidan
Metafora dalam Prosa" (SP, 21, Desem- ber 2003) menyatakan bahwa saatini
banyakkarya
prosa menggunakan bahasapuisi,
se-perti
metafora dan personifikasiuntuk
meng- gambarkan peristiwa dalam sebuah novel atau cerpen. Pemilihan diksi lebih. dipentingkan da- ripada logika danpenalaran. Menurutrya, para prosais Indonesiakini
sudah melampaui cara bertutur Kawabatalang
puitis.W.
Haryanto dalamkritik
"Prosa Muta-khir
Indonesia: Game Over!" (SP, 1 Maret 2009)menyoroti matinya prosa Indonesia dilihat dari tiga
aspek,yaitu
narator, teks, dan audi- ens. Menurut W. Haryanto,kini tidak
ada lagifiksi
yang cemerlang seperti Ronggeng Dukuh Parukkarya Ahmad Tohari.
Secara khusus,W. Haryanto
membicarakan cerpen "Taman Para Pemulung" karyaNur
Zaen Hae. Menu-rutnya,
cerpen tersebut membiarkan sirnbol mengalir sendiri, narasitidak
terkendali, dantidak
ada ikatan antarsubjek. Cerpenya hanya berisi deskripsi pengenalan tokoh dan alam ke-hidupan untuk
memperpanjanglogika
cerita sehingga terkesan dipaksakan. Menuruhrya,Nur
Zaen Hae sebenamyatidak memiliki
ke- mampuan menulis atau hanya mampu menu- lis prosa maksimal dua halaman. Karya-karyaprosa yang muncul pada waktu
berikutr:rya pun tidak membawa perkembangan yang ber-arti
karenatokoh, teknik
penyajian, konflik, dan temanyatidak
menunjukkan perubahan.Karya-karya yang demikian
tidak
meningkat- kan daya apresiasi pembaca karena prosa men- iadi sekadar instrumen yang dangkal.Tjahjono Widijanto dalam esai
"Hero dalam SastraKita"
(5P,29 Agustus 2009) me-nyoroti
perkembangancitra
pahlawan dalamkarya
sastra Lrdonesia. Pahlawandalam
ro- rnan Suropati karyaAbdoel Moeis, Pulang (TohaModrtar),
Surabayadan
Corat-Caretdi
Bawah Tanah (Idrus), Jalan TakAda Ujung
(Mochtar Lubis), Keluarga Gerilya, Perbutuan, dan Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer), serta Bu- rung-Burung Manyar (J.B. Mangunwijaya) me-72
Widyapanva, Volume 40, Nomor 2, Desember 2012rupakan
sosokhero yang
paradoksal antara kepahlawanan dan ketragisan. Hadimya hero yang disertai dengan tragedimulai
menguat pada era pendudukan Jepangtahun
1940-an.Dalam sajak-sajak Chairil Anwar semangat ke- bangsaan yang diteriakan oleh para hero men- capai puncaknya. Padahal, Chairil Anwar justru mencampurkan kepahlawanztn dan ketragisan secara bersama-sama. Setelah generasi Chai-
ril
Anwar,.pahlawan dalam sastra Indonesia tampil dalam sosok yang tragis, seperti Keluar' ga Gerilya, Perburuan, dan Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Kekecualian muncul dalam karya-karya Idrus, seperti Surabaya dan Corat-Caret di Bawah Tanah. Yang menampilkan hero secara sinis dalam sifuasi chaos.6.2.4
Kritik
PragmatikKritik
pragmatik memandang karya sastra sebagai alatuntuk
mencapai tujuan sehingga kriteria penilaiannya terletak pada keberhasil- annya mencapai tujuary baik tujuan pendidik- arr, kesenangan estetikmaupun tujuan
poli-tik.
Keberhasilan tujuanitu
dapatdilihat
dari efeknya kepada pembacamelalui
tangapan- tanggapan yang muncul.Kritik
yang berorien- tasi pragmatik berjumlah sepuluh tulisan, an- tara lain sebagai berikut.].]. Kusni dalam artikel
"Pembangunan Karakter Karya Sastra dan Bangsa" (5P,8April
2007) menyoroti peran karya sastra dalam pem- bangunan karakter bangsa. Menurubrya, sejak mula sastra Lrdonesia
tidak
dapat dipisahkandari
perjuangan bangsa.Oleh
karena peran penting karya sastra, pengajaran sastradi
se- kolah juga harus diubah, bukan hafalan, tetapi harus mampu menggali hakikat nilai yang ada di dalamnya tanpa meninggalkan aspek estetis- nya, yaitu bagaimana muatan nilaiitu
dihadir- kan. Pengajaran sastradi
sekolah seharusnyajuga
mengakomodasi karya-karya sastra se- lebaran atau fotokopi, yaitu karya-karya sastra bermuatan perlawanan bawah tanah semasa rezirn otoriter karena karya-karya tersebut me- rupakan bagiandari
sejarah sastra lrdonesia yangtidak
dapat diabaikan begitu saja. Agarobjektif dan dapat
memberikan sumbanganbagi
pembenfukankarakter
bangsa, karya- karya selebaran pun perlu dimasukkan dalampenulisan sejarah sastra.
