• Tidak ada hasil yang ditemukan

kajian bioaktivitas ekstrak etanol 70% daun sukun - SIMAKIP

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "kajian bioaktivitas ekstrak etanol 70% daun sukun - SIMAKIP"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEK (PPI)

KAJIAN BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SUKUN (ARTOCARPUS ALTILIS (PARKINSON EX F.A.ZORN) FOSBERG), DAUN

ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) DAN DAUN LIDAH MERTUA (SANSEVIERIA TRIFASCIATA PRAIN) DALAM MENGHAMBAT Α-

AMILASE SECARA IN VITRO

Tim Pengusul

Ketua Peneliti (Lusi Putri Dwita, M.Si., Apt. NIDN 0321028801) Anggota Peneliti (Vivi Anggia, M.Farm, Apt. NIDN 0313028702)

Nomor Surat Kontrak Penelitian: 501/F.03.07/2017 Nilai Kontrak : Rp.15.750.000

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA TAHUN 2018

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

Pencarian sumber pengobatan diabetes masih merupakan menjadi perhatian penelitian di dunia. Flavonoid, khususnya kuersetin merupakan salah satu golongan senyawa yang tersebar luas pada tumbuhan dan telah diteliti aktivitas hambatannya terhadap enzim α-amilase. Tanaman Indonesia yang telah digunakan secara empiris sebagai antidiabetes diantaranya adalah Sukun, Alpukat, dan Lidah mertua. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ektrak etanol 70% daun sukun, daun alpukat dan daun lidah mertua dalam menghambat enzim α-amilase serta mengidentifikasi kandungan kuersetin dari masing-masing ekstrak tanaman. Sampel daun diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, dilanjutkan skrining fitokimia dan identifikasi senyawa kuersetin menggunakan metode LC-MS. Daya inhibisi enzim α-amilase diuji secara in vitro dengan mengukur absorbansi dinitrosalisilat menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 524 nm. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol 70 % daun alpukat, daun lidah mertua, dan daun sukun memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 139.06 µg/ml, 158,32 µg/mL dan 156,04 𝜇g/ml. ketiga tanaman menunjukkan potensi dalam menghambat enzim alfa amilase, dimana potensi tertinggi ditunjukkan oleh daun alpukat dengan potensi relatif sebesar 30,72% dibandingkan akarbose.

(6)

v DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT KONTRAK PENELITIAN ... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi BAB 1. PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Rumusan Masalah ...

1.3 Tujuan Penelitian ...

1.4 Urgensi Penelitian ...

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...

BAB 3. METODE PENELITIAN ...

3.1 Lokasi Penelitian ...

3.2 Alat Penelitian ...

3.3 Bahan Penelitian ...

3.4 Prosedur Penelitian ...

3.5 Analisis Data ...

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN...

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...

BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

1 1 2 2 2 3 10 10 10 10 10 15 16 22 22 23 25

(7)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan endokrin atau gangguan metabolik dengan peningkatan prevalensi global. Kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemik) adalah gejala dari diabates mellitus sebagai konsekuensi dari tidak memadainya sekresi insulin pankreas atau buruknya insulin yang dihasilkan untuk memobilisasi glukosa yang diarahkan oleh sel target (Piero et al. 2015). Indonesia berada diurutan ke empat dalam urutan prevalensi diabetes mellitus tertinggi di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Jumlah penderita ini kian bertambah dari tahun-ketahun, khususnya penderita DM tipe 2 (Ristedikti 2016). Data Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) terbaru di tahun 2015 menyatakan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia mencapai 9,1 juta orang. Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-5 teratas di antara negara-negara dengan jumlah penderita terbanyak dunia.

Hiperglikemia postprandial pada penderita diabetes mellitus dapat dicegah melalui penghambatan enzim α-amilase (Whitcomb and Lowe 2007). Enzim ini bertanggung jawab dalam proses penguraian karbohidrat menjadi bentuk glukosa dan maltosa, yaitu dengan menghidrolisis ikatan glukosa yang terdapat di dalam pati, glikogen dan turunan polisakarida lainnya melalui pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik (Sundarram and Murthy 2014). Inhibisi kerja enzim α-amilase secara efektif dapat mengurangi pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi glukosa ke dalam darah sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus (de Sales et al. 2012).

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang memberikan peranan penting terhadap inhibisi kerja enzim alfa amylase. Quercetin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid telah diteliti memberikan hambatan yang baik terhadap enzim α-amilase dibandingkan α- glukosidase (Tadera et al., 2016). Quercetin merupakan senyawa flavonoid, bagian dari polifenol yang terkandung pada berbagai jenis tumbuhan dan terdistribusi luas pada makanan seperti buah- buahan dan sayur-sayuran (Coşkun et al. 2004). Daun alpukat (Persea americana Mill), daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain.) dan daun sukun (Artocarpus altilis (Parkinson Ex F.A.Zorn) Fosberg) adalah tanaman yang telah banyak dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat untuk berbagai penyakit, salah satunya untuk pengobatan diabetes.

