• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi Vol. 1, No. 3 (JP2V)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi Vol. 1, No. 3 (JP2V)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)

358 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK-PAIR-SHARE MATERI SISTEM PENCERNAAN

PADA MANUSIA KELAS VIII MTsN 3 ACEH BESAR Muhammadpiah1

Diterima : 13 Oktober 2020 Disetujui : 30 Oktober 2020

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi sistem pencernaan pada manusia. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model

Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII MTsN

3 Aceh Besar. Jumlah siswa adalah 26 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari bulan September s/d November 2019 pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020. Metodologi penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Prosedur penelitian terdiri dari pra penelitian, perencanaan siklus satu, pelaksanaan tindakan siklus satu, pengamatan siklus satu, refleksi siklus satu, perencanaan siklus dua, pelaksanaan tindakan siklus dua, pengamatan siklus dua dan refleksi siklus dua. Teknik pengumpulan data yaitu mengumpulkan nilai tes yang dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran pada setiap siklus dengan menggunakan instrument soal (tes tertulis). Data observasi dilakukan dengan melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Data dianalisis dengan cara statistik persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 46.15 % pada pra penelitian meningkat menjadi 61.54 % pada siklus I dan meningkat menjadi 88.46 % pada siklus II. Penerapan Model Cooperative Learning

Tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkatkan hasil belajar siswa IPA materi sistem pencernaan

pada manusia siswa kelas VIII MTsN 3 Aceh Besar Tahun Pelajaran 2019/2020.

Kata kunci: Hasil Belajar, Model, Think-Pair-Share, IPA, Sistem Pencernaan pada Manusia.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai salah satu proses dalam hidup manusia bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam peranannya di masyarakat. Menurut Bruner dalam (Dina Indriana, 2011) menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membebaskan masyarakat dan membantu para siswa dalam mengembangkan potensi mereka secara penuh. Manusia yang terdidik dapat menjadi manusia yang beradab, bersopan santun dan berbudaya. Pada dasarnya, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka (Syah, 2003). Pendidikan dapat berlangsung secara formal dan informal. Secara formal, pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran di sekolah.

Pengajaran dilaksanakan dalam suatu aktivitas yang kita kenal dengan istilah mengajar. Menurut Daryanto dan Raharjo (2012), mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga siswa mau belajar. Secara konvensional pengajaran dipandang bersifat mekanistik dan merupakan otonomi guru untuk mengajar, guru menjadi pusat kegiatan. Dengan pandangan seperti ini guru terdorong menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya. Metode yang dominan yaitu ceramah dan tanya-jawab, sekali-kali siswa diberi kesempatan diskusi dibawah pengawasan, bukan bimbingan dan pemberian

(2)

motivasi dari guru (Suryono Haryanto, 2011). Namun dewasa ini, guru dituntut mampu menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan mendorong siswa menjadi aktif, tidak sekedar menerima. Salah satunya yaitu menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif sehingga proses belajar tidak menjemukan. Dengan demikian diharapkan siswa termotivasi untuk menguasai materi ajar dengan baik sehingga memperoleh hasil belajar sebagaimana yang diharapkan.

Memotivasi siswa untuk menguasai materi ajar dan memperoleh hasil belajar sesuai yang

diharapkan tidaklah semudah yang dipikirkan. Tidak sedikit

guru yang mengeluhkan banyak anak didiknya memperoleh hasil belajar dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan. Salah satu contohnya yaitu ketidakpuasan guru mata pelajaran IPA MTsN 3 Aceh Besar terhadap hasil belajar siswa kelas VIII tahun pelajaran 2019/2020 pada materi sistem pencernaan pada manusia yang diberikan di semester 1.

Diakhir bab biasanya guru memberikan ulangan harian untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dari nilai yang diperoleh siswa kelas VIII pada tes tertulis untuk materi sistem pencernaan pada manusia ternyata cukup mengecewakan karena hanya 46.12 % (12 dari 26 siswa) yang memperoleh nilai tuntas KKM. Padahal KKM IPA MTsN 3 Aceh Besar adalah 70. Banyaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai.

Rendahnya pencapaian nilai ketuntasan siswa tersebut diduga disebabkan beberapa hal, yaitu:

(1) Kurangnya minat belajar siswa, terutama minat untuk membaca materi. (2) Kurangnya motivasi belajar siswa. (3) Model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang biasanya digunakan oleh guru yaitu ceramah dan diskusi secara klasikal. (4) kurangnya aktivitas belajar siswa selama proses belajar-mengajar berlangsung.

Salah satu langkah yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengganti model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan keaktivan siswa yang imbasnya antara lain meningkatnya hasil belajar siswa. Melalui penelitian ini peneliti mengharapkan dapat meningkatkan hasil akademik siswa dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya.

Proses pembelajaran selama ini diisi dengan ceramah dan tanya jawab guru dan siswa, namun tidak semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Sebagian besar siswa justru melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan materi yang sedang dibahas oleh guru. Ada yang mengobrol dengan teman sebangkunya, menggambar, ada juga yang justru mengganggu teman dengan melemparkan kertas misalnya. Hanya beberapa yang terlihat mendengarkan dan mencatat. Ketika guru memberikan pertanyaan, ada siswa yang justru menjawab dengan nada bercanda sehingga membuat suasana menjadi gaduh dan kurang kondusif.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian ini di siklus 1 dan siklus 2. Diharapkan dengan pembelajaran tersebut siswa mampu menguasai materi pokok bahasan yang dipelajari, sehingga hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Untuk itu, peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA melalui Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia Siswa Kelas VIII MTsN 3 Aceh Besar Tahun Pelajaran 2019/2020”.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi sistem pencernaan pada manusia siswa kelas VIII MTsN 3 Aceh Besar Tahun Pelajaran 2019/2020?

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian (Suyono Haryanto, 2011).

Kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, belajar merupakan kegiatan siswa dalam membangun makna dan pemahaman atas suatu materi belajar. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri sehingga tujuan belajar tidak akan dapat tercapai jika belajar hanya dimaknai sebagai aktivitas

(3)

“menerima” pengetahuan. Aktivitas murid sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga muridlah yang seharusnya aktif.

Belajar juga tidak harus melalui pengajaran atau sekedar berfokus pada guru. Tanggung jawab belajar ada pada diri siswa sedangkan guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar (Suyono Haryanto, 2011). Belajar bertujuan untuk memperoleh hasil belajar dan pengalaman dari interaksi secara langsung dengan lingkungan. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi perubahan (peningkatan) bukan hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya seperti aspek afektif dan aspek psikomotor.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya membangun pemahaman siswa dan memfasilitasi siswa belajar, salah satunya dengan: menciptakan suatu kondisi dimana siswa dapat belajar. Menurut Suprijono (2009), pembelajaran berdasarkan makna leksial berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.

Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran merupakan dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan dengan interaksi aktif bersama lingkungan untuk mencapai suatu tujuan belajar. Sedangkan pembelajaran merupakan bentuk upaya pengajar memfasilitasi peserta didik untuk belajar.

2.2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 1990). Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Suprijono (2009) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan tidak dilihat secara fragmentasi atau terpisah melainkan komprehensif. Hasil belajar tersebut biasanya dikaitkan dengan prestasi belajar siswa sebagai tolok ukur tingkat keberhasilan siswa dalam belajarnya.

Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal). Faktor- faktor tersebut berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar (Ahmadi dan Supriyono, 1990). Faktor internal antara lain: keadaan badan, nutrisi, dan fungsi panca indra.

Sedangkan faktor eksternal antara lain: motivasi/ kehadiran orang lain, dan keadaan cuaca/tempat belajar.