Tirlisan. Tjahjono Widarmanto
yang
ber-judul
"Kebangsaan, Keberaksaraan,dan
Ke- susasteraan" (5P,8 November 2008) menyoroti peran sastra dalam menumbuhkan semangat kebangsaan.Menurutrya
kebangkitan bangsa Indonesia pada masa lalu dimulai oleh kalang- an intelekfual, termasuk para sastrawan. Novel StudentHijaukarya
Mas lvlarco Kartodikromo dan Hikajat Kadiroen karya Semaoen pada ma*sanya telah berperan penting dalam
ikut
me- numbuhkan nasionalismedan
semangat ke- bangsaan. lmajinasi tentang kemerdekaan su- dah muncul jauh sebelum kemerdekaan yang sesungguhnya tercapai.Melalui karya
sastraitulah
cita-cita kemerdekaan bangsa lrdonesia dapat bertahan dalam memori kolektif masya- rakat.7.
SimpulanBerdasarkan
jenisnya, kritik sastra di
Surabaya Post danJawa Pos
terdiri
ataskritik
ju- disial ataukritik
ilmiah dankritik
impresionis- tik ataukritik
nonilmiah. Kritik judisial didomi-nasi oleh kritikus-kritikus berlatar
belakang pendidikan formal sastra khususnya dari Uni- versitas Airlangga yang tergabung dalam ko- munitas FS3LP, seperti Imam Muhtarom, Indra Tjahjada Mashuri, dan Ribut Wijoto sertakri-
tikus dari Universitas Negeri Surabaya seperti Tengsoe Tjahjono, M. Shoim Anwar, dan Tjah-jono
Widijanto.Meskipun
demikian, mereka seringkali menghasilkankritik
yang cenderung impresionistik karena harus menyesuaikan de- ngan"afuran"
redaksi dan mempertimbang-kan
segmen pembaca.Kritik
impresionistik mendominasikritik di
Surabaya Post dan lawa Pos.Berdasarkan orientasinya,
kritik
sastradi
Surabaya Posf dan lawa Pos dapat digolong-kan
menjadiempat yaitu kritik mimetik
(20 buah),kritik
ekspresif (16 buah),kritik
objek-tif
(54 buah), dankritik
pragmatik (10 buah).Berdasarkan orientasinya,
kritik
yang dominan adalahkritik
objektif,yaitu kritik
sastra yang berorientasi pada karya sastra.Jenis dan Orientasi Kritik Sastra lndonesia pada Surat Kabar di Kcita Surabaya 73
Daftar Pustaka
Abrams,
M.H.1979.
The Miruor and the Lamp:Romantic Theory and Critical Tradition.
Lon'
don: Oxford University Press.
1981..
A
Glossary of Literary Terms. Cet.lV. New York; Holt, Rinehart and Winston.
Faruk. 2005.
"Dari Kritik
Sastra Humanis keDiskursif:
ParadigmaKritik
Sastra AbadXX-XXI".
Makalah SeminarKritik
Sastra Pusat Bahasa, Jakarta20-22
September.Iassin, H.8.1959. Tifa Penyair dan DaerahWa.la- karta: GunungAgung.
Hutomo, Sunpan Sadi. 1995. Wajah Sastralndo- nesia di Surabaya L856-1.994. Surabaya: Pu- sat Dokumentasi Sastra Suripan Sadi Huto- mo.
Nazrr, Moch.1999. Metode Penelitian. ]akarta:
Ghalia Lrdonesia
Pradopo, Rachmat
Djoko.
2002.Kritik
SastraIndonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
-.2003.
Prinsip-Prinsip
Kritik
Sastra. Yog- yakarta: Gadjah Mada University Press..2005. "Perjalanan
Kritik Sastra
dari Lahimya Hingga Sekarang". Makalah Sem-inar Kritik
Sastra, Pusat Bahasa, ]akarta, Tanggal 20-
22 September.Sungkowati,
Yulitin.
2010. "Memetakan Ko- munitas Sastra Indonesiadi
JawaTimut".
Dalam Atauisme,
Vol.
13,No.l,
Edisi Juni 2010 hlm. 101.-1,17.Wellek, Rene & Austen Warren. 1993. Teori Ke- susasteraan Terjemahan
Melani
Budianta.Jakarta: Gramedia.
Widati, S4 et
ul.u2001.
Il<Irtisar Perkembang-
an
Sejarah Sastra Jawa Modern Periode Ke- merdekaan. Yogyakarta: Balai Bahasa Yogya- karta bekerja sama Kalika.2008. S astra lndonesia di Yo gy akarta. Yog- yakarta: Balai Bahasa Yogyakarta.