(8)

2

Pada studi ini dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai aktivitas hambatan ekstrak daun alpukat, daun lidah mertua dan daun sukun terhadap enzim α-amilase dan identifikasi senyawa quercetin, sebagai salah satu senyawa yang memberikan peranan penting terhadap aktivitas hambatan enzim α-amilase.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan pengujian aktivitas dari tiga buah tanaman Indonesia yaitu daun sukun, daun alpukat dan daun lidah mertua yang digunakan secara empirik untuk mengatasi diabetes mellitus sehingga dapat diketahui kemungkinan mekanisme kerja dari tanaman tersebut sebagai antidiabetes, salah satunya melalui hambatan enzim alfa amilase.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol 70% daun sukun, daun alpukat dan lidah mertua dalam menghambat enzim alfa amilase.

1.4 Urgensi Penelitian

Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-5 teratas di antara negara-negara dengan jumlah penderita terbanyak dunia. Tingginya prevalensi diabetes mellitus membuktikan bahwa diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dan membutuhkan penanganan yang tepat bagi penderitanya. Oleh karena itu dibutuhkan kandidat-kandidat obat baru untuk penenangan diabetes mellitus, salah satu nya melalui mekanisme hambatan enzim alfa amilase.

(9)

3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman dan Kandungan Fitokimia

a. Alpukat

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat Persea americana atau Persea gratissima (sinoim) adalah sebagai berikut (Plantamor 2016) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Marga : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

1. Nama Daerah

Di Indonesia, tanaman alpukat dikenal dengan pohon nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) (Prihatman 2000). Sedangkan di negara- negara lain dikenal dengan nama bo (Vietnam), buah mentega, avokado & apokado (Malaysia), luk noel & awokhado (Thailand), yiu lie (Cina) dan avocado (Inggris) (Plantamor 2016).

2. Deskripsi Tumbuhan

Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Alpukat terbagi menjadi tiga ras, yaitu ras Meksiko, Guatemala dan Hindia Barat. Alpukat merupakan pohon dengan tinggi 3-10 meter dengan batang bulat, berkayu dan berwarna cokelat kotor. Batang bercabang banyak dengan ranting berambut halus dan daun tunggal yang bertangkai sepanjang 1,5-5 cm. Letak tumbuh daunnya berdesakan di ujung ranting, daun tebal berbetuk lonjong hingg oval, serta ujung dan pangkalnya runcing. Tepi daun kadang- kadang agak menggulung ke atas dengan daun muda berwarna kemerahan dan berambut rapat serta daun tua berwarna hijau dan tidak berbulu. Bentuk bunga majemuk, berkelamin dua dan tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting dengan warna bunga kuning kehijauan. Buah buni berbentuk bundar atau bulat telur berwarna hijau

(10)

4

atau hijau kekuningan berbintik-bintik ungu atau keseluruhan berwarna ungu dengan panjang 5-20 cm, berbiji satu dengan diameter 2,5-5 cm dan keping biji berwarna putih kemerahan. Daging buah yang sudah masak berwarna hijau kekuningan dan bertekstur lunak (AgroMedia 2008).

3. Kandungan Kimia

Buah alpukat mengandung saponin. alkaloid, flavonoid dan tanin serta daun yang juga mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, quersetin dan gula alkohol persiit (AgroMedia 2008).

b. Lidah Mertua

Tumbuhan daun lidah mertua dapat diklasifikasikan sebagai berikut (www.plantamor.com) :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Liliidae

Ordo : Liliales

Famili : Agavaceae

Genus : Sansevieria

Spesies : Sansevieria trifasciata Hort. ex Prain 1. Nama Daerah

Sumatera : Ki Kolo, letah menyawak (Sumatera), Lidah buawaya

Jawa : Nenas belanda (Sunda), Pacing towo (Jawa), Mandalika (Madura) (Depkes RI 1997)

2. Deskripsi Tumbuhan

Lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) merupakan herba menahun, tinggi mencapai 1,8 m dengan akar rimpang, bulat, dan berwarna kuning oranye. Daun tunggal, berkumpul sebagai roset akar, 2-6 helai daun tumbuh berkumpul di pangkal akar, bentuk lanset, panjang 15-150 cm, lebar 4-9 cm, permukaan licin, dan berwarna hijau bernoda putih atau kuning. Bunga majemuk bentuk tandan, diujung akar rimpang, bertangkai panjang, tandan bunga panjang 40-85cm, berkas bunga berbilang 5-10, daun pelindung menyerupai selaput kering, benang sari 6, menempel pada tabung mahkota bagian atas, kepala putik membulat, dasar mahkota membentuk tabung, panjang ± 1 cm, ujung berbagi 6, berwarna putih kekuningan. Buah buni, berbiji 1-3, bulat dengan

(11)

5

diameter 5-8 mm dan berwarna hijau. Biji berbentuk bulat telur dan berwarna hitam.

