• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL POSEIDON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "JURNAL POSEIDON"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Jurnal Ilmiah Psikologi & Psikologi Kelautan-Kemaritiman Volume 10, Nomer 2

Juli - Desember 2016

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF ESTEEM DENGAN  RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI  DI RSUD DR. SOETOMO

Adelia Permatasari, Ratna Insyani Kusumawati, Dewi Mustamiah

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN KOMITMEN TIM DENGAN KOHESIVITAS TIM FUTSAL

Herdiana Candrika Maharani, M.Zainal Abidin, Weni Endahing Warni

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IDOLA DAN KONFORMITAS DENGAN 

KECENDERUNGAN CELEBRITY WORSHIP PADA KOMUNITAS KLOSS (KOREAN LOVERS SURABAYA)

Rikza Novita Munaamah, Wiwik Sulistiani, Windah Riskasari

PROFIL PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA REMAJA YATIM PIATU DI PANTI  ASUHAN ‘X’ SURABAYA

Puri Aquarisnawati

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN  MOTIVASI BERPRESTASI PADA ATLET OLAHRAGA BASKET CLS KNIGHTS SURABAYA Christiananda Prasandy

HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI MASA DEPAN DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN  KESIAPAN KERJA PADA MAHASISWA SEMESTER AKHIR FAKULTAS PSIKOLOGI  UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

Lolita Pitaloka, Widjajaning Budi, Bachtiar Susanto

PENGARUH SELF EFFICACY TERHADAP SELF REGULATED LEARNING PADA  MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA Dianita Agustina

JURNAL POSEIDO

N

TAHUN

10 NOMOR

2 Halaman

01 ­ 87 SURABAYA

Juli 2016 ISSN: 

1907­5960

Diterbitkan oleh:

Jalan Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111

(2)

Hubungan Antara Kontrol Diri Dan Komitmen Tim Dengan Kohesivitas Tim Futsal 20 Hubungan Antara Persepsi Terhadap Idola Dan Konformitas Dengan Kecenderungan

Celebrity Worship Pada Komunitas Kloss (Korean Lovers Surabaya) 36 Profil Psychological Well Being Pada Remaja Yatim Piatu Di Panti Asuhan ‘X’ Surabaya 48 Hubungan Antara Konsep Diri Dan Dukungan Sosial Orangtua Dengan Motivasi

Berprestasi Pada Atlet Olahraga Basket Cls Knights Surabaya 60 Hubungan Antara Orientasi Masa Depan Dan Kepercayaan Diri Dengan Kesiapan Kerja

Pada Mahasiswa Semester Akhir Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya 71 Pengaruh Self Efficacy Terhadap Self Regulated Learning Pada Mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya 80

(3)

setahun, yaitu pada bulan Januari dan Juli. Jurnal POSEIDON adalah jurnal ilmiah yang mengkaji disiplin ilmu psikologi secara umum dan psikologi kelautan-kemaritiman secara khusus, sebagai media untuk mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan pada hasil penelitian empiris.

Pelindung

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya

Pengarah

Wakil dekan I Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya

Pemimpin Redaksi Akhmad Fauzie, M.Psi

Penyunting Pelaksana Lutfi Arya, M.Psi

Dewan Redaksi Wiwik Sulistiani, M.Psi Dewi Mahastuti, S.Psi., M.Si

Mitra Bestari

Prof. Dr. Sapto J Poerwowidagdo, M.Sc Prof. Koentjoro, MBSc, Ph.D (UGM) Prof. DR. Nurohman Hadjam (UGM) Prof. DR. Sarlito Wirawan S (UI) Prof. DR. Muhari (UNESA)

Alamat Redaksi

Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 Telp. (031) 5945864 Fax. (031) 5946261

Hak Cipta

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi jurnal ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

(4)

40

Profil Psychological Well Being Pada Remaja Yatim Piatu Di Panti Asuhan X Surabaya

Puri Aquarisnawati

Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya [email protected]

Abstract. The purpose of the study was to find out how the orphaned adolescents Psychological Well Being profile at the orphanage X Surabaya. The type of research in this study uses a quantitative approach and includes the type of descriptive research. The variable in this study is a single variable, namely Psychological Well Being. The subjects used in this study were Adolescents at Surabaya X Orphanage. using the Ryff (1995) Psychological Well Being scale, using a Likert scale model. The analysis technique used is descriptive analysis technique. From the results of data analysis that has been done by adolescents in the orphanage that have pretty good PWB, there is a meaning from within each dimension of the life of adolescents in the orphanage. Six dimensions of PWB include autonomy, mastery of the environment, personal development, positive relationships with others, goals of life and self-acceptance. The dimensions of the PWB move between the range of 60 to 100 percent simultaneously.