Berdasarkan konsep di atas maka diperoleh pengertian bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diwujudkan berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil interaksi aktif peserta didik dalam kelompok kerja selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Menurut Ratnawulan dan Rusdiana (2015), ranah kognitif merupakan penilaian hasil belajar yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi yang meliputi enam tingkatan, yaitu:

a. Pengetahuan (C1) menekan pada proses mental dalam mengenali dan mengungkapkan kembali informasi yang telah siswa perolehsecara tepat sesuai dengan yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Pemahaman (C2) berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu.

c. Aplikasi (C3) mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan, pemahamannnya melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu.

d. Analisis (C4) kemampuan untuk memilah sebuah informasi dalam komponen-komponen hingga hierarki dan keterkaitan antara ide dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.

e. Sintetis (C5) kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yg unik dan sistem.

f. Evaluasi (C6) kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau metode.

Dalam versi baru, ditambahkan:

g. Imajinasi: kemampuan untuk menggabungkan berbagai konsep materi pelajaran menjadi sebuah imajinasi dalam berkreasi.

h. Kreasi: kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep materi pelajaran menjadi suatu produk.

(4)

Ranah afektif merupakan penilaian hasil belajar yang berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Ada lima karakteristik afektif yaitu, sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) indikator afektif yaitu sikap ilmiah: jujur, peduli, tanggung jawab, dan lain-lain

2.3. Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Sistem pengajaran pada pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Taniredja, dkk, 2011). Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2005). Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud. Biasanya guru menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas (Suprijono, 2009).

Pembelajaran kooperatif bertujuan meningkatkan hasil akademik dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga bertujuan mengembangkan ketrampilan sosial siswa, antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain bekerja dalam kelompok, dan sebagainya. Salah satu tipe metode dalam pembelajaran kooperatif yaitu Think- Pair-Share (TPS). Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan ketrampilan berfikir dan menjawab serta berkomunikasi satu dengan yang lainnya.

Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain (Lie, 2002). Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif (dalam hal penyerapan materi) dan menyenangkan. Adapun tahap-tahap pembelajaran dengan Think-Pair-Share ini yaitu :

a. Think

Pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran.

Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.

b. Pair

Pada tahap ini, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk berdiskusi.

Diharapkan dalam diskusi tersebut siswa dapat saling bertukar pikiran mengenai jawaban yang mereka pikirkan secara individu pada tahap think kemudian ditentukan jawaban yang paling benar atau yang paling meyakinkan.

c. Share

Dalam kegiatan ini, guru meminta siswa membagikan hasil diskusi mereka dalam tahap pair kepada seluruh anggota kelas. Diharapkan pada tahap ini terjadi tanya jawab yang mendorong siswa menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Keunggulan dari pembelajaran ini yaitu optimalisasi partisipasi siswa. Ibrahim, dkk. (2000) dalam www.sriudin.com mengemukakan kelebihan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) sebagai berikut:

1. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

2. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha

hadir pada setiap pertemuan.

Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

3. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton.

(5)

4. Penerimaan terhadap individu lebih besar, sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

5. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

Lebih lanjut Ibrahim, dkk juga mengemukakan bahwa metode TPS sebagai pembelajaran yang baru diketahui kemungkinan yang dapat menimbulkan kebingungan pada sejumlah siswa, sebagian kehilangan rasa percaya diri, dan saling mengganggu antar siswa. Sedangkan Fadholi (2009) dalam matheducations.blogspot.com mengemukakan 4 kelemahan atau kekurangan model pembelajaran Think- Pair-Share (TPS) sebagai berikut:

1. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.

2. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah 3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak

4. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah.

Melalui penelitian tindakan kelas dengan model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share diharapkan dapat memotivasi siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa lebih antusias dan aktif seperti membaca, menulis, tanya jawab, mendengarkan penjelasan guru, dan diskusi.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan dalam proses belalar mengajar, oleh sebab itu metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), dengan rancangan model siklus yang terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di MTsN 3 Aceh Besar pada tahun pelajaran 2019/2020 dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari bulan September s.d November 2019 pada semester ganjil. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIII MTsN 3Aceh Besar. Dengan jumlah 26 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Kondisi Awal

Sebelum melakukan penelitian, guru memberikan pretes kepada siswa. Pretes ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum penerapan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share (TPS) dalam pembelajaran. Hasil pretes siswa sebelum penerapan model TPS dalam pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pretes siswa sebelum penerapan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share dalam pembelajaran.

