• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri, Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri, Bandung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kinerja Simpang

Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri, Bandung

Fahmi Islami(1506134), 085242079712, fais_ck@yahoo.com, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, 2012.

Dosen Pembimbing: Titi Liliani Soedirdjo

ABSTRAK

Kemacetan di Kota Bandung sering terjadi dan salah satunya terjadi di persimpangan baik itu bersinyal maupun tak bersinyal. Hal tersebut dikarenakan perubahan kondisi lalu lintas simpang tidak disertai dengan perubahan pengaturan lalu lintas di suatu simpang. Oleh karena itu perlu diadakan analisis lebih lanjut terhadap simpang di Kota Bandung. Salah satu simpang tersebut adalah simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri. Analisis dilakukan dengan membandingkan tundaan simpang rata-rata antara kondisi tanpa sinyal dan dengan menggunakan sinyal lalu lintas. Dan diperoleh bahwa dengan menggunakan sinyal pada simpang tersebut lebih baik dari pada tanpa menggunakan sinyal lalu lintas.

Tundaan rata-rata simpang tak bersinyal diperoleh 13, 27, dan 45 detik/smp, masing-masing untuk periode subuh, siang dan sore. Pada periode pagi, derajat kejenuhannya sangat tinggi yaitu 1,56 sehingga nilai tundaannya pun sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisis dengan metode MKJI.

Sedangkan tundaan rata-rata simpan bersinyal adalah 10, 16, 15, dan 15 detik/smp masing-masing untuk periode subuh, pagi, siang dan sore.Penurunannya sangat tinggi dengan persentase penurunan 26% pada periode subuh, 45% pada periode siang dan 66% pada periode sore. Oleh karena itu pengaturan lalu lintas pada simpang ini harus ditinjau kembali karena dengan menggunakan sinyal lalu lintas, tundaan dapat diturunkanhingga 66%.

Kata Kunci:Simpang Tak Bersinyal, Simpang Bersinyal, MKJI, Webster.

ABSTRACT

Congestion in the city of Bandung are usually occurred at the intersection both signalized and unsignalized intersection. This is due to changes of traffic conditions are not accompanied by changes in traffic arrangements in an intersection. So that it is necessary to analyse the intersections in the city of Bandung.

One of them is the intersection of Jl. Setiabudhi - Jl. Sersan Bajuri Bajuri. Analysis were performed by comparing the average delay between the intersection with no signal and with using a traffic signal. And found that by using the signal at intersection is better than without the use of traffic signals.

Average intersection delay for unsignalized intersection obtained 13, 27, and 45 seconds/smp each for period of dawn, day light and afternoon. In the morning period, the degree of saturation is as high as 1.56, so that the delay value is so high and it is not possible to analyze with MKJI method. While the average intersection delay when the intersection is using a traffic signal is10 , 16, 15, and 15 seconds/smp each for period of dawn, morning, daylight and afternoon. The decreasing is very high with the percentage decrease 26% in the morning, 45% and 66% during the period of daylight and afternoon. Therefore the traffic arrangements at this intersection should be reviewedagain due to the use of traffic signals, delays can be decreased until 66%.

(2)

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk ekonomi pada dasarnya memiliki kebutuhan yang tak terbatas sedangkan alat pemenuhan kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Selain itu manusia dengan kebutuhannya dan alat pemenuhan kebutuhannya terkadang berada pada tempat yang berbeda sehingga dibutuhkan pergerakan agar kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Pergerakan ini juga dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dibutuhkan sarana dan prasarana untuk mengurangi keterbatasan tersebut. Pergerakan yang dimaksudkan tersebut biasa juga disebut sebagai transportasi.

Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, terkadang berbagai masalah dihadapi, salah satunya terjadi di daerah sekitar simpang. Simpang sebagai penunjang prasarana transportasi yang utamanya bertujuan meningkatkan mobilitas dan mengurangi kemacetan, faktanya menjadi penyebab kemacetan dan salah satunya terjadi di Kota Bandung.