Akar serabut berwarna kuning oranye (Depkes RI 1997).

3. Kandungan Kimia

Daun dan rimpang lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) mengandung saponin, kardenolin, disamping itu daunnya juga mengandung polifenol (Depkes RI 1997). Kandungan kimia daun dan rimpang lidah mertua yang telah dilaporkan adalah vitamin C, tanin, glukogalin, asam galat, asam elegat, korilagin, terchebin chebulagic acid, chebulinic acid, 3,6-digaloilglukosa, mucid acid, abamagenin, phylembic acid dan emblikol (Hariana, 2008). Daun lidah mertua mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, terpenoid, tanin, protein dan karbohidrat (Sunilson 2009).

c. Daun Sukun

Tumbuhan daun sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Plantamor, 2017) : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg 1. Nama Daerah

Tanaman sukun terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, dan dikenal dengan berbagai nama seperti, sukun, timbul, kelewih, kaluwen (Jawa), suune (Ambon), amo (Maluku Utara), kamandi, urknem atau beitu (Papua), karara (Bima, Sumba dan Flores), susu aek (Rote), naunu (Timor), hatopul (Batak), baka atau bakara (Sulawesi Selatan).

Nama lain sukun di berbagai negara yaitu : breadfruit (English), fruit a pain (French), fruta pao, pao de massa (Portuguese), broodvrucht, broodboom (Holland), dan ulu (Hawai) (Siregar 2009).

2. Deksripsi Tanaman

Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik sepanjang tahun evergreen di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous di daerah yang beriklim monsoon. Batang memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan

(12)

6

melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanaman sukun biasanya ada yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaan tanah dan dapat menumbuhkan tunas alami. Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval-lonjong, ukuran panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm, dengan tangkai daun 3-7 cm (Adinugraha dkk 2014).

3. Kandungan Kimia

Artocarpus altilis (Park) Fosberg mengandung beberapa zat berkhasiat seperti saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilkolin, tanin, riboflavin, fenol. Daun tanaman ini juga mengandung kuersetin, kaporol dan artoindonesianin. Dimana artoindonesianin dan kuersetin adalah kelompok senyawa dari flavonoid (Shabella 2012).

2.2 Metode Ekstraksi

Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering dengan cairan penyari yang direkomendasikan adalah etanol atau campuran etanol-air. Maserasi dilakukan dengan cara satu bagian simplisia dimasukkan kedalam bejana maserasi (maserator), ditambahkan 10 bagian cairan penyari dan direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk, kemudian didiamkan hingga 24 jam. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Maserat dipisahkan dengan separator dan jika dibutuhkan proses dapat diulangi dengan jumlah dan jenis cairan penyari yang sama, kemudian semua maserat dikumpulkan dan diuapkan hingga mencapai kekentalan yang diinginkan. Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaannya mudah, peralatannya murah dan sederhana serta dapat digunakan untuk mengekstrak atau menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. (BPOM RI 2013 ; Mukhriani 2014) .

(13)

7 2.3 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dikarenakan adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin (sensitivitas) atau keduanya (Dipiro et al 2014). Diabetes mellitus yang ditandai dengan hiperglikemia dapat menyebabkan komplikasi seperti retinopati, neuropati, nefropati dan penyakit jantung (Hsieh et al 2010).Jenis DM yang dapat diatasi dengan antidiabetik oral adalah DM tipe 2, yaitu DM yang diakibatkan oleh penurunan respon biologi terhadap insulin. Hal ini disebut dengan resistensi insulin di mana terjadi defisiensi insulin relatif (Aravind and Sridevi 2017).

Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan akibat dari diet gaya barat, meningkatnya obesitas, gaya hidup dan peningkatan populasi minoritas. DM tipe 2 ditandai dengan kombinasi beberapa tingkat resistensi insulin dan relatif kurangnya sekresi insulin (yang cukup untuk menormalkan kadar glukosa plasma) dari waktu ke waktu. Kebanyakan individu dengan DM tipe 2 menunjukkan obesitas perut, yang dengan sendirinya menyebabkan resistensi insulin. Selain itu, hipertensi, dislipidemia dan peningkatan tingkat plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang berkontribusi pada keadaan hiperkoagulasi dan sering hadir dalam pasien DM (DiPiro 2014). Penderita DM tipe dua biasanya mengalami lesu, poliuria, nokturia dan polidipsia serta penurunan berat badan secara signifikan yang lebih sering terjadi pada pasien kelebihan berat badan atau obesitas (DiPiro 2015). Diabetes tipe 2 memiliki kecenderungan genetik yang kuat dan lebih sering terjadi pada semua kelompok etnis selain yang dari keturunan Eropa (DiPiro 2014) .