Keywords: Psychological Well Being, Adolescents, Orphanage

Abstrak. Tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana profil Psychological Well Being pada remaja yatim piatu di panti asuhan X Surabaya.

Jenis penelitian di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan termasuk jenis penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal, yaitu Psychological Well Being. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Remaja di Panti Asuhan X Surabaya. menggunakan skala Psychological Well Being dari Ryff (1995), dengan menggunakan model skala Likert. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan remaja di panti asuhan tersebut memiliki PWB yang cukup bagus, ada pemaknaan dari dalam diri dari setiap dimensi kehidupan remaja di panti asuhan. Enam dimensi PWB diantaranya Autonomi, penguasaan lingkungan, perkembangan pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri. Dimensi PWB tersebut bergerak antara kisaran 60 sampai 100 prosen secara bersamaan.

Kata Kunci: Psychological Well Being, Remaja, Panti Asuhan

(5)

41 Pendahuluan

Kebahagiaan adalah sesuatu yang selalu dicari oleh setiap manusia di dunia ini. Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan yang diinginkan. Beberapa orang mengukur kebahagiaannya apabila telah mendapatkan sejumlah hanrta dan benda, beberapa orang yang lain memiliki tolok ukur kebahagiaannya adalah dengan menempuh pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuannya. Namun beberapa diantaranya menganggap bahwa kebahagiaan yang sebenarnya adalah dengan berkumpul bersama dengan keluarga, melakukan kegiatan bersama keluarga, bepergian dengan keluarga hingga saling berbagi pengalaman hidup dengan keluarga.

Seorang anak akan merasa terlindungi, merasa aman dan nyaman, serta dapat merasakan kebahagiaan dengan hadirnya sosok ayah dan ibu dalam kehidupannya. Secara psikologis, anak tentu akan merasakan kebahagiaan, mendapatkan kenyamanan, dan rasa aman sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembangnya. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua anak dapat merasakan kasih sayang yang berasal dari orang tuanya, tidak semua dapat merasakan kebahagiaan, kenyamanan dan rasa aman sebagai hal yang bisa dirasakan apabila memiliki orang tua, yaitu ayah dan ibu. Hal ini lah yang dirasakan oleh Remaja yatim piatu yang tinggal di panti asuhan X Surabaya.

Seperti diketahui bahwa remaja merupakan suatu periode perkembangan dimana pada periode ini individu berada pada masa kritis (Hurlock, 2003). Beragam permasalahan dapat timbul pada masa remaja sehingga dapat menyebabkan berbagai akibat yang dapat merugikan remaja itu sendiri. Usia remaja dapat menyebabkan banyak hal. dimana individu sedang berusaha untuk mencari jati dirinya dan saat dimana individu mulai memahami dunia secara ‘egois’, sehingga dapat menempatkan individu tersebut ke dalam pengalaman yang tidak menyenangkan (Hurlock, 2003). Remaja yang memiliki orangtua lengkap, yaitu ayah dan ibu akan merasa beruntung karena merasa diperhatikan

(6)

42

dan diberikan arahan untuk menjalani kehidupan remajanya dengan baik.

Namun tidak demikian halnya dengan remaja yatim piatu yang tinggal di panti asuhan.

Terdapat banyak hal yang membuat remaja yatim piatu di panti asuhan tidak dapat merasakan kenyamanan, rasa aman dan kebahagiaan yang dimiliki remaja yang memiliki ayah dan ibu. Hal inilah yang kemudian membuat remaja yatim piatu measakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam kehidupannya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada remaja yatim piatu di panti asuhan, diketahui bahwa remaja yatim piatu di panti asuhan memiliki keinginan untuk merasakan kasih sayang orangtuanya, merasakan bagaimana rasanya bercengkrama dan bersenda gurau dengan ayah ibunya dan ingin merasakan kenyamanan apabila memiliki ayah dan ibu. Bagi remaja-remaja tersebut kebahagiaan sesuangguhnya adalah dengan memiliki keluarga.

