• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM ASAS TERANG DAN TUNAI DALAM PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH (Studi Putusan Nomor 170/Pdt.G/2021/PN Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KAJIAN HUKUM ASAS TERANG DAN TUNAI DALAM PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH (Studi Putusan Nomor 170/Pdt.G/2021/PN Mdn)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Bagaimana pengaturan undang-undang mengenai asas yang jelas dan tunai dari perbuatan jual beli hak atas tanah di Indonesia. Bagaimana perlindungan undang-undang pihak terhadap asas yang jelas dan tunai dalam tindakan penjualan hak tanah.

Faedah Penelitian

Tujuan Penelitian

Menentukan pengaturan hukum mengenai dasar bersih dan tunai atas jual beli hak atas tanah di Indonesia. Untuk mengkaji perlindungan undang-undang pihak terhadap asas yang jelas dan kewangan dalam kontrak penjualan hak tanah.

Defenisi Operasional

Keaslian Penelitian

Eri Irawan Sumanto, Mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Depok, 2008, dengan judul “Implikasi dari pembatalan akta pelepasan hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris oleh pengadilan mengenai akta hak pakai Hak Guna Bangunan yang diterbitkan di atasnya.” Berdasarkan hasil penelitian, maka tesis ini merupakan penelitian yang mengkaji hanya akibat dari pembatalan akta pelepasan hak atas sertifikat kepemilikan tanah yang telah diterbitkan diatasnya.Bedanya dengan penelitian yang diajukan saat ini adalah bahwa penulis mengkaji tentang peraturan hukum mengenai asas light and money di Indonesia serta perlindungan hukum para pihak dalam asas clear and money dalam akta jual beli hak atas tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Tommy Hermawan Supardi, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Fakultas Hukum Surabaya, 2013 berjudul.

Pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan sesuai dengan peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 3 tahun 2011” berdasarkan hasil penelitian skripsi ini hanya mengkaji akibat hukum dan upaya hukum atas akibat tersebut. tentang pembatalan hak atas tanah Dalam kajian tersebut, topik kajian yang diangkat oleh penulis adalah menuju kajian hukum tentang asas ringan dan tunai dalam pembatalan akta jual beli tanah dalam putusan nomor 170/Pdt. G/2021/PN Mdn.

Metode Penelitian

  • Jenis dan Pendekatan Penelitian
  • Sifat Penelitian
  • Sumber data
  • Alat Pengumpul data
  • Analisis data

Sugiyono menjelaskan, data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, seperti melalui orang lain atau melalui dokumen.12 Dalam penelitian ini sumber data sekunder sesuai dengan Undang-Undang Pokok Pertanian, buku, majalah , artikel yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai kajian hukum asas ringan dan tunai dalam pembatalan akta jual beli tanah. Data Sekunder: Data sekunder adalah bahan hukum yang membantu dan/atau menunjang bahan hukum primer dalam penelitian dan akan memperkuat penjelasan di dalamnya. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah metode hukum normatif. Merupakan penelitian hukum, baik murni maupun terapan, yang dilakukan oleh seorang peneliti hukum untuk menyelidiki norma-norma, misalnya dalam bidang keadilan, kepastian hukum, ketertiban, dan kegunaan.

Analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sugiyono menjelaskan, analisis kualitatif adalah analisis yang didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep, dan data, yang merupakan umpan balik terus-menerus atau modifikasi teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan dan berkaitan dengan kajian hukum asas yang jelas dan tunai. dengan batalnya akta jual beli tanah. Sugiyono juga melanjutkan pernyataannya bahwa analisis data kualitatif juga bersifat induktif, yaitu berdasarkan data yang diperoleh, kemudian berkembang pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.15.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

Asas-Asas Perjanjian

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan “Semua perjanjian yang terikat secara sah ditegakkan sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Hal ini dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang disimpulkan secara sah diberlakukan sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, maka orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian dengan kandungan, tetapi selagi tidak bercanggah dengan undang-undang, moral dan ketenteraman awam. Untuk terjadinya perjanjian secara umum, padanan wasiat yang memenuhi syarat tertentu adalah akad yang sah menurut undang-undang.29 Dasar konsensualisme dapat diringkas dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata.