a. Akarbose

Obat antidiabetik oral terdiri dari beberapa golongan, yaitu GLP-1 reseptor agonis, amylinomimetic, sulfonilurea, meglitinide, biguanid, thiazolidinedin, inhibitor DPP4 dan inhibitor alfa glukosidase. Akarbose adalah termasuk dari obat golongan inhibitor alfa glukosidase, yaitu bekerja dengan sasaran pencegahan hiperglikemia postprandial. Akarbose adalah suatu pseodo-tetrasaccharida, yaitu molekul gula yang terdapat ikatan nitrogen antara bagian pertama dan kedua dari molekul gula tersebut. Modifikasi ini menjadikan akarbose memiliki afinitas yang lebih tinggi dari enzim α-glukosidase, sehingga memungkinkan akarbose untuk berkompetitif dengan α-glukosidase dalam berikatan dengan karbohidrat di saluran

(14)

8

cerna (Dinicolantonio, Bhutani, and Keefe 2015). Hanya karbohidrat dalam bentuk glukosa dan fruktosa yang dapat diabsorbsi, sehingga hambatan peruraian polisakarida atau oligosakarida menjadi glukosa akan menghambat absobrsi glukosa (Priyanto 2009). Proses tersebut akan mengakibatkan kadar gula darah menjadi turun dan mendekati normal, yaitu kadar gula puasa <110 mg/dl dan kadar gula 2 jam setelah tes toleransi glukosa <140 mg/dl.Selain menghambat enzim α-glukosidase, akarbose juga bisa menghambat enzim α-amylase (Kalra 2014).

2.4 Enzim α-Amylase a. α -Amylase

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dapat mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara antar sel. Enzim bekerja tanpa mengubah reaksi dan juga tidak mengubah kesetimbangan reaksi. Enzim bekerja secara spesifik, artinya setiap enzim umumnya mengatalisis suatu reaksi tertentu saja untuk suatu substrat (zat yang direaksikan) yang tertentu (Sinaga 2012).

Enzim amilase adalah sekelompok enzim yang merombak pati, glikogen, dan polisakarida lain. Enzim amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Enzim amilase dihasilkan oleh berbagai jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, manusia dan hewan. Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber organismenya dan tempatnya bekerja. Enzim α-amilase terdapat dalam saliva dan pankreas dapat memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum disebut endoamilase dan juga memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. (Toha 2010).

Hasil hidrolisis enzim α-amilase yaitu berupa maltosa dan berbagai jenis α-limit dekstrin yaitu oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan α-1,6 (Obiro dkk 2008). Enzim α-amilase umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 25-95oC dan bersifat stabil pada kisaran pH antara 5,5 dan 8,0. Enzim α-amilase memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus (Whitcomb & Lowe 2007).

(15)

9 b. Uji Penghambatan Enzim α-Amylase

Dalam mengatasi kadar glukosa darah yang melebihi normal, bisa diatasi dengan cara menghambat enzim α-amylase (Rais et al. 2013). Dengan dihambatnya enzim ini, maka akan mencegah terjadinya pemecahan karbohirat menjadi glukosa.

Penghambatan enzim α-amylase dilakukan dengan cara mencampurkan ekstrak dengan buffer sodium fosfat 0,02 M lalu dicampur dengan enzim α-amylase dan kemudian diinkubasi pada suhu 25oC selama 10 menit. Campuran tersebut kemudian ditambahkan dengan pati yang telah dicampur dengan buffer sodium fosfat 0,02 M dan diinkubasi kembali pada suhu dan waktu yang sama. Reaksi kemudian dihentikan dengan penambahan reagen DNS atau asam 3,5-dinitrosalicylic, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik kolorimetri yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 540 nm (Thalapaneni, Chidambaram, &

Ellappan, 2008). Oleh karena itu, hasil dari perlakuan di atas diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotomete UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.

2.5 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi sebagai panjang gelombang. (Gandjar 2007). Spektrofotometer ultraviolet-visible (UV-Vis) adalah alat instrumen analisis yang termasuk dalam spektroskopi absorpsi (Khopkar 2010).

Prinsip spektrofotometer UV-Vis adalah radiasi pada rentang gelombang 200-700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap. Faktor- faktor yang mengatur serapan radiasi pada daerah UV/Vis adalah adanya gugus kromofor dan ausokrom. Kromofor adalah sistem ikatan rangkap yang diperpanjang, sedangkan ausokrom adalah gugus hidroksil dan gugus amino yang dipengaruhi oleh pH (Watson 2009).

(16)

10

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Biokimia, dan Kimia Terpadu Fakultas Farmasi dan Sains, Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jakarta Timur.

3.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, kain flanel, ayakan mesh 40, toples kaca, kertas saring, vacuum rotary evaporator, hotplate, tabung reaksi, pipet tetes, batang pengaduk, corong, labu ukur, gelas ukur, beaker glass, lemari asam, Spektrofotometer Uv- Vis, blender, pH meter, kuvet kuarsa, magnetic stirrer, waterbath dan pipet mikro 10-100 μL dan 100-1000 μL.