Pada kenyataannya remaja tersebut tidak bisa memiliki apa yang diinginkan, namun di sisi lain keberadaan remaja maupun anak-anak lain yang berada di panti asuhan tempatnya tinggal dapat sedikit mengurangi kesedihannya karena tidak lagi memiliki ayah dan ibu. Perhatian yang didapatkan dari kepala panti maupun teman-teman sebaya cukup mampu membuat remaja tersebut berbahagia, namun remaja tersebut masih menganggap bahwa adanya keluarga dapat membuatnya bahagia secara psikologis. Ryff (1989) menyatakan bahwa kebahagiaan secara psikologis inilah yang dinamakan Psychological Well Being.

Psychological Well Being merupakan kebahagiaan psikologis yang dirasakan oleh individu. Kebahagiaan psikologis masing-masing individu berbeda-beda tentu berbeda. Suatu hal yang dapat membuat kebahagiaan psikologis seseorang meningkat, belum tentu faktor tersebut dapat membuat Psychological Well Being individu yang lain juga merasakan hal yang sama. Hal ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor internal dan eksternal dari individu yang bersangkutan, yang juga tidak terlepas dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki (Ryff, 1995).

(7)

43

Dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup individu akan memiliki pengalaman-pengalaman, ada yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang selanjutnya menyebabkan kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Oleh karena itu suatu hal yang menyebabkan individu merasa bahagia secara psikologis dan tidak bahagia secara psikologis adalah berbeda-beda. Dalam ilmu psikologi penelitian mengenai kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dikenal sebagai Psychological Well Being (PWB) atau Kesejahteraan Psikologi (Ryff, 1989).

PWB merupakan hasil evaluasi atau penilaian sesorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya.

Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat PWB individu menjadi rendah atau berusaha untuk memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat PWB individu meningkat (Ryff, 1989).

Ryff (1989) menjelaskan lebih lanjut bahwa Psychological Well Being memiliki enam dimensi yaitu : penerimaan diri (self acceptance), hubungan yang positif dengan orang lain (positive relations with other), pengembangan diri (personal growth), tujuan hidup (pupose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan kemandirian (autonomy). Keenam dimensi tersebut memiliki keterkaitan antara dimensi yang satu dengan yang lain. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti profil Psychological Well Being pada Remaja Yatim Piatu di Panti Asuhan X Surabaya.

Psychological Well Being

Psychological Well Being menurut Ryff (1989) merupakan suatu kondisi individu yang memiliki kemampuan menerima keadaan diri sendiri dan kehidupannya (self acceptance), adanya pengembangan diri (personal growth), memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan sosial yang positif dengan orang lain (possitive relationship with others), kemampuan

(8)

44

mengatur kehidupan dan lingkungannya dengan efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy)

Psychological Well Being yang selanjutnya akan disebut PWB adalah suatu kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. PWB sering disebut juga sebagai Kesejahteraan Psikologis. Menurut Ryff (1995) mendefinisikan PWB ini sebagai hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidup sehingga menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat PWB yang dimiliki menjadi rendah atau berusaha untuk memperbaiki hidupnya sehingga PWB yang dimiliki meningkat.

Remaja

Menurut Hurlock (2003) remaja adalah individu yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks (1999) memberi batasan usia remaja adalah 12- 21 tahun. Menurut (Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12- 23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.

Yatim Piatu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2008) menyatakan bahwa yatim piatu adalah sudah tidak berayah dan beribu lagi. Jadi Remaja Yatim Piatu adalah individu yang berusia antara 12-18 tahun yang sudah tidak berayah dan beribu lagi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan termasuk jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2007).

(9)

45

Variabel penelitian dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau biasa disebut sebagai faktor yang berperan dalam penelitian atau gejala yang akan diteliti (Suryabrata,2006). Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal / single variable, yaitu Psychological Well Being.

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Remaja di Panti Asuhan X Surabaya.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Psychological Well Being dari Ryff (1995), dengan menggunakan model skala Likert. Skala Psychological Well Being disusun berdasarkan item- item favorable dan un-favorable, dimana pernyataan yang bersifat favorable adalah pernyataan yang bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap, sedangkan pernyataan yang bersifat un-favorable adalah pernyataan yang bersifat kurang mendukung atau memihak pada sikap. Analisa data menjadi bagian yang sangat penting karena dapat memberi arti dalam pemecahan masalah penelitian.Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan dianalisis dengan SPSS versi 11.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah data terkumpul dilakukan analisis terhadap data-data yang ada. Jumlah skala yang tersebar sebanyak 40 bendel dan dikembalikan sebanyak 30 bendel. Berdasarkan data yang diperoleh dari skala Psychological Well Being didapatkan hasil sebagai berikut:

(10)

46 Dalam prosentase per skala PWB

Gambar 1. Prosentase Perolehan PWB Subyek

Dalam skala PWB didapatkan bahwa sebanyak 17% lebih pada demensi memiliki tujuan hidup, dan nilai rendah pada demensi penerimaan diri 16 %

Gambar 2. Grafik Dimensi PWB pada Subyek

Dari grafik diatas menunjukan masing-masing dari dimensi PWB bergerak hampir sama dengan tiap-tiap dimensi, enam dimensi PWB diantaranya Autonomi, penguasaan lingkungan, perkembangan pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri.

Dimensi PWB tersebut bergerak antara kisaran 60 sampai 100 prosen

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Chart Title

AUTONOMI

PENGUASAAN LINGKUNGAN

PERKEMBANGAN PRIBADI

HUBUNGAN POSITIF DENGAN YANG LAIN 16%16%

16%16%

16%17%

17%17%

17%17%

Psychological Wellbeing

Psychological Wellbeing

(11)

47

secara bersamaan. Ini menunjukkan bahwa remaja di panti asuhan tersebut memiliki PWB yang cukup bagus, ada pemaknaan dari dalam diri dari setiap dimensi kehidupan remaja di panti asuhan.

Dari hasil analisis deskriptif di atas, didapatkan bahwa Psychological Well Being remaja di panti asuhan tergolong tinggi. Berikut adalahh pembahasan masing-masing dimensi dari anak-anak di panti asuhan:

1. Self Acceptance, dimensi ini memiliki prosentase yang paling rendah. Dimensi ini merupakan sikap positif seseorang terhadap diri sendiri dan merupakan ciri penting dari PWB. Dari skor yang diperoleh menunjukkan bahwa remaja di panti asuhan masih perlu mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri. Sebagian besar remaja panti masih cenderung belum menerima kondisi yang dialami. Merasa kurang optimis tentang kehidupan yang telah dijalani. Menunjukkan bahwa remaja di panti asuhan cenderung merasa tidak puas dengan dirinya, dalam situasi tertentu memiliki perasaan kecewa terhadap kehidupan yang dijalani. Selain itu remaja di panti asuhan memiliki keinginan menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini.

2. Positif Relations with Other. Berdasarkan hasil analisa data, dimensi ini tergolong cukup. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan kemampuan remaja panti asuhan untuk menjalin hubungan antar pribadi yang hangat, memuaskan, saling mempercayai, serta terdapat hubungan saling memberi dan menerima. Merupakan dimensi hubungan positif dengan orang lain dapat dioperasionalkan kedalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Dari hasil yang didapatkan menunjukkan remaja panti asuhan cukup mampu dalam menjalin relasi yang baik dengan sekitarnya. Remaja di panti asuhan ini mempunyai hubungan yang cukup hangat, saling mendukung dan membina kepercayaan antara yang satuu dengan

(12)

48

yang lain. Cukup mampu mengembangkan sikap tolong menolong, mampu melakukan empati yang cukup, dan cukup mampu mengembangkan hubungan yang bersifat timbal balik. Hal ini terjadi disebabkan karena adanya perasaan sama, artinya sama dalam hal situasi dan keadaan yang dialami. Selain itu remaja panti asuhan cukup mampu menyesuaikan diri untuk memperluas suatu hubungan yang penting dengan bersedia menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan bersedia menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan orang lain, terlebih pada sesama remaja di panti asuhan. Menurut Ryff (1995) dimensi ini berulangkali ditekankan dalam teori-teori yang digunakannya dalam menyusun konsep well being. Individu yang memiliki hubungan positif dengan sesamanya dapat disimpulkan dengan melihat sejauh mana individu memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, mampu membina hubungan yang empatik efektif, dan intim yang kuat dengan individu lain, serta saling memberi dan menerima dalam hubungan dengan individu yang lainnya.

