MENGEVALUASI DAN MENGINVENTARISASI PELAKSANAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
EVALUATING AND INVENTORING THE PROGRAM OF NATIONAL LEGISLATION
Joko Riskiono (Universitas Pamulang,
Jl. Surya Kencana No. 1, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten;
email: [email protected])
Naskah Diterima: 15 Mei 2017, direvisi: 15 Juni 2017, disetujui: 30 Juni
Abstrack
Determination of the preparation on National Legislation Program or the medium-term five-year period 2015-2019 reap attention and public criticism of the result of performance unsatisfactory legislation , based on the draft bill produced both in quality and in quantity decreased low. To that must be evaluated and inventory of Bill incoming National Legislation Program five-year and annual reports compiled between the House of Representatives, Regional Representatives Council, and the Government is coordinated by the Legislative Board as fittings that are fixed and specific charge of legislation obliged to evaluate and inventory the National legislation Program, following the development of the discussion, and monitoring and review of the legislation with the results able to restore public confidence in fulfilling the obligation and duty legislation.
Keywords: evaluation, inventory, national legislation medium-term program
Abstrak
Setiap kali ditetapkan Program Legislasi Nasional lima tahun dan prioritas tahunan selalu menuai perhatian dan kritik publik utamanya terhadap hasil capaian legislasi yang tidak memuaskan hal itu didasari oleh capaian Rancangan Undang-Undang yang dihasilkan baik secara kualitas menurun bahkan secara kuantitas rendah. Ketidakberhasilan tersebut, harus dilakukan evaluasi dan inventarisasi oleh Badan Legislasi selaku yang bertanggungjawab mengkoordinasi penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang dalam Program Legislasi Nasional lima tahun dan prioritas tahunan antara Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Pemerintah.
Namun hingga saat ini, terhadap hasil evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan yang dilakukan oleh Badan Legislasi dalam kerangka meningkatkan kualitas dan kuantitas legislasi dinilai sebagai rutinitas tahunan belum mampu mengembalikan kepercayaan publik dalam menunaikan kewajiban dan tugas legislasi.
Kata Kunci: Evaluasi, inventarisasi, prolegnas
PENDAHULUAN
Program legislasi Nasional sebagai instrumen perencanaan program pembentukan Undang- Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Sebagai kebijakan legislasi dalam penetapan skala prioritas program pembentukan perundang-undangan yang bertujuan, untuk mewujudkan sistem hukum nasional. Namun yang terjadi penetapan rancangan undang-undang dalam Prolegnas baik jangka 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan, dinilai dari kualitas yang dihasilkan kurang memperhatikan aspirasi dan pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat disamping itu juga capaian
prioritas selalu tidak sesuai yang diharapkan dan menjadi pekerjaan rumah setiap tahunnya.
Dalam penetapan Prolegnas diawal masa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dimaknai sebagai awal melaksanakan fungsi legislasi, pada awal periode keanggotaan DPR dan DPD 2014-2019 telah menyeepakati sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, namun belum genap setahun dan di setiap tahunnya terus mengalami perubahan sehingga dapat dilihat dalam tabel perubahan Prolegnas usulan dari DPR.
Pemerintah dan DPD sebagai berikut :
Tabel 1. Pengusulan dan Penetapan Perubahan Program Legislasi Nasional Jangka 5 Tahun, 2015-2019 No LEMBAGA
PENGUSUL
TAHUN
2015 2016 2017
1 DPR 53 RUU 60 RUU 69 RUU
2 DPD 9 RUU 8 RUU 10 RUU
3 Pemerintah 40 RUU 43 RUU 45 RUU
4 DPR/Pemerintah 29 RUU 29 RUU 29 RUU
5 DPR/DPD 15 RUU 15 RUU 15 RUU
6 Pemerintah/DPD 5 RUU 5 RUU 5 RUU 7 DPR/
Pemerintah/DPD 9 RUU 9 RUU 9 RUU Jumlah : 160 RUU 169 RUU 182 RUU
Dengan adanya perubahan penetapan Prolegnas jangka lima tahun dalam setiap tahunnya, dapat dipastikan secara langsung mempengaruhi terhadap perubahan Prolegnas prioritas tahunan sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini berkaitan dengan perubahan Prolegnas prioritas tahunan.
sebelumnya, meski di DPR sendiri tidak dikenal warisan melanjutkan pembahasan RUU. Tidak adanya kebijakan melanjutkan RUU yang belum selesai dibahas dimassa periode keanggotaan sebelumnya, untuk dilanjutkan pada periode keanggotaan yang akan datang memicu proses pembahasan mejadi cukup lama, karena dimulai lagi dari awal baik pembahasan maupun penyusunan berakibat secara kuantitas mempengaruhi capaian RUU yang diselesaikan.
Tabel 2. Pengusulan dan Penetapan Perubahan Prioritas Program Legislasi Nasional Tahunan
No LEMBAGA PENGUSUL
PERUBAHAN PRIORITAS TAHUN PROLEGNAS 2015 2015
(Per) 2016 2016 (Per) 2017 1 DPR 26 RUU 27 RUU 25 RUU 30 RUU 31 RUU
2 DPD 1 RUU 1 RUU 2 RUU 2 RUU 3 RUU
3 Pemerintah 11 RUU 12 RUU 13 RUU 18 RUU 15 RUU JUMLAH 37 RUU 39 RUU 40 RUU 50 RUU 49 RUU
Gambaran secara kuantitas terhadap jumlah usulan dalam daftar tabel sebagaimana tersebut diatas, terhadap prioritas Prolegnas RUU baik usulan DPR, DPD, dan Pemerintah dengan target capaian yang begitu besar setiap tahunnya. Sebagai pembentuk undang-undang dengan target yang demikian besar seharusnya, memperhatikan kemampuan dan ketersediaan waktu untuk menyelesaikan dalam setahun massa sidang, karena selaku pihak legislator disamping tugas utamanya adalah pembentuk undang-undang namun juga melekat tugas lain yaitu pengawasan dan penganggaran disamping juga melakukan penyerapan aspirasi kontituen dan melakukan sosialisasi undang-undang.
Bahwa tahun pertama prestasi dibidang legislasi pada massa keanggotaan DPR baru mengesahkan dengan menyelesaikan 3 (tiga) RUU itupun, apabila ditelusuri merupakan peninggalan dari pembahasan periode keanggotaan DPR
Berkaca dari capaian prioritas Prolegnas tiga tahun terakhir sebagai table diatas, yang secara berturut-turut lembaga legislatif hanya mampu menyelesaikan dan mengesahkan undang-undang diluar daftar RUU komulatif terbuka, ditahun 2015 sebanyak 2 (dua) UU, tahun 2016 10 (sepuluh) UU dan hingga pertengahan tahun 2017 baru 4 (empat) UU. Kemampuan menyelesaikan RUU sebagai target yang diharapkan, dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dirasa mengecewakan untuk itu sebagai sarana evaluasi capaian atas prioritas Prolegnas tahunan yang ditetapkan bersama DPR, DPD, dan Pemerintah karena dari prioritas RUU yang ditetapkan tidak mencapai 50% (lima puluh) persen capain sebagaimana yang telah ditetapkan menjadi UU ., Sebaliknya keinginan dari pemerintah seperti disampaikan Presiden RI Joko Widodo dengan mengingatkan DPR agar tak usah memproduksi terlalu banyak undang-undang.
“Cukup satu tahun 3 (tiga) atau 5 (lima) undang- undang, tapi yang betul-betul baik, bukan jumlah yang diutamakan.1
Perhatian publik terhadap capai Prolegnas yang mengecewakan dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini, tertuju kepada pembentuk undang-undang terutama DPR dalam melaksanakan fungsi legislasi dinilai paling kedodoran, apabila dibandingkan dengan fungsi lainnya seperti fungsi pengawasan dan fungsi anggaran seharusnya penggunaan ketiga fungsi yang melekat sama dan sederajat.
Pergeseran kekuasaan membentuk undang- undang dari Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang, menjadi Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR selanjutnya, kekuasaan membentuk undang-undang ada di DPR dan setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama artinya kekuasaan
1 Joko Widodo, (online) Presiden Sindir DPR yang Senang Bahas Banyak Undang-Undang (http://news.detik.com/
berita/3175622/presiden-sindir-dpr-yang-senang-bahas- banyak-undang-undang, diakses tanggal 12 Juni 2016 dari diunduh tanggal 12 Juni 2016).
Tabel 3. Capaian Prioritas Tahunan Program Legislasi Nasional 3 Tahun
No. CAPAIAN 2015 CAPAIAN 2016 CAPAIAN 2017
39 RUU 50 RUU 49 RUU
1
UU No 8/2015 tentang Perubahan Atas UU No 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
UU No 1/2016 tentang Penjaminan UU No 2/2017 tentang Jasa Konstruksi
2 UU No 9/2015 tentang Perubahan Atas UU No 2/2015 tentang Pemerintahan Daerah
UU No 4/2016 tentang Tabungan
Perumahan Rakyat UU No 3/2017 tentang Perbukuan
3
UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam
UU No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
4 UU No 8/2016 tentang Penyandang
Disabilitas
RUU tentang Penyelenggaran Pemilu disetujui Parpurna DPR tanggal 21 Juli 2017
5 UU No 9/2016 tentang Pencegahan
dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
6
UU No 10 /2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
7 UU No 11/2016 tentang
Pengampunan Pajak
8 UU No 13/2016 tentang Paten
9 UU No 19/2016 tentang Perubahan
Atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
10 UU No 20/2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis
Jml 2 (dua) UU 10 (sepuluh) UU 4 (empat) UU
Catatan : Bahwa data terhadap capaian atas hasil Prolegnas Prioritas Tahun 2017 terhitung terakhir pada masa persidangan paripurna ke V DPR RI penutupan masa sidang pada tanggal 27 Juli 2017
yang bertanggungjawab dalam menyusun, mengkoordinasi, dan menetapkan Prolegnas berkewajiban melakukan evaluasi dan inventarisasi terhadap capaian prioritas Prolegnas tahunan yang telah ditetapkan oleh ketiga lembaga pembentuk undang-undang.
Sebagai jawaban atas kritik buruknya kinerja legislasi yang jauh dari realisasi Prolegnas bahkan dari tahun ke tahun baik atas capaian kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) suatu undang-undang yang dihasilkan semakin menurun maka, terbuka peluang untuk dilakukan evaluasi dan inventarisasi terhadap usulan RUU yang telah masuk baik dalam prioritas tahunan dan Prolegnas lima tahun untuk di drop dari daftar usulan. Untuk itu, kewenangan Baleg disamping melakukan koordinasi penyusunan Prolegnas yang selama ini ditugaskan perlu dioptimalkan: Pertama, memberikan pertimbangan terhadap RUU yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas RUU atau di luar RUU yang terdaftar dalam Prolegnas;
Kedua, melakukan pemantauan dan peninjauan membentuk UU ditangan DPR.2
Tanggung jawab koordinasi penyusunan Prolegnas dilaksanakan Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan DPR bersifat tetap yang khusus menangani bidang legislasi.3 Baleg selaku
2 Lihat, Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen bandingkan dengan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen dan selanjutnya lihat Pasal 20 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3 Lihat, Pasal 102 dan Pasal 105 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyebutkankan : Pasal 102 Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap dan Pasal 105 Ayat (1) Badan Legislasi bertugas: huruf a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR; dan huruf b.
mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah, dan DPD;
terhadap undang-undang; Ketiga, mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan RUU melalui koordinasi dengan komisi/panitia khusus: Keempat, melakukan sosialisasi program legislasi nasional; dan Kelima, membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk digunakan oleh Baleg keanggotaan berikutnya.
Kelima mandat Baleg diatas, dinilai belum optimal digunakan dalam melakukan evaluasi dan inventarisasi Prolegnas baik jangka menengah maupun prioritas tahun dalam melaksanakan tugas dan fungsi legislasi. Bahwa Baleg saat ini, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3 yang pada pokoknya tidak ditugaskan dalam melakukan penyusunan RUU yang menjadi usulan DPR keadaan demikian berbeda dengan tugas Baleg sebelumnya, namun tidak mengkerdilkan sebagai alat kelengkapan Dewan yang ditugaskan secara khusus dibidang legislasi dengan kewenangan yang ada saat ini harusnya, lebih dioptimalkan dalam kerangka mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga pembentuk undang-undang untuk melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban legislasi sebagaimana telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional lima tahun sebagai pelaksananya prioritas tahunan.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang ditugaskan secara khusus dibidang legislasi untuk mengevaluasi dan menginventarisasi Prolegnas Tahun 2015-2016 ditengah merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pembentuk undang- undang khususnya lembaga DPR dalam melaksanakan fungsi legislasi dari tahun ke tahun malah semakin menurun baik secara kuantitas capaian maupun kualitas dari keluaran UU yang dihasilkan. Terhadap permasalahan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Badan Legislasi mengkoordinasi penyusunan daftarRUU Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan atas Prolegnas jangka menengah atau 5 (lima) tahun antara DPR, DPD, dan Pemerintah?
2. Apakah DPR melalui Badan Legislasi bersama dengan Pemerintah dan DPD dalam melakukan inventarisasi terhadap daftar RUU prioritas Prolegnas tahunan memperhatikan capaian dan laporan Prolegnas sebelumnya?
3. Apakah hasil evaluasi terhadap daftar RUU yang masuk Prolegnas prioritas tahunan oleh Badan
egislasi menjadi pertimbangan DPR, DPD, dan Pemerintajh dalam menetapkan Prolegnas prioritas selanjutnya ?
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengevaluasi dan menginventarisai Pelaksanaan Program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan antara DPR, DPD, dan Pemerintah. Baleg diberi mandat mengevaluasi dan menginventarisasi Prolegnas sebagai instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis Khususnya terhadap kelembagaan DPR dalam melaksanakan fungsi legislasi terhadap penyusunan, penetapan, dan perubahan Prolegnas 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan seharusnya didahulu dengan melakukan evaluasi dan inventarisasi terhadap Prolegnas ja ngka menengah setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penentapan Prolegnas prioritas tahunan dengan memperhatikan kualitas hasil evaluasi melalui peninjauan dan pemantauan undang-undang.
Koordinasi Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah
Koordinasi antara DPR bersama Pemerintah disamping juga melibatkan DPD diakui memang menjadi suatu masalah yang menonjol dari mulai tahap persiapan, penyusunan, dan pembahasan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan dari Prolegnas lima tahun. Lemahnya koordinasi antar lembaga pembentuk undang-undang berakibat menjadi penyebab lambannya proses persiapan, penyusunan, dan pembahasan suatu RUU disamping desain Prolegnas yang menjadi akar permasalahan juga terus menghadapi masalah tidak luput yaitu perhatian pada koordinasi.
Dalam koordinasi penyusunan Prolegnas ketiga lembaga pembentuk UU yaitu: DPR, DPD, dan Pemerintah dikoordinasi oleh Baleg dilakukan melalui penyusunan Prolegnas secara bersama yang dibuat pada awal periode untuk masa lima tahun yang kemudian menurut Muh. Mahfud MD dipenggal- penggal lagi menjadi prioritas tahunan sesuai dengan kebutuhan riil.4 Dalam proses kesepakatan untuk membuat Prolegnas itu, DPR, DPD, dan Pemerintah sama-sama mengajukan daftar RUU yang diperlukan dan kemudian dipilih dan/atau diintegrasikan guna dijadikan kesepakatan bersama antara ketiganya.
4 Muh Mahfud MD. (2007). Makalah/Kertas Kerja:
Permasalahan Aktual Koordinasi Prolegnas Dalam Tiga Dekade Prolegnas. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).hlm. 247-248.
Kesepakatan ketiga pihak tentang Prolegnas, baik untuk lima tahunan maupun prioritas tahunan dilaporkan oleh Baleg dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan selanjutnya, ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI tentang Prolegnas Prioritas tahunan dan Prolegnas jangka lima tahun.5
Terkait masalah koordinasi dalam perencanaan Prolegnas, Baleg DPR kedalam mengkoodinasi alat kelengkapan DPR yang diberi tugas melakukan penyusunan dan pembahasan yang terdiri 11 (sebelas) komisi serta usulan anggota dan fraksi, sedangkan keluar Baleg mengkoordinasi penyusunan Prolegnas antara DPR, Pemerintah dan DPD, Kegagalan Baleg DPR dalam mendesain dan mengkoordinasi Prolegnas, sudah kesekian kalinya menunjukan ketidakseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan usaha untuk mencapai tujuan itu. Baleg DPR selaku pihak yang dinilai paling bertanggungjawab terhadap kegagalan capaian Prolegnas yang saat ini, telah , meski memasuki tiga tahun masa keanggotaan DPR tahun pertama 2015 dari 39 RUU hanya 5%
(lima) persen selesai, tahun kedua 2016 dari 50 RUU hanya 20% (dua puluh) persen selesai, dan tahun ketiga dari 49 RUU hanya 8% (delapan) persen selesai artinya dari hasil tersebut, secara prosentase telah gagal meraih target penyelesaian Prolegnas yang telah ditetapkannya sendiri, berdasarkan jumlah RUU yang diusulkan dalam perubahan terakhir penetapan Prolegnas sebanyak 182 RUU baru 16 RUU atau sekitar 9% (sembilan) persen yang selesai dibahas selama kurun waktu tiga tahun.
DPR sebagai lembaga legislatif tidak hanya gagal dalam aspek kuantitas, namun sebagai lembaga legislatif dalam hal ini Baleg DPR selaku yang mengkoordinasi Prolegnas telah berulang kali mengabaikan beragam komponen penting yang menentukan aspek kualitas usulan suatu RUUdalam proses pembentukan maupun substansi produk legislasi. Perencanaan lima tahunan yang selama ini tercermin dalam Prolegnas tak dapat dipungkiri telah terjebak menjadi sekedar daftar judul suatu rancangan undang-undang. Pembentukan undang- undang baik DPR bersama Pemerintah, dan DPD seolah-olah merasa berhasil mencapai target ketika mereka menghasilkan daftar ratusan bakal calon RUU pada awal periode keanggotaan jabatan. Padahal, sebagian besar dari daftar nama judul RUU itu ketika dilakukan pemeriksaan ternyata banyak dijumpai belum memiliki dasar pijakan berupa kajian yang
5 Lihat, ketentuan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional, menyatakan : Prolegnas sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPR.
menggambarkan kebutuhan akan pembentukannya.
Inventarisasi Rancangan Undang-Undang Dalam Prolegnas
Tujuan dilakukan evaluasi dan inventarisasi Prolegnas seharusnya, tidak dimaknai menambah daftar nama RUU baik Prolegnas lima tahun maupun Prioritas tahunan, tetapi sebagai sarana monitoring dan evaluasi terhadap undang-undang yang telah ada sebelumnya menjadi penting untuk mengukur keberhasilan dalam merespons kebutuhan serta perkembangan masyarakat yang dinamis. Selain itu, ditujukan juga untuk menilai efektivitas keberlakuannya. Paradigma bahwa pencapaian kinerja legislasi yang optimal adalah dengan membentuk sejumlah undang-undang baru sebagaimana ditargetkan dalam Prolegnas perlu diubah. Produktivitas kinerja legislasi tidak selalu ketika Pemerintah dan DPR membentuk undang- undang baru langkah untuk melakukan evaluasi harus ditunjang dengan politik legislasi yang jelas, terukur, serta terarah. Artinya sasaran yang ingin dicapai telah ditentukan dengan jelas terhadap evaluasi suatu undang-undang diposisikan sebagai mekanisme untuk mengukur pencapainnya.6
Dalam pada itu pembentukan perundang- undangan (proses legislatif) diakui mengalami kesulitan dan menghendaki cara dan proses pembentukan yang sama sekali baru. Sebab sebagai akibat pembangunan yang berencana, pembentukan perundang-undangan memerlukan perencanaan yang matang beroirentasi pada masa yang akan datang.7 Sebagai dimensi yang terkandung di dalam Program Legislasi Nasional menurut Ahmad M. Ramli yaitu pertama, Prolegnas sebagai mekanisme atau instrumen perencanaan pembentukan undang- undang; dan kedua, Prolegnas sebagai wadah politik hukum di bidang peraturan perundang-undangan.8 Terhadap capaian atas hasil prioritas Prolegnas setiap tahunnya tidak dipungkiri mengecewakan, tidak sejalan dengan keinginan yang telah ditetapkan setiap tahunnya.
6 Siaran Pers. Monitoring dan Evaluasi Legislasi adalah Bagian Penting dari Kinerja Legislasi. Masukan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) kepada DPR RI Untuk Mengedepankan dan Mengefektifkan Kualitas Kinerja Legislasi. Rabu 19 November 2015.
7 C.F.G. Soenaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Bandung: Penerbit PT. Alumni., 1991, hlm. 23.
8 Ahmad, M. Ramli, Kertas Kerja: Sistem Satu Pintu Dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional Yang Integratif dan Koordinatif. Dalam Lokakarya 30 Tahun Prolegnas. Jakarta, 19 s.d 21 November 2007 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). 2008, hlm.1.
Evaluasi Dalam Menetapkan Pencapaian Prolegnas Bertitik tolak dari kewenangan Baleg dalam melaksanakan dan memastikan tugas-tugas legislasi disamping mengkoordinasikan penyusunan Prolegnas dan mengikuti perkembangan pembahasan materi muatan RUU baik di Komisi ataupun di Panitia Khusus, Baleg jugadiharapkan mampu mengetahui hambatan dan kompleksitas yang dihadapi, tanpa mengurangi kewenangan Komisi atau Pansus dalam melakukan pembahasan. Bahwa dari hasil mengikuti perkembangan dan pembahasan sebagaimana dimaksud, sebagai bahan evaluasi untuk berkoordinasi dengan komisi,gabungan komisi dan Pansus yang ditugaskan untuk melakukan pembahasan suatu RUU.
Hasil koordinasi menjadi dasar pengalihan pembahasan RUU dari komisi, gabungan komisi, dan/
atau Pansus kepada Baleg apabila selama 3 (tiga) kali masa sidang dan diperpanjang melalui Paripurna DPR diberikan tidak juga kunjung selesai, maka Beleg berwenang melakukan pengalihan pembahasan RUU sebagaimana tata tertib yang mengatur9. Adanya dasar dari tata tertib mengenai pengalihan pembahasan RUU dari komisi, gabungan komisi, dan/atau panitia khusus kepada Baleg, sebelumnya dilakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPR yang mendapatkan penugasan pembahasan RUU untuk itu, diperlukan data dan informasi terkait hambatan apa saja dalam pembahasan RUU tersebut, sehingga ketika Baleg menerima pengalihan pembahasan atas suatu RUU penyelesaiannya lebih dipercepat.
Pembentukan UU menjadi tugas utama lembaga legislatif, untuk itu diperlukan kepastian penyelesaian terhadap pembahasan atas rancangan undang-undang setidaknya terdapat lima RUU yang telah diperpanjang waktu pembahasannya lebih lima kali yaitu (1) RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terotisme ; (2) RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh; (3) RUU Perlindungan Pekerja di Luar Negeri;
(4) RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan (5) RUU Kekarantinaan Kesehatan yang hingga saat ini keberadaannya ditunggu oleh masyarakat dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum dari produk legislasi tersandera oleh ketidakpastian waktu penyelesaian pembahasan.
9 Pasal 66 ayat (5) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, menyatakan : Hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Badan Legislasi kepada Badan Musyawarah untuk mengalihkan pembahasan rancangan undang-undang dari komisi, gabungan komisi, dan/atau panitia khusus kepada Badan Legislasi.
Keleluasaan waktu pembahasan diberikan selama 3 (tiga) kali masa sidangharusnya, digunakan seevektif dan seevisien mungkin karena dengan ditetapkannya hari legislasi (senin dan kamis) bukan bertujuan mengejar target legislasi namun bagaimana kualitas hasil legislasi dapat dilaksanakan. Rencana DPR menjadikan hari senin dan kamis sebagai hari legislasi untuk mengejar target penyelesaian legislasi diragukan akan efektifitasnya, dengan alasan selain masa persidangan yang relatif singkat, desain Prolegnas yang merupakan akar permasalahan juga terus menghadapi masalah, sebagaimana disinyalir oleh Ronal Nofandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) yang mengatakan, bahwa solusi hari legislasi cenderung reaksioner dan ditujukan hanya pada hilir persoalan.10
Bivitri Susanti, dkk mengemukakan bahwa legislasi, yang berarti proses dan produk sekaligus, adalah salah satu mekanisme utama di dalam sebuah republik untuk mengelola persoalan kenegaraan dan kemasyarakatan.11 Legislasi yang melekat pada Baleg dimaknai sebagai koordinator yang memproses pembentukan dan memproduk undang-undang, karena kegiatan legislasi merupakan suatu bagian dari sistem hukum yang secara spesifik membahas proses pembentukan dan membahas substansi undang-undang. Satjipto Raharjo menjelaskan suatu pilihan mengenai tujuan maupun cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai politik hukum dibidang legislasi,12 yaitu:
1) Tujuan bisa berupa satu tujuan besar yang tunggal, bisa juga dipecah-pecah ke dalam tujuan yang lebih spesifik menurut bidang;
2) Cara-cara yang hendak dipakai mencapai tujuan tersebut , termasuk di dalamnya persoalan pemilihan antara hukum tertulis atau tidak tertulis, antara sentralisasi dan desentralisasi;
3) Kapankah waktunya hukum perlu diubah, dan melalui cara-cara bagaimana sebagaiknya perubahan itu sebaiknya dilakukan;
4) Dalam proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan termasuk didalamnya proses memperbaharui hukum secara efisien, dengan perubahan total atau perubahan bagian demi bagian.
Peran utama fungsi legislasi yang disematkan kepada Baleg DPR harapannya, dapat berfungsi maksimal dalam mengkoordinasi dari mulai perencanaan, penyusunan, pembahasan,
10 Ronal Nofandri, Hari Legislasi Tak Akan Efektif, Surat Kabar Harian nasional Kompas Selasa 19 Maret 2015, hlm 3.
11 Bivitri Susanti, dkk, Catatan PSHK tentang Kinerja Legislasi DPR 2005, Jakarta : PSHK, 2006, hlm. 14.
12 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hlm 398-399.
pelaksanaan dan pengevaluasian atau dalam arti lain pentingnya dilakukan monitoring dan evaluasi (Moneva) Prolegnas yang disusun dan ditetapkan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah sehingga mampu menjawab berbagai kritik mengenai capaian legislasi yang masih sebatas Rencana Legislasi Nasional (Relegnas) daripada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang selama ini setiap tahunnya dilakukan perubahan.
PEMBAHASAN
Peran Baleg DPR Dalam Mengkoordinasi Penyusunan Prolegnas DPR, DPD, dan Pemerintah
Sejak awal disinyalir dalam penyusunan dan penetapan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah yang dikoordinasi oleh Baleg DPR bermasalah, karena i desaian awal dari proses penyusunan Prolegnas sendiri sedari awal bermasalah untuk itu, desain atas Prolegnas mendesak dilakukan perubahan yang fundamental. Perubahan mendasar yang mestinya harus diperbaiki, semisisal usulan perubahan suatu UU harus melalui legislatif review dengan mempertimbangkan urgensitas kebutuhan perubahan dan lahirnya usulan uu yang baru benar- benar memperhatikan kebutuhan masyarakat dan memiliki tingkat prediktibiltas jauh ke depan, bukan untuk pemenuhan kebutuhan sesaat dengan dasar alasan untuk mengisi kekosongan hukum.
Keberadaan Baleg DPR terlebih dulu memastikan dengan mengkoordinasi RUU usul anggota, fraksi, komisi, dan gabungan komisi di DPR mempertimbangkan tingkat kebutuhan dan memperhitungkan kepastian waktu pembahasan dengan membatasi pada RUU yang benar- benar kebaradannya ditunggu ditengah-tengah masyarakat, tidak kalah penting yang selama ini menjadi perhatian adalah kualitas daripada UU dan kuantitas capaian terpenuhi. Menghadapi persoalan yang pelik dengan beragam kepentingan, Baleg DPR tidak cukup hanya mengkoordinasi penyusunan Prolegnas diinternal DPR tetapi juga harus mampu mengendalikan dengan membatasi baik usulan RUU dari DPR, DPD, dan Pemerintah.
Munculnya hambatan koordinasi diawali ketika dilakukan penyusunan Prolegnas pada lembaga pembentuk UU, terlihat pada saat dilakukan verifikasi pengusulan RUU DPR, DPD, dan Pemerintah ngotot dengan usulan masing- masing dan alasan hukum yang mendasarinya atas RUU diusulkan untuk masuk Prolegnas maupun prioritas tahunan. Sementara sebagai parameter suatu RUU dapat masuk dalam Daftar Prolegnas harus memenuhi nilai dari scoring yang telah
ditetapkan13, meluputi: 1). Posisi RUU dalam Prolegnas 2014-2019; 2). Pengusul (komisi, fraksi, dan masyarakat); 3). Lingkup bidang penugasan;
4). Status RUU (baru/lama); 5). Kelengkapan data (diskripsi konsepsi dan kelengkapan kesiapan meliputi: ada Naskah Akademik dan Draft RUU, ada Naskah Akademik atau Draft RUU, dan baru judul); dan. 6) Usulan Lembaga; 7) Kelengkapan, dan 8) Urgensi Pengusulan. Namun juga tidak dipungkiri dalam penyusunan Prolegnas sering diabaikannya keberadaan draf Rancangan Undang- Undang dan Naskah Akademik karena usulan suatu RUU banyak beragam pilihan padahal dalam pengusulan penyusunan Prolegnas Pasal 43 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan dengan tegas dinyatakan “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik”namun dalam praktik diabaikan persyaratan tersebut, sehingga berakibat capaian penyelesaian Prolegnas sulit diharapkan.
Keinginan dalam does sein dengan kenyataan yang diharapkan does sollen mengenai pembentukan UU, diharapkan mewujudkan substansi yang baik, tidaklah sepenuhnya terwujud. Sebagaimana disinyalir oleh Moh Mahfud. MD masih sering melihat adanya UU yang isinya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena secara vertikal tidak konsisten dengan UUD atau karena secara horizontal tumpang tindih dengan UU lain.14 Kenyataan ini merujuk dari hasil kajian yang dilakukan oleh sebuah Tim yang dibentuk DPR dengan SK Pimpinan No.
12/PIMP/III/2005-2006 tanggal 16 Februari 2006 yang diberi tugas melakukan kajian Peningkatan Kinerja DPR RI masih relevan dengan kondisi saat ini. Laporan Tim terhadap hasil kajian menemukan empat masalah utama dalam bidang legislasi, yaitu: Pertama, Kualitas UU yang dihasilkan belum memadahi sehingga kurang memberikan manfaat langsung pada kehidupan masyarakat: Kedua, belum terpenuhinya target jumlah penyelesaian RUU yang telah ditet apkan dalam Prolegnas Ketiga, Proses pembahasan RUU kurang transparan, sehingga sulit diakses oleh publik; dan Keempat, masih lemahnya tingkat koordinasi di antara alat kelengkapan Dewan dalam penyusunan dan pembahasan suatu RUU.
Wakil rakyat sendiri menyadari masalah koordinasi menjadi salah satu problem dilingkungan DPR sendiri. Kurangnya koordinasi ini, misalnya ditandai oleh munculnya secara tiba-tiba satu RUU yang tidak pernah ada di dalam Prolegnas dan
13 Tim Baleg DPR RI, Rekapitulasi Daftar Rancangan Undang- Undang Program legislasi Nasional Tahun 2015-2019 (Berdasarkan Usulan DPR, Pemerintah, DPD), Tahun 2015.
14 Moh Mahfud. MD. Op.cit, hlm.250-251.
tidak memenuhi syarat situasi untuk disisipkan di dalam Prolegnas sehingga ditolak untuk dimasukkan Prolegnas karena tidak sesuai dengan tuntutan Pasal 45 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan :”Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas”.
Oleh karena itu dalam penyusunan Prolegnas harus dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang runtut, terkoordinasi, dan sistematis dimaksudkan agar RUU yang diusulkan hingga disahkan menjadi UU dapat dipertanggungjawabkan, baik secara akademis maupun konstitusional.
Penguatan dasar hukum bagi Prolegnas belum dapat menjamin penguatan efektifitas Prolegnas sebagai instrumen perencanaan. Oleh karena itu menurut Ahmad M. Ramli perlu dipertimbangkan alasan- alasan sebagai berikut:
1. Banyak penyusunan Prolegnas dilakukan di luar mekanisme dan prosedur yang ada berakibat mengacaukan dan memandulkan sistem yang 2. Kecenderungan penyusunan Prolegnas melalui ada;
banyak pintu akan memicu tumbuhnya ego dan kegenitan sektoral dalam pengajuan RUU yang dalam satu sisi tidak berorientasi pada kebutuhan hukum masyarakat. Hal tersebut pada akhirnya dapat menjebak kita pada tindakan korupsi.
3. Terjadinya tumpang tindih dalam program pembentukan undang-undang sebagai akibat inkoordinasi dalam penyusunan Prolegnas;
4. Dapat menimbulkan beban berat bagi DPR, DPD, dan Pemerintah sendiri, karena dalam praktik masih terdapat luncuran RUU sebagai tunggakan yang harus diselesaikan di luar tahun prioritas, meski DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang tidak mengenal carry over atas RUU yang belum selesai pembahasan pada periode sebelumnya;
5. Terjadi pemborosan keuangan negara, disebabkan penyusunan sebuah RUU yang dilakukan lebih dari satu pemrakarsa dengan anggarannya masing-masing.
Untuk menjawab persoalan lemahnya koordinasi penyusunan Prolegnas baik di lingkungan DPR, lingkungan DPD, dan lingkungan Pemerintah tinggal bagaimana mengoptimalkan pelaksanaan pengaturan tata cara penyusunan Prolegnas di masing-masing lembaga di lingkungan DPR telah diatur dalam Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional, sedang
di lingkungan DPD dengan Peraturan DPD RI No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, dan di lingkungan Pemerintah diatur Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam koordinasi sesungguhnya tidak hanya berhenti dengan telah adanya pengaturan namun yang perlu ditegaskan adalah kemauan politik (political will) dari pembentuk undang-undang sebagaimana komitmen koordinasi penyusunan Prolegnas 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan dapat diidentifikasi melalui tahapan penyusunan yang meliputi:15
1) Inventarisasi masukan dari fraksi, komisi, dan masyarakat;
2) Penyusunan Prolegnas dilingkungan DPR yang ditetapkan menjadi keputusan Baleg DPR;
3) Koordinasi dengan Pemerintah dalam Rapat Kerja untuk mensikronkan Prolegnas usulan DPR, Pemerintah, dan DPD;
4) Pelaporan hasil koordinasi dengan Pemerintah dan DPD berupa kesepakatan Prolegnas kepada Rapat Paripurna DPR RI untuk ditetapkan.
Dalam konteks legislasi harusnya DPR menyadari melalui Baleg selaku yang mengkoordinasi Prolegnas, beberapa hal yang tidak seperti jelas diketahui oleh publik seperti tidak tercapainya target tahunan, molornya waktu pembahasan, maupun substansi peraturan yang problematik merupakan kenyataan yang terus berulang setiap tahunnya. Berkaitan dengan perencanaan pembentukan perundang- undangan, satu hal yang disadari adalah melaksankan program secara konsisten.
Terhadap capaian RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Tahun 2015-2019 (jangka lima tahun) atas persetujuan bersama DPR, DPD, dan Pemerintah telah disepakati dengan menetapkan 160 (seratus enam puluh) RUU dengan Keputusan DPR RI Nomor 06A/DPR RI/II/2014-2015 tertanggal 9 Februari 2015. Menginjak tahun kedua dilakukan perubahan Prolegnas dengan Keputusan DPR RI Nomor 4/DPR RI/III/2015-2016 tanggal 26 Januari 2016 menambah 9 (sembilan) RUU sehingga menjadi berjumlah 169 (seratus enam puluh sembilan) RUU dan menyusul 1 (satu) RUU tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang sebelumnya belum masuk dan ditetapkan dalam Prolegnas lima tahunan. Pada tahun ke ketiga kembali dilakukan perubahan Prolegnas dengan Keputusan DPR RI No 7/DPR RI/II/2016-2017 tanggal 26 Desember 2016
15 Tim Baleg DPR RI, Evaluasi Prolegnas Tahun 2011-2015.
Jakarta: Diterbitkan Badan Legislasi DPR RI. 2014, hlm.13.
menjadi 182 (seratus delapan puluh dua) RUU.
Sebagai gambaran capain legislasi sebagaimana dalam Daftar RUU Prioritas Prolegnas tahun 2015 dilihat dalam Tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2015 Yang Telah Diundangkan Menjadi Undang-Undang No RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERSETUJUAN PENGUNDANGAN
1
RUU tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
2 RUU Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Jumlah Rancangan Undang-Undang Prioritas Prolegnas Tahun 2015 selesai diundangkan sebanyak 2 ( dua) RUU dengan rincian sebagai berikut :
Perubahan Sebanyak 2 (dua) RUU; dan Penggantian sebanyak 0 (nol) RUU;
Terhadap hasil capaian dari daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2016 sebagaimana telah disetujui dan ditetapkan bersama DPR, DPD, dan Pemerintah sejumlah 50 (lima puluh) RUU berdasarkan Prolegnas
jangka 5 (lima) Tahun sebanyak 170 (seratus tujuh puluh) RUU namun hingga tahun 2016, hanya menyelesaikan sebanyak 10 (sepuluh) RUU yang disetujui bersama menjadi UU selanjutnya, lihat tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2016 Yang Telah Diundangkan Menjadi Undang-Undang
NO JUDUL RUU PENGUNDANGAN KETERANGAN
1 RUU tentang Penjaminan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan
Inisiatif DPR Prioritas Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahan pada masa sidang Tahun 2015 namun pengundangannya Tahun 2016
2 RUU Tentang Tabungan Perumahan Rakyat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Perumahan Rakyat.
Insiatif DPR Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
3
RUU Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam.
Inisiatif DPR Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
4 RUU Tentang Penyandang
Disabilitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
Inisiatif DPR Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
5 RUU Tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada tahun masa sidang 2016.
6
RUU Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2016 selesai dibahas pada masa sidang tahun 2015
Tabel 6. Daftar Penyusunan Rancangan Undang-Undang Prioritas Prolegnas Tahun 2016
No Judul RUU Usulan Keterangan
1 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran DPR Masih dalam proses penyusunan oleh Badan Keahlian DPR .
2 RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
3 RUU tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
4 RUU tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
5 RUU tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
6 RUU tentang Kebidanan. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan
Keahlian DPR.
7 RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan
Keahlian DPR.
8 RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
9 RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Anggota DPR
10 RUU tentang Perubahan Atas UU No 18 Tahun 2002 tentang Sistem Penelitian Nasional, Pengembangan,
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR
11 RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan DPR Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Badan Keahlian DPR.
12 RUU tentang tentang Perubahan atas Undang_
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) Pemerintah Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Pemerintah.
13 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemerintah Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Pemerintah
No Judul RUU Pengundangan Keterangan
7 RUU tentang
Pengampunan Pajak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2016 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
8 RUU tentang Paten. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
9 RUU tentang Merk dan Indikasi
Geografis Belum diundangkan karena sedang menunggu penomeran dari Sekretariat Negara
Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016.
10
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Belum diundangkan karena sedang menunggu penomeran dari Sekretariat Negara
Usulan Pemerintah Prioritas Prolegnas 2015 selesai dibahas pada masa sidang Tahun 2016
Keterangan: Dalam Daftar Rancangan Undang-Undang Prioritas ProlegnasTahun 2016 selesai diundangkan sebanyak 10 (sepuluh RUU dengan rincian sebagai berikut :
Perubahan atas undang-undang sebanyak 2 (dua) RUU;
Penggantian atas undang-undang sebanyak 2 (dual) RUU; dan Baru sebanyak 6 (enam) RUU.
Namun celakanya ditengah rendahnya capaian Prolegnas tahun 2016 baru 10 (sepuluh) RUU disetujui menjadi UU, dari daftar 50 (lima puluh) RUU prioritas Prolegnas tahun 2016 selebihnya, 4 (empat) RUU masih dalam proses pengharmonisasian, 2 (dua) RUU menunggu keputusan paripurna ditetapkan
menjadi inisiatif DPR (selesai Pengharmonisasian), 19 (sembilan belas) RUU dalam pembahasan tingkat I (Komisi, Pansus, dan Baleg), dan 11 (sebelas belas) RUU dalam proses penyusunan di pengusul baik di anggota, DPR, dan Pemeintah Selanjutnya lihat tabel sebagai berikut:
NO Judul RUU Usulan Keterangan 14 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pemerintah Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Pemerintah.
15 RUU tentang Bea Materai. Pemerintah Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Pemerintah.
16 RUU tentang Kepalangmerahan. Pemerintah Masih Dalam Proses Penyusunan oleh Pemerintah.
Keterangan: Bahwa dari 50 (lima puluh) RUU prioritas Prolegnas 2016 sebanyak 16 (enam belas) RUU masih dalam proses penyusunan yang terdiri 11 (sebelas) RUU oleh DPR dan 5 (lima) RUU oleh Pemerintah.
Tabel 7. Daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2016 Masih Dalam Pengharmonisasian
NO Rancangan Undang-Undang Keterangan
1 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Usulan Komisi VI saat ini masih dalam proses
pengharmonisasian, pembulatan, dan Pemantapan di Baleg DPR.
2 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Usulan Anggota DPR (Rike Dyah Pitaloka anggota DPR dari F. PDI P) yang pada saat ini masih dalam proses pengharmonisasian, pembulatan, dan Pemantapan di Baleg 3 DPR.
RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Usulan Anggota DPR (Hj. Nihayatul Wafiroh, MA anggota DPR dari F. PKB) yang pada saat ini masih dalam proses pengharmonisasian, pembulatan, dan Pemantapan di Baleg 4 DPR.
RUU tentang Perkelapasawitan Usulan Anggota DPR (lintas fraksi) yang pada saat ini masih dalam proses pengharmonisasian, pembulatan, dan Pemantapan di Baleg DPR.
Tabel 8. Daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2016 Telah Selesai Harmonisasi
No Rancangan Undang-Undang Keterangan
1 RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Telah Selesai harmonisasi namun dilakukan penundaan sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan dalam Rapat Paripurna DPR sebagai RUU usul (inisiatif) DPR.
2 RUU tentang Pertembakauan Menunggu Penjadwalan pada Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi RUU Usul (inisiatif) DPR.
Tabel 9. Daftar RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2016 Dalam Pembicaraan Tingkat I
No Rancangan Undang-Undang Penugasan AKD DPR Keterangan
1 RUU tentang Larangan Minuman
Beralkohol. Panitia Khusus (Pansus) DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah
2 RUU tentang Jasa Konstruksi. Komisi V DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
3 RUU tentang Perlindungan Pekerja
Indonesia di Luar Negeri. Komisi IX DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
4 RUU tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Komisi III DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah
5 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak Komisi XI DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
6 RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan. Baleg DPR DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
7 RUU tentang Wawasan Nusantara Usulan DPD (Pembahasan dalam Pansus antara DPD bersama DPR dan Pemerintah)
Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah
8
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Panitia Khusu (Pansus) DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah
NO Rancangan Undang-Undang Penugasan AKD DPR Keterangan
9 RUU tentang Sistem Perbukuan. Komisi X DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
10 RUU tentang Kebudayaan Komisi X DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
11 RUU tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Komisi XI DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
12 RUU tentang Kewirausahaan Nasional. Panitia Khusus (Pansus) DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
13 RUU tentang Ekonomi Kreatif Usul DPD Panitia Khusus (Pansus)
DPR bersama Pemerintah. Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
14 RUU tentang Arsitek. Komisi V DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
15 RUU tentang Pertanahan Komisi II DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
16 RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan. Komisi IV DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
17 RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji dan Umrah. Komisi VIII DPR Dalam proses pembahasan
bersama Pemerintah.
18
RUU tentang Kitab Hukum Pemilu (dalam Prolegnas 2015-2019 tertulis:
RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum).
Panitia Khusus (Pansus) DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
19 RUU tentang Kepalangmerahan Komisi IX DPR Dalam proses pembahasan bersama Pemerintah.
(dua) RUU, administrasi jadwal pembahasan yang tidak tumpang tindih, keterbukaan setiap rapat, dan menjamin akses partisipasi masyarakat dalam pembahasan.
Menginventarisasi dan Mengevaluasi Prolegnas atas Capaian Prioritas Tahunan
Politik hukum yang menyanut rencana pembangunan materi hukum di Indonesia pada saat ini termuat didalam Prolegnas. Artinya pemetaan atau potret rencana tentang hukum-hukum apa yang akan dibuat dalam periode tertentu sebagai politik hukum dapat dilihat daftar RUU dalam Prolegnas hendaknya harus memperhatikan isi hukum (conten of law), struktur hukum (structure of law), dan budaya hukum (culture of law) sejalan dalam pertimbangan penyusunan Prolegnas. Secara teoritis, paradigma dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: pertama, Paradigma filosofis (philosophical paradigm) paradigma filosofis ini berupa nilai-nilai dan asas-asas/dasar-dasar/
prinsip-prinsip (value and principles: warden et beginselen). Semua berakar dan bersumber dari pandangan hidup bangsa (levensbeschuowing) dan berkembang ditengah-tengah masyarakat Indonesia;
kedua, Paradigma politis (political paradigm). Fungsi paradigma politis ini ialah untuk mendasari pemikiran (pertimbangan atau consideration) dan penetapan (policy) mengenai sesuatu; dan ketiga, Paradigma yuridis (legal paradigm) di setiap negara, konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menjadi induk Bahwa apabila merujuk dari Tabel IV, Tabel VI
Tabel VI, Tabel VII, Tabel VIII, dan Tabel IX diketahui berdasarkan dari hasil koordinasi, evaluasi, dan inventarisasi terhadap capaian atas daftar RUU Prioritas Prolegnas 2016 dari 50 (lima puluh) RUU hanya 10 (sepuluh) RUU yang telah ditetapkan menjadi UU sisanya sebanyak 40 (empat puluh) RUU yang terdiri dari 16 (enam belas) RUU dalam proses penyusunan, 4 (empat) RUU dalam proses pengharmonisasian, 2 (dua) RUU telah selesai diharmonisasi namun belum ditetapkan dalam rapat paripurna menjadi RUU inisiatif DPR, dan 18 (delapan belas) RUU masih dalam pembahasan tingkat I antara DPR bersama Pemerintah.
Rendahnya capaian penyelesaian Prolegnas prioritas yang ditetapkan merupakan prestasi yang selalu berulang dari tahun ke tahun sehingga berakibat tidak tuntas pembahasanya, menjadi pekerjaan rumah tahunan yang berkonstribusi besar menyumbang tunggakan jumlah RUU prioritas Prolegnas tahun berikutnya. Belum optimalnya fungsi Baleg dalam menyaring RUU yang diusulkan oleh anggota DPR, komisi atau gabungan komisi diluar prioritas RUU atau di laur RUU yang terdaftar dalam Prolegnas semakin membebani capaian legislasi yang tidak pernah terpenuhi. Usaha yang dilakukan oleh DPR untuk menyelenggarakan proses legislasi yang efektif dan transparan dalam setiap pembahasan perlu diupayakan antara lain : distribusi beban kerja anggota yang dibatasi maksimal membahas 2
paradigm yuridis, karena semua ketentuan hukum bermula dari UUD.16
Prolegnas sebagai “wadah” politik hukum (untuk jangka waktu tertentu) menggariskan dalam Pasal 20 ayat (4) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan: “Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas tahunan”.
Baleg DPR selaku alat kelengkapan khusus dibidang legislasi yang mengkoordinasi penyunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Presiden serta melakukan koordinasi penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR berkewajiban untuk melakukan evaluasi pelaksanaan prioritas Prolegnas tahunan sebagai pelaksana Prolegnas jangka menengah.
Artinya capaian atau target prioritas Prolegnas secara kuantitas (jumlah) sulit tercapai, apalagi tuntutan kualitas dari keluaran produk undang- undang yang disyahkan mampu menjawab persolan ditengah-tengah masyarakat atas kehadiran suatu undang-undang. Bahwa perlu diingat setiap anggota DPR paling banyak dalam satu tahun membahas 3 (tiga) RUU demikian juga dengan alat kelengkapan DPR paling banyak 2 (dua) RUU dengan syarat terhadap RUU yang menjadi penugasan telah selesai dibahas pada tingkat I kemampuan tersebut,17 harus menjadi koreksi dalam evaluasi dan inventarisasi capaian Prolegnasi setiap tahunnya,karena hingga saat ini DPR belum memenuhi target penyelesaian sejumlah RUU yang ditetapkan dalam prioritas Prolegnas setiap tahun.
Fakta tersebut, pada dasarnya mengkonfirmasi bahwa capaian pada tahun pertama masa jabatan anggota DPR tidak maksimal jika digunakan untuk mencetak undang-undang sesuai dengan target dalam Prolegnas. Tahun pertama masa keanggotaan DPR lebih baik diisi dengan persiapan semua rancangan undang-undang yang akan dibahas atau lebih memprioritaskan kerja yang bersifat kajian terhadap suatu rancangan undang-undang.
Ketidak tuntasan kerja legislasi dan pembagian porsi pelaksanaan fungsi DPR mengindikasikan politik legislasi yang disengaja hanya muncul pada tahap perencanaan. Selebihnya anggota DPR menjalankan kebijakan legislasi dengan keterdesakan demi mencapai target untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU yang sudah memakan waktu
16 Solly Lubis, Dasar-Dasar Konstitusional Pembentukan Perundang-Undangan, Jurnal Konstitsi Volume 4 Nomor 2 Juni 2007. Jakarta: Diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2007, hlm. 36-39.
17 Lihat, Pasal 136 Ayat (1) dan Pasal 137 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
terlampau lama. Keterdesakan itu juga bisa akibat intervensi kepentingan tertentu. Bisa jadi, motivasi penyelesaian RUU untuk menuntaskan permasalahan yang dihadapi masyarakat jarang ditemukan. Buktinya keinginan untuk konsisten menepati perencanaan legislasi dapat disebut sebagai janji legislasi tidak pernah mencapai presentasi yang mendekati lima puluh persen.18
Berdasarkan pelaksanaan penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah maka terdapat permasalahan yang kurang lebih sama, untuk dilakukan evaluasi dan inventarisasi berkaitan dengan capaian Prolegnas dengan diidentifikasi,19 sebagai berikut:
1. Tidak semua RUU yang diajukan pemrakarsa dalam hal ini Pemerintah melalui satu pintu, yaitu Kementrian Hukum dan HAM RI sehingga terkadang terdapat usulan RUU tiba-tiba sampai ke DPR melalui anggota maupun komisi/Baleg/
Pansus;
2. Terjadi perubahan penetapan daftar RUU Prioritas Prolegnas denga penambahan RUU dari yang telah ditetapkan setiap tahunnya selalu bertambah, meskipun dengan dalih alasan tertentu sebagaimana ditentukan oleh UU;
3. Prosedur penyusunan Prolegnas belum efektif dilaksanakan sehingga dalam kerangka penyusunan Prolegnas hingga saat ini,belum berjalan dan belum terkonsepsi dengan jelas. Rapat koordinasi sebagai media pengharmonisasian RUU yang dilaksanakan dalam bentuk konsinyering (rapat pembahasan) tahunan Prolegnas cenderung hanya menyusun daftar prioritas Prolegnas;
4. Dalam melakukan tahapan penyusunan Prolegnas seringkali tidak didukung oleh kelengkapan data pokok program pengajuan RUU maupun data pendungkungnya dari Kementrian/Lembaga yang mengajukan program RUUnya. Sehingga berakibat kurangnya akurasi dalam pengelolaannya.
Evaluasi terhadap pelaksanaan Prolegnas sangat penting, agar DPR, DPD, dan Pemerintah serta publik secara umum mendapatkan informasi aktual tentang capaian dan beban kerja penyelesaian Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksana Prolegnas jangka lima tahun. Evaluasi tidak hanya mengenai urusan menambah atau mengurangi jumlah RUU dalam daftar prioritas, tetapi juga dalam hal penetapan target pembahasan RUU yang paling realistis, namun
18 Eryanto Nugroho. dkk Catatan Kinerja DPR RI 2011 Legislasi Aspirasi atau Transaksi. Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). 2012, hlm. 69.
19 Ahmad M. Ramli, Op.cit, hlm. 228-229.
tentunya dengan tetap mempertimbangkan aspek kualitas proses pembahasan dan substansi RUU.20
Namun demikian berdasarkan tingkat pencapaian program, baik pembahasan maupun penyusunan RUU dalam kenyataan belum berbanding lurus dengan program yang telah ditetapkan, artinya Prolegnas masih sebatas cita- cita atau boleh dikatakan sebatas rencana legislasi (Relegnas) bukan Prolegnas. Dari evaluasi juga diketahui bahwa kemampuan DPR dan Pemerintah dalam pembentukan undang-undang sesungguhnya hanya sekitar 15 (lima belas) sampai 20 (dua puluh) RUU, sehingga perlu upaya menahan diri terhadap kecenderungan selalu naiknya jumlah keinginan RUU yang diajukan, karena hingga saat ini belum ada korelasi kuantitatif menunjukkan optimalisasi capaian antara perencanaan pembentukan undang- undang dengan target yang dihasilkan.21
Berdasarkan hasil koordinasi Baleg bersama komisi, Pansus dan fraksi untuk 2016, setidaknya ada 4 (empat) komisi yang tidak mengikuti rapat koordinasi bersama Baleg yaitu Komisi I, Komisi IV, Komisi VI, Komisi IX, dan Komisi X adapun yang hadir Komis II, Komisi III, Komisi V, Komisi VII, Komisi VIII, Komisi XI ditambah dengan 4 (empat) Pansus, 22 Secara umum dari hasil evaluasi yang dilakukan Baleg terhadap komisi dan pansus yang ditugaskan membahas UU secara umum ditemukan permasalahan yang secara langsung menjadi problem utama di DPR,23 antara lain : (1) RUU yang berasal dari DPR terlalu lama menunggu Surat Presiden (Surpres) pembahasan;
(2) Tidak quorum dalam rapat pembahasan karena tidak dihadiri anggota yang terlibat pembahasan RUU; dan (3) mengusulkan agar dalam 1 (satu) kali masa sidang khusus melakukan pembahasan RUU dan tidak diperbolehkan melakukan kunjungan kerja spesifik pengawasan.
Komitmen DPR, DPD, dan Pemerintah dalam melakukan pembahasan menjadi penting, disamping persoalan teknis seperti ketidakhadiran anggota dalam rapat-rapat pembahasan menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusi bersama oleh lembaga legislatif. Hasil evaluasi terhadap pembahasan materi muatan RUU melalui koordinasi dengan komisi/panitia khusus terhadap Prolegnas dapat diambil langkah-langkah memperbaiki penyusunan dengan perencanaan yang matang
20 Fajri Nur Syamsi, DPR-Pemerintah Harus Evaluasi Prolegnas 2016. (http://www.koran-jakarta.com/dpr-pemerintah- harus-evaluasi-prolegnas-2016. diakses tanggal 15 Juni 2016).
21 Tim BPHN, Op.cit. hlm. 142-143.
22 Laporan Singkat Badan Legislasi DPR RI Dengan Pimpinan Komisi-Komisi dan Pansus Dalam Rangka Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2016, tanggal 25 Mei 2016, hlm 2-4.
23 Ibid.
didahului dengan perbaikan kebijakan sudah barang tentu mempertimbangkan kepentingan realitas politik yang berkembang.
Dilihat dari segi produk yang dihasilkan DPR, pada bidang fungsi legislasi terdapat lima gejala empiris dalam perundang-undangan di Indonesia seperti disinyalir Sony Maulana Sikumbang,24 antara lain. Pertama, Undang-Undang atau peraturan yang dihasilkan DPR tidak efektif, dalam arti tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Kedua, undang- undang atau peraturan tersebut tidak implementatif.
Ketiga,Undang-Undang atau peraturan yang tidak responsif . Keempat, Undang-Undang atau Peraturan yang dihasilkan DPR bukannya memecah persolan sosial, tetapi malah menimbulkan kesulitan baru di masyarakat. dan Kelima, muncul undang- undang yang tidak relefan dengan kebutuhan atau permasalahan yang ada di masyarakat.
Berdasarkan pemikiran diatas, Prolegnas tidak lagi dipandang semata-mata himpunan kuantitas daripada daftar judul RUU semata tetapi program tersebut, mengandung cita-cita yang secara rasional ingin dicapai diberbagai bidang dalam kurun waktu tertentu. Oleh karenanya, dengan memperhatikan realitas diatas maka, DPR pada umumnya, dan Baleg pada khususnya sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad A.S. d 25: “Khususnya mengenai Baleg, jika secara politis akan diarahkan menjadi pusat perancangan, penyusunan, dan pembahasan RUU maka, keberadaan Baleg paling tidak ada 3 (tiga) hal yang harus diperbaiki yaitu:
1. Agar dapat fokus pada dalam rangka pembentukan undang-undang keberadaan anggota Baleg DPR yang merangkap juga sebagai anggota Komisi haruslah diakhiri;
2. Penguatan dukungan staf Baleg, baik staf administrasi, maupun staf ahli, khususnya dibidang perancangan; dan
3. Dukungan dana yang memadahi.
Ketiga hal diatas saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga untuk mendapatkan hasil kerja pembentukan RUU yang maksimal maka, perbaikan yang dilakukan haruslah menyeluruh. Dalam upaya memperkuat proses legislasi, pembaharuan mengarah pada pilihan penguatan lembaga yaitu
24 Sony Maulan Sikumbang,dkk, Bagaimana Undang-Undang Dibuat, Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), 2003, hlm. 3-4.
25 AS. Hikam Makalah: “Politik Hukum Nasional 2005-2009”, dalam Patra M. Zen, Refleksi dan Penyusunan Strategi Mewujudkan Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta: Sekretariat Nasional Koalisi Kebijakan Partisipatif, 2005, hlm. 49-50.