3.3. Bahan Penelitian a. Simplisia

Simplisia diperoleh dari Balai Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor.

Determinasi di lakukan di Herbarium Bogoriense, Balitbang Botani-Puslitbang Biologi LIPI Bogor.

b. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, akuades bebas CO2, etanol 70%, metanol, HCl pekat, HCl 2N, logam Mg, FeCl3, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, eter, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, KH2PO4, NaOH, natrium kalium tertrat, soluble starch dan reagen dinitrosalisilat (DNS) yang terdiri dari: Asam 3,5-dinitrosalisilat.

c. Bahan Uji

Enzim α-amilase dari Bacillus amyloliquefeciens yang diperoleh dari PT. ELO KARSA UTAMA Kebayoran lama, Jakarta.

d. Bahan Pembanding

Bahan pembanding sebagai kontrol positif yaitu akarbosa (1 tablet glukobay mengandung 50 mg akarbosa).

e. Instrumen :

Identifikasi dengan LC-MS dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa kuersetin pada ekstrak tanaman uji. LC-MS analysis was carried out with the instrument of Agilent

(17)

11

Technologies 7890 with Auto Sampler and 5975 Mass Selective Detector and gas chromatograph interfaced to a mass spectrometer instrument employing the following conditions: HP Ultra 2.

Capilarry coloumn; length (m) 30x0.25 (mm) I.D x 0.25 (µm) Film Thickness, operating in electron impact mode at 70eV; Helium gas was used as carier gas at a constant flow of 1.2 µl/menit and injection volume of 5 µl was employed (split ration 100:1) injection port temperature 250oC;

ion source temperature 230oC. Initial oven temperature at 80oC hold for 0 minute, rising at 3oC/

min to 150oC hold for 1 minute and finally rising 20oC/min to 280oC hold for 26 minutes.

3.4. Prosedur Penelitian 1. Determinasi Simplisia

Determinasi simplisia dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia yang akan dipakai.

Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

2. Pengumpulan dan Penyediaan Bahan Uji

Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor adalah daun lidah mertua segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Kementrian Pertanian, Bogor.

Daun lidah mertua segar sebanyak 10 kg dibersihkan dari pengotor, dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Didapat daun kering sebanyak ± 1 kg, kemudian dibuat serbuk dengan cara digiling dan diayak dengan ayakan nomor 40. Serbuk disimpan dalam wadah bersih, kering dan tertutup.

3. Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Alpukat, Lidah Mertua dan Sukun

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Masing-masing satu bagian simplisia dimasukkan kedalam maserator, lalu ditambahkan 10 bagian atau sampai terendam cairan penyari yaitu etanol 70%. Direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk agar zat aktif yang terdapat pada simplisia terlarut, kemudian didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dengan menggunakan kertas saring, proses penyarian diulangi sebanyak 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama (BPOM RI 2012). Untuk menentukan akhir maserasi dilakukan dengan cara organoleptis, seperti warna dan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada maserat terakhir.

Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunkan vacuum rotary evaporator.

4. Pemeriksaan Mutu Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain)

(18)

12 a. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa terhadap ekstrak (Depkes RI 2000).

b. Penetapan Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya hidrat yang terkandung atau banyaknya air yang terserap oleh zat. Sejumlah zat uji ditimbang dengan seksama yang diperkirakan mengandung 2-4 ml air dan dimasukkan kedalam labu. Sebanyak kurang lebih 200 ml toluen P dimasukkan kedalam labu, lalu dihubungkan dengan alat. Toluen P dituangkan ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen telah mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambung pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan setelah 5 menit, kemudian tabung pengeringan dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Jika ada tetesan yang melekat pada dinding tabung penerima, digosok dengan karet yang diikat pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dilihat. Kadar air dihitung dalam % b/v (Depkes RI 2002).

c. Perhitungan Rendemen

Perhitungan rendemen ekstrak dengan cara menghitung jumlah ekstrak kering yang didapatkan kemudian dibagi dengan jumlah serbuk kering sebelum dilakukan ekstraksi kemudian dikalikan 100%.

Rendemen ekstrak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 x 100%

5. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain) (Depkes RI 2000)

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan terpenoid. Prosedur masing–masing pengujian adalah sebagai berikut :

a. Alkaloid

Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml akuades, dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100oC selama 2 menit, kemudian didinginkan

(19)

13

dan disaring. Dipindahkan hasil saringan dan dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Pada tabung pertama diberi pereaksi Dreagendroff, jika terbentuk endapan berwarna merah, maka menunjukkan adanya alkaloid. Pada tabung kedua diberi pereaksi Mayer, jika terbentuk endapan berwarna putih, maka menunjukkan adanya alkaloid.

b. Saponin

Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml air panas, setelah itu didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik, sehingga terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1–10 cm. Penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang, maka menunjukkan adanya saponin.

c. Flavonoid

Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml metanol, dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100oC, lalu disaring dan filtratnya ditambahkan HCl pekat dan logam Mg. Terbentuknya warna merah menunjukkan sampel mengandung flavonoid.

d. Tanin

Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 12,5 ml air, dididihkan di atas penangas air pada suhu 100oC selama 5 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan 1-2 tetes FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

e. Terpenoid dan Steroid

Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml etanol, dipanaskan sebentar, kemudian didinginkan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambahkan eter, 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat, jika terjadi perubahan warna merah atau ungu menunjukkan adanya terpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

6. Pembuatan Reagen

a. Larutan Dapar Fospat pH 6,9

Larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M (4,0827 g dalam 150 ml akuades) dibuat dengan cara mencampurkan 125 ml dengan 56 ml larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M (0,8 g dalam 100 ml akuades) kemudian dienverkan dengan akua bebas CO2 hingga 500 ml (Depkes RI 1979).

(20)

14 b. Larutan Substrat (Pati) 1 %

Ditimbang seksama 1 g pati kentang dilarutkan dalam 100 ml dapar fosfat, kemudian dididihkan selama 15 menit dan setelah dingin ditambahkan akuades untuk mendapatkan volume yang sama dengan volume awal.

c. Larutan Akarbosa

Ditimbang seksama 7,5 mg akarbosa dilarutkan dalam 50 ml dapar fosfat pH 6,9 maka diperoleh konsentrasi sebesar 150 µg/ml. Kemudian larutan akarbosa konsentrasi 150 µg/ml dilakukan pengenceran menggunakan dapar fosfat pH 6,9 hingga diperoleh konsentrasi 95, 61, 39, 25 dan 16 µg/ml.

d. Pembuatan Reagen DNS (Dinitrosalisilat)

Reagen DNS terdiri dari dua campuran larutan yaitu larutan A dan larutan B. Larutan A terdiri dari 5 g Asam 3,5-dinitrosalisilat dan 5 g NaOH 2N dilarutkan dalam 100 ml akuades.

Larutan B terdiri dari 150 g Na/K tartrat dilarutkan dalam 200 ml akuades. Larutan A dan B dicampur, lalu dicukupkan dalam labu takar dengan akuades bebas CO2 hingga volumenya 500 ml, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu malam. Larutan dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap dan disimpan pada suhu 4oC (Bintang 2010).

7. Uji Inhibisi Enzim α-Amilase Secara In Vitro

Sebanyak 500 µl sampel uji (ekstrak etanol 70% daun lidah mertua 90, 150, 260, 450, serta 780 µg/ml dan akarbosa 16, 25, 39, 61, 95 dan 150 µg/ml) ditambahkan ke 500 µl 0,02 M dapar fosfat (PH 6,9 dengan 0,006 M NaCl) yang mengandung larutan α-amilase (0,5 µg/ml) dan diinkubasi pada 25°C selama 10 menit. Ditambahkan larutan pati 1% (b/v) sebanyak 500 µl pada 0,02 M dapar fosfat yang ditambahkan ke masing-masing tabung pada interval waktunya, kemudian diinkubasi kembali pada suhu 25°C selama 10 menit. Setelah inkubasi kedua, reaksi dihentikan dengan penambahan pereaksi DNS sebanyak 1000 µl. Tabung reaksi kemudian diinkubasi dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian didinginkan sampai suhu kamar.

Selanjutnya ditambahkan 10.000 µl akuades pada campuran reaksi dan diencerkan, lalu dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 540 nm (Thalapaneni et al. 2008).

(21)

15

Tabel 1. Komposisi Larutan Pada Uji Aktivitas Inhibisi α-Amilase

Larutan Ekstrak (µl) Dapar (µl) Enzim(µl) Pati (µl) DNS (µl) Akuades (µl)

Blanko - 1000 - 500 1000 10.000

Kontrol Blanko - 500 500 500 1000 10.000

Kontrol Sampel 500 500 - 500 1000 10.000

Sampel 500 - 500 500 1000 10.000

Akarbosa 500 - 500 500 1000 10.000

8. Analisis Data

a. Persentase Inhibisi dan IC50

Persentase inhibisi digunakan untuk melihat adanya penghambatan enzim α-amilase serta membandingkan reaksi enzim substrat, sehingga dapat digunakan untuk menentukan daya inhibisi (Trinoviani, Kholisoh, and Ar-rifa 2016). Persentase inhibisi dengan rumus:

% inhibisi = 𝐴𝑏𝑠 𝐶−𝐴𝑏𝑠 𝑋

𝐴𝑏𝑠 𝐶 x 100%

Keterangan :

C = Abs kontrol blanko – Abs blanko X = Abs sampel – Abs kontrol sampel

Data yang diperoleh dari inhibisi (%) dianalisis menggunakan analisis probit untuk menghitung nilai IC50. Nilai IC50 dapat dihitung menggunakanpersamaan Regresi linier, hubungan antara logaritma konsentrasi sebagai X dengan Probit sebagai Y. Angka IC50 didapat dengan cara memasukkan nilai 5 sebagai Probit ke dalam persamaan Regresi linier, kemudian hasil substitusi di antilogaritma. Hasil tersebut merupakan angka IC50 (Wulan et al. 2015).

b. Potensi Relatif

Potensi relatif digunakan untuk melihat besarnya potensi sampel atau ekstrak dalam penghambatan terhadap enzim α-amilase yang dibandingkan dengan kontrol positif berupa akarbosa. Potensi relatif dihitung dengan menggunakan rumus (P et al. 2011):

Potensi relatif = Nilai IC50 ekstrak etanol daun lidah mertuaNilai IC50 akarbosa × 100%

(22)

16

BAB 4. HASIL DAN KESIMPULAN

Aktivitas penghambatan enzim α-amilase bermanfaat dalam mengatasi hiperglikemia pada pasien diabetes mellitus dengan cara mengurangi pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi glukosa ke dalam darah sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus (Shinde et al. 2008). Pengujian penghambatan enzim α-amilase dilakukan untuk mengetahui penurunan aktivitas enzim α-amilase dalam memecah pati. Prinsip pengujian adalah melihat reaksi antara maltosa, hasil penguraian pati, dan glukosa dengan DNS (3,5-dinitrosalisilat) sehingga menghasilkan warna. Reaksi dihentikan dengan pemanasan pada suhu 1000C selama 5 menit agar enzim terdenaturasi (Samudra et al. 2015).

Hasil uji aktivitas penghambatan enzim α-amilase ditunjukkan dengan nilai IC (Inhibition Concentration). IC50 adalah konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% enzim α-amilase. Hasil inhibisi yang diperoleh dianalisis dengan tabel Probit. Pengujian aktivitas ekstrak etanol daun lidah mertua dalam menghambat enzim α-amilase dibandingkan dengan akarbosa.

Gambar. Hasil Uji Aktivitas inhibisi Alfa-Amilase Sampe UJi 0

2 4 6 8

0 1 2 3 4

Probit

Log Konsentrasi (μg/ml)

Daun Alpukat Daun Lidah Mertua Daun Sukun Akarbosa

(23)

17

Gambar. Hasil IC50 Sampel Uji

Akarbosa merupakan obat antidiabetes yang dapat memperlambat absorpsi gula setelah makan yaitu dengan menunda hidrolisis karbohidrat, disakarida dan absorpsi glukosa; serta menghambat metabolisme sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (DiNicolantonio et al. 2015).

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia ekstrak sampel uji

Sampel Alkaloid Flavonoid Tannin Steroid Terpenoid Saponin

Ekstrak daun alpukat + + + + - +

Ekstrak daun sukun - + + - + +

Ekstrak daun lidah mertua

+ + + + - +

Ekstrak daun alpukat, daun lidah mertua dan daun sukun diinvestigasi lebih lanjut mengenai kandungan kuersetinnya dengan instrument LC-MS. Berdasarkan hasil identifikasi LC- MS diketahui bahwa kuersetin memberikan puncak maksimum pada waku retensi 19,16 (Gambar 1) dengan BM 300, 82 dan waktu retensi 20,099 dengan BM 300, 75 dan 300, 88. Sedangkan pada seluruh ekstrak sampel uji tidak dapat diidentifikasi adanya quercetin. Pada ekstrak daun alpukat ditemukan adanya puncak maksimum pada waktu retensi 19,55 tapi tidak ada satupun senyawa yang memberikan BM 300,82 yang merupakan BM quersetin. Selanjutnya pada ekstrak daun sukun dan daun lidah mertua tidak ditemukan adanya puncak kromatogram pada waktu retensi 19,16 (gambar 6, gambar 7 dan gambar 8).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

IC50

Sampel Uji

Daun Alpukat Daun Lidah Mertua Daun Sukun Akarbosa

(24)

18

Gambar 1. Kromatogram LC-MS dari kuersetin (TIC)

Gambar 2. Kromatogram LC-MS dari kuersetin pada waktu retensi 19,162

(25)

19

Gambar 3. Kromatogram LC-MS dari kuersetin pada waktu retensi 20,099

Gambar 4. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun alpukat (TIC)

(26)

20

Gambar 5. Kromatogram LC-MS ekstrak daun alpukat pada waktu retensi 20,503

Gambar 6. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun sukun (TIC)

(27)

21

Gambar 7. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun lidah mertua (TIC)

Gambar 8. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun lidah mertua pada waktu retensi 18,992

(28)

22

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa seluruh sampel uji memberikan hambatan terhadap aktivitas enzim α-amilase tetapi ekstrak daun alpukat memberikan aktivitas yang lebih baik dibandingkan ekstrak daun sukun dan lidah mertua. Hasil skrining fitokimia menunjukan bahwa semua ekstrak uji positif mengandung flavonoid, sedangkan pada identifikasi lebih lanjut dengan LC-MS tidak ditemukan adanya kuersetin pada seluruh sampel uji. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa senyawa flavonoid yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penghambatan enzim α-amilase ini bukanlah quercetin.