3. Personal Growth, dimensi ini adalah salah satu dimensi yang cukup tinggi dari Psychological Well Being yang dimiliki remaja di panti asuhan. Merupakan kemampuan untuk tumbuh dan mengembangkan potensi diri secara simultan dan berkelanjutan.

Pengembangan diri dapat dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Dari hasil yang didapatkan remaja di panti asuhan merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, cukup terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru di luar panti dan sekolah, dan cukup menyadari potensi dirinya sendiri. Selain itu cukup mampu mengembangkan sikap atau tingkah laku baru dan berusaha menyesuaikannya dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rogers bahwa pribadi

(13)

49

yang berfungsi sepenuhnya memiliki “keterbukaan pada pengalaman” (openess to experience). Individu yang terbuka terhadap pengalaman akan lebih sadar terhadap dunia sekelilingnya dan tidak berhenti pada pertimbangan-pertimbangan sebelumnya yang mungkin kurang benar.

4. Purpose in life, adalah adalah dimensi Psychological Well Being yang memiliki prosentase paling tinggi pada anak-anak panti asuhan. Dimensi ini meliputi keyakinan-keyakinan yang memberikan perasaan bahwa anak-anak di panti asuhan memiliki tujuan dan makna yang positif di dalam hidupnya, baik masa lalu maupun yang sedang dijalani kini. Tujuan Hidup (purpuse in life) adalah dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya pemahaman individu akan tujuan dan arah hidupnya. Artinya remaja di panti asuhan mempunyai tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti dalam hidup masa kini dan masa lampau. Hal ini disebabkan karena remaja di panti asuhan memiliki pengalaman yang berbeda dibandingkan remaja lain, oleh karena itu remaja di panti asuhan memiliki keinginan untuk berkembang. Sehingga termanifestasi ke dalam perilaku yang memiliki tujuan, arah hidup dan cita-cita yang jelas. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ryff (1995) individu yang dianggap baik dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasa bahwa kehidupan di masa lalu dan masa sekarang memiliki makna, serta memegang keyakinan yang memberikan tujuan dalam hidup.

5. Environmental mastery, adalah dimensi tertinggi kedua dalam Psychological Well Being pada remaja di panti asuhan setelah purpose in life. Dimensi ini meliputi kemampuan remaja di panti asuhan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan dirinya. Remaja di panti asuhan memiliki kemampuan yang cukup baik untuk memilih atau mengubah lingkungan sehingga sesuai dengan kebutuhannya.

(14)

50

Artinya remaja di panti asuhan cukup mampu dalam mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Selain itu remaja di panti cukup mampu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisinya, berpartisipasi dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisinya, berpartisipasi dalam lingkungan di luar dirinya, mengontrol dan memanipulasi lingkungan yang kompleks, serta kemampuan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan di lingkungan. Jadi dengan kata lain, dimensi ini melihat kemampuan remaja di panti asuhan dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengaturnya sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Jadi taraf psychological well being dalam dimensi penguasaan lingkungan dapat tercermin pada kemampuan remaja panti asuhan dalam mengelola dan mengontrol berbagai aktifitas eksternal, mampu memanfaatkan secara efektif setiap kesempatan yang ada, mampu memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi, serta memiliki kompetensi dalam mengelola lingkungan.

6. Autonomi, adalah dimensi Psychological Well Being yang memiliki prosentase terendah kedua sebelum dimensi penerimaan diri. Dari hasil yang didapatkan kemandirian remaja di panti asuhan sebenarnya masih dalam kategori cukup, namun dalam hal-hal tertentu, terutama dalam hal ekonomi dan pemecahan masalah.

Selain itu dimensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, artinya remaja di panti asuhan belum sepenuhnya mampu dalam mengarahkan diri, mengatur tingkah laku dan dalam hal kemandirian. Hal ini disebabkan karena di usia remaja, individu belum sepenuhnya bisa mandiri dalam menghadapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri

(15)

51

dengan standar pribadi. Sebaliknya remaja di panti asuhan lebih memperhatikan pengharapan dan evaluasi dari orang di sekitarnya.