No Nama L/P KKM Nilai Keterangan

1 Afi Renanda L 70 30 Belum tuntas

2 Alif Noer Aisa P 70 80 Tuntas

3 Andrean Aidil L 70 70 Tuntas

4 Dana Ramadhani P 70 80 Tuntas

5 Dian Fadhila P 70 80 Tuntas

6 Febrian Saputra L 70 70 Tuntas

7 Firdoes Nuzula L 70 70 Tuntas

8 Fitrah Saputra L 70 60 Belum tuntas

9 Humailia Islamiah A. P 70 60 Belum tuntas

10 Isfiratul Aina P 70 50 Belum tuntas

11 M. Aulia L 70 60 Belum tuntas

(6)

12 M. Farhan L 70 80 Tuntas

13 M. Nayel Al-Juranfe L 70 20 Belum tuntas

14 M. Ridha Ramadhan L 70 70 Tuntas

15 Maqfiratul Jannah P 70 80 Tuntas

16 Miftahul Ghina P 70 50 Belum tuntas

17 Nurul Fadhila P 70 40 Belum tuntas

18 Putri Nabilah P 70 50 Belum tuntas

19 Rahmad Al-Hafidz L 70 40 Belum tuntas

20 Rahmad Ikram L 70 70 Tuntas

21 Rahmat Fadhil Aulia L 70 40 Belum tuntas

22 Santiya Sari P 70 70 Tuntas

23 Shella Salsabila P 70 30 Belum tuntas

24 Silvia Nayla P 70 40 Belum tuntas

25 Siti Sarah P 70 70 Tuntas

26 Ulfa Rahmati P 70 60 Belum tuntas

Jumlah 1520

Jumlah Rata-rata 58.46

Persentase (%) 46.15 %

Berdasarkan Tabel 1, hasil pretes siswa yang dilakukan pada saat pra penelitian memperoleh persentase ketuntasan belajar sebesar 46.15 %. Nilai terendah pada pretes adalah 30 dan nilai tertinggi adalah 80. Nilai rata-rata pada pretes adalah 58.46. Setelah melakukan pretes, maka peneliti akan melanjutkan penelitian pada siklus I.

4.2. Hasil Penelitian Siklus I

Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah penerapan model Cooperative Learning Tipe Think- Pair-Share pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil belajar siswa pada siklus I

No Nama L/P KKM Nilai Keterangan

1 Afi Renanda L 70 60 Belum tuntas

2 Alif Noer Aisa P 70 80 Tuntas

3 Andrean Aidil L 70 80 Tuntas

4 Dana Ramadhani P 70 80 Tuntas

5 Dian Fadhila P 70 100 Tuntas

6 Febrian Saputra L 70 80 Tuntas

7 Firdoes Nuzula L 70 80 Tuntas

8 Fitrah Saputra L 70 70 Tuntas

9 Humailia Islamiah A. P 70 60 Belum tuntas

10 Isfiratul Aina P 70 70 Tuntas

11 M. Aulia L 70 60 Belum Tuntas

12 M. Farhan L 70 90 Tuntas

13 M. Nayel Al-Juranfe L 70 50 Belum Tuntas

14 M. Ridha Ramadhan L 70 80 Tuntas

15 Maqfiratul Jannah P 70 90 Tuntas

16 Miftahul Ghina P 70 60 Belum tuntas

17 Nurul Fadhila P 70 50 Belum tuntas

18 Putri Nabilah P 70 70 Tuntas

19 Rahmad Al-Hafidz L 70 60 Belum Tuntas

20 Rahmad Ikram L 70 80 Tuntas

21 Rahmat Fadhil Aulia L 70 50 Belum Tuntas

22 Santiya Sari P 70 90 Tuntas

23 Shella Salsabila P 70 50 Belum Tuntas

24 Silvia Nayla P 70 50 Belum Tuntas

(7)

25 Siti Sarah P 70 70 Tuntas

26 Ulfa Rahmati P 70 70 Tuntas

Jumlah 1830

Jumlah Rata-rata 70.38

Persentase (%) 61.54%

Berdasarkan hasil belajar pada siklus I, siswa telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil pretes sebelum diterapkannya model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share.

Berdasarkan Tabel 2, dari 26 siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share terdapat 16 siswa yang sudah mencapai ketuntasan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) dan 10 siswa lagi belum mencapai ketuntasan nilai KKM. Nilai tertinggi siswa yang diperoleh pada siklus I yaitu 100 dan nilai terendah adalah 50. Persentase ketuntasan siswa hasil belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 61.54 % dengan nilai rata-rata 70.38. Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh pada siklus I, maka peneliti ingin melanjutkan penelitian pada siklus II dengan menggunakan model yang sama yaitu model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share. Pada siklus II, peneliti mengharapkan adanya peningkatan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa, sehingga persentase ketuntasan siswa juga mengalami peningkatan sesuai dengan indikator siklus II yang telah ditetapkan oleh peneliti.

4.3. Hasil Penelitian Siklus II

Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah penerapan model Cooperative Learning Tipe Think- Pair-Share pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil belajar siswa pada siklus II

No Nama L/P KKM Nilai Keterangan

1 Afi Renanda L 70 80 Tuntas

2 Alif Noer Aisa P 70 80 Tuntas

3 Andrean Aidil L 70 90 Tuntas

4 Dana Ramadhani P 70 90 Tuntas

5 Dian Fadhila P 70 100 Tuntas

6 Febrian Saputra L 70 100 Tuntas

7 Firdoes Nuzula L 70 100 Tuntas

8 Fitrah Saputra L 70 80 Tuntas

9 Humailia Islamiah A. P 70 70 Tuntas

10 Isfiratul Aina P 70 90 Tuntas

11 M. Aulia L 70 90 Tuntas

12 M. Farhan L 70 80 Tuntas

13 M. Nayel Al-Juranfe L 70 80 Tuntas

14 M. Ridha Ramadhan L 70 80 Tuntas

15 Maqfiratul Jannah P 70 100 Tuntas

16 Miftahul Ghina P 70 70 Tuntas

17 Nurul Fadhila P 70 60 Belum tuntas

18 Putri Nabilah P 70 70 Tuntas

19 Rahmad Al-Hafidz L 70 60 Belum tuntas

20 Rahmad Ikram L 70 80 Tuntas

21 Rahmat Fadhil Aulia L 70 70 Tuntas

22 Santiya Sari P 70 90 Tuntas

23 Shella Salsabila P 70 60 Belum tuntas

24 Silvia Nayla P 70 70 Tuntas

25 Siti Sarah P 70 80 Tuntas

26 Ulfa Rahmati P 70 80 Tuntas

Jumlah 2100

Jumlah Rata-rata 80.76

Persentase (%) 88.46%

(8)

Berdasarkan hasil belajar pada siklus II, hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Berdasarkan Tabel 3, dari 26 siswa terdapat 23 siswa yang sudah mencapai ketuntasan nilai klasikal dan 3 siswa lagi belum mencapai ketuntasan klasikal. Nilai tertinggi siswa yang diperoleh pada siklus II yaitu 100 dan nilai terendah adalah 60. Persentase ketuntasan siswa hasil belajar siswa pada siklus II adalah sebesar 88.46 % dengan nilai rata-rata 80.76. Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh pada siklus II, maka peneliti mencukupkan penelitian sampai pada siklus II, hal ini dilakukan karena siswa telah mencapai indikator ketuntasan yang harapkan oleh guru.

4.4. Pembahasan Perbandingan Antar Siklus

Penerapan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share pada siklus I telah memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar siswa menjadi lebih baik jika dibandingkan hasil pretes siswa pada saat pra penelitian. Pada siklus I, siswa yang tidak tuntas dalam pembelajaran adalah siswa yang terlihat belum begitu aktif dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share. Hal ini bisa saja disebabkan oleh perlunya adaptasi dengan penerapan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share yang masih baru mereka rasakan. Persentase ketuntasan yang didapatkan pada siklus I, telah mencapai indikator siklus I yang ingin dicapai oleh peneliti.

Berdasarkan hasil test, hasil dari observasi serta refleksi yang telah dilakukan pada siklus I, maka perbaikan yang telah dilakukan oleh peneliti pada siklus II, telah memberikan hasil yang sesuai dengan harapan penulis. Pada siklus II, terlihat adanya peningkatan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa menjadi lebih baik. Pada siklus II, persentase ketuntasan siswa telah mengalami peningkatan dan telah mencapai indikator siklus II yang ditetapkan oleh peneliti.

Pada siklus II, tidak semua siswa mencapai ketuntasan belajar yang sesuai dengan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum), akan tetapi, terlihat adanya peningkatan nilai pada setiap siswa walaupun ada beberapa siswa yang hanya memiliki peningkatan hasil belajar yang sedikit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siklus I dan II, penerapan model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share telah memberikan nilai yang positif terhadap peningkatan hasil belajar IPA siswa terutama pada materi sistem pencernaan pada manusia. Perbandingan persentase hasil belajar siswa pada pra siklus, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan Persentase Hasil Belajar Siswa pada Pra siklus, Siklus I dan Siklus II.

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa dari Pra siklus ke Siklus I dan siklus I ke siklus II. Pada pra siklus sebelum penggunaan Cooperative Learning Tipe Think- Pair-Share hanya mampu memberikan persentase 46.15 %. Sedangkan pada siklus I setelah penggunaan media gambar telah mampu memberikan persentase hasil belajar siswa yaitu sebesar 61.54 % dan telah mengalami peningkatan menjadi 88.46 % pada siklus II.

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Series1 46,15% 61,54% 88,46%

46,15%

61,54%

88,46%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

100,00%

Perbandingan Persentase Hasil Belajar Siswa

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

(9)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 46.15 % pada pra penelitian meningkat menjadi 61.54 % pada siklus I dan meningkat menjadi 88.46 % pada siklus II.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan, maka disarankan:

1) Bagi Sekolah

Agar sekolah dapat mensosialisasikan model pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2) Bagi Guru

Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA terutama pada materi sistem pencernaan pada manusia.

3) Bagi Siswa

Siswa kelas VIII MTsN 3 Aceh Besar, diharapkan setelah penelitian ini selesai dilaksanakan tetapi berani mengungkapkan pendapatnya dan tetap aktif dalam proses pembelajaran.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmadi dan Supriyono. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

[2] Daryanto dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta : Gava Media.

[3] Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

[4] Dina Indriana. 2011. Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif. Yogyakarta : Diva Press [5] Fadholi, Arif. 2009. Kelebihan dan Kekurangan TPS. Diakses dari laman web tanggal 13 April

2018 dari: http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/metode-think-pair-share.html [6] Ibrahim, Muhsin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press [7] Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia [8] Ratnawulan, E. dan Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: CV Pustaka Setia.

[9] Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Laerning. London: Allymand Bacon

[10] Sudjana, Nana. 1990. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Bandung: Fakultas Ekonomi UI.

[11] Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

[12] Suryabrata, Sumardi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

[13] Suryono dan Haryanto MJ. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

[14] Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo

[15] Tukiran, Taniredja, dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta

Referensi

Dokumen terkait

Then, positive discourse analysis purposes by Martin (2004) and contextual analysis were used to describe how the social change represented in both

30 data from the students' report text writing and investigated whether they used correct grammar or made errors, identifying errors based on indicators that appear