Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan
ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SANGATTA, KABUPATEN KUTAI TIMUR
Iin Sumbada Sulistyorini, Muli Edwin, dan Widi Asti
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP AKSI KOLEKTIF KELOMPOK PEDULI MANGROVE DI DESA SIDODADI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN Aplita Fitri Ana, Rommy Qurniati, dan Christine Wulandari
PENGARUH ASAL ETNIS TERHADAP PRODUKTIVITAS JATI HUTAN RAKYAT DI TROPIKA BASAH Yusanto Nugroho
STUDI BASELINE KERAGAMAN KUPU-KUPU UNTUK KAWASAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PT SYLVA RIMBA LESTARI, KALIMANTAN TIMUR
Harmonis
PERTUMBUHAN AWAL NYAMPLUNG (Callophyllum inophyllum)
PADA BEBERAPA KEDALAMAN LUBANG TANAM DI PESISIR PULAU SELAYAR Albert Donatus Mangopang, dan C. Andriyani Prasetyawati
ANALISIS VEGETASI PADA AREAL TERBAKAR DAN TIDAK TERBAKAR DI HUTAN TROPIS DATARAN RENDAH PREVAB TAMAN NASIONAL KUTAI Muli Edwin dan Sri Handayani
STUDI KONSTRUKSI DAN KEBERLANJUTAN PENGETAHUAN LOKAL DAYAK KENYAH OMA’ LONGH DI DESA SETULANG, KABUPATEN MALINAU Catur Budi Wiati dan Eddy Mangopo Angi
ANALISIS FUNGSI NEPENTHES GRACILIS KORTH.
TERHADAP LINGKUNGAN HUTAN KERANGAS
Kissinger, Rina Muhayah N.P., Ervizal A.M. Zuhud, Latifah K. Darusman, dan Iskandar Z.Siregar KUSKUS (Phalangeridae) DI PAPUA: ANTARA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI
Agustina Y.S. Arobaya, Johan F.Koibur, Maria J.Sadsoeitoeboen, Evie W. Saragih, Jimmy F. Wanma, dan Freddy Pattiselanno
KAPASITAS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON – KAYU Fengky Satria Yoresta dan Lona Mahdriani Puspita
UJI KOMPOSISI MEDIA TUMBUH TERHADAP DAYA KECAMBAH JABON MERAH (Anthocephalus Macrophyllus)
Lius Adjria, Daud Sanda Layuk, dan Abdul Samad Hiola
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI AREAL BEKAS TEBANGAN BERDASARKAN ZONE KELERENGAN
Ajun Junaedi dan Nisfiatul Hidayat
1-7
8-17 18-24
25-31
32-38
39-48
49-60
61-66
67-72 73-79
80-90
91-98 Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1 Maret 2015 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1 Edisi Maret 2015 yaitu:
Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)
Prof. Dr. Ir. Sugiyanto, M.S (Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya)
Dr. Drs. Krisdiyanto, M.Sc
(Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat) Prof. Dr. Hj. Nina Mindawati, M.S
(Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI) Dr. Siti Nurul Rofiqo, S.P., M.Agr.
(Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS .(Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)
Dr. Herawati Soekardi
(Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung) Dr. Budi leksono, M.P
(Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan) Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr
(Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)
Prof Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono (Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman)
Dr. Golar, S.Hut., M.Si.
(Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si
(Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Kementerian LHK) Dr. Ir. Bakri, M.Sc
(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Ir. Niken Sakuntaladewi, MSc.
(Pusat Litbang Perubahan Iklim dan kebijakan, Kementerian LHK)
Salam Rimbawan,
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 Nomor 1 Edisi Maret 2015 menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan.
Analisis Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Sangatta, Kabupaten Kutai Timur di teliti oleh Iin Sumbada Sulistyorini, Muli Edwin, Widi Asti.
Berdasarkan perhitungan, maka diperlukan RTH di Sengata, sebesar 1.395 hektar, atau sekitar 4,8% dari wilayah Kecamatan Sangatta Utara dan Selatan, karena menurut peraturan yang ada luas RTH minimal 30% dari luas keseluruhan wilayah kotta.
Aplita Fitri Ana, Rommy Qurniati, & Christine Wulandari dari Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung meneliti pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Aksi Kolektif Kelompok Peduli Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.