(29)

23 DAFTAR PUSTAKA

Coşkun, Ömer, Mehmet Kanter, Ferah Armutçu, and Kurtuluş Çetin. 2004. “Protective Effects Of Quercetin, A Flavonoid Antioxidant, In Absolute Ethanol-Induced Acut Gastric Ulcer” 1 (3):

37–42.

DiNicolantonio, James J, Jaikrit Bhutani, and James H O’Keefe. 2015. “Acarbose: Safe and Effective for Lowering Postprandial Hyperglycaemia and Improving Cardiovascular Outcomes.” Open Heart 2 (1): e000327. doi:10.1136/openhrt-2015-000327.

Owolabi, MA, HAB Coker, and SI Jaja. 2010. “Bioactivity of the Phytoconstituents of the Leaves of Persea Americana.” Journal of Medicinal Plants Research 4 (12): 1130–35.

doi:10.5897/JMPR09.429.

P, Sudha, Smita S Zinjarde, Shobha Y Bhargava, and Ameeta R Kumar. 2011. “Potent Alpha- Amylase Inhibitory Activity of Indian Ayurvedic Medicinal Plants.” BMC Complementary and Alternative Medicine 11: 5. doi:10.1186/1472-6882-11-5.

Piero, M N, G M Nzaro, and J M Njagi. 2015. “Diabetes Mellitus – a Devastating Metabolic Disorder” 4 (40): 1–7. doi:10.15272/ajbps.v4i40.645.

Ratna Wulan, Dyah, Edi Priyo Utomo, and Chanif Mahdi. 2015. “Antidiabetic Activity of Ruellia Tuberosa L., Role of α -Amylase Inhibitor: In Silico , In Vitro , and In Vivo Approaches.”

Biochemistry Research International 2015: 1–9. doi:10.1155/2015/349261.

Sales, Paloma Michelle de, Paula Monteiro de Souza, Luiz Alberto Simeoni, Pérola de Oliveira Magalhães, and Dâmaris Silveira. 2012. “α-Amylase Inhibitors: A Review of Raw Material and Isolated Compounds from Plant Source.” Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 15 (1): 141–83. doi:10.18433/J35S3K.

Shinde, Jayantrao, Tony Taldone, Michael Barletta, Naveen Kunaparaju, Bo Hu, Sunil Kumar, Jessica Placido, and S. William Zito. 2008. “??-Glucosidase Inhibitory Activity of Syzygium Cumini (Linn.) Skeels Seed Kernel in Vitro and in Goto-Kakizaki (GK) Rats.” Carbohydrate Research 343 (7): 1278–81. doi:10.1016/j.carres.2008.03.003.

Sundarram, Ajita, and Thirupathihalli Pandurangappa Krishna Murthy. 2014. “α -Amylase Production and Applications : A Review.” Journal of Applied & Environmental Microbiology 2 (4): 166–75. doi:10.12691/jaem-2-4-10.

Tadera, Kenjiro, Yuji Minami, Kouta Takamatsu, and Tomoko Matsuoka. 2006. “Inhibition of Alpha-Glucosidase and Alpha-Amylase by Flavonoids.” Journal of Nutritional Science and Vitaminology 52 (2): 149–53. doi:10.3177/jnsv.52.149.

Thalapaneni, Nageswara Rao, Kumar Appan Chidambaram, Thilagam Ellappan, Mohana Lakshmi Sabapathi, and Subhash C Mandal. 2008. “Inhibition of Carbohydrate Digestive Enzymes by Talinum Portulacifolium (Forssk) Leaf Extract.” Journal of Complementary and Integrative Medicine 5 (1). doi:10.2202/1553-3840.1120.

Trinoviani, Elvi, Ai Kholisoh, and Nisa Fitriani Ar-rifa. 2016. “Aktivitas Penghambatan α - Glukosidase Seduhan Dan Ekstrak Etanol Campuran Formula Terpilih Teh Putih Dan Stevia.”

Whitcomb, David C., and Mark E. Lowe. 2007. “Human Pancreatic Digestive Enzymes.”

Digestive Diseases and Sciences 52 (1): 1–17. doi:10.1007/s10620-006-9589-z.

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol dan fraksi etilasetat daun miana (Coleus atropurpureus L. Benth.) memiliki aktivitas tabir surya yang baik.. Kategori tabir surya ekstrak etanol daun