DAFTAR ISI
Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan
jht
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1 Maret 2014
HASIL AIR PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DALAM MENYUMBANG ALIRAN SUNGAI Edy Junaidi
KAYU SISA PENJARANGAN DAN TEBANG HABIS HUTAN TANAMAN JATI Ahmad Budiaman, Devi Muhtariana, dan Nensi Yunita Irmawati
PERENCANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN MELALUI ANEKA USAHA KEHUTANAN (Studi di Dinas Kehutanan Kabupaten Malang)
Hari Wijayanto, Agus Suryono dan Tjahjanulin Domai
KINERJA INDUSTRI KAYU LAPIS DI KALIMANTAN SELATAN MENUJU EKOEFISIENSI Darni Subari
KARAKTERISTIK JENIS POHON PADA BERBAGAI TIPE LOKASI HUTAN KOTA DI PEKANBARU PROPINSI RIAU
Anna Juliarti
KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Ary Widiyanto
STRUKTUR DAN DIMENSI SERAT PELEPAH KELAPA SAWIT Lusita Wardani, Faisal Mahdie, dan Yusuf Sudo Hadi
KAJIAN BENTANG LAHAN EKOLOGI FLORISTIK HUTAN RAWA GAMBUT BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAS SEBANGAU
Raden Mas Sukarna
PENGARUH TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH TEMBESU (Fagraea fagrans Roxb)
Tati Suharti, Yulianti Bramasto dan Naning Yuniarti
KERUSAKAN TANAH YANG TERJADI AKIBAT SLIP PADA KEGIATAN PENGANGKUTAN KAYU Yuniawati dan Sona Suhartana
UJI VIABILITAS DAN SKARIFIKASI BENIH BEBERAPA POHON ENDEMIK HUTAN RAWA GAMBUT KALIMANTAN TENGAH
Siti Maimunah
ANALISA USAHA LEBAH MADU HUTAN DAN KUALITASNYA Fatriani, Arfa Agustina Rezekiah, Adistina Fitriani
1-8
9-15
16-23
24-34
35-39
40-46
47-51
52-59
60-64
65-70
71-76
77-81
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1yaitu:
Prof. Dr. Ir. M. Lutfhi Rayes,M.Sc (Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya)
Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani, M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)
Prof.Dr.Hj. Nina Mindawati, M.S
(Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI)
Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc.
(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)
Prof.Dr.Ir.H.M. Ruslan, M.S
(Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat)
Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc.
(Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI)
Dr. Ir. KusumoNugroho, MS
(Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)
Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr.
(Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)
Prof.Dr.Ir. Sipon Muladi
(Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman)
Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi
(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)
Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
Salam Rimbawan,
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 3 Edisi Novem- ber 2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan.
Edy Junaidi meneliti peranan hidrologi hutan (hutan alam dan hutan tanaman) terhadap aliran sungai ditinjau dari neraca air dengan membandingkan penggunaan lahan hutan dan penggunaan lahan lain.
Ahmad Budiaman, dkk meneliti besarnya kayu sisa dari kegiatan tebang habis kelas umur (KU) VII dan penjarangan KU VI Kayu jati (Tectona grandis) yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Hari Wijayanto, dkk meneliti pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui aneka usaha kehutanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan proses perencanaan aneka usaha kehutanan sebagai usaha memberdayaan masyarakat sekitar hutan masih kurang maksimal.
Darni Subari meneliti kinerja industri kayu lapis di Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri kayu lapis umumnva memiliki kesamaan dalam proses dan mesin produksinya
Anna Juliarti meneliti jenis-jenis pohon yang ditanam di lokasi Hutan Kota di Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 7 spesies, 5 famili yang terdapat di median jalan, 12 spesies , 11 famili yang berada di pinggir jalan dan 26 spesies, 17 famili yang terdapat di taman-taman kota
Ary Widiyanto meneliti dinamika hara pada lahan agroforestri sengon-kapulaga dengan pemberian empat perlakuan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P tanah, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan kadar C, N dan P tanah.
Lusita Wardani, dkk mengidentifikasi beberapa sifat anatomi pelepah sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal serat, diameter serat pelepah sawit serta diameter metaxylem dan tebal dinding selnya masing-
masing adalah 2328,3-2486,0 ìm; 26,2-27.0 ìm; 598,3- 792,51ìm, and 21,65-26,65 ìm.
Raden Mas Sukarna meneliti klasifikasi struktur hutan rawa yang akurat melalui model Forest Canopy Density Citra Landsat, dan model distribusi floristik hutan pada satuan bentang lahan berdasarkan integrasi spasial antara variasi struktur hutan dan tipe bentuk lahan.
Tati Suharti, dkk meneliti teknik pengendalian penyakit benih terhadap viabilitas benih tembesu (Fagraea fragrans Roxb).
Yuniawati dan Sona Suhartana meneliti kerusakan tanah yang terjadi akibat terjadinya slip pada saat kegiatan pengangkutan kayu di wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciguha, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Siti Maimunah meneliti indeks viabilitas benih untuk jenis-jenis yang tumbuh di hutan rawa gambut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya indeks viabilitas dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah dan ketepatan cara skarifikasi benihnya. Tumih dan pulai adalah jenis yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lahan gambut terdegradasi.
Fatriani, dkk meneliti biaya, pendapatan dan keuntungan usaha lebah madu serta menganalisa kualitas madu yang dihasilkan oleh usaha lebah madu.
Lokasi penelitian berada di Desa Telaga Langsat Kecamatan Tangkisung Kabupaten Tanah Laut
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
Banjarbaru, Maret 2014 Redaksi,
KATA PENGANTAR
sdsadsa
52
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1 Maret 2014 ISSN 2337-7771
E-ISSN 2337-7992
KAJIAN BENTANG LAHAN EKOLOGI FLORISTIK HUTAN RAWA GAMBUT BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH
DI SUB DAS SEBANGAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Study of Landscape Ecology Floristic on Peat Swamp Forest Based on Remote Sensing Imagery at Sebangau Sub Catchment Area Central Kalimantan
Raden Mas Sukarna
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
ABSTRACT. This research was conducted in peat swamp forest of Sebangau Sub Catchment Area of Central Kalimantan Province, whose objectives were (1) to obtain forest structure classification accu- rately using Forest Canopy Density (FCD) model Landsat Imagery, (2) to produce floristic distribution model in landscape unit based on spatial integration between both variations of forest structures and landforms. The research used multi-level remote sensing method, namely, application of FCD model to determine forest canopy density, identification of forest structure using aerial photography, ground survey and spatial analysis of landscape unit. The research found that determination of spectral classification of peat swamp forest could be conducted maximally by FCD model Landsat Imagery. Spatial integration between both variations of forest structures and land forms produced specific floristic distribution pat- terns of each landscape unit. Dense forest structure of swamp landscape unit illustrated high floristic diversity; on the other hand, open forest structure of landscape unit illustrated low floristic diversity.
Keywords: Spectral Variation, Forest Canopy Density, Forest Structure, Floristic, Swamp Landscape ABSTRAK. Penelitian ini dilaksanakan di Sub Das Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah, yang bertujuan (1) untuk mendapatkan klasifikasi struktur hutan rawa yang akurat melalui model Forest Canopy Density Citra Landsat, (2) untuk menghasilkan model distribusi floristik hutan pada satuan bentang lahan berdasarkan integrasi spasial antara variasi struktur hutan dan tipe bentuk lahan. Penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh multi-tingkat, yaitu aplikasi model FCD Citra Landsat untuk menentukan kerapatan kanopi hutan, foto udara format kecil untuk mengidentifikasi struktur hutan, survai lapangan untuk menentukan nilai floristik dan analisis spasial satuan bentang lahan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penentuan klasifikasi kerapatan struktur kanopi hutan rawa gambut dapat dilakukan secara maksimal melalui model FCD. Integrasi spasial antara variasi struktur hutan dengan variasi bentuk lahan rawa menghasilkan pola distribusi floristik yang spesifik pada masing-masing satuan bentang lahannya. Struktur hutan yang rapat pada satuan bentang lahan rawa menggambarkan keragaman floristik yang tinggi, sebaliknya pada struktur hutan yang jarang pada satuan bentang lahan menggambarkan keragaman floristik yang rendah.
Kata Kunci : Variasi Spektral, Kerapatan Kanopi Hutan, Struktur Hutan, Floristik, Bentang Lahan Rawa Penulis untuk korespondensi, surel: [email protected]
PENDAHULUAN
Ekosistem gambut merupakan bentukan alam baru yang terjadi pada akhir zaman es (kurang dari 11.000 tahun yang lalu) dan sangat dipengaruhi oleh keadaan geologi, hidrologi dan topografinya. Berdasarkan proses pembentukannya Ekosistem gambut dapat dikategorkan kedalam dua sub wilayah, pertama adalah wilayah yang terbentuk berdasarkan pengaruh proses fluvial yang letaknya
dekat dengan sungai/danau dan mempunyai ketebalan gambut yang tipis dan kedua, adalah wilayah cembungan gambut (peat dome) merupakan daerah endapan bahan organik, yang biasanya letaknya relatif jauh dari sungai dengan kondisi lapisan gambut yang tebal (Hadisuparto, 2004). Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) ke pedalaman sekitar 100 km atau sejauh dirasakannya
53 Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59 pengaruh gerakan pasang (Noor, 2004). Jadi lahan rawa
dapat dikatakan sebagai lahan yang mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai sekitarnya. Terjadinya degradasi dan deforestasi pada kawasan rawa gambut yang relatif cepat akan memberikan dampak ekologi baik untuk waktu sekarang maupun waktu yang akan datang. Dampak ekologi tersebut dapat dipelajari melalui pendekatan kajian ekologi bentang lahan (landscape ecology). Studi bentang lahan dimaksudkan untuk mempelajari berbagai hubungan antara proses-proses dan penomena bentang lahan (geosphere) yang mencakup komunitas manusia, binatang dan tumbuhan, termasuk mempelajari struktur dari berbagai perubahan dan fungsi interaksi ekosistem dalam kawasan lahan yang heterogen (Vink, 1983; Forman dan Gordon, 1986; Farina, 1998). Secara umum ekologi bentang lahan terutama mempertimbangkan pembagian luasan dari suatu wilayah kedalam karakteristik yang relatif homogen dan digu- nakan untuk memudahkan mengetahui tipe hubungan antara elemen-elemen fungsional dan struktural yang terjadi pada bentang alam tersebut. Perubahan bentang lahan dari waktu ke waktu terjadi melalui proses proses alamiah maupun sebagai akibat campur tangan manusia. Kondisi demikian akan menghasilkan bentuk regionalisai alamiah dan bentuk regionalisasi budaya manusia. Perubahan yang terjadi terhadap bentang lahan sebagai hasil interaksi manusia dan lingkungan menjadi sesuatu yang penting untuk dicermati dan dipelajari, karena perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sistem interaksi antar komponen penyusun lingkungan. Perubahan dan perkembangan aspek biofisik suatu kawasan perlu dilakukan untuk memahami kondisi ekologi bentang lahan. Untuk mengetahui kondisi ekologi pada lahan rawa gambut perlu dilakukan pengelompokan kawasan kedalam satuan-satuan lahan berdasarkan aspek geomorfologi, hidrologi, topografi dan vegetasi.
METODE PENELITIAN
Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penginderaan jauh multi- tingkat, yaitu perpaduan antara analisis Citra Landsat sebagai sumber data utama, identifikasi dan interpretasi foto udara, peta tematik dan survai lapangan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Sub Das Sebangau Provinsi kalimantan Tengah selama ± 4 bulan yaitu antara bulan April – bulan Agustus 2011
Bahan dan Peralatan yang digunakan Citra Penginderaan Jauh
a) Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Landsat 5 Citra penginderaan jauh satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 7 ETM+
Path/Row 118/062 hasil perekaman tanggal 05 Agustus 2007 dan Citra Landsat 5 hasil perekaman bulan Agustus 2010 pada tingkat (level) 1G yang secara radiometrik dan geometrik telah terkoreksi.
b) Citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) Citra SRTM digunakan dalam penelitian digunakan untuk membantu mempelajari kondisi topografi wilayah. Selain itu juga digunakan untuk mempela- jari perbedaan elevasi kawasan penelitian.
c) Foto Udara Digital Format Kecil
Foto udara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil survai udara yang dilakukan pada tanggal 16 Juli 2004
d) Peta Dasar dan Peta Tematik
• Peta Digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1 : 250.000, dari Bakosurtanal
• Peta Digital Sistem Lahan Skala 1 : 250.000 yang dibuat oleh RePPProT tahun 1985.
• Peta Digital Geologi Kalimantan Tengah Lembar Palangka Raya (Sheet 1613) Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengam- bangan Geologi Bandung, Tahun 1995 Peralatan Penelitian
a) Komputer b) Kamera Digital
c) Global Positioning System (GPS) receiver Garmin 12 XL
d) Altimeter untuk mengukur ketinggian tempat e) Alat pengukur Suhu dan Kelembaban f) Hagameter untuk mengukur tinggi pohon g) Phiband untuk mengukur diameter batang
h) Program-program pendukung yang digunakan untuk analisis citra digital dan pemetaan adalah ENVI Versi 4.4, FCD Mapper Versi 2.0, dan ArcView Versi 3.3. Arc Gis Versi 10.1
Analisis Data
Analisis data dimulai dengan melakukan analisis spektral Citra Landsat 7 ETM+ menggunakan formulasi Forets Canopy Density (FCD) = (VD x SSI +1)1/2 -1 (Rikimaru,1996; Roy et al., 1997).
54
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014
Gambar 1. Diagram Alir Analisis Spektral Citra Landsat Menggunakan Model FCD (Rikimaru dan Miyatake,1997; Rikimaru et al,1998) Figure 1. Flow Chart of Landsat Imagery Analysis us-
ing FCD Model (Rikimaru dan Miyatake, 1997; Rikimaru et al,1998)
Berdasarkan hasil klasifikasi spektral model FCD Citra Landsat, maka distribusi spasial kerapatan tajuk hutan dapat ditentukan piksel per piksel seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Klasifikasi Kerapatan Kanopi Hutan Citra Landsat (ITTO/JOFCA, 2003)
Figure 2. Classification Model of Forets Canopy Den- sity Landsat Imagery (ITTO/JOFCA, 2003) Setelah analisis spectral citra satelit model FCD, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi dan interpretasi foto udara yang dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih detil fenomena struktur hutan rawa gambut. Berdasarkan peta struktur hutan rawa tersebut dilanjutkan dengan kegiatan survai. Pengukuran di lapangan dilakukan menggunakan acuan peta bentuk lahan rawa dan peta FCD citra landsat 7 ETM+ yang
meliputi (1) kawasan hutan yang sangat rapat, (2) kawasan hutan yang rapat, (3) Kawasan hutan yang agak rapat, (4) kawasan hutan yang agak jarang, (5) kawasan hutan yang jarang. Pada masing-masing satuan lahan tersebut dibuat petak ukur sejumlah 90 buah yang dilakukan secara pur- posive sampling, yaitu penentuan areal contoh lapangan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan ukuran petak ukur (PU) 250 m2 untuk tingkat pohon, PU 64 m2 untuk tingkat tiang. Beberapa parameter tegakan yang diukur dan dicatat antara lain adalah diam- eter batang, diameter tajuk, tinggi pohon, nama jenis dan jumlah jenis. Kriteria tingkat pohon dalam penelitian ini adalah tumbuhan berkayu berdiameter >20 cm, tingkat tiang berdiameter 10 -19 cm. Untuk mengetahui kondisi floristik hutan rawa pada masing-masing unit penutupan lahan, dilakukan analisis vegetasi melalui formulasi yang dikem- bangkan oleh Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:
INP (%) = KR (%) + FR (%) + DR (%) Berdasarkan nilai Indeks Nilai Penting (INP) dilakukan perhitungan nilai Indek Keanekaragaman Jenis (H’) meng- gunakan Indeks Shannon (Ludwig dan Reynolds, 1988).
∑=
−
= n
1
i pi ln pi H'
Dimana : pi = ni/N ; ni =INP suatu jenis ; N=INP seluruh jenis ; ln = logaritma natural ; e : bilangan alam = 2,714
Pemodelan keterkaitan spasial antar penutupan lahan dilakukan untuk memahami fenomena keterkaitan antar penutupan lahan (spatial interlocking) yang satu dengan yang lainnya yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sub sistem lahan rawa gambut tertentu (Van Gils dan van Wijngaarden, 1984).
Untuk menentukan distribusi sub sistem hutan rawa gambut, dilakukan dengan mengintegrasikan antara variasi spasial tipe penutupan hutan rawa dengan variasi spasial tipe bentuk lahan rawa (landform).
Tabel 1. Penentuan Model Distribusi Landscape Ecology (LE) Hutan Rawa Gambut
Table 1. Determination of Landscape Ecology Distribu- tion Models of Peat Swamp Forest
Landform Type
Forest Canopy Density Classification Sangat
Rapat Rapat Agak Rapat
Agak
Jarang Jarang Cembungan
Gambut LE1 LE2 LE3 LE4 LE5
Rawa Gambut
Tergenang LE6 LE7 LE8 LE9 LE10
Rawa Gambut
Berpasir LE11 LE12 LE13 LE14 LE15
55 Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59 Berdaasarkan hasil analisis pada Tabel 1, selanjutnya
ditentukan satuan bentang lahan menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh young et al. (1993), Wostern dan Idris (2005) sebagai berikut.
1) Bentang lahan alamiah (natural landscape), adalah suatu satuan bentang lahan rawa yang memiliki kondisi floristik yang baik dengan jumlah dan kekayaan jenis pohon yang masih melimpah ( >
30 jenis per ha).
2) Bentang lahan sub-alamiah (sub-natural land- scape), adalah suatu satuan bentang lahan yang memiliki kondisi floristik yang cukup baik dengan jumlah dan kekayaan jenis pohon yang masih cukup banyak (20 – 30 jenis per ha).
3) Bentang lahan semi-alamiah (semi natural land- scape) adalah suatu satuan bentang lahan yang sudah cukup banyak berubah akibat aktivitas manusia, sehingga jumlah dan kekayaan jenis pohonnya sudah berkurang dan bahkan formasi vegetasinya mulai berubah dari vegetasi aslinya, dimana jumlah jenis untuk tingkat pohon berkisar antara 10 – 20 jenis per ha
4) Bentang lahan yang yang tidak alamiah (non natu- ral landsacpe), adalah suatu satuan bentang lahan yang umumnya sudah banyak berubah dari kondisi alamiahnya. Jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon < 10 jenis per ha.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geologi, Topografi dan Tanah
Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Tengah Lembar Palangkaraya Skala 1 : 250.000 tahun 1995, jenis batuan yang terdapat di areal penelitian adalah endapan undak Aluvium yang terdiri dari pasir kwarsa, kerikil dan bongkah yang berasal dari batuan malihan, dimana batuannya bersifat granit dan kwarsit. Endapan undak aluvium umumnya memiliki ketebalan 5 – 10 meter yang di dalamnya mengandung sisa tumbuh-tumbuhan.
Formasi lainnya yang terdapat pada lokasi penelitian adalah formasi Dahor yang terdiri dari batu pasir kwarsa berbutir halus sampai kasar dengan masa dasar lempung berwarna kelabu. Lapisan batubara dengan ketebalan 0,3 sampai 3 meter terdapat di bawah lapisan batu pasir berbutir kasar.
Topografi lokasi penelitian secara umum datar dengan kelerengan antara 0 – 2 %. Ketinggian tempat lokasi
penelitian berkisar antara 5 – 50 m di atas permukaan laut (RePPProT, 1985). Berdasarkan profil lahan rawa pada Gambar 3, kawasan bagian Utara merupakan areal yang berbatasan langsung dengan pegunungan Muller- Schwaner yang didominasi jenis tanah oxisol dan ultisol yang dilanjutkan dengan teras berpasir (sandy terrace) di bagian Selatannya dengan jenis tanah podsol. Semakin ke arah Selatan terlihat bahwa sebagian teras berpasir telah ditutupi oleh lapisan gambut, dan akumulasi ketebalan gambut membentuk cembungan gambut (peat dome) dan mengalami penipisan pada bagian muara sungai.
Gambar 3. Profil Memanjang (Utara – Selatan) Kawasan Rawa Sebangau Kalimantan Tengah (Sieffermann et al., 1990 dalam Hirakawa dan Kurashige, 2000)
Figure 3. Longitudinal Profile (North – South) of Sebangau Swamp Area Central Kalimantan (Sieffermann et al., 1990 dalam Hirakawa dan Kurashige, 2000)
Kondisi Hidrologi
Kondisi tata air di kawasan lahan atau hutan rawa lokasi penelitian saat ini relatif bervariasi menurut musim, kondisi tipologi lahan, dan kondisi penutupan hutannya.
Kawasan rawa yang relatif sudah terbuka seperti pada areal-areal bekas PLG yang terletak antara sungai Kahayan dan sungai Sebangau memberikan fluktuasi yang tinggi. Artinya pada musim hujan kawasan tersebut umumnya tumpah air dan pada musim kemarau mengalami kekeringan yang tinggi. Hasil penelitian Takahashi, et al. (2003) dan Boehm, et al. (2006) menunjukan bahwa tingkat fluktuasi permukaan air tanah pada kawasan hutan rawa yang telah terbuka dapat mengalami penurunan lebih dari 150 cm pada musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan yang sudah terbuka umumnya memiliki kondisi hidrologi yang relatif kurang stabil dibandingkan dengan kawasan yang masih memiliki vegetasi hutan yang cukup rapat.
Hasil penelitian Page et al. (1999) menunjukan bahwa
56
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014 kedalaman air tanah pada hutan rawa gambut kawasan Sebangau yang memiliki penutupan vegetasi hutan yang masih baik secara umum berkisar antara 24 cm – 39 cm. Hal ini menjelaskan bahwa kondisi hidrologi pada kawasan hutan relatif lebih stabil dibandingkan dengan kawasan rawa yang sudah terbuka.
Kondisi Penutupan Tajuk Hutan Rawa Gambut Berdasarkan hasil analisis klasifikasi spektral citra Landsat 7 ETM+ menggunakan model FCD, diketahui bahwa luas seluruh areal penelitian adalah ± 226.292,40 ha yang dapat dikelompokkan enam tipe kerapatan penutupan tajuk hutan seperti Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Peta Klasifikasi Kerapatan kanopi Hutan Rawa pada Lokasi Penelitian
Figure 4. Classification Map of Swamp Forest Canopy Density on Research Area
Keterangan :
Tabel 2. Klasifikasi Kerapatan Kanopi Hutan dan Nilai Indeks Keragaman Jenis
Table 2. Classification of Forets Canopy Density and Di- versity Index Value
Keterangan : Sd = Standar Deviasi; Mean= nilai tengah Berdasarkan hasil analisis vegetasi juga diketahui bahwa semakin rapat kondisi kerapatan tajuk pohon akan diikuti oleh semakin meningkatnya nilai keragaman jenis vegetasi hutan rawa. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kawasan hutan rawa yang cukup rapat dan rapat secara umum memiliki nilai indek keragaman jenis (H’) yang cukup tinggi yaitu antara 2,25 – 3,50. Kisaran nilai H’ yang tinggi merupakan refleksi dari tingginya ditemukan jumlah jenis, tingginya nilai dominansi tegakan dan tingginya nilai kerapatan tegakan hutan. Sebaliknya pada kawasan hutan rawa yang jarang, agak jarang dan kawasan yang agak rapat terlihat bahwa nilai H’ berkisar antara 1,50 – 2,25. Hal ini juga menggambarkan bahwa kawasan tersebut mempunyai kondisi kerapatan tegakan yang rendah, dominansi yang rendah dan jumlah jenis yang rendah.