Dalam membuat keputusan, remaja di panti asuhan memiliki ketergantungan pada orang lain dalam membuat keputusan, menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku. Taraf psychological well being individu dalam dalam dimensi otonomi tercermin dari sejauh mana individu tersebut mampu mengarahkan diri dan bersikap mandiri, memiliki patokan (standar personal) bagi perilakunya, serta mampu bertahan terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu (Ryff, 1995). Teori ini selaras dengan bagaimana profil remaja di panti asuhan dilihat melalui dimensi Autonomy.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Hurlock, E.B (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Monks, F.J (1999). Psikologi Perkembangan. Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: UGM University Press

Ryff, C.D (1989). Happiness Is Everything, Or Is It? Explorations On The Meaning Of Psychological Well Being. Journal Of Personality And Social Psychology 57(6), 1069-1081

Ryff, C.D (1995). Psychological Well Being in Adult Life. Current Direction in Psychological Science. 57(6), 81-104

Santrock, J.W (2003). Adolescents. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo

(16)

Surabaya

By Puri Aquarisnawati

WORD COUNT 3199 TIME SUBMITTED 05-APR-2019 08:26AM

PAPER ID 45767020

(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)

17 %

SIMILARIT Y INDEX

1

2 3 4 5 6 7 8

9

PRIMARY SOURCES

Yuli P. Satar, Nuraini B. Vera. "Pola Konsumen dalam Mengakses Website (Traffic sources) Rumah Sakit Di Depok", Jurnal Vokasi Indonesia, 2017

Crossref

ml.scribd.com

Int ernet

mafiadoc.com

Int ernet

repository.usu.ac.id

Int ernet

journal.unair.ac.id

Int ernet

eprints.ums.ac.id

Int ernet

core.ac.uk

Int ernet

İLĞAN, Abdurrahman, SEVİNÇ, Ömer Seyfettin, GÖREN NİRON, Demet, KILIÇ, Abdurrahman and YUMUŞAK, Ahmet. "Lisans Öğrencilerinin Psikolojik

İyilik Hallerinin YGS Puanları ve Çeşitli Değişkenler ile İlişkisi", Mersin Üniversitesi, 2015.

Publicat ions

a-research.upi.edu

Int ernet

72 words — 2%

54 words — 2%

47 words — 1%

45 words — 1%

45 words — 1%

26 words — 1%

24 words — 1%

22 words — 1%

18 words — 1%

(31)

10 11 12 13

14 15 16 17

18 19 20 21

es.scribd.com

Int ernet

hendikasafitri.blogspot.com

Int ernet

www.neliti.com

Int ernet

Desika Nanda Nurvita. "Potret Adversity Quotient pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam", Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 2018

Crossref

hangtuah.ac.id

Int ernet

edoc.site

Int ernet

rumahsosiologi.com

Int ernet

id.123dok.com

Int ernet

fmipa.unesa.ac.id

Int ernet

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

Int ernet

adoc.tips

Int ernet

mgtofsdm.files.wordpress.com

Int ernet

16 words — < 1%

16 words — < 1%

16 words — < 1%

15 words — < 1%

14 words — < 1%

12 words — < 1%

11 words — < 1%

10 words — < 1%

10 words — < 1%

10 words — < 1%

10 words — < 1%

9 words — < 1%

(32)

23 24 25 26

27

EXCLUDE QUOTES ON EXCLUDE BIBLIOGRAPHY ON

EXCLUDE MATCHES OFF

pada Kantor Radio Republik Indonesia Malang", JKMP (Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik), 2016

Crossref

docobook.com

Int ernet

elisatjahayoe.blogspot.com

Int ernet

media.neliti.com

Int ernet

Lely Ika Mariyati, Nur Habibah. "Social Support Teman Sebaya, Tipe Kepribadian, Dan

Kecenderungan Merokok Pada Siswa SMK(T) Di

Kecamatan Sidoarjo", Psikologia : Jurnal Psikologi, 2016

Crossref

Ledya Mawaddah. "Well-being Siswa yang Diikutkan Banyak Kegiatan Bimbingan Belajar oleh Orang Tuanya", Proceedings of the ICECRS, 2018

Crossref

8 words — < 1%

8 words — < 1%

8 words — < 1%

7 words — < 1%

6 words — < 1%

Gambar

Gambar 1. Prosentase Perolehan PWB Subyek
Gambar 2. Grafik Dimensi PWB pada Subyek

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa psychological well-being merupakan kebahagiaan individu yang berfokus pada fungsi psikologis dan memandang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hita Sinidikoro Pambajeng dan Siswati pada tahun 2017, Psychological well-being berarti seseorang bisa menerima dan mencintai diri