Kemacetan itu terasa dengan terjadinya tundaan yang lama dan antrian yang panjang pada simpang.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan kondisi lalu lintas simpang yang tidak diikuti oleh perubahan manajemen simpang tersebut.

Perubahan yang terjadi yaitu perubahan arus kendaraan, kondisi sekitar simpang, dan yang lainnya. Hal tersebut akan berpengaruh pada kapasitas sehingga diperlukan perubahan manajemen pada simpang tersebut. Salah satu simpang yang dimaksudkan adalah simpang Jl. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri Bandung. Simpang ini belum memiliki sinyal lalu lintas, sehingga pengaturan lalu lintasnya dilakukan oleh polisi atau warga setempat. Oleh karena itu kondisi simpang tersebut perlu dianalisis agar dapat diperoleh pengaturan simpang yang memiliki kinerja optimum.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi kinerja simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri pada kondisi eksisting.

2. Mengevaluasi kinerja simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri dengan sinyal lalu lintas.

1.3 Ruang Lingkup Kajian

1. Penghitungan volume lalu lintas dilakukan selama 6,5 jam yang terbagi atas dua jam puncak pagi 07.00 s.d. 09.00, dua jam puncak sore 16.00-18.00, dua jam bukan puncak siang pukul 13.00-15.00 dan 0,5 jam pada kondisi tanpa larangan belok kanan pukul 05.30-06.00 subuh.

2. Penentuan geometrik simpang dilakukan dengan mengukur langsung di lapangan.

3. Kinerja simpang yang ditinjau adalah kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan dan arus total dari simpang eksisting tak bersinyal dan bersinyal.

4. Analisis terhadap pejalan kaki tidak dilakukan pada penelitian ini.

5. Simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri dianggap simpang tunggal tiga lengan.

(3)

2. Studi Pustaka

2.1 Persimpangan

Tujuan dari pembuatan persimpangan adalah mengurangi potensi konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan. Berikut ini adalah empat elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merancang persimpangan sebidang:

1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu pengambilan keputusan dan waktu reaksi 2. Pertimbangan lalu-lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan kendaraan, dan

ukuran serta penyebaran kendaraan

3. Elemen-elemen fisik, seperti karakteristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling berdampingan, jarak pandang dan fitur-fitur geometris

4. Faktor ekonomi, seperti biaya, manfaat, dan konsumsi energi.

2.2 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal

Pengaturan pergerakan pada simpang tak besinyal pada MKJI(1997) dilakukan secara komperhensif dimana kinerja yang dihasilkan sebagai acuan penentuan dan prosedur pergerakan yang akan ditetapkan dengan memperhatikan besarnya parameter tundaan, kapasitas, derajat kejenuhan, peluang antrian dan kondisi geometrik yang ada pada simpang yang ditinjau. Ukuran-ukuran kinerja dari simpang tak bersinyal untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik lingkungan lalu lintas adalah:

a. Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/ jam atau smp.jam.

b. Derajat Kejenuhan yaitu rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas

c. Tundaan yaitu waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan tanpa melewati suatu simpang.

d. Peluang antrian yaitu kemungkinan terjadinya penumpukan kendaraan di sekitar lengan simpang Metoda MKJI(1997) ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak pada alinyemen dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8– 0.9. Pada kebutuhan lalu lintas yang lebih tinggi perilaku lalu lintas menjadi agresif dan ada resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh para pengemudi yang berebut ruang terbatas pada daerah konflik. Metoda ini memperkirakan pengaruh terhadap kapasitas dan ukuran-ukuran terkait lainnya akibat kondisi geometrik, lingkungan dan kebutuhan lalu lintas.

(4)

2.3 Pengaturan Simpang Bersinyal

Menurut MKJI(1997), pada umumya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut:

a. untuk menghindari kemacetaan simpang akibat tingginya arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak b. untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil)

untuk/memotong jalan utama;

c. untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tundaan lalu lintas. Dengan menggunakan sinyal, kapasitas dapat didistribusikan ke berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisah lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflk-konflik utama). Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua).

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka untuk pengaturan sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase, pada umumnya berarti kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang..

2.4 Metode Webster

Waktu siklus optimum menurut Webster(1966) tidak berbeda dengan waktu siklus yang digunakan MKJI, karena MKJI memang menggunakan waktu siklus metode Webster, yaitu:

... 2.1 Dimana,

Y = jumlah nilai y dan mengacu pada persimpangan secara keseluruhan L = total waktu hilang per siklus (detik) =∑(I-a) + l

I = waktu antar hijau

a = waktu kuning biasanya digunakan 3 detik

l = kehilangan waktu awal biasanya digunakan 2 detik

Y c L

  1

5 5 , 1

0

(5)

Tundaan simpang untuk setiap pendekat dengan metode Webster menggunakan persamaan yang berbeda dengan metode yang digunakan MKJI, Metode Webster menggunakan Persamaan 2.2.

... 2.2 Dimana,

d = tundaan rata-rata per kendaraan

c = waktu siklus

λ = proporsi waktu hijau efektif

q = arus

s = arus jenuh

x = derajat kejenuhan, merupakan perbandingan arus dengan arus maksimum yang dapat lepas dari garis henti.

3. Metodologi

3.1 Konsep Umum

Tahapan awal dalam penelitian ini adalah survey lapangan yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi simpang yang akan diteliti. Dalam penetilian ini, simpang yang akan diteliti adalah simpang Jl.

Setiabudhi - Jl. Sersan Bajuri. Kondisi eksisting dari simpang ini adalah simpang tanpa sinyal lalu lintas. Dan penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja simpang tanpa sinyal dengan simpang dengan sinyal lalu lintas sehingga diperoleh rekomendasi untuk pengaturan simpang tersebut.

Karena analisis ini adalah analisis perbandingan, maka terdapat dua perhitungan simulasi kinerja dari simpang tersebut. Kedua perhitungan tersebut akan menghasilkan parameter kinerja simpang yang digunakan sebagai pembanding dari kinerja simpang tersebut. Parameter kinerja yang digunakan untuk membandingkannya adalah adalah tundaan simpang rata-rata untuk setiap analisis kondisi yang ada.

Dari parameter tundaan simpang rata-rata ini akan dihasilkan rekomendasi pengaturan simpang yang terbaik untuk simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan bajuri tersebut.

 

   

31 25

2 2 2

65 , 1 0

2 1

2 1

 

 

 

 

 

x

q c x

q x x

d c

(6)

3.2 Alur Pelaksanaan

Ket.

1 = Start

2 = Identifikasi Masalah 3 = Tujuan Penelitian

4 = Survey Awal

5 = Pengumpulan Data

6a = Primer

6b = Sekunder

7 = Kompilasi Data

8 =Analisis Simpang Tak Bersinyal 9 = Analisis Simpang Bersinyal 10 = Evaluasi Kinerja

11 = Kesimpulan dan Saran 12 = Selesai

3.3 Survey Awal

Survey awal ini diperlukan untuk mengetahui kondisi simpang yang akan disurvei sehingga pada pengambilan data lapangan dapat direncanakan dengan baik. Kondisi yang disurvey seperti gambaran awal geometrik simpang, jumlah surveyo, taksiran jumlah sampe, taksiran interval waktu yang digunakan pada saat survey dan peralatan yang dibutuhkan.

3.4 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data geometrik jalan seperti lebar pendekat, lebar bahu, garis henti, penyebrangan pejalan kaki, kelandaian dalam (%), dan Jari-jari tikungan. Selain itu data arus lalu lintas juga dihitung langsung dilapangan menggunakan video kamera yang diposisikan agar semua kendaraan yang datang dari tiap pendekat dapat terlihat di kamera. Data lain yang perlu diperhatikan di lapangan adalah data kondisi lapangan berupa data demografi, hambatan samping, jarak kendaraan parkir, dan intensitas angkot berhenti pada simpang tersebut.

6b 1

2 3 4 5 6a

7 8 9 10 11

12

Gambar 3.1 Diagram Alur Pelaksanaan

(7)

4. Penyajian dan Analisis Data

4.1 Penyajian Data

Salah satu data yang diperoleh dari lapangan adalah geometrik simpang yang terdiri dari lebar pendekat, gradient dan jari-jari tikungan. Hasilnya dapat dilihat pada Gambat 4.1.

Gambar 4.1 Geometrik Simpang

Data lain yang dibutuhkan adalah data arus lalu lintas simpang. Data ini menunjukkan kondisi akan keterbutuhan terhadap simpang. Data ini digunakan untuk menentukan perilaku lalu lintas pada simpang tersebut.

Tabel 4.1 Arus Lalu Lintas Kendaraan

Selain itu, data lain yang juga penting dalam analisis ini adalah data tentang kondisi lingkungan. Data ini meliputi data demografi Kota Bandung, hambatan samping, jarak kendaraan parkir dari hulu dan intsensitas angkot berhenti. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat(2010), jumlah penduduk Kota Bandung pada tahun 2010 hampir mecapai 2,4 juta jiwa. Adapun hambatan samping dan intensitas angkot berhenti pada simpang yang ditinjau ini termasuk tinggi karena posisinya yang berdekatan dengan Terminal Ledeng. Sedangkan kendaraan yang parkir masih cukup jauh dari hulu simpang yaitu 112 m.

LV HV MC UM LV HV MC UM LV HV MC UM LV HV MC UM LV HV MC UM LV HV MC UM 5:30 - 6:00 376 0 820 12 0 0 12 0 224 96 468 16 40 0 232 4 12 8 8 0 196 0 400 0

7:00 - 9:00 372 20 1848 20 308 48 944 40 152 0 432 12 0 0 40 0 244 0 948 4

13:00 - 15:00 616 80 884 0 528 76 676 0 208 28 404 0 12 0 40 0 156 12 400 0

16:00 - 18:00 568 100 1064 0 448 36 1148 0 204 16 776 0 24 4 112 0 172 16 464 4 Ket. Demand Flow Maksimum = 4 x Flow Rate Maksimum Yang digunakan

Belok Kiri Belok Kanan Interval Waktu

Larangan Belok Kanan

Pendekat UTARA SELATAN BARAT

Lurus Belok Kanan Lurus Belok Kiri

(8)

4.2 Analisis Simpang Tak Bersinyal

Pada analisis simpang tak bersinyal terdapat tiga parameter perilaku lalu lintas(MKJI,1997), yaitu derajat kejenuhan, tundaan simpang dan peluang antrian. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Perilaku Lalu Lintas Simpang Tak Bersinyal

Pada Tabel 4.2. terlihatk bahwa nilai derajat kenejuhan sangat tinggi, DS>1. Hal ini berarti simpang tersebut sudah lewat jenuh. Ketersediaan ruang untuk kendaraan lebih sedikit dibandingkan keterbutuhan ruang jalan. Bahkan untuk periode pagi hari nilainya mencapai 1,56 yang mengakibatkan tundaan simpang sangat tinggi dan metode MKJI 1997 tidak dapat digunakan untuk menganalisisnya.

Tundaan simpangnya pun relatif tinggi terutama pada periode pagi dan sore. Begitu pula dengan peluang antrian kendaraan rata-rata melebihi satu sehingga kendaraan yang datang pasti mendapatkan antrian pada simpang tersebut.

4.3 Analisis Simpang Bersinyal

Analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan waktu siklus optimum untuk semua periode denga fase yang telah ditentukan sebelumnya. Diperoleh waktu siklus optimum untuk periode subuh, pagi, siang dan sore masing,masing 21, 49, 61 dan 81 detik.

Gambar 4.2 Fase Simpang Bersinyal

Analisis ini menghasilkan perilaku lalu lintas berupa antrian kendaraan, kendaraan terhenti dan tundaan.

Antrian kendaraan yang terjadi mencapai 180 m. Namun, itu terjadi hanya pada pendekat selatan periode siang sedangkan pada periode lain antriannya berkisar antara 60-80 m. Adapun kendaraan terhentinya tidak mencapai satu stop/smp setiap siklus. Hal ini berarti kendaraan dapat melewati simpang hanya dalam satu kali waktu merah pada simpang tersebut. Sedangkan untuk tundaan

Periode

Derajat Kejenuhan

DS

Tundaan Lalu Lintas DT1

Tundaan Lalu Lintas Jl.

Utama DTma

TundaanL alu Lintas Jl. Minor

DTmi

Tundaan Geometrik

DG

Tundaan Simpang

D

Subuh 0,93 12,24 8,80 24,73 1,09 13,34 35 68

Pagi 1,56 NA NA NA NA NA 104 228

Siang 1,11 22,54 14,69 72,57 4,00 26,54 50 100

Sore 1,22 40,99 22,75 145,09 4,00 44,99 60 123

Peluang Antrian QP

%

U

B

S U

B

S

U U

B

S

B

S

Fase 1 Fase 2

(9)

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Tundaan Simpang Bersinyal

4.4 Analisis dengan Metode Webster

Dengan data dan fase yang sama dengan metode MKJI 1997, diperoleh waktu siklus optimum dengan metode Webster pada periode subuh, pagi, siang, dan sore masing-masing 60, 117, 88 dan 106 detik.

Hasilnya mirip dengan metode sebelumnya dimana waktu siklus tertinggi terjadi pada periode pagi dan sore yang biasanya merupakan jam puncak arus lalu lintas.

Adapun kinerja yang dihasilkan dari metode ini berupa tundaan simpang rata-rata. Tundaan simpang yang terjadi konsisten dengan waktu siklus yang digunakan dimana periode pagi dan sore memiliki tundaan terlama dibandingkan dengan periode lainnya. Tundaan yang diperoleh yaitu 12,3 detik, 26,8 detik, 14,8 detik dan 19,8 detik masing-masing untuk periode subuh, pagi, siang dan sore.

4.5 Perbandingan Kinerja

Hasil perbandingan pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai tundaan simpang dengan kondisi tak bersinyal sangat tinggi dibandingkan dengan simpang dengan sinyal lalu lintas. Itu dapat dilihat dari persen penurunan tundaan simpang rata-ratanya. Terlihat bahwa nilai penurunannya sangat besar terutama pada periode sore yaitu 66 %.

Dari tabal tersebut terlihat pula bahwa tundaan dengan metode MKJI lebih rendah dari pada metode Webster. Hal tersebut sesuai dengan Gambar 2.19. dimana MKJI merupakan metode yang memungkinkan perhitungan dengan DS>1 dan Webster hanya menghitung tundaan dengan DS<1.

Tabel 4.4 Perbandingan Tundaan Simpang Rata-rata Pagi

Siang Sore

9,91 15,55 14,57 15,08

Tundaan Simpang Rata-rata (det/smp) Waktu Survey

Subuh

Tak Bersinyal

Bersinyal (MKJI)

Bersinyal (Webster)

Bersinyal (MKJI)

Bersinyal (Webster)

Tak Bersinyal

Bersinyal (MKJI)

Bersinyal

(Webster) MKJI Webster (MKJI) (Webster)

Periode Subuh 1953 1371 1559 31 60 13,3 9,9 12,3 3,4 1,0 26% 8%

Periode Pagi 3270 2007 2303 48 117 NA 15,6 26,8 NA NA NA NA

Periode Siang 2977 2256 2266 80 88 26,5 14,6 14,8 12,0 11,7 45% 44%

Periode Sore 3422 2352 2406 60 106 45,0 15,1 19,8 29,9 25,2 66% 56%

Waktu

Tundaan Simpang Rata-rata (det/smp)

Selisih Tundaan bersinyal dan tak bersinyal

(det/smp)

Persen Penurunan Tundaan bersinyal dan tak

bersinyal Arus Lalu Lintas (smp/jam) Siklus Optimum

(detik)

(10)

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

1. Pada kondisi eksisting yaitu simpang tanpa sinyal lalu lintas, simpang Jl. Dr. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri memiliki derajat kejenuhan yang tinggi melebihi standar yang dianjurkan oleh MKJI yaitu 0,75. Dari hasil analisis diperoleh nilai derajat kejenuhan 0,93 pada periode subuh, 1,56 pada periode pagi, 1,11 pada periode siang, dan 1,22 pada periode sore.