Pemodelan Distribusi Floristik Hutan pada Satuan Bentang Lahan
Vegetasi pada masing-masing bentang lahan umumnya berbeda menurut kondisi setempatnya. Oleh karena itu karakteristik vegetasi memberikan sarana yang mudah dan dapat menjadi bukti untuk membedakan bentuk lahan (landform) dari ciri-ciri tempat lainnya yang menyusun suatu bentang lahan dan membantu memberikan interpretasi dan nilai ekologisnya.
(FCD 0%) Lahan rawa yang ditutupi padang rumput dan semak rendah yang rapat dengan tinggi antara 50 – 100 cm
(FCD 1 – 20%) Padang rumput, semak tinggi dan pohon - pohon berdiameter ± 10 cm yang relatif masih jarang (FCD 21 – 40%) Semak tinggi dan hutan belukar muda
yang agak rapat dengan pohon-pohon berdiameter antara 10 – 15 cm
(FCD 41 – 60%) Semak tinggi dan Hutan belukar muda yang rapat dengan pohon -pohon berdiameter antara 10 – 20 cm
(FCD 61 – 80%) Campuran hutan belukar muda dan belukar tua dengan pohon -pohon ya ng berdiameter antara 10 – 40 cm
(FCD 81 – 100%) Campuran belukar muda dan hutan primer dengan pohon -pohon yang rapat dengan diameter antara 10 – 60 cm
Kerapatan Kanopi
Hutan
Indeks Keragaman
Jenis
Analisis
Jumlah Seluruh Jenis Vegetasi yang ditemukan pada Areal
Contoh Penelitian
Pohon Tiang
Rapat
≥2,75– <3,5
Sd 7.77 10.41
Mean 23.67 26.67
Cukup Rapat Sd 9.50 8.96
Mean 21.67 26.33
Agak Rapat ≥2,25- < 2,75 Sd 4.04 9.24
Mean 15.33 22.67
Agak Jarang ≥2,00- <2,25 Sd 7.00 5.51
Mean 15.00 14.67
Jarang ≥1,5 – <2,0 Sd 4.00 3.79
Mean 11.00 13.67
57 Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59
Gambar 5. A) Peta Bentuk Lahan Rawa, B) Profil Melintang Tipe Bentuk Lahan Rawa pada Lokasi Penelitian
Figure 5. A) Map of Swamp Landform, B) Longitudinal Profile of Swamp Landform Type on Reseach Area
Hasil kajian terhadap variasi bentuk lahan rawa pada lokasi penelitian yang dilakukan melalui peta geologi, peta sistem lahan, sumber data sekunder dan hasil penge- cekan di lapangan diketahui bahwa kawasan penelitian terdiri dari 3 macam bentuk lahan, yaitu (1) kawasan cem- bungan/cekungan gambut, (2) kawasan rawa pasir bergambut, dan (3) kawasan rawa bergambut yang secara relatif selalu tergenang air. Kawasan tanggul alam yang terdiri dari dataran aluvial dan meander tidak termasuk dalam kawasan rawa, karena kawasan ini memiliki kondisi lahan yang kering.
Untuk mengetahui distribusi floristik secara spesifik pada masing-masing satuan bentang lahan rawa, dalam penelitian ini dilakukan dengan mengitegrasikan antara variasi spasial struktur hutan dengan variasi spasial tipe bentuk lahan rawa. Berdasarkan Peta bentuk Lahan pada Gambar 5a dan hasil survai lapangan dapat digambarkan sebaran tipe bentuk lahan rawa secara melintang dari arah Timur ke arah Barat (sungai Kahayan–sungai Sebangau – sungai Bulan) seperti pada Gambar 5b.
Berdasarkan hasil survai lapangan, dapat dijelaskan kondisi dan karakteristik fisikal masing-masing tipe
bentuk lahan pada lokasi penelitian sebagai berikut.
(A) Kawasan cembungan gambut secara umum memiliki lapisan gambut yang masih relatif tebal.
Pada kawasan ini kondisi lahannya agak lembab sampai agak kering pada waktu musim kemarau, dan berair pada waktu musim hujan. Kondisi hidrologi terlihat lebih stabil dengan karaktersitik air sungainya yang berwarna kecoklat-coklatan (brownes).
(B) Kawasan rawa gambut tergenang pada lokasi penelitian umumnya adalah merupakan kawasan rawa yang hampir sepanjang musim hujan selalu tergenang, dan menjadi kawasan lembab dan jenuh air pada waktu musim kemarau. Kawasan ini juga memiliki karakteristik air sungainya yang berwarna coklat tua. Pada kawasan ini juga masih ditemukan lapisan gambut, namun relatif tipis dibandingkan dengan kawasan cembungan gambut.
(C) Kawasan rawa gambut berpasir, secara umum merupakan kawasan rawa agak tinggi, dengan kondisi yang relatif kering pada waktu musim kemarau dan sedikit agak basah pada waktu musim hujan. Lapisan gambut pada kawasan ini relatif tipis dengan lapisan pasir kwarsa berada di bagian ba- wahnya. Kawasan ini dapat dikategorikan sebagai kawasan peralihan antara kawasan rawa bergambut dan kawasan rawa berpasir (kerangas). Ciri-ciri yang spesifik kawasan ini adalah masih terlihat dari warna air sungai yang kecoklat-coklatan.
Untuk mendapatkan model distribusi floristik pada masing-masing satuan bentang lahan, adalah dengan melakukan integrasi antara variasi spasial satuan struktur hutan rawa dan variasi spasial satuan bentuk lahan rawa.
Hasil yang diperoleh dari integrasi antara tipe struktur hutan dan tipe bentuk lahan menghasilkan 15 satuan bentang lahan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada satuan bentang lahan cembungan/cekungan gambut yang masih alamiah dimana penutupan kanopi hutan 60%, diketahui bahwa kelompok famili Annonaceae seperti jangkau (Xylopia fusca), famili Dipterocarpacea seperti meranti rawa (Shorea platicarpa) dan famili Thymeleacea seperti ramin (Gonistylus bancanus) mendominasi kawasan ini. Pada kawasan cembungan/cekungan gambut sub alamiah, semi alamiah dan areal transisi non alamiah, terlihat bahwa jenis tumeh (combretucarpus
58
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014 rotundatus) dari famili Anishopylleacea sangat dominan pada areal ini, yang diikuti oleh jenis jenis seperti jambu- jambu (Eugenia spp) dari famili Myrtaceae, manggis hutan (Garcenia spp) dari famili Gutiferaceae dan kayu asam (Mangifera spp.) dari famili Anacardiaceae. Selanjutnya pada kawasan cembungan-cekungan gambut yang non alamiah, umumnya didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan bawah seperti kelakai (Stenochlaena palutris) dan jenis pakis (Osmanda cinnamomea) yang diikuti oleh rumput rawa dan perdu.
Hasil analisis floristik pada bentang lahan rawa gambut tergenang yang alamiah dan sub alamiah umumnya didominasi oleh jenis belangeran (Shorea blangeran) famili Dipterocarpacea, jenis bintangur (Calophyllum spp.) dan geronggang (Cratoxylon arborescens) dari famili Guttiferae. Untuk kawasan semi alamiah dan transisi non alamiah umumnya didominasi oleh tumeh (Combretucar- pus rotundatus), gelam (Melaluca leucadendron) dan geronggang (Cratoxylon arborescens). Sementara itu untuk kawasan yang non-alamiah umumnya didominasi oleh tumbuhan bawah dan perdu seperti purun (Lepironia articulata), rasau (Pandanus helicopus), dan perdu rawa (Thorachostachyum bancanum).
Hasil analisis floristik menunjukkan bahwa pada bentang lahan rawa pasir bergambut yang alamiah dan sub alamiah umumnya didominasi oleh famili Sapotaceae seperti jenis nyatoh (Palaquium spp.), famili Ebenaceae seperti kayu malam (Diospyros sp.), famili Apocynaceae seperti jelutung (Dyra lowii) dan famili Anacardiacea seperti terentang (Camnosperma sp.). Perubahan jenis floristik mulai terjadi pada kawasan semi alamiah dan transisi non alamiah dimana famili Anishopylleacea dengan jenis tumeh (combretucarpus rotundatus) sangat dominan.
Jenis lain yang cukup dominan antara lain adalah jenis gelam (Melaleuca leucadendron), jenis geronggang (Cratoxylon arborescens.) dari famili Guttiferae dan famili myrtaceae seperti jenis jambu-jambu (Eugenia spp.).
Pada kawasan yang non alamiah umumnya sudah didominasi oleh jenis tumbuhan dan perdu seperti alang- alang (Imperata cylindrica), melastoma (Melastoma melabothricum), dan keramunting (Rhodomytus tomentosa).
KESIMPULAN DAN SARAN
Klasifikasi spektral melalui model Forest Canopy Density (FCD) Citra Landsat, mampu memberikan hasil
pemodelan distribusi spasial struktur kanopi hutan rawa gambut secara maksimal.
Integrasi spasial antara tipe struktur hutan dengan tipe bentuk fisik lahan memberikan informasi baru mengenai pola distribusi floristik hutan rawa yang spesifik pada masing-masing satuan bentang lahan. Struktur hutan yang rapat dengan tingkat keragaman floristik yang tinggi memiliki karakteristik bentang lahan alamiah dengan dominasi jenis endemik, dan sebaliknya untuk struktur hutan yang jarang dengan tingkat keragaman floristik yang rendah memiliki karakteristik bentang lahan semi- alamiah sampai non-alamiah dengan dominasi jenis pioner.
Model spektral struktur hutan dan model distribusi floristik hutan yang dihasilkan dalam penelitian ini direkomendasikan hanya untuk tipe hutan rawa, dan belum dapat digunakan untuk tipe hutan yang lain, hal ini karena memerlukan adaptasi dan modifikasi yang hati- hati.
Model spasial struktur dan distribusi floristik hutan rawa yang dihasilkan dalam penelitian dianjurkan untuk dapat diterapkan sebagai model dasar untuk menentukan karakteristik dan tingkat kestabilan ekosistem hutan rawa, penentuan tingkat degradasi hutan, penentuan potensi tegakan hutan (standing stock), rencana pelepasan kawasan hutan dan penentuan zona kekeringan lahan rawa maupun penentuan zona lahan kritis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr.
Hartono, DEA, DESS., dosen Fakultas geografi UGM, Prof. Dr. Ir. Hasanu Simon (Almarhum) dosen Fakultas Kehutanan UGM, dan Prof. Dr. Dulbahri., dosen Fakultas Geografi UGM.
DAFTAR PUSTAKA
Boehm, H.D.V. , Siegert, F. and Liews, S.C., 2002. Re- mote Sensing and Aerial Survey of Vegetation Cover Change in Lowland Peat Swamp of Central Kalimantan during the 1997 and 2002 Fires. Pro- ceeding of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia.
Research Centre for Biology, The Indonesia Insti- tute of Sciences, Bogor, Indonesia.
Dombois M. and Elenberg H., 1974. Aims and Methos of Vegetation Ecology. Wiley International Edition. John
59 Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59 Wiley and Sons, New York.
Farina, A., 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. Chapman & Hall. London.
Forman, R.T., and Gordon, M., 1986. Landscape Ecol- ogy. John Wiley and Son. New York.
Hadisuparto, H., 2004. Peat Swamp Forest as a Natural Resources and Enviromental Guardianship. Makalah Lokakarya Penangan Kawasan Eks PLG Kaliman- tan Tengah.
Hirakawa, K., and Kurashige, 2000. Preliminary Study of Landform a Long The Kahayan River and The Up- permost Area of The Sebangau River With Special Reference to The Tropical Peat Formation. Environ- mental Conservation and Land Use Management of Wet Land Ecosystem in Southeast Asia.
ITTO / JOFCA, 2003. FCD Mapper Versi-2 User Guide, International Tropical Timber Organization and Ja- pan Overseas Forestry Consultants Association.
Ludwig, J.A., and Reynolds, J.F. 1988. Statistical Ecol- ogy, A Primer on Method and Computing. John Wiley and Sons. New York.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Page, S.E., Rieley, J.O. Shotyk, O.W. and Weiss, D., 1999. Interdependence of Peat and Vegetation in a Tropical Peat Swamp Forest. Biological Sciences Vol 34 No. 1391, 1885 – 1897.
Rikimaru, A., 1996. LANDSAT TM Data Processing Guide for Forest Canopy Density Mapping and Monitoring Model pp 1 – 8. ITTO Workshop on Utilization of Remote Sensing in Site Assessment and Planting of Logged-over Forest. Bangkok.
Rikimaru, A and Miyatake, S., 1997. Development of Forest Canopy Mapping and Monitoring Model us- ing Indices of Vegetation, Bare soil and Shadow pp.
Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, E6. 1 – 6, Kuala Lumpur, Malaysia.
Rikimaru, A., Utsuki, Y., and Yamashita, S. 1998. The Basic Study of Maximum Logging Volume Estima- tion for Consideration of Forest Resources Using Time Series FCD Model. College of Engineering, Hosei University.
Roy P.S., Rikimaru, A., and Miyatake, S., 1997. Bio- physical Spectral Response Modeling Approach for Forest Density Stratification. Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, pp JSB 1–
6. Kuala Lumpur, Malaysia.
Takahashi, H., Usup, A., Hayasaka, H., and Limin S., 2003, Estimation of Ground Water Level in a Peat Swamp Forest as an Index of Peat/Forest Fire. In:
Proceedings of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia, held at Bali, Indonesia, 17–20 September 2002, 311–314.
Van Gils, H.A.M.J. and Van Wijngaarden, W., 1984. Veg- etation Structure in Reconnaissance and Semi-de- tailed Vegetation Surveys. ITC Journal 3 Depart- ment of Rural and Land Ecology Survey, 213- 218.
Vink, A.P.A., 1983. Landscape Ecology and Land Use.
Longman Inc. New York.
Wösten J.H.M and Idris, A., 2005. Interdependencies Between Hydrology and Ecology in Tropical Peat land. Proceedings of the session on The Role of Tropical Peat lands and Global Change Processes, 27 – 29 November 2005, Yogyakarta.
Young, R.H., Green D.R. and Cousins, S., 1993. Land- scape Ecology and Geographic Information Sys- tem. Taylor and Francis, London.