Baik itu mengenai sistem terbuka yang diperkenalkan oleh hukum kontrak maupun asas mengikat, kita dapat merujuk pada Pasal 1374 ayat (1) KUH Perdata (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: “Segala perjanjian itu sah-sah saja. yang dibuat itu sah sebagai undang-undang, ajaklah mereka yang membuatnya.' Adagium pacta sunt servanda diakui sebagai kaidah bahwa segala perjanjian yang dibuat oleh orang-orang atas dasar timbal balik pada hakekatnya dimaksudkan untuk dihormati dan dapat dilaksanakan bila diperlukan, agar dapat dilaksanakan. mengikat secara hukum.20 Asas kepribadian tercantum dalam Pasal 1340 KUH Perdata: “Suatu perjanjian hanya sah antara pihak-pihak yang mengadakannya.

Syarat Sah Jual Beli Tanah

Kontrak tersebut tidak boleh menimbulkan kerugian atau keuntungan bagi pihak ketiga, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 1317. Suatu akad dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, apabila akad itu dibuat untuk diri sendiri, atau pemberian kepada orang lain memuat syarat-syarat demikian.” Sementara itu, Pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya mengatur tentang perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk diri sendiri. juga untuk kepentingan ahli waris seseorang dan orang-orang yang berasal darinya memperoleh hak. Namun apabila syarat-syarat mengenai suatu hal dan sebab yang sah (persyaratan obyektif) tidak terpenuhi, maka akad itu batal, artinya sejak semula dianggap tidak ada akad.

Jual beli tanah berdasarkan Undang-Undang Pokok Pertanian (UUPA) tidak dijelaskan secara jelas, namun Pasal 5 UPPA menyatakan bahwa hukum pertanahan negara kita adalah hukum adat. Jadi maksud jual beli tanah berdasarkan UUPA adalah jual beli tanah menurut hukum adat yang telah menyempurnakan/menghilangkan ciri kedaerahannya. Menurut hukum adat, jual beli tanah merupakan suatu tindakan peralihan hak atas tanah, baik secara kilat maupun tunai.

Saat ini yang diberi kewenangan untuk melakukan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).23. Adapun syarat-syarat dalam perbuatan hukum mengenai peralihan hak atas tanah dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu. 22 Siti Melisa Harahap, “Analisis Peradilan Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah Yang Tidak Dilaksanakan Dihadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) (Studi Pada Perumahan Bumi Berngam Baru Kota Binjai)” Jurnal Perspektif Hukum P-ISSN 2715-8888 2021, halaman 70 .

Misalnya, berdasarkan UUPA, hanya warga negara dan badan hukum Indonesia yang dapat mempunyai hak kepemilikan atas tanah sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Apabila hal ini dilanggar, maka jual beli menjadi batal dan tanah itu menjadi milik negara, dengan syarat hak-hak pihak lain yang membebaninya, tetapi yang terakhir dan seluruh pembayaran yang telah diterima oleh pemiliknya tidak dapat dikembalikan. Menurut UUPA, hak atas tanah yang dapat dijadikan objek peralihan hak adalah, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

Asas Terang dan Tunai

Common law tidak mengenal konsep serah terima secara hukum sebagai pemenuhan kewajiban hukum penjual, karena yang disebut jual beli tanah adalah peralihan hak atas tanah yang dijual kepada pembeli, yang sekaligus waktu membayar penjual harga yang disepakati secara penuh kepada penjual. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah perbuatan hukum peralihan hak yang tetap dari penjual kepada pembeli dan pembayaran seluruh atau sebagian harganya oleh pembeli dengan syarat yang jelas dan tunai. Persyaratan yang jelas berarti bahwa kontrak penjualan harus diselesaikan di hadapan petugas bea cukai yang berwenang dan harus dihadiri oleh dua orang saksi.