2. Tundaan simpang Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri kondisi eksisting tanpa sinyal lalu lintas sangat tinggi. Diperoleh besarnya nilai tundaan untuk subuh, pagi, siang dan periode sore masing- masing 13,3 detik, sangat tinggi, 26,5 detik, dan 45,0 detik.

3. Peluang antrian simpang Jl. Dr. Setiabudhi– Jl. Sersan Bajuri kondisi eksisting tanpa sinyal lalu lintas rata-rata untuk setiap periode melebihi satu sehingga setiap kendarann pasti mengantri pada simpagn tersebut.

4. Siklus optimum yang diperoleh pada analisis simpang bersinyal dengan metode MKJI untuk periode subuh, pagi, siang, dan periode sore masing-masing 31 detik, 49 detik, 61 detik dan 81 detik.

5. Jumlah kendaraan antri pada analisis simpang Jl. Dr. Setiabudhi– Jl. Sersan Bajuri menggunakan sinyal lalu lintas diperoleh nilai antara 3 smp s.d. 17 smp.

6. Kendaraan terhenti rata-rata pada pengaturan simpang Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri mencapai satu stop/smp hanya pada pendekat dari jalan minor yaitu arah barat.

7. Tundaan simpang rata-rata dengan menggunakan sinyal lalu lintas metode MKJI untuk semua periode waktu diperoleh 9,9 det/smp, 14,6 det/smp, 15,6 det/smp dan 14,1 det/smp masing-masing untuk periode subuh, pagi, siang, dan sore.

8. Dengan menggunakan metode Webster, siklus optimum diperoleh 60 detik untuk subuh, 117 detik untuk pagi, 88 detik untuk siang, dan 106 untuk sore.

9. Tundaan simpang rata-rata dengan menggunakan metode Webster diperoleh 12,3 det/smp untuk subuh, 26,8 det/smp untuk pagi, 14,8 det/smp untuk siang, dan 19,8 det/smp untuk sore.

10. Pengaturan dengan menggunakan sinyal pada simpang Jl. Setiabudhi–Jl. Sersan Bajuri lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan sinyal lalu lintas. Penurunan tundaan simpang rata-rata setelah sinyal lalu lintas dipasang dengan metode MKJI adalah 26% untuk subuh, 45% untuk siang dan 66% untuk sore. Sedangkan untuk periode pagi, persen penurunannya sangat tinggi. Sedangkan untuk metode Webster, penurunannya adalah 8%, 44% dan 56% masing-masing untuk periode subuh, siang dan sore.

5.2 Saran

1. Survey sebaiknya dilakukan pada saat tidak ada gangguan khususnya pengaturan lalu lintas oleh petugas sehingga data yang dapat digunakan tidak berkurang.

2. Nilai waktu hijau pada analisis simpang bersinyal sebaiknya ditinjau ulang, karena masih terdapat

(11)

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Liliani, Titi, 2002 ,Catatan Kuliah Pengantar Rekayasa Transportasi. Departemen Teknik Sipil . Bandung.

McSHANE, William and P. Roess, Roger 1990, Traffic Engineering. Prentice Hall. England Cliffs, New Jersey.

Salter, RJ., 1978, Highway Traffic Analysis and Design. The Macmillan Press. Hongkong.

Tamin, O. Z., 2008. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Edisi Kesatu Contoh Soal dan Aplikasi.

Penerbit ITB, Bandung.

Webster, F.V. and Cobbe, B. M., 1966, Road Reserarch Technical Paper No. 56. Ministry of Transport.

London.

Referensi

Dokumen terkait

al [1.50] worked on the effect of Cu on the electromagnetic properties of Mg0.5-xCuxZn0.5OFe2O30.98 ferrites and found that the density, grain size, permeability, Curie temperature