Hasil penelitian menunjukkan modal sosial kelompok peduli mangrove termasuk pada kategori sedang. Karakteristik individu secara keseluruhan berpengaruh signifikan pada 0,070 terhadap aksi kolektif, dan variabel-variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan nonformal, jumlah organisasi, jumlah teman dekat, serta kepuasan anggota
Pengaruh Asal Etnis Terhadap Produktivitas Jati Hutan Rakyat di Tropika Basah diteliti Yusanto Nugroho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani pengembang hutan rakyat di tropika basah meliputi asal suku Jawa, Madura dan Suku Banjar.
Petani asal suku Jawa menghasilkan produktivitas kayu tertinggi baik pada ukuran tinggi diameter dan volume kayu jati pada hutan rakyat tanaman jati di tropika basah dibandingkan dengan petani asal suku banjar dan suku Madura.
Harmonis dari Fakultas Kehutanan dan UPT.
Ekosistem Tropis & Pembangunan Berkelanjutan
Universitas Mulawarman meneliti Keragaman Kupu-Kupu Untuk Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan 80 jenis kupu-kupu (6 Hesperiidae, 23 Lycaenidae, 34 Nymphalidae, 9 Papilionidae, 3 Pieridae, dan 5 Riodinidae) pada lokasi penelitian. Keragaman kupu-kupu tertinggi dijumpai pada habitat kawasan berhutan. Dalam merealisasikan fungsi KPPN ke depan, diperlukan upaya perlindungan kawasan dari degradasi habitat sebagai langkah pengawalan proses suksesi menuju tingatan hutan klimaks.
Analisis Vegetasi Pada Areal Terbakar Dan Tidak Terbakar Di Hutan Tropis Dataran Rendah Prevab Taman Nasional Kutai diteliti Muli Edwin
& Sri Handayani. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa struktur dan komposisi di kedua lokasi tersebut mengalami tingkat pertumbuhan dan proses regenerasi yang baik. Ada beberapa spesies yang mendominasi di kedua lokasi tersebut seperti Eusideroxylon zwageri, Dysoxylum sp., Alangium ridleyii., Cananga odorata, dan Macaranga gigantea. Spesies yang mendominasi merupakan spesies primer dan sebagian lagi spesies perintis (pionir). Kemudian untuk tingkat keanekaragaman dan kemerataan spesies relatif tinggi, dimana hal tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan vegetasi hutan alam.
Analisis fungsi nepenthes gracilis korth.
Terhadap lingkungan hutan kerangas diteliti diteliti Kissinger, Rina Muhayah N.P., Ervizal A.M. Zuhud, Latifah K. Darusman, Iskandar Z.Siregar. Hasil pengkarakterisasian dari aspek lingkungan menunjukkan bahwa N.gracilis memiliki berbagai peranan untuk jasa ekosistem di hutan kerangas. Identifikasi jasa ekosistem dari N.gracilis menunjukkan bahwa keberadaan N.gracilis memberikan banyak keuntungan bagi lingkungan fisik-kimia, bio-ekologi dan sosial budaya di hutan kerangas.
KATA PENGANTAR
Kuskus (Phalangeridae) dI Papua diteliti Agustina Y.S. Arobaya,Johan F.Koibur, Maria J.Sadsoeitoeboen, Evie W. Saragih, Jimmy F.
Wanma dan Freddy Pattiselanno. Perburuan kuskus dilakukan dengan menggunakan alat buru yang bervariasi mulai dari tradisional sampai modern.
Perburuan kuskus dengan cara menebang pohon pakan dan tempat berlidung kuskus berdampak negatif terhadap perusakan habitat dan penurunan populasi kuskus di alam. Oleh karena itu tindakan perlindungan kuskus perlu terus dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan plasma nutfah yang ada, aplikasi kearifan tradisional masyarakat setempat dan mendukung usaha domestikasi kuskus.
Fengky Satria Yoresta1 & Lona Mahdriani Puspita meneliti Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton – Kayu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balok komposit dengan kayu bangkirai memiliki nilai MOE dan MOR lebih tinggi dibandingkan balok yang menggunakan kayu kamper. Nilai MOE, MOR dan kekakuan tertinggi berturut-turut adalah 959808.49 kg/cm² pada balok AB, 229.45 kg/cm² pada balok CB, dan 706.09 kg/
cm² pada balok AB. Kerusakan pada semua balok hampir sama yaitu belah pada lapisan kayu, retak pada beton, dan pergeseran paku. Retak pada beton merupakan jenis retak lentur. Balok komposit dengan lapisan kayu bangkirai cenderung lebih kaku dibandingkan balok komposit yang menggunakan kayu kamper.
Artikel tentang Uji Komposisi Media Tumbuh Terhadap Daya Kecambah Jabon Merah (Anthocephalus Macrophyllus) ditulis oleh Lius Adjria, Daud Sanda Layuk, & Abdul Samad Hiola.
Dari hasil penelitian dapat di ambil kesimpulan Media top soil : coco peat (M0) menghasilkan bibit lebih tinggi dan berbeda nyata dengan coco peat : aram sekam (M2) dan top soil : pasir (M3) berbeda tidak nyata dengan top soil murni (M1), demikian pula antara M2 dan M3 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman Jabon merah umur 62 HST. Hasil penelitian menunjukan bahwa media campur antara top soil dan coco peat memberikan
pengaruh sangat nyata pada dimeter bibit jabon (Anthocephalus mavrophyllus).
Ajun Junaedi & Nisfiatul Hidayat dari Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya menulis tentang Struktur dan Komposisi Vegetasi Di Areal Bekas Tebangan Berdasarkan Zone Kelerengan. Hasil penelitian menunjukkan struktur vegetasi horizontal di areal bekas tebangan 2 tahun pada zone kelerengan datar mengalami penurunan jumlah kerapatan vegetasi yang signifikan pada kelas diameter >39 cm sebesar 75,86%. Sedangkan struktur vegetasi vertikal juga mengalami penurunan jumlah kerapatan vegetasi yang siginifikan pada kelas tinggi 10-14 m di lokasi dan kelerengan yang sama sebesar 66,20%.
Jumlah jenis yang ditemukan paling banyak pada kelerengan datar terdapat di areal bekas tebangan 2 tahun (13-17 jenis) dibandingkan hutan primer (11-12 jenis). Kondisi sebaliknya terjadi pada kelerengan agak curam, dimana jumlah jenis yang ditemukan di hutan primer lebih tinggi (13-21 jenis) dibandingkan areal bekas tebangan 2 tahun (12-17 jenis). Vegetasi tingkat tiang mengalami pergeseran dominansi jenis di areal bekas tebangan 2 tahun pada zone kelerengan datar dan agak curam berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP).
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
Banjarbaru, Maret 2015 Redaksi,
32
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1 ISSN 2337-7771
E-ISSN 2337-7992 Maret 2015
PERTUMBUHAN AWAL NYAMPLUNG (Callophyllum inophyllum) PADA BEBERAPA
KEDALAMAN LUBANG TANAM DI PESISIR PULAU SELAYAR
(The initial growth of Callophyllum inophyllum on some planting depth holes in coastal of Selayar Island)
Albert Donatus Mangopang
1, C. Andriyani Prasetyawati
11
Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411) 554049, fax. (0411) 554058
ABSTRACT. Ecology of coastal areas is quite vulnerable to the threat of erosion and abrasion. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) is one of the woody plant species that have ability to restrain the rate of coastal erosion. The objective of this study is to determine the effect of planting depth hole on nyamplung growth in coastal areas of the Selayar island. Planting is done with a distance of 3 x 3 m in the planting hole measuring 20 cm long and 20 cm wide with three depths each 15 cm, 25 cm and 35 cm.Analysis of variance was conducted to determine the effect of planting dept hole to the high growth and the increase in diameter and the survival rate .The analysis showed that the treatment is not significantly affect to the height and diameter growth and survival rates. The average of height growth is 20.95 cm, the average of diameter increase is 4.62 mm and average survival rate is 88.14% at the 9 monthsage plant.
Keywords: coastal area, Calophyllum inophyllum, planting hole, growth
ABSTRAK. Ekologi kawasan pesisir pantai cukup rentan terhadap ancaman erosi dan abrasi. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) adalah salah satu jenis tumbuhan berkayu yang memiliki kemampuan dalam menahan laju abrasi pantai. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ukuran kedalaman lubang tanam terhadap pertumbuhan nyamplung pada daerah pesisir pulau Selayar. Penanaman dilakukan dengan jarak 3 x 3 m pada lubang tanam berukuran panjang 20 cm dan lebar 20 cm dengan tiga kedalaman masing-masing 15 cm, 25 cm dan 35 cm. Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran kedalaman lubang tanam terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter serta persen hidup tanaman nyamplung umur 9 bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan ukuran kedalaman lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter maupun persen hidup tanaman nyamplung. Pada tanaman umur 9 bulan, pertumbuhan tinggi rata-rata 20,95 cm,pertambahan diameter rata-rata 4,62 mm dan persen hidup rata-rata 88,14%.
Kata kunci : Pesisir, Nyamplung (Calophyllum inophyllum), lubang tanam, pertumbuhan.
Penulis untuk korespondensi, surel: [email protected]
33
Albert Donatus Mangopang, C. Andriyani Prasetyawati: Pertumbuhan Awal ………(3): 32-38
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kawasan pesisir pantai yang cukup luas karena memiliki garis pantai ± 95.181 km (Susanto, 2011). Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang unik karena tiga komponen planet bumi yaitu hidrosfer, litosfer dan biosfer bertemu (Pallewatta dalam Rositasari et al., 2011). Namun demikian beberapa dari kawasan pesisir tersebut berupa lahan lapang (field sites) yang hanya ditumbuhi oleh jenis tumbuhan semak dengan kondisi biofisik yang kurang mendukung terhadap pertumbuhan vegetasi terutama tumbuhan berkayu. Berbagai fungsi ekologis wilayah pesisir menyebabkan ekosistem pesisir menjadi suatu sistem yang kompleks dan rentan terhadap perubahan (Drakel, 2009). Keberadaan vegetasi pada kawasan pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan laut sangat penting. Kondisi tapak pada daerah pesisir yang labil dan ekstrim dapat diakibatkan oleh gangguan seperti salinitas yang tinggi, hembusan angin kencang, evaporasi yang tinggi, mobilitas tanah yang tinggi dan kandungan unsur hara yang rendah (Tuheteru dan Mahfudz, 2012). Konservasi sumberdaya hayati dan ekosistem sangat diperlukan untuk meminimalisir kerusakan ekologis dan sebagai pelindung dari ancaman abrasi dan erosi pantai.
Introduksi jenis tanaman dengan perakaran yang dalam dan dapat beradaptasi pada kawasan pesisir merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi kawasan pantai dari abrasi dan erosi. Pertumbuhan vegetasi di kawasan pantai terkadang mengalami hambatan, salah satunya adalah kondisi tapak dan karakteristik lahan yang berbatu sehingga memiliki daya dukung yang rendah terhadap pertumbuhan tanaman.
Penyerapan unsur hara oleh tanaman terkendala karena sistem perakaran tanaman mengalami hambatan mekanis, berupa fragmen bebatuan yang terdapat pada lapisan permukaan tanah.
Keseimbangan ekosistem pesisir tidak hanya didukung dari aspek ekologis tetapi juga kesejahteraan masyarakat sekitar. Keberadaan 60
% (140 juta) masyarakat Indonesia yang hidup dan menggantungkan hidupnya di sekitar pesisir pantai perlu juga mendapat perhatian dengan memberi kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem pesisir dalam usaha meningkatkan taraf hidup (Nurdin, 2010; Hanley et al., 2009). Pemilihan jenis tanaman yang bernilai ekonomi akan lebih mudah menarik perhatian masyarakat untuk turut berperan dalam memperbaiki dan memelihara ekosistem pantai serta diperlukan metode pengolahan lahan pesisir berbatu yang murah dan aplikatif. Jenis tumbuhan berkayu dengan perakaran yang dalam memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menahan laju abrasi pantai.
Goltenboth et al., (2006) dalam Tuheteru dan Mahfudz (2012) menyatakan bahwa tanaman yang sesuai untuk daerah pesisir pantai adalah jenis yang memiliki kutikula (lapisan lilin) yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari hempasan air garam serta dapat mengontrol evaporasi yang tinggi. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) salah satu jenis tumbuhan berkayu yang memiliki kutikula, dapat tumbuh dan mentolerir daerah pesisir. Menurut Prabakaran dan Britto (2012), pertumbuhan terbaik nyamplung adalah pada tanah berpasir tetapi dapat juga mentolerir tanah liat, tanah berkapur dan tanah berbatu di pesisir pantai.
Nyamplung dapat mentolerir kekeringan, hembusan angin dan hempasan air garam. Nyamplung tumbuh di sekitar aliran sungai atau di daerah pantai sampai pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (Hadi, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan uji coba penanaman nyamplung pada daerah pesisir dengan kondisi lahan marginal berupa bebatuan yang tersebar di atas lapisan permukaan tanah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di pesisir barat Pulau Selayar di Kelurahan Bontobangun Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan. Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai bulan November 2011 sampai dengan September 2012.
Bahan penelitian ini berupa bibit tanaman
34
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1, Edisi Maret 2015
nyamplung dan label tanaman. Alat yang digunakan berupa mistar, kaliper, linggis, cangkul, tally sheet dan alat tulis menulis.
Uji coba penanaman dilakukan dengan membuat demplot pengamatan yang terdiri dari 3 blok pengamatan. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m dengan tiga kedalaman lubang tanam yaitu 15 cm, 25 cm dan 35 cm dengan panjang 20 cm dan lebar 20 cm. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomized Complete Block Design) dengan jumlah ulangan untuk masing-masing perlakuan adalah 15 tanaman. Variabel yang diukur dan diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter dan persen tumbuh. Data hasil pengamatan dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh variasi ukuran lubang tanam terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter dan persen hidup tanaman. Jika hasil analisis tersebut berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan UjiDuncan Multiple Range Test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan tinggi dan diameterHasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan ukuran lubang tanam terhadap pertambahan tinggi dan diameter tanaman nyamplung tersaji pada Tabel 1.Rerata pertambahan tinggi dan diameter tanaman tersaji pada Gambar 1.
Tabel 1. Sidik ragam pertambahan tinggi dan diameter nyamplung dengan 3 perlakuan kedalaman lubang tanam
Table 1. Analysis of variance on height and diameter growth of C. inophyllum with 3 treatments of planting depthhole
Gambar 1. Rerata pertambahan tinggi dan diameter nyamplung usia 9 bulan dengan 3 kedalaman lubang tanam Figure1. Height and diameter growth average
of C. inophyllum at 9 months old with 3 planting depth hole)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter tanaman nyamplung. Pertumbuhan tinggi rata-rata seluruh tanaman 20,95 cm dan
Sumber keragaman (Source of variance)
Derajat bebas (Degree of freedom)
Tinggi (Height) Diameter (diameter)
Kuadrat tengah
(Mean square) Nilai F
(F value) Sig. Kuadrat tengah
(Mean square) Nilai F
(F value) Sig.
Perlakuan (Treatment) 2 176,165 0,847 0,431 ns 13,957 2,597 0,079 ns
Blok (Block) 2 1318,904 6,341 0,002 67,683 12,595 0,000
Galat (Error) 114 207,988
Keterangan (Remark) : ns = berbeda tidak nyata; p-value (sig) >0,01 (ns = not significant; p-value (sig) > 0.01)
35
Albert Donatus Mangopang, C. Andriyani Prasetyawati: Pertumbuhan Awal ………(3): 32-38
pertambahan diameter rata-rata 4,62 mm. Meskipun demikian rerata pertumbuhan tertinggi diperoleh pada kedalaman lubang tanam 35 cm dengan pertambahan tinggi 23,43 cm dan pertambahan diameter 5,27 mm (Gambar.1). Pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman 20,95 cm. Salah satu manipulasi lingkungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah variasi ukuran lubang tanam.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan jati (Tectona grandis) semakin baik dengan bertambahnya ukuran lubang tanam (Sudrajat dan Bramasto, 2009). Penelitian Tabari dan Saeidi (2008) yang dilakukan dengan menanam cemara (Cupressus sempervirens) di lahan marginal dataran rendah memberi hasil bahwa kelangsungan hidup cemara yang di tanam pada kedalaman 40 cm lebih baik dibanding kedalaman 20 cm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vincent dan Davies (2003) dengan menanam jenis Dryobalanops aromatica dan Shorea pavirfoliapada lahan terdegradasi dan terbuka bekas tebangan hutan alam menggunakan kedalaman lubang tanam 18 cm dan 30 cm diperoleh hasil bahwa pada umur 22 bulan juga memberikan pengaruh yang tidak nyata.
Penelitian Surata (2009) juga menyatakan bahwa ukuran lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan persen hidup tanaman Eucalyptus camaldulensis Dehnh dan kesambi (Schleichera oleosa ) umur 24 bulan karena pertumbuhan perakaran agak lambat sebagai akibat dari kekurangan air yang agak lama (curah hujan selama 2-3 bulan dengan curah hujan 600-800 mm/
tahun). Keadaan yang sama juga terjadi di Pantai Barat Selayar dimana curah hujan sangat rendah pada bulan Juli sampai dengan September.
Kondisi tapak lokasi penelitian terdiri dari batuan pada bagian permukaan sehingga solum tanah bercampur dengan pecahan batuan karang. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004), kelas sebaran batuan permukaan tanah dapat dibagi ke dalam lima kelas kriteria. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebaran batuan yang ada di permukaan tanah pada lokasi pengamatan dapat dikategorikan ke dalam kelas 5 yaitu hampir keseluruhan permukaan tertutup
oleh batu-batuan, sekitar 50-90 %, jarak antara batu- batu kecil kira-kira 1 cm, sedangkan antara batu- batu besar kira-kira 3 cm atau hampir bersentuhan satu dengan yang lainnya (Gambar 4). Batuan yang terdapat pada solum tanah dengan kedalaman 10 - 20 cm menyebabkan tanah menjadi porous dengan pori makro yang cukup tinggi sehingga meningkatkan laju infiltrasi dan berpeluang untuk menghanyutkan bahan organik ke lapisan tanah yang lebih dalam (Yulnafatmawita et al., 2011).
)1(
)2(
Gambar 2. (1). Batuan permukaan pada lokasi penelitian (2).Tanaman nyamplung pada lokasi penelitian
Figure 2. (1). Rock surface at research site, (2).
C. inophyllumplanted at research site
36
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1, Edisi Maret 2015
Pertumbuhan nyamplung lebih baik pada kedalaman 35 cm karena pada kedalaman tersebut tekstur tanah lebih halus dan padat dibanding lapisan di atasnya. Menurut Asdak (1995) dalam Supangat dan Putra (2010), tekstur tanah adalah salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya infiltrasi air yang masuk ke dalam tanah. Tekstur tanah wilayah pantai barat pulau Selayar adalah tanah lempung liat berdebu (silty clay loam/SiCL) dan bercampur dengan batuan karang yang tersebar (Prasetyawati et al., 2012). Berdasarkan halus dan kasarnya tekstur tanah, lempung berdebu adalah jenis tanah yang tergolong bertekstur sedang (Ritung et al., 2007). Kemampuan tanah menangkap unsur-unsur hara akan menurun jika tekstur tanah semakin kasar (Soepardi, 1983 dalam Safriati dan Mansur, 2013).
Penelitian Hartati (2008) mengenai distribusi hara tanah di bawah tegakan mangium (Acacia mangium) menunjukkan bahwa tekstur tanah lempung liat berdebu terletak pada bagian permukaan (<30 cm) dan lempung berdebu (Silty Loam/SiL) terletak pada bagian bawah (>30 cm) yang mempunyai volume tanah (bulk density) lebih besar dibanding lapisan di atasnya, hal ini mengindikasikan tanah tersebut lebih padat sehingga air dan unsur hara mengendap di sekitar lapisan bawah tersebut.
Persen hidup
Analisis sidik ragam perlakuan kedalaman lubang tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap persen hidup tanaman seperti yang tersaji pada Tabel 3. Rerata persen hidup nyamplung tersaji pada Gambar 3.
Tabel 3. Sidik ragam persen hidup C. inophyllum de- ngan 3 perlakuan kedalaman lubang tanam Table 3. Analysis of variance on survival rate of C.
inophyllum with 3 treatments of planting depth hole
Sumber keragaman (Source of variance)
Derajat bebas (Degree of freedom)
Kuadrat tengah (Mean square)
Nilai F (F value) Sig.
Perlakuan
(Treatment) 2 19.743 0.170 0.849 ns
Blok(Block) 2 138.202 1.191 0.393
Galat (Error) 4
Keterangan (Remark) :
ns = berbeda tidak nyata; p-value (sig) >0,01 (ns = not significant; p-value (sig) > 0.01)
Gambar 3. Rerata persen hidup nyamplung usia 9 bulan dengan 3 kedalaman lubang tanam
Figure3. Survival rate average of C. inophyllum at 9 months old with 3 planting depth hole
Perlakuan kedalaman lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap persen hidup tanaman nyamplung. Persen hidup seluruh tanaman mencapai 88,14 %. Nilai persen hidup tertinggi yaitu 91,11 % diperoleh pada kedalaman lubang tanam 25 cm (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman tersebut, nyamplung masih dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik. Nyamplung dapat mentolerir lapisan tanah yang dangkal karena sistem perakarannya yang menyebar pada lapisan tersebut (Friday dan Ogoshi, 2011). Jarak tanam dapat berpengaruh terhadap tingkat persentase tumbuh tanaman. Uji coba penanaman nyamplung dilakukan dengan jarak tanam 3 m x 3 m sehingga dapat diketahui jumlah tanaman yang ditanam adalah kurang lebih 1111 pohon/ha. Evans (1986) dalam Effendi (2012) menyatakan bahwa persentase tumbuh tanaman dengan jarak yang rapat 2 m x 4 m (1250 pohon/ha) bisa lebih rendah berkisar 80%, semakin lebar jarak tanam maka kerapatan semakin rendah yang dapat meningkatkan persentase tumbuh tanaman.
Persen hidup nyamplung tergolong tinggi karena dapat mentolerir berbagai jenis tanah seperti liat, berkapur maupun berbatu dan nyamplung tergolong tanaman yang semi toleran
37
Albert Donatus Mangopang, C. Andriyani Prasetyawati: Pertumbuhan Awal ………(3): 32-38
namun cenderung lebih cocok jika mendapatkan matahari penuh (Anandalakshmi, 2014). Adaptasi nyamplung di daerah Selayar dapat dikatakan cukup baik karena selain hidup di daerah pesisir pantai, tegakan nyamplung terdapat juga di daerah perbukitan. Selain tumbuh di daerah tanah berawa dan dekat pantai, nyamplung juga dapat tumbuh di daerah perbukitan dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (Martawijaya, 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanPerlakuan variasi kedalaman lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter dan persen hidup tanaman nyamplung. Hasil pengukuran tanaman pada umur sembilan bulanadalah tinggi rata-rata 20,95 cm, pertambahan diameter rata-rata 4,62 mm dan persen hidup rata-rata 88,14%
Saran
Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman nyamplung pada wilayah pesisir dengan kondisi tapak berbatu dan solum tanah yang tipis, dapat dilakukan dengan uji coba penambahan kompos.
Kompos dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang telah mendanai dan memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada M. Syarif, Hajar dan Edi Kurniawan sebagai teknisi yang telah membantu dalam proses pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Anandalakshmi, R. (2014). Cultivation Techniques Calophyllum inophyllum. Dalam C.
Buvaneswaran, V. Sivakumar, R. S.
Prasanth, & N. K. Kumar, Transfer of Tree
Cultivation Technologies . Institute of Forest Genetics and Tree Breeding. Coimbatore Balai Penelitian Tanah. (2004). Petunjuk Teknis
Pengamatan Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Drakel, A. (2009). Pengelolaan Aspek Lingkungan Sumberdaya Pesisir Berbasis Sosial Ekonomi Masyarakat. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan , Vol. 2 (1): 19-27.
Efendi, R. (2012). Kajian Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Nyawai (Ficus variegata Blume) di KHDTK Cikampek, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol. 9 (2): 95- 104.
Friday, J. B., & Ogoshi, R. (2011). Farm and Forestry Production and Marketing Profile for Tamanu (Calophyllum inophyllum). Permanent Agriculture Resources (PAR). Holualoa
Hadi, W. A. (2009). Pemanfaatan Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sebagai Bahan Bakar Minyak Pengganti Solar. Jurnal Riset Daerah , Vol. VIII (2) : 1044-1052.
Hanley, R., Mamonto, D., & Brodhead, J. (2009).
Petunjuk Rehabilitasi Hutan Pantai untuk Wilayah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
FAO Regional Office for Asia and the Pacific.
Bangkok
Hartati, W. (2008). Evaluasi Distribusi Hara Tanah dan Tegakan Mangium, Sengon dan Leda Pada Akhir Daur Untuk Kelestarian Produksi Hutan Tanaman di UMR Gowa PT INHUTANI I Unit II Makassar. Jurnal Hutan dan Masyarakat, Vol. 3 (2): 111-234.
Martawijaya, A., Iding, K., Kosasi, K., & Soewanda, A. P. (2005). Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Bogor Nurdin, N. (2010). Kajian Efektifitas Kebijakan
Pada Kasus Destructive Fishing Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Mayarakat Pada Pulau-pulau Kecil. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 10 (2): 242-255.
38
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 1, Edisi Maret 2015
Prabakaran, K., & Britto, S. J. (2012). Biology, Agroforestry and Medicinal Value of Calophyllum inophyllum (Clusiacea) : A Review. International Journal of Natural Products Research, vol.1 (2): 24-33. http://
urpjournals.com/tocjnls/21_12v1i2_3.pdf . Diakses tanggal 2 April 2014.
Prasetyawati, C. A., Wardani, B. W., Syarief, M., Hajar, & Kurniawan, E. (2010). Uji Coba Penanaman pada Areal Terabrasi dan Pulau- pulau Kecil. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Laporan Hasil Penelitian Tidak Dipublikasikan. Makassar
Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H. 2007.
Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Rositasari, R., Setiawan, W. B., Supriadi, I. H., Hasanuddin, & Prayuda, B. (2011). Kajian dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim : Studi Kasus di Pesisir Cirebon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3 (1): 52-64.
Safriati, & Mansur, I. (2013). Respon Pertumbuhan Jabon Dari Sumber Benih Yang Berbeda Pada Pemupukan Lahan Bekas Tambang Batubara di PT.Kaltim Prima Coal, Sangatta Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, Vol. 4 (1): 30-34.
Sudrajat, D. J., & Bramasto, Y. (2009). Pertumbuhan Jati (Tectona grandis Linn.f.) Asal Kultur Jaringan pada Beberapa Ukuran Lubang Tanamn dan Dosis Pupuk Kandang di Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 6 (4):227-233.
Supangat, A. B., & Putra, P. B. (2010). Kajian Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tegakan Jati (Tectona grandis) di Cepu, Jawa Tengah.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. 7 (2): 149-159.
Surata, I. K. (2009). Pengaruh Ukuran Lubang Tanam dan Kompos Kotoran Sapi Untuk Penanaman Lahan Kritis di Daerah Savana di Pulau Sumba. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. 6 (2): 147-157.
Susanto, H. A. (2011). Progres Pengembangan Sistem Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. International Development’s Coral Triangle. Jakarta
Tabari, M., & Saeidi, H. R. (2008). Restoration of Deforested Areas by Cypress Seedling i n Southern Coast of Caspian Sea (North Iran).
Ekoloji, Vol. 17 (67): 60-64.
Tuheteru, F. D., & Mahfudz. (2012). Ekologi, Manfaat dan Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia.
Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Manado
Vincent, A., & Davies, S. J. (2003). Effect of Nutrient Addition, Mulching and Planting Hole Size on Early Performance of Dryobalanops aromatica and Shorea parviola Planted in Secondary Forest in Sarawak, Malaysia.
Forest Ecology and Management. Sarawak Yulnafatmawita, Adrinal, & Hakim, A. F. (2011).
Pencucian Bahan Organik Tanah Pada Tiga Penggunaan Lahan di Daerah Hutan Hujan Tropis Super Basah Pinang-pinangGunung Gadut Padang. Jurnal Solum, Vol. 8 (1): 34- 42.