Istilah tunai mempunyai arti adanya dua perbuatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu peralihan hak dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga, baik seluruhnya maupun sebagian, dari pembeli kepada penjual. Akibat syarat yang jelas dan tunai adalah jual beli tanah tidak dapat dibatalkan karena jual beli tanah bukanlah suatu perjanjian melainkan suatu perbuatan hukum peralihan penguasaan hukum atas tanah yang dilakukan secara langsung dan efektif. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Pertanian pada hakekatnya menyatakan bahwa hukum pertanahan nasional adalah hukum adat, oleh karena itu pelaksanaan jual beli tanah nasional juga mengikuti sistem jual beli tanah menurut hukum adat.

Selain itu, asas ini berarti pembayaran dilakukan sampai lunas sesuai dengan harga yang disepakati sebagaimana tercantum dalam akta jual beli. Asas Yang Jelas : Asas yang jelas maksudnya adalah jual beli tanah dilakukan secara terbuka dan tidak terselubung. Perwakilan warga desa. Sebagai bentuk asas publisitas, maka jual beli tanah yang dilakukan di hadapan PPAT memerlukan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, terdiri dari kepala desa/bupati dan seseorang dari wilayah desa dimana tanah tersebut menjadi obyek jual beli.

Asas uang dan jelas sebagaimana diuraikan di atas diwujudkan dalam akta jual beli tanah yang ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan di hadapan pejabat pembuat akta tanah, dan merupakan bukti bahwa telah terjadi proses peralihan hak atas tanah dari pihak penjual. kepada pembeli disertai pembayaran sesuai harga tanah yang disepakati.27.

Peralihan Hak Atas Tanah Kerena Jual Beli

  • Syarat Sah Peralihan Hak Kerena Jual Beli
  • Proses Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli
  • Perbuatan Melawan Hukum Dalam Peralihan Hak Atas

30 Fredrik Mayore Saranaung, “Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Cara Jual Beli Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997” Jurnal Lex Crimen Vol. Proses peralihan hak atas tanah melalui jual beli menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Peraturan hukum tentang asas-asas akta jual beli hak atas tanah yang jelas dan tunai di Indonesia.

Untuk membuktikan telah terjadi jual beli hak atas tanah, dibuatlah akta PPAT (dalam hal ini akta jual beli), adapun yang dimaksud dengan akta PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Ardiansyah Zulhadji, “Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Jual Beli Tanah Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960”, Jurnal Lex Crimen, Vol. Adapun alasan/tujuan dibuatnya akta jual beli di hadapan PPAT adalah agar perbuatan hukum jual beli hak atas tanah dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah.

Dengan mendaftarkan akta hukum jual beli tanah pada kantor pendaftaran tanah, maka pembeli memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum. Sementara itu, pembeli wajib segera melunasi harga jual beli hak atas tanah tersebut. Keuntungan jual beli hak atas tanah secara penuh (full) adalah penjual menerima pembayaran sesuai harga yang disepakati secara penuh (in full), sehingga jual beli tanah lebih efisien dan efektif, serta penjual merasa aman. dan nyaman.

Walaupun jual beli hak tanah dilakukan dengan membayar harga secara tunai (bayaran) dan sifat dan ciri-cirinya seperti perbuatan sebenar dan. Perlindungan undang-undang pelanggan terhadap asas yang jelas dan kewangan dalam pembelian dan penjualan tanah. Surat ikatan mengenai jual beli tanah yang mengikat sebelum surat ikatan Pejabat Surat Ikatan Tanah", Jurnal Notarius Vol.

Perlindungan undang-undang pihak kepada asas bersih dan sedia dalam akta penjualan hak tanah dalam Konsep asas urus niaga penjualan tanah adalah jelas dan wang. Ardiansyah Zulhadji, "Pemindahan Hak Tanah Melalui Jual Beli Tanah di bawah Undang-undang Nombor 5 Tahun 1960", Jurnal Lex Crimen, Vol. Fajaruddin, “Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Tanah Kerana Wujudnya Unsur Cacat,” Jurnal De Lega Lata, Jil.

Fredrik Mayore Saranaung, “Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Cara Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997” Jurnal Lex Crimen Vol.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 “Pejabat pembuat akta tanah selